DOWNLOAD CONTOH ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA PASIEN GINEKOLOGI DENGAN DIAGNOSA MEDIS MIOMA UTERI

 

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS  PADA PASIEN GINEKOLOGI DENGAN DIAGNOSA MEDIS MIOMA UTERI

BAB 1

PENDAHULUAN

A.    Konsep Mioma Uteri

1.      Pengertian Mioma Uteri

Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos pada dinding uterus. Beberapa istilah dari mioma uteri adalah fibromioma, laiomioma, miofibroma, fibroleiomioma, atau uterin fibroid. Mioma uteri merupakan tumor uterus yang banyak ditemukan pada 20-25% wanita diatas umur 35 tahun (Nurarif dan Kusuma, 2015).

Mioma uteri adalah tumor jinak berbatas tegas dan tidak berkapsul yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Tumor jinak ini banyak ditemukan pada traktus geniltalia wanita, terutama pada wanita sesudah produktif (menopause). Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia subur atau produktif tetapi kerusakan reproduksi dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif yaitu berupa infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan malpresentasi (Aspiani, 2017).

2.      Etiologi Mioma Uteri

Etiologi yang pasti dari terbentuknya mioma uteri sampai saat ini belumdapat dipastikan dengan jelas. Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk terjadi mioma uteri. Dalam jaringan mioma uteri lebih banyak mengandung reseptor estrogen jika dibandingkan dengan miometrium normal. Pertumbuhan mioma uteri berbeda pada setiap individu, diantara nodul mioma pada uterus yang sama. Perbedaan ini berkaitan dengan jumlah reseptor estrogen dan reseptor progesteron (Prawirohardjo Sarwono, 2016).

Mioma uteri berasal dari benih-benih multiple yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini akan tumbuh sangat lambat tetapiprogesif (bertahuntahun, bukan dalam hitungan bulan) yang berada di bawah pengaruh estrogen dan jika tidak terdeteksi dan tidak segera diobati dapat membentuk tumor dengan berat 10 kg atau lebih. Mulanya mioma berada dibagian intramural, tetapi ketika tumbuh dapat berkembang ke berbagai arah.

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) mioma uteri berasal dari sel otot polos miometrium dan dibagi menjadi 2 faktor inisiator dan promotor. Estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dengan miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui dengan pasti. Progesteron menyebabkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperandalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks esktraseluler.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada mioma yaitu :

1)      Estrogen

Mioma uteri banyak ditemukan setelah menarche. Pertumbuhan miomauteri akan mengecil pada saat menopause dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan ovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Enzim hidroxydesidrogenase mengubah estridol (sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim berkurang pada jaringan miomatus, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium normal.

2)      Progesteron

Progesteron adalah antagonis natural dari estrogen. Progesteron akan menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengkaktifkan hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor dari estrogen yang berada ditumor.

 Menurut Aspiani (2017) ada beberapa faktor predisposisi lain yang dapat menyebabkan mioma uteri, diantaranya adalah :

a.       Umur

 Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan sekitar 40- 50% pada usia diatas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum haid).

b.      Hormon endogen (endogenous hormonal)

Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan miometrium normal.

c.       Riwayat keluarga

Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma uteri dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.

d.      Kehamilan

 Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini akan mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor pertumbuhan lain. Peningkatan produksi reseptor progesteron dan faktor pertumbuhan epidermal.

e.       Parietas

Mioma uteri sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2 (dua) kali.

f.        Ras

Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita dengan kulit hitam lebih beresiko tinggi mengalami mioma uteri.

3.      Klasifikasi Mioma Uteri

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) berdasarkan letaknya mioma uteri dibagi menjadi :

a)      Mioma Submukosum

 Mioma ini terletak di bawah endometrium atau lapisan mukosa uterus dan tumbuh menonjol ke kavum uteri. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan bentuk pada kavum uteri. Apabila tumor ini tumbuh dan bertangkai, maka tumor dapat keluar dan masuk ke dalam vagina yang disebut mioma geburt. Mioma submukosa walaupun kecil, tetapi dapat menimbulkan keluhan seperti perdarahan melalui vagina. Mioma uteri dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui serviks (mioma geburt).

b)      Mioma Intramural

Mioma ini terletak di dinding uterus diantara serabut miometrium. Disebut juga mioma intraepitalial, biasanya multiple. Apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tapi bila sudah membesar akan menyebabkan uterus berbenjolbenjol. Uterus akan bertambah besar dan berubah bentuk. Mioma ini sering tidak memberikan gejala klinis kecuali yang dirasakan oleh penderita yang dapat berupa rasa tidak nyaman karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah.

c)      Mioma Subserosum

Mioma ini tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus dan diliputi oleh serosa. Pertumbuhannya kearah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum, dan disebut sebagai mioma intraligamen. Mioma yang ukurannya cukup besar akan mengisi rongga peritoneum sebagai suatu massa. Perlekatan dengan ementum menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai semakin mengecil dan terputus, sehingga mioma terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai mioma parasitik.  

4.      Manifestasi Klinis Mioma Uteri

Berdasarkan Nurarif dan Kusuma (2015) separuh penderita mioma uteri tidak memperlihatkan gejala. Umumnya gejala yang ditemukan berdasarkan letak, ukuran dan perubahan pada mioma tersebut seperti :

a)      Perdarahan abnormal

Dipekirakan sebanyak 30% wanita dengan mioma uteri memiliki masalah dalam menstruasi. Diantaranya adalah hipermenore (perdarahan haid selama > 14 hari), menoragia (perdarahan berlebih yang tidak biasa pada mensturasi normal), metroragia (perdarahan rahim dengan interval yang tidak teratur, terutama antara periode menstruasi rutin). Sebabnya adalah :

v  Pengaruh ovarium sheingga menyebabkan terjadinya hiperplasi (meningkatnya jumlah sel) endometrium 

v  Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya

v   Atrofi endometrium diatas mioma submukosum

v  Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.

b)      Nyeri

Timbul karena adanya gangguan sirkulasi yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan dapat menjepit canalis servikalis sehingga dapat menimbulkan dismenore.


 

c)      Gejala penekanan

Penekanan pada vesika urinaria menyebabkan poliuri. Pada uretra menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum menyebabkan obstipasi dan tenesemia. Sedangkan pada pembuluh darah dan limfe menyebabkan terjadinya edema pada tungkai dan nyeri pada panggul.

d)      Disfungsi reproduksi

Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Mioma terletak didaerah konru yang dapat mengakibatkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang diperlukan untuk motilitas sperma didalam uterus. Perubahan bentuk pada kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi seksual. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresimassa tumor. Mekanisme gangguan fungsi reproduksi dengan mioma uteri, yaitu :

v  Gangguan transportasi gamet dan embrio

v  Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus

v  Perubahan aliran darah vaskuler

v  Perubahan histologi endometrium

e)      Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan

Kehamilan yang disertai dengan mioma uteri dapat menimbulkan proses saling mempengaruhi, yaitu :

v  Kehamilan dapat mengalami keguguran (abortus)

v  Persalinan premature

v  Gangguan saat proses melahirkan

v  Tertutupnya saluran indung telur yang menyebabkan infertilitas

v   Kala III (tiga) terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan

5.      Patofisiologi Mioma Uteri

 Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit kecil di dalam miometrium dan mulai membesar. Akibat dari pertumbuhan itu miometrium mendesak menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumordi dalam uterus. Bila mioma tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi. Apabila pemberian darah pada mioma uteri berkurang dapat menyebabkan tumor membesar, sehingga menimbulkan rasa nyeri dan mual. Jika terjadi perdarahan abnormal pada uterus akan menyebabkan terjadinya anemia. Anemia bisa menyebabkan kelemahan fisik sehingga kebutuhan perawatan diri tidak terpenuhi, selain itu dapat menyebabkan kekurangan volume cairan (Aspiani, 2017).

Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat, bebatas tegas. Permukaan potongan memperlihatkan adanya gambaran kumparan yang panjang dan dipisahkan menjadi berkas-berkas oleh jaringan ikat, karena seluruh suplai darah pada mioma berasal dari beberapa pembuluh darah yang masuk dapris pseudokapsul. Berarti pertumbuhan tumor ini selalu melampaui suplai darah menyebabkan degenerasi terutama yang terletak pada bagian tengah mioma uteri. Tumor ini mungkin hanya satu tetapi sebenarnya jamak dan biasa menyebar di dalam uterus, dengan ukuran dari benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar daripada ukuran uterusnya (Llewellyn, 2016).

 

6.      Pemeriksaan Penunjang Mioma Uteri

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendeteksi mioma uteri, antara lain:

a)      Tes laboratorium

Menghitung darah lengkap dan apusan darah, pada penderita mioma uteri sering ditemukan hemoglobin menurun, albumin menurun, leukosit dapat menurun atau meningkat, eritrosit menurun, dan hematokrit menunjukkan adanya kehilangan darah yang kronik.

b)      USG (Ultrasonografi)

Pada penderita mioma uteri terlihat adanya massa pada daerah uterus. USG dapat menentukan jenis tumor, lokasi mioma, dan ketebalan endometrium.

c)      Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin

Membantu dalam mengevaluasi adanya suatu pembesaran uterus yang simetrik menyerupai kehamilan atau terdapat bersama dengan kehamilan.

d)      Pap smear serviks

 Pemeriksaan ini diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum dilakukan histerektomi

e)      Vaginal toucher

 Pemeriksaan ini didapatkan adanya perdarahan pervaginam, teraba massa, ukuran, dan konsistensinya.

f)       Laparoskopi

Untuk mengevaluasi massa pada pelvis

g)      Histerosal pingogram

Pemeriksaan ini dianjurkan untuk klien yang masih ingin memilliki keturunan dan untuk mengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopi.

h)      Histeroskopi

Pemeriksaan ini dapat mendekteksi mioma uteri submukosa dan infertilitas. Apabila tumor masih kecil dan bertangkai dapat segera diangkat.

i)       MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma, tetapi jarang diperlukan. Pada pemeriksaan MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium yang normal.

7.      Penatalaksanaan Mioma Uteri

Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara konservatif dan secara operatif (Manuaba, 2017).

v  Pentalaksanaan secara konservatif sebagai berikut :

a.       Observasi dengan melakukan pemeriksaan pelvis secara periodic setiap 3-6 bulan

b.      Bila anemia atau Hb < 8 g/dl dilakukan tranfusi PRC

c.       Pemberian suplemen yang mengandung zat besi

d.      Peggunaan agonis GnRH lenprotid asetat 3,75 mg 1M pada hari 1-3 menstruasi setiap minggu sebanyak 3 kali. Obat ini akan mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini juga menekan sekresi genedropin dan menciptakan keadaan hipohistrogonik yang serupa yang ditekankan pada periode post menopause efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. GnRH dapat diberikan sebelum pembedahan.

v  Penatalaksanaan operatif apabila :

a.       Apabila tumor lebih besar dari ukuran uterus

b.      Pertumbuhan tumor cepat

c.       Mioma subserosa bertangkai dan torsi

d.       Apabila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya

e.       Hipermenorea pada mioma submucosa

f.        Terjadi penekanan pada organ sekitarnya

Jenis penanganan operasi yang dapat dilakukan yaitu :

1)      Penanganan secara kuretase

 Prosedur kuretase adalah proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan manipulasi instrumen (sendok kuret) ke dalam kavum uteri. Sendok kuret akan melepaskan jaringan dengan teknik pengerokan secara sistematik (Saifuddin, 2016).

2)      Miomektomy

Miomektomy adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dibatasi pada mioma dengan tangkai dan jelas sehingga mudah dijepit dan diikat. Miomektomy sebaiknya tidak dilakukan apabila ada kemungkinan dapat terjadi karsinoma endometrium dan juga pada saat masa kehamilan. Apabila seorang wanita telah dilakukan miomektomy kemungkinan dapat hamil sekitar 30-50% dan perlu disadari oleh penderita bahwa setelah dilakukan miomektomy harus dilanjutkan histerektomi.

3)      Histerektomi

 Histerektomi adalah suatu tidakan operatif dimana seluruh organ pada uterus harus diangkat atau dengan kata lain histerektomi adalah operasi pengangkatan rahim seorang wanita. Histerektomi dilakukan apabila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan bagi penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Histerektomi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :


 

a)      Histerektomi parsial (subtotal)

Pada histerektomi jenis ini, kandungan diangkat tetapi mulut rahim (serviks) tetap ditinggal.

b)      Histerektomi total

Pengangkatan kandungan termasuk mulut rahim.

c)      Histerektomi dan salfingo-ooferektomi bilateral

 Pengangkatan uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopi, dan kedua ovarium. Pengangkatan oavrium akan mengakibatkan menopause.

d)      Histerektomi radikal

Pengangkatan bagian atas vagina serta jaringan dan kelenjar llimfe pada sekitar kandungan.

 Kriteria untuk histerektomi adalah :

·         Terdapat 1 sampai 3 leimioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.

·          Perdarahan pada uterus yang berlebihan Perdarahan yang terjadi secara berulang dan dan menggumpal selama lebih dari 8 hari dan bisa menyebabkan terjadinya anemia.

·          Rasa tidak nyaman di pelvis

Rasa tidak nyaman di pelvis merupakan dampak dari mioma meliputi: nyeri akut, rasa tertekan pada bagian punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis,

·         Penekanan buli-buli dan frekuensi saluran kemih yang berulang dan tidak disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih

e)      Radioterapi

·         Dilakukan hanya pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient)

·          Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu

·         Bukan mioma jenis submukosa

·         Tidak disertai dengan adanya radang pelvis atau penekanan pada rectum

·         Tidak dilakukan pada wanita muda, karena dapat menyebabkan menopause

·         Tujuan dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan

8.      Komplikasi Mioma Uteri

a.       Perdarahan sampai terjadi anemia

b.      Torsi (putaran tangkai mioma), mioma dengan tangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadi sindrom abdomen akut. Dimana sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang disebabkan karena adanya gangguan sirkulasi darah, misalnya pada mioma uteri terjadi perdarahan berupa metroragia yang disertai leukore dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus itu sendiri ada 2 kriteria yaitu mioma uteri subserosa dan mioma uteri submokosa

c.       Nekrosis dan infeksi

d.      Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan yaitu timbulnya infeksi, abortus, persalinan premature dan kelainan letak, infeksi uretra, gangguan jalan persalinan, retensi plasenta

 

 

 

 

 

B.     KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian

 Dalam pengkajian gawat darurat terdapat dua pemeriksaan yang diperhatikan yaitu pengkajian Primary Survey yang meliputi Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure dan Secondary Survey yang meliputi pengkajian awal dan pemeriksaan fisik head to toe.

a.        Primary Survey

·         Airway

Dengan kontrol servikal, yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus memproteksi tulang cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien dengan gangguan kesadaran  atau GCS kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitive (Putu Sukma, 2015).

·         Breathing

Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru paru yang baik, dinding dada dan diafragma. Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 lpm lewat non-rebreathing mask dengan reservoir bag (Putu Sukma, 2015).

·         Circulation

Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan disini adalah volume darah, pendarahan, syok, anemia, CRT dan cardiac output. Pendarahan sering menjadi permasalahan utama pada kasus patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah menggunakan penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau ekstrimitas yang mengalami pendarahan di atas level tubuh. Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan pendarahan secara nyata dengan mengurangi gerakan dan meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang terbuka, penggunaan balut tekan steril umumnya dapat menghentikan pendarahan. Penggantian cairan yang agresif merupakan hal penting disamping usaha menghentikan pendarahan (Putu Sukma, 2015).

·         Disability
Menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat
terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat
cedera spinal (Putu Sukma, 2015).

·         Exposure
Pakaian pasien harus dibuka keseluruhan, seiring dengan cara
menggunting guna memeriksa dan dievaluasi adanya jejas/lukan lainnya, setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien  tidak hipotermia (Putu sukma, 2015).

b.      Secondary  Survey

Pengkajian Asuhan keperawatan pada klien fraktur menurut Muttaqin (2015) yaitu :

v  Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin,agama, alamat, bangsa, pendidikan, pekerjaaan tanggal MRS, diagnosa medis, nomor registrasi.

v   Keluhan utama : Nyeri akut atau kronik tergantung berapa lamanya serangan.

a.       Proboking insiden : apa ada peristiwa faktor nyeri.

b.      Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien (panas, berdenyut atau menusuk ).

c.       Region Radiation of pain : apakah sakit bisa reda dalam sekejap, apa terasa sakit menjalar, dan dimana posisi sakitnya.

d.      Severity / scale of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien berdasarkan skala nyeri.

e.        Time : berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada waktu malam hari atau pagi hari.

c.       Riwayat penyakit sekarang : Pada pasien patah tulang disebabkan karena trauma atau kecelakaan dapat secara degeneratif atau patologis yang disebabkan awalnya pendarahan, kerusakan jaringan di sekitar tulang yang mengakibatkan nyeri, bengkak, pucat atau perubahan warna kulit dan terasa kesemutan.

d.      Riwayat penyakit dahulu : Apakah pasien mengalami patah tulang sebelumnya atau pasien pernah memiliki penyakit menurun sebelumnya. Memiliki penyakit osteoporosis/arthritis atau penyakit lain yang sifatnya menurun atau menular.

e.        Riwayat kesehatan keluarga : Di daam anggota keluarga apakah ada atau tidak yang pernah mengalami penyakit fraktur atau penyakit lainnya yang menurun.

f.        Pemeriksaan fisik

Menurut Muttaqin (2015), ada dua macam pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan fisik secara umum (status general) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (local). Hal ini diperlukan untuk dapat melaksanakan perawatan total (total care).

v  Pemeriksaan  fisik secara umum

1)      Kesadaran klien : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis yang
bergantung pada klien

2)      Kedaaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat.

3)      Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan fungsi maupun
bentuk

v  Pemeriksaan fisik secara head to Toe :

1.      Kepala

a)      Inspeksi : Simetris  ada pergerakan

b)      Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

2.      Leher

a)      Inspeksi : Simetris, tidak ada penonjolan

b)      Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, reflek menelan ada

3.      Wajah

a)      Inspeksi : Simetris, terlihat menahan sakit

b)      Palpasi : Tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk, tidak ada lesi, dan tidak ada oedema.

4.      Mata

a)      Inspeksi : Simetris

b)      Palpasi : Tidak ada gangguan seperti kongjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan

5.      Telinga

a)      Inspeksi :Normal, simetris,

b)      Palpasi : Tidak ada lesi, dan nyeri tekan

6.      Hidung

a)      Inspeksi : Normal, simetris

b)      Palpasi : Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung

7.      Mulut

a)      Inspeksi : Normal, simetris

b)      Palpasi : Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.

8.      Thoraks

a)      Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, tidak bengkak

b)      Palpasi : Iktus cordis teraba atau tidak teraba

c)      Perkus Auskultasi : Tidak ada ronchi, wheezing, dan bunyi jantung I,II regular

9.      Paru.

a)      Inspeksi : Pernafasan meningkat,regular atau tidak tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

b)      Palpasi : Pergerakan simetris, fermitus teraba sama.

c)      Perkusi : Apakah bunyi sonor, hipersonor, pekak

d)      Auskultasi : Suara nafas normal, tidak ada wheezing atau suara
tambahan.

10.  Jantung

a)      Inspeksi : Apakah ada oedem, perdarahan, sianosis

b)      Palpasi : Apakah nadi meningkat, iktus teraba atau tidak teraba

c)      Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal

11.  Abdomen

a)      Inspeksi : Simetris, bentuk datar

b)      Palpasi : Turgor elastis atau tidak, tidak ada pembesaran hepar.

c)      Perkusi : Suara timpani, ada pantulan gelombang cairan

d)      Auskultasi : peristaltic usus normal ± 20 x/menit

12.  Inguinal, genetalia, anus

a)      Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan
BAB.

13.  Musculoskeletal

a)      Inspeksi (look), perhatikan wajah klien, warna kulit, saraf, tendon,
ligament, jaringan lemak, otot, kelenjar limfe, tulang dan sendi,
apakah ada jaringan parut, warna kemerahan atau kebiruan atau
hiperpigmentasi, apa ada benjolan dan pembengkakan atau adakah
bagian yang tidak normal.

b)      Palpasi (feel) pada pemeriksaan palpasi yaitu : apakah teraba denyut arterinya, raba apakah adanya pembengkakan, palpasi daerah jaringan lunak supaya mengetahui adanya spasme otot, artrofi otot, adakah penebalan jaringan senovia, adannya cairan di dalam/di luar sendi, perhatikan bentuk tulang ada/tidak adanya penonjolan atau abnormalitas.

c)       Pergerakan (move) : perhatikan gerakan pada sendi baik secara
aktif/pasif, apa pergerakan sendi diikuti adanya krepitasi, lakukan
pemeriksaan stabilitas sandi, apa pergerakan menimbulkan rasa nyeri, pemeriksaan ROM dan pemeriksaan pada gerakan sendi aktif ataupun pasif

2.      Diagnosa  Keperawatan

a.       Pre Operasi

1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)

2.      Disfungsi seksual

3.      Ansietas

b.       Intra Operasi

1.      Hipotermia

2.      Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis

c.       Post Operasi

1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)

2.      Nausea


 

3.      Analisa data

 Intervensi Keperawatan

No.

Diagnosa keperawatan

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

1.

Nyeri akut
berhubungan dengan
agen pencedera fisik
(prosedur operasi)

Setelah dilakukan Tindakan

 keperawatan diharapkan

status kenyamanan post

operasi mioma uteri

meningkat dengan kriteria

hasil: Tingkat nyeri (menurun)

1.      Tidak mengeluh nyeri

2.      Tidak meringis

3.      Tidak bersikap protektif

4.      Tidak gelisah

5.      Kesulitan tidur menurun

6.      Frekuensi nadi membaik

(SDKI,D0077,Hal 172)

Manajemen Nyeri Observasi

·      Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

·      Identifikasi skala nyeri

·      Identifikasi respon nyeri
nonverbal

·       Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri

·       Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan nyeri

·       Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri

·      Identifikasi pengaruh
nyeri terhadap kualitas
hidup

·      Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan

·      Monitor efek samping
penggunaan analgetic

Terapeutik

·         Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri
(misalnya akupresure,
terapi pijat, kompres
hangat/dingin

·          Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misalnya suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan)

·         Fasilitasi istirahat dan
tidur

2.

Disfungi seksual

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan fungsi seksual membaik :

1.      Kepuasan hubungan

Seksual

2.       Verbalisasi aktivitas

seksual berubah

3.       Verbalisasi peran seksual

berubah

4.       Verbalisasi fungsi seksual

berubah

(SDKI, D.0069,Hal 156

Edukasi seksual

Observasi

·        Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Terapeutik

·          Sediakan materi dan media Pendidikan

·         Jadwalkan Pendidikan sesuai kesepakatan

·          Berikan kesempatan untuk bertanya

 Edukasi

·     Jelaskan anatomi dan fisiologi sistem reproduksi laki- laki dan perempuan

·     Jelaskan perkembangan seksualitas sepanjang siklus kehidupan

3.

Ansietas

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan

tingkat ansietas menurun :

1.      Pola tidur

2.       Perilaku gelisah

(SDKI,D.0080,Hal 180)

Reduksi Ansietas

Observasi

·             Identifikasi saat tingkat ansietas berubah

·              Identifikasi kemampuan mengambil keputusan

·             Monitor tanda – tanda ansietas

Terapeutik

·         Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan

kepercayaan

·         Temani pasien untuk mengurangi kecemasan jika memungkinkan

·         Pahami situasi yang

membuat ansietas

·         Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan

Edukasi

·         Jelaskan prosedur

termasuk sensasi yang memungkinkan

·         Informasikan secara

faktual mengenai

diagnosa, pengobatan, dan prognosis

·         Anjurkan keluarga tetap bersama pasien

 

4.      Implementasi keperawatan

Impelementasi adalah pelaksanaan dari rencanaan intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping (Nursalam. 2013).

Menurut Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder (2013), pada proses keperawatan, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi (program keperawatan).
Perawat melaksanakan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan lalu mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respon pasien terhadap tindakan yang diberikan. Implementasi keperawatan yang digunakan untuk pasien dengan nyeri akut adalah sebagai berikut.

1.      Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.

2.      Mengidentifikasi skala nyeri.

3.       Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.

4.      Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan.

5.      Memberikan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri (misalnya akupresure, terapi pijat, kompres hangat/dingin).

6.      Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.

7.      Mengkolaborasikan pemberian analgesik.

5.      Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses
keperawatan. Evaluasi keperawatan ialah evaluasi yang dicatat disesuaikan dengan setiap diagnosis keperawatan. Evaluasi keperawatan terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif yaitu evaluasi respons (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain, bagaimana penilaian terhadap perkembangan kemajuan ke arah tujuan atau hasil akhir yang diharapkan. Evaluasi formatif atau disebut juga dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi keperawatan di lakukan. Format evaluasi yang digunakan adalah SOAP.

·         S (Subjective) yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien,

·          O (Objective) yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga,

·         A (Analisys) yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif,

·         P (Planning) yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis (Dinarti, Aryani, R., Nurhaeni, H.,
& Chairani 2013)

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin. 2015. Asuhan Keperawatan Gangguan Integumen. Jakarta: Selemba Medika.

Arisdiani, Triana, Asyrofi, Ahmad. 2019. “Gambaran Mual Muntah Dan Stres Pada Pasien Post Operasi.” Community of Publishing in Nursing 7(3):8.

Aspiani. 2017. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. jakarta: Trans Info Media.

Dinarti, Aryani, R., Nurhaeni, H., & Chairani, R. 2013. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: TIM.

Kurniaty dan Sunarsih. 2018. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Mioma Uteri Di RSUD Dr. H Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016.”

Llewellyn. 2012. “Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi.” Majid, A., Judha. M., Istianah. 2012. “Keperawatan Perioperatif.”

Manuaba. 2017. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita (2ed). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta.

Maslow, Abraham H. 2013. Motivasi Dan Kepribadian (Teori Motivasi Dengan Pendekatan Hierarki Kebutuhan Manusia). PT. PBP, Jakarta. Jakarta.

Prawirohardjo Sarwono. 2016. Buku Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin. 2012. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Smeltzer, S.C, & Bare Brenda, B. .. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Jakarta : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia;

Definisi Dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: PPNI.


DOWNLOAD CONTOH ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS  PADA PASIEN GINEKOLOGI DENGAN DIAGNOSA MEDIS MIOMA UTERI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN DIARE

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)