UNDUH LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM PENCERNAAN DENGAN KASUS SIROSIS FORMAT MS WORD
LAPORAN
PENDAHULUAN SISTEM PENCERNAAN
DENGAN KASUS
SIROSIS
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sirosis hepatis merupakan tahap akhir dari berbagai
penyakit hati kronis yang ditandai oleh fibrosis hati yang luas dan
terbentuknya nodul regeneratif. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan global
karena dapat menyebabkan komplikasi serius seperti hipertensi portal,
ensefalopati hepatik, dan kanker hati. Di Indonesia, prevalensi penyakit hati
kronis termasuk sirosis cukup tinggi akibat infeksi hepatitis B dan C yang masih
endemik serta konsumsi alkohol berlebih dan gaya hidup tidak sehat (Kemenkes
RI, 2020). Pemahaman yang tepat tentang patofisiologi, tanda dan gejala, serta
penatalaksanaan sirosis sangat penting bagi tenaga kesehatan untuk mencegah
komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
B. Tujuan
Untuk
mengetahui dan memahami gambaran umum mengenai penyakit Sirosis Hepatis termasuk
penyebab, gejala, faktor risiko, penatalaksanaannya, serta konsep asuhan
keperawatan.
BAB
2
TINJAUAN
TEORI
A. Konsep Dasar Sirosis Hepatis
1.
Definisi
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang
menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif dimana
kerusakan sel-sel hati ini akan berlanjut menjadi gangguan dari susunan hepar
dan peningkatan vaskularisasi yang menyebabkan terjadinya varises atau
pelebaran pembuluh darah di daerah gaster maupun esophagus (Elfatma et al.,
2017).
Sirosis hepatis adalah penyakit progresif kronis
yang ditandai oleh inflamasi, fibrosis, dan degenerasi sel-sel parenkim hati
yang berlangsung terus-menerus yang akan mengakibatkan obstruksi sirkulasi
portal hepatis dan gagal fungsi hepar (Darni & Rahmah, 2019).
Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus
fibrosis hati progresif yang ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan
pembentukan nodul regenerative yang mana gambaran morfologinya meliputi
fibrosis difus, nodul regenerative, perubahan arsitektur lobular, dan
pembentukan hubungan vascular intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen
(vena porta dan arteri hepatica) dan eferen (vena hepatica) (Silaban et al.,
2020).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa penyakit sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang berlangsung
progresif yang menyerang jaringan hati sehingga dapat menyebabkan pelebaran
pembuluh darah dan gangguan pada fungsi hati.
2.
Etiologi
Menurut Thaha et al., (2020), sirosis hepatis dapat
disebabkan oleh beberapa faktor seperti berikut.
a.
Virus Hepatitis
Gambar: Virus Hepatis (Thaha et al., 2020)
Pada beberapa kasus, virus hepatitis C melemahkan
sistem imun tubuh yang dapat mengakibatkan timbulnya infeksi kronis dengan
kerusakan hati yang memungkinkan untuk berkembang menjadi sirosis. Selain itu
dapat pula disebabkan oleh virus hepatitis B dan D. Hepatitis B dan D akan
mengakibatkan kegagalan pada fungsi hati yang menyebabkan perubahan pada
jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrosis sehingga terjadi nekrosis pada
hati.
b.
Gagal Jantung
Gagal jantung ditandai dengan ketidakmampuan perfusi
sistemik untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang ditandai dengan
peningkatan tekanan pengisian kapiler akibat dari gangguan perfusi serta
meningkatnya tekanan vena yang berlangsung secara terus-menerus dan
mengakibatkan gangguan fungsi hati.
c.
Alkoholisme
Mengkonsumsi alkohol yang berlebihan dalam jangka
waktu yang lama dapat menyebabkan berbagai tipe penyakit hati kronik termasuk
perlemakan hati. Pemecahan etanol yang terkandung dalam bir dan minuman keras
dapat menghasilkan zat kimia beracun seperti asetaldehida. Zat kimia ini dapat
memicu peradangan yang merusak sel-sel hepar. Peradangan akan mengganggu proses
metabolisme yang terjadi dalam hati sehingga dapat meningkatkan akumulasi
lemak. Hal ini dapat menimbulkan fibrosis tanpa disertai peradangan atau
nekrosis yang berlangsung lama sehingga mengakibatkan sirosis hepatis.
d.
Penyebab lain
Malnutrisi, obstruksi bilier, kolestasis
kronik/sirosis siliar sekunder intra dan ekstra hepatis dapat menyebabkan
gangguan pada fungsi hati yang berakhir menjadi sirosis hepatis.
3.
Manifestasi
Klinik
Menurut Muin et al., (2020), manifestasi klinis yang
muncul pada penderita sirosis hepatis adalah sebagai berikut.
a.
Nyeri tumpul
atau perasaan berat pada epigastrium.
b.
Hepatomegali atau
pembesaran hati pada kondisi awal sirosis. Hepar cenderung membesar dan
sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hepar menjadi keras dan memiliki tepi yang
tajam dan teraba saat dilakukan palpasi. Selanjutnya ukuran hepar akan
berkurang setelah terbentuk jaringan parut yang mengakibatkan pengerutan
jaringan hati.
c.
Perdarahan
saluran cerna atas dan melena.
d.
Perasaan mudah
lelah dan lemas.
e.
Nafsu makan
berkurang dan biasanya diikuti penurunan berat badan yang disebabkan oleh
penggembungan vena pada sistem gastrointestinal serta terganggunya sintesis
empedu dan absorpsi lemak akan mengganggu mekanisme nafsu makan yang normal.
f.
Pasien dapat
mengalami icterus atau kekuningan pada kulit dan mata selama fase dekompensasi
disertai gangguan reversible fungsi hati. Hal ini disebabkan karena
terganggunya metabolisme bilirubin yang disebabkan oleh gangguan fungsi
hepatosit serta terganggunya ekskresi empedu oleh fibrosis dan obstruksi kanal
empedu.
g.
Urine berwarna
pekat hingga gelap.
h.
Edema pada
ekstremitas atas atau bawah serta asites (akumulasi cairan pada rongga abdomen)
merupakan gejala lanjut pada sirosis hepatis. Kerusakan fungsi hepatosit
sintesis protein plasma menyebabkan penurunan konsentrasi albumin plasma
(hipoalbuminemia) sehingga menimbulkan edema. Produksi aldosterone yang
berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium
menurun. Peningkatan tekanan pada sistem porta berkontribusi terhadap
pembentukan asites dimana akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik di dalam
pembuluh darah sistem porta sehingga mendorong cairan untuk keluar ke rongga
abdomen.
4.
Patofisilogi
Alkohol merupakan salah satu etiologi yang
menyebabkan sirosis hepatis. Diawali dari konsumsi alkohol yang terus menerus
dalam jangka waktu yang lama, hal ini dapat
menyebabkan
perubahan metabolik dalam hati seperti penurunan sintesis trigliserida dan asam
lemak, penurunan laju pembentukan dan pelepasan lipoprotein, dan menyebabkan
infiltrasi lemak pada hepatosit (lemak hati). Pada kondisi ini, jika disertai
dengan konsumsi alkohol yang terus berlanjut maka penyakit akan berkembang. Sel
inflamatori menginfiltrasi hati (hepatitis alkoholik) yang menyebabkan
nekrosis, fibrosis, dan kerusakan jaringan hati fungsional. Pada stadium akhir
sirosis alkoholik, akan terbentuk 12 nodul regenerative dan ukuran hepar akan
menyusut serta muncul penampakan nodul (Thaha et al., 2020).
Kelainan pada kantung empedu juga merupakan etiologi
dari sirosis hepatis. Saat terjadi kelainan maka kantung empedu akan mengalami
sumbatan. Hal ini menyebabkan penumpukan cairan dan tertahannya sekresi cairan
pada hepar. Penumpukan cairan pada hepar akan menyebabkan peradangan atau
inflamasi pada hepar. Inflamasi ini akan menimbulkan kerusakan jaringan hepar
dan menimbulkan jaringan luka permanen pada hepar. Jaringan luka yang semakin
lama semakin banyak akan menyebabkan terjadinya pengerasan pada hati (W, 2017).
Gagal jantung kanan juga merupakan salah satu
penyebab terjadinya sirosis hepatis. Penurunan curah jantung menyebabkan
penurunan aliran darah ke hepar. Hal ini menyebabkan kurangnya pasokan oksigen
ke jaringan hepar sehingga jaringan mengalami kerusakan. Kerusakan yang dialami
yaitu nekrosis (kerusakan anatomi) dan kerusakan fungsinya atau fisiologisnya.
Selain itu, virus hepatitis B, C, D juga adalah etiologi dari sirosis hepatis.
Saat tubuh mengalami infeksi virus hepatitis, virus ini akan menyerang hepar
dan jika dibiarkan dalam waktu lama dapat mengganggu jaringan hepar sehingga
terjadi kerusakan (Sinurat & Purba, 2018).
Ketika terjadi gangguan pada hepar maka akan
terbentuk jaringan parut fibrotic yang menghambat sinusoid dan aliran darah
dari vena portal ke vena hepatica. Tekanan pada sistem vena portal, yang
mengaliri saluran gastrointestinal, pancreas, dan limpa akan meningkat. Tekanan
yang meningkat ini akan membuka pembuluh darah kolateral pada esophagus,
dinding abdomen anterior, dan rectum, memungkinkan darah untuk menembus
pembuluh darah portal yang mengalami obstruksi. Hipertensi portal jangka
panjang dapat menyebabkan berkembangnya:
a.
Varises (pembuluh
darah rapuh dan terdistensi) pada esophagus bawah, lambung, dan rectum
b.
Splenomegali
(pembesaran limpa)
c.
Asites
(akumulasi cairan dalam abdomen), dan
d.
Ensefalopati
sistemik portal (terganggunya fungsi SSP yang disertai dengan gangguan
kesadaran).
Kerusakan anatomi dan fisiologi yang terjadi di
hepar akan membuat organ tersebut mengalami penyusutan dan terjadi pembentukan
nodul-nodul di permukaan hepar. Dari situlah terjadi sirosis hepatis. Sirosis
hepatis menyebabkan kelainan jaringan parenkim, gangguan fungsi hati dan juga
terjadi inflamasi akut di organ tersebut. Saat hepar mengalami gangguan, maka
fungsi dari hepar itu juga mengalami gangguan. Gangguan yang terjadi adalah
gangguan metabolisme bilirubin. Bilirubin adalah pigmen yang berwarna kuning dan
memiliki fungsi untuk pewarnaan feses. Karena metabolisme bilirubin terganggu
sehingga bilirubin tak terkonjugasi dan menyebabkan feses pucat dan urine yang
dihasilkan berwarna gelap, dan juga terjadi ikterik di sclera dan di seluruh
tubuh. Dari kondisi ikterik ini, terjadi juga penumpukan garam empedu di bawah
kulit sehingga menyebabkan pruritus. Gangguan yang terjadi juga adalah gangguan
metabolisme protein. Saat terjadi gangguan metabolisme protein, asam amino
menjadi reaktif dan dapat menyebabkan gangguan sintesis vitamin K. Vitamin K
berperan dalam pembekuan darah, dan saat terjadi gangguan maka faktor pembekuan
darah terganggu dan sintesis prosumber terganggu, sehingga bisa menyebabkan
perdarahan. Di hepar juga merupakan tempat metabolisme zat besi dan karena
terjadi gangguan, maka metabolisme zat besi menjadi terganggu. Gangguan
tersebut menyebabkan gangguan asam folat. Asam folat berfungsi untuk membentuk
sel darah merah dan saat terjadi gangguan, maka produksi sel darah merah akan
menurun atau 14 anemia, sehingga dapat menyebabkan kelemahan. Fungsi dari hepar
juga sebagai tempat metabolisme vitamin dan pembentukan empedu. Saat terjadi
gangguan metabolisme vitamin, maka sintesis vitamin C, B dan B12 yang turut
bekerja dengan asam folat untuk pembentukan sel darah merah sehingga bisa
menyebabkan produksi sel darah merah menurun dan terjadi intoleransi aktivitas
karena kelemahan (Ilmi et al., 2021).
5.
Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi menurut Saskara &
Suryadarma (2021) yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat
kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya yaitu:
a.
Ensepalopati
Hepatikum
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri
yang bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati
setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari
kelainan ini 20 terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang
masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma.
Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik disebabkan karena adanya gangguan
metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabilitas sawar darah otak.
Peningkatan permeabilitas sawar darah otak ini akan memudahkan masuknya
neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut diantaranya, asam lemak rantai
pendek, mercaptans, neurotransmitterpalsu
(tyramine, octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan
gamma-aminobutyric acid (GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan
ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum.
b.
Varises
esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang
diakibatkan oleh hipertensi porta yang biasanya akan ditemukan pada kirakira
50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan
pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5- 15% dengan angka kematian dalam 6 minggu
sebesar 15- 20% untuk setiap episodenya.
c.
Peritonitis
Bakterial Spontan (PBS)
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi
yang sering dijumpai yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa
adanya bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala,
namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. PBS sering timbul pada pasien
dengan cairan asites yang kandungan proteinnya rendah (<1 g/dL) yang juga
memiliki kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan
rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya translokasi
bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran bakteri secara
hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli, streptococcus
pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram negatif lainnya.
Diagnose SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites, dimana ditemukan sel
polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan kultur cairan asites yang
positif.
d.
Sindrom
hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari
ginjal yang dapat diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi
ascites. Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar
dan kecil sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnosis sindrom hepatorenal
ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau
saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/d,
dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.
e.
Sindrom
hepatopulmonal
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan
hipertensi portopulmonal. Pada kasus ini, pasien mengalami komplikasi berupa
perdarahan pada saluran cerna akibat pecahnya varises esophagus dan gastropati
hipertensi porta yang dibuktikan melalui pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi.
Selain itu, pasien juga mengalami ensepalopati hepatikum yang disebabkan oleh
berbagai gangguan tidur selama menderita sakit ini.
6.
Pemeriksaan
Diagnostik
Menurut
Darni & Rahmah (2019) pemeriksaan yang harus dilakukan pada pasien untuk
menunjang diagnosis sirosis hepatis adalah:
a.
Pemeriksaan
radiologi
1)
Foto polos
abdomen
Pemeriksaan ini bertujuan untuk dapat memperlihatkan
densitas klasifikasi pada hati, kandung empedu, cabang saluran-saluran empedu
dan pankreas juga dapat memperlihatkan adanya hepatomegaly atau asites nyata.
2)
Ultrasonografi
(USG)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi ukuran
hati, mendeteksi pembesaran hati dan asites atau mengidentifikasi nodul hati.
Ultrasonografi dapat digunakan dengan pemeriksaan doppler yang bertujuan untuk
mengevaluasi aliran darah melalui hati dan limpa.
3)
CT Scan
Pencitraan beresolusi tinggi pada hati, kandung
empedu, pankreas, dan limpa; menunjukan adanya batu, massa padat, kista, abses
dan kelainan struktur: sering dipakai dengan bahan kontras.
4)
MRI
Pemakaiannya sama dengan CT scan tetapi memiliki
kepekaan lebih tinggi, juga dapat mendeteksi aliran darah dan sumbatan pembuluh
darah non invasive.
5)
Biopsi hati
Untuk mengidentifikasi fibrosis dan jaringan parut.
Biopsi merupakan tes diagnostik yang paling dipercaya dalam menegakkan
diagnosis sirosis hepatis.
6)
Esofagoskopi
Esofagoskopi atau endoskopi bagian atas dapat
dilakukan untuk menentukan adanya varises esophageal.
b.
Laboratorium
1)
Hematologi
Hasil pemeriksaan darah biasanya dijumpai anemia,
leukopenia, trombositopenia dan waktu protombin memanjang.
2)
Uji faal hepar
Tes faal hati bertujuan untuk mengetahui fungsi hati
normal atau tidak. Temuan laboratorium bisa normal dalam sirosis, namun ada
beberapa hasil yang mengalami peningkatan ataupun penurunan.
a)
Bilirubin
meningkat (> 1.3 mg/dL)
b)
SGOT meningkat
(> 3-45 u/L)
c)
SGPT meningkat
(> 0-35 u/L)
d)
Protein total
menurun (< 6.1- 8.2 gr %)
e)
Albumin menurun
(< 3.5-5.2 mg/L)
3)
Analisa gas
darah
Analisa gas darah arterial dapat mengungkapkan
gangguan keseimbangan ventilasi perfusi dan hipoksia.
4)
Kadar albumin
Kadar albumin yang merendah merupakan cerminan
kemampuan sel hati yang kurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar
globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress
seperti tindakan operasi. Kemampuan sel hati yang berkurang mengakibatkan kadar
albumin rendah serta peningkatan globulin.
5)
Massa protombin
Meningkat pada penurunan sintesis protrombin akibat
kerusakan sel hati atau berkurangnya absorpsi vitamin K pada obstruksi empedu.
Vitamin K penting untuk sintesis prothrombin. Prothrombin time (PT) memanjang
(akibat kerusakan sintesis protombin dan faktor pembekuan).
7.
Penatalaksanaan
Menurut Darni & Rahmah (2019) penatalaksaan
medik sirosis hepatis dibagi menjadi penatalaksaan medikasi serta
penatalaksanaan nutrisi dan cairan.
a.
Penatalaksaan
medikasi
1)
Pemberian
diuretik untuk mengurangi retensi cairan dan asites Spironolakton (aldactone)
adalah diuretik pengimbang kalium yang bersaing dengan aldosteron. Obat ini
sering kali menjadi obat pilihan pertama karena mengatasi salah satu penyebab
acites (peningkatan kadar aldosteron). Bisa diuresis tambahan harus dilakukan,
diuretik seperti furosemid (lasiks) dapat ditambahkan keregimen terapi.
2)
Medikasi untuk
mengurangi beban nitrogen dan menurunkan kadar ammonia serum. Medikasi yang
lazim diberikan adalah laktulosa dan antibiotik. Laktulosa adalah laksatif
disakarida yang tidak diabsorbsi oleh saluran gastrointestinal. Laktulosa dan
antibiotik, seperti neomisin, metronodazole, atau rifaksimin. Laktulosa
mengurangi jumlah organisme yang membentuk amonia diusus dan meningkatkan
keasaman didalam kolon, mengubah amonia menjadi ion amonium. Ion amunium tidak
dapat diabsorbsi, dan diekskresikan melalui feses. Sulfat neomisin adalah
antibiotik yang bekerja secara lokal yang juga dapat mengurangi jumlah bakteri
pembentuk amonia diusus. Karena obat tersebut bersifat roksit bagi ginjal dan
sistem auditori, terdapat obat alternatif sebagai pengganti yaitu
metronidazole. Metronidazole adalah antibiotik sistemik yang efektif melawan
bakteri gram negatif yang mendiami usus. Neuropati perifer adalah dampak toksik
potensial dari metronidazole. Rifaksimin antibiotik yang sulit diabsorbsi
bekerja secara lokal didalam usus dan memiliki sedikit efek sampang atau efek toksik.
3)
Nadolol
(corgard) atau propranolol (inderal) dapat diberikan untuk menurunkan
hipertensi portal dan mencegah perdarahan varises esophageal.
4)
Fero sulfat dan
asam folat diberikan sesuai indikasi untuk mengatasi anemia. Vitamin K dapat
diresepkan untuk menurunkan resiko perdarahan ketika terjadi perdarahan akut,
paket SDM, fres frozen plasma atau trombosit dapat diberikan untuk
mengembalikan komponen darah dan mendukung homeostasis.
5)
Oksazepam
(serax), obat sedatif atau antiansietas benzo/diazepin, tidak dimetabolisme
oleh hati dan dapat digunakan untuk mengatasi agitasi akut.
b.
Penatalaksanaan
nutrisi dan cairan
1)
Asupan natrium
dibatasi hingga dibawah 2 g/hari, dan cairan dibatasi secukupnya untuk
mengurangi asites dan edema. Cairan sering kali dibatasi hingga 1.500 ml/hari.
Kebutuhan cairan dihitung berdasarkan respon terhadap terapi diuretik, haluaran
urine, dan nilai elektrolit serum.
2)
Pembatasan diet
protein telah direkomendasikan untuk pasien yang mengalami sirosis dan
ensefalopati hepatik, kini telah diketahui bahwa dampak malnutrisi protein dan
kalori lebih berbahaya dibanding mengonsumsi protein. Protein nabati dapat
direkomendasikan bersama dengan pembatasan konsumsi daging merah. Nutrisi
parenteral digunakan sesuai kebutuhan untuk mempertahankan status nutrisi
ketika asupan makanan dibatasi.
3)
Suplemen vitamin
dan mineral diresepkan berdasarkan nilai pemeriksaan laboratorium. Defisiensi
vitamin B kompleks, terutaman tiamin, folat, dan B12 dan vitamin larut lemak
mencakup A, D, dan E lazim terjadi.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Identitas
Meliputi data tentang identitas pasien serta
identitas penanggung jawab. Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, suku/bangsa, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, nomor rekam medis, diagnosa medis dan alamat
b.
Keluhan utama
Dalam penulisannya keluhan utama disampaikan dengan
jelas dan padat, dua atau tiga suku kata yang merupakan keluhan yang mendasari
pasien meminta bantuan pelayanan kesehatan atau alasan pasien masuk rumah
sakit. Data didapatkan biasanya nyeri pada abdomen, sesak napas, gangguan BAB
dan BAK.
c.
Riwayat
kesehatan saat ini
Berbeda dengan keluhan utama saat masuk rumah sakit,
keluhan saat dikaji didapat dari hasil pengkajian pada saat itu juga,
penjelasan meliputi PQRST.
P:
Provokatif/paliatif adalah merupakan penjelasan apa yang menyebabkan gejala,
memperberat gejala dan yang bisa mengurangi.
Q:
Qualitas/quantitas adalah bagaimana gejala yang dirasakan, sejauh mana gejala
dirasakan.
R:
Region/radiasi ialah penjelasan mengenai dimana gejala dirasakan, apakah secara
menyebar atau pun tidak.
S:
Skala/severity adalah tingkat keparahan, seberapa tingkat keparahan yang
dirasakan, pada skala berapa, dalam rentang skala (0-10).
T:
Time, menjelaskan kapan gejala mulai timbul, seberapa sering gejala muncul,
tiba- tiba atau bertahap, dan berapa lama gejala tersebut dirasakan.
Menurut Lovena et al., (2019) pasien dengan sirosis
hepatis didapatkan keluahan utama ialah adanya nyeri pada abdomen, nyeri otot
dan ikterus, anoreksia, mual, muntah, kulit gatal dan gangguan pola tidur, pada
beberapa pasien kasus pasien mengeluh demam ringan keluhan nyeri kepala,
keluhan riwayat mudah mengalami perdarahan, serta bisa didapatkan adanya
perubahan kesadaran secara progresif sebagai respon dari hepatik enselofati,
seperti agitasi (gelisah), tremor, disorientasi, confusion, kesadaran delirium
sampai koma. Keluhan asites dan edema perifer dihubungkan dengan
hipoalbuminemia sehingga terjadi peningkatan permeabilitas vaskular dan
menyebabkan perpindahan cairan ke ruang ketiga atau ekstraseluler. Adanya
asites perut pada kondisi hipertensi portal, tidak hanya itu adanya edema
ektermitas dan adanya riwayat perdarahan (hematemesis dan melena). Mual dan
muntah yang berkepanjangan dapat menyebabkan dehidrasi. keluhan mudah mengalami
pendarahan. Pasien dapat datang ke RS dengan keluhan lemah/ letih, otot lemah,
anoreksia (selara makan menurun), nausea, kembung, pasien merasa perut tidak
enak, berat badan menurun, mengeluh perut semakin membesar, perdarahan pada
gusi, ganguan BAK (inkontinensia urine), gangguan BAB (konstipasi/ diare), juga
sesak napas tergantung dengan kondisi pasien masing-masing.
d.
Riwayat
kesehatan dahulu
Pasien dengan sirosis hepatis memiliki riwayat
penggunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama, sebelumnya ada riwayat
hepatitis kronis, riwayat gagal jantung, riwayat pemakaian obat-obatan, dan
merokok.
e.
Riwayat
kesehatan keluarga
Adanya keluarga yang menderita penyakit hepatitis
atau sirosis hepatis
f.
Pengkajian
Keperawatan
a)
Pola Fungsi
Kesehatan
1)
Pola persepsi
dan tata laksana hidup
-
Data subjektif:
pasien mengatakan memiliki riwayat penggunaan alkohol dalam jangka waktu lama,
memiliki riwayat hepatitis kronik, riwayat gagal jantung, riwayat pemakaian
obat-obatan, dan merokok.
-
Data objektif:
tampak pasien lemas, tampak kulit ikterik, tampak congjungtiva anemis.
2)
Pola nutrisi dan
metabolisme
-
Data subjektif:
pasien mengatakan nafsu makannya menurun, merasa mual, perut terasa begah dan
tidak nyaman.
-
Data objektif:
tampak pasien kurus, terjadi penurunan berat badan/peningkatan berat badan yang
drastis (asites).
3)
Pola aktivitas
dan latihan
-
Data subjektif:
pasien mengatakan sulit beraktivitas dan mudah lelah saat beraktivitas.
-
Data objektif:
tampak aktivitas pasien dibantu oleh keluarga ataupun perawat.
4)
Pola eliminasi
-
Data subjektif:
pasien mengatakan mengalami konstipasi ataupun diare.
-
Data objektif:
tampak BAB berwarna hitam, tampak urine berwarna pekat.
5)
Pola tidur dan
istirahat
-
Data subjektif:
pasien mengatakan memiliki kebiasaan begadang, sulit tidur.
-
Data objektif:
tampak pasien banyak menguap, lingkaran di bawah mata tampak gelap.
6)
Pola persepsi
dan konsep diri
-
Data subjektif:
pasien mengatakan pendapatnya mengenai dirinya sendiri.
-
Data objektif:
tampak pasien murung dan sedih.
7)
Pola sensori dan
kognitif
-
Data subjektif:
pasien mengatakan tidak mengalami gangguan dalam sistem panca inderanya.
-
Data objektif:
tampak atau tidak tampak mengalami gangguan dalam sistem panca inderanya.
8)
Pola reproduksi
sexual
-
Data subjektif:
pasien mengatakan mengalami penurunan gairah seksual, penurunan libido pada
lakilaki, gangguan siklus haid pada perempuan.
-
Data objektif:
tampak pasien berpakaian sesuai jenis kelamin dan tidak ada perilaku
menyimpang.
9)
Pola hubungan
peran
-
Data subjektif:
pasien mengatakan tidak dapat menjalankan perannya sehari-hari dan hubungannya
dengan sesama.
-
Data objektif:
tampak pasien ditemani oleh keluarga saat sakit dan dijenguk oleh tetangga
sekitar.
-
10) Pola penaggulangan stress
-
Data subjektif:
pasien mengatakan merasa stress dan cemas terkait kondisinya, mekanisme koping
adaptif pada pasien dengan koping yang bagus namun mekanisme koping maladaptive
pada pasien dengan koping yang kurang bagus.
-
Data objektif:
tampak pasien cemas, takut terhadap kondisinya.
11) Pola nilai dan kepercayaan
-
Data subjektif:
pasien mengatakan menyerahkan semua kepada Tuhan.
-
Data objektif:
tampak pasien beribadah sesuai dengan agama yang dianut.
b)
Pemeriksaan
Fisik
1)
Mata
Konjungtiva
tampak anemis/pucat, sclera tampak ikterik.
2)
Rongga mulut
Bau
napas khas yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat
pintasan porto sistemik yang berat. Tampak membrane mukosa kering.
3)
Hidung
Terdapat
pernapasan cuping hidung.
4)
Thorax
-
Jantung
Inspeksi:
pergerakan apeks kordis tak terlihat
Palpasi:
apeks kordis tak teraba
Perkusi:
tidak terdapat pembesaran jantung
Auskultasi:
normal, tidak terdengar bunyi jantung ketiga
-
Paru-paru
Inspeksi:
pasien menggunakan otot bantu pernapasan
Palpasi:
vocal premitus kiri dan kanan teraba sama
Perkusi:
sonor, bila terdapat efusi pleura bunyinya redup
Auskultasi:
vesikuler
5)
Abdomen
Inspeksi:
Umbilicus menonjol, asites
Palpasi:
sebagian besar hepar mudah teraba dan terasa keras, nyeri tumpul atau perasaan
begah pada epigastrium kuadran kanan atas
Perkusi:
Pekak, shifting dullness
Auskultasi:
bising usus meningkat
6)
Ekstremitas
Pada
ektermitas atas telapak tangan menjadi hiperemesis (eritehma palmare). Pada
ektremitas bawah ditemukan edema, capillary refill time >2 detik.
7)
Kulit
Fungsi
hati yang terganggu mengakibatkan bilirubin tidak terkonjugasi sehingga kulit
tampak ikterik. Turgor kulit jelek, ada luka akibat edema.
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Pola napas tidak
efektif (D.005) berhubungan dengan hambatan upaya napas.
b.
Defisit nutrisi
(D.0019) berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan.
c.
Risiko syok
(D.0039) dengan faktor risiko hipoksemia.
d.
Hipervolemia
(D.0022) berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
e.
Pemeliharaan
kesehatan tidak efektif (D.0117) berhubungan dengan ketidakmampuan membuat
penilaian yang tepat
3.
Luaran
dan Intervensi Keperawatan
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN |
LUARAN
KEPERAWATAN |
INTERVENSI
KEPERAWATAN |
|
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan
hambatan upaya napas. |
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
3x24 jam diharapkan diharapkan Pola Napas membaik (L.01004), dengan kriteria hasil : 1. Dispnea menurun 2. Penggunaan otot bantu napas menurun 3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun 4. Frekuensi napas membaik 5. Kedalaman napas membaik |
Manajeman Jalan
Napas (I.01011) Observasi ·
Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha napas) ·
Monitor bunyi napas
tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering) ·
Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma) Terapeutik ·
Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga trauma
fraktur servikal) ·
Posisikan semi-fowler atau
fowler ·
Berikan minum hangat ·
Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu ·
Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik ·
Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan endotrakeal ·
Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill ·
Berikan oksigen, jika
perlu Edukasi ·
Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi ·
Ajarkan Teknik batuk
efektif Kolaborasi ·
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu. |
|
Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna makanan. |
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
3x24 jam diharapkan diharapkan Status Nutrisi membaik (L.03030), dengan kriteria hasil : 1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat 2. Berat badan membaik 3. Indeks massa tubuh (IMT) membaik 4. Frekuensi makan membaik 5. Nafsu makan membaik |
Manajemen
Nutrisi (I.03119) Observasi ·
Identifikasi status
nutrisi ·
Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan ·
Identifikasi makanan yang
disukai ·
Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrien ·
Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastrik ·
Monitor asupan makanan ·
Monitor berat badan ·
Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium Terapeutik ·
Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu ·
Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis: piramida makanan) ·
Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai ·
Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah konstipasi ·
Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein ·
Berikan suplemen makanan,
jika perlu ·
Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastik jika asupan oral dapat ditoleransi Edukasi ·
Ajarkan posisi duduk, jika
mampu ·
Ajarkan diet yang
diprogramkan Kolaborasi ·
Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis: Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu ·
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika
perlu |
|
Risiko syok dengan faktor risiko hipoksemia |
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
3x24 jam diharapkan diharapkan Tingkat Syok
menurun (L.03032), dengan kriteria hasil : 1. Kekuatan nadi meningkat 2. Output urine meningkat 3. Akral dingin menurun 4. Pucat menurun 5. Pengisisan kapiler membaik 6. Frekuensi nadi membaik 7. Frekuensi napas membaik 8. Tekanan darah sistolik dan diastolik membaik. |
Pencegahan Syok
(I.02068) Observasi ·
Monitor status
kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP) ·
Monitor status oksigenasi
(oksimetri nadi, AGD) ·
Monitor status cairan
(masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT) ·
Monitor tingkat kesadaran
dan respon pupil ·
Periksa Riwayat alergi Terapeutik ·
Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen > 94% ·
Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika perlu ·
Pasang jalur IV, jika
perlu ·
Pasang kateter urin untuk
menilai produksi urin, jika perlu ·
Lakukan skin test untuk
mencegah reaksi alergi Edukasi ·
Jelaskan penyebab/faktor
risiko syok ·
Jelaskan tanda dan gejala
awal syok ·
Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda dan gejala awal syok ·
Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral ·
Anjurkan menghindari
alergen Kolaborasi ·
Kolaborasi pemberian IV,
jika perlu ·
Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika perlu ·
Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu |
|
Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi. |
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
3x24 jam diharapkan diharapkan Keseimbangan
Cairan (L.03020) dan Keseimbangan Elektrolit (L.03021) meningkat, dengan kriteria hasil : 1. Kelembaban membran mukosa meningkat 2. Output urine membaik 3. Asites cukup menurun 4. Serum natrium cukup meningka 5. Serum kalium cukup meningkat |
Manajemen
Hipervolemia (I.03114) Observasi ·
Periksa tanda dan gejala
hypervolemia (mis: ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks
hepatojugular positif, suara napas tambahan) ·
Identifikasi penyebab
hypervolemia ·
Monitor status hemodinamik
(mis: frekuensi jantung, tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI) jika
tersedia ·
Monitor intake dan output
cairan ·
Monitor tanda
hemokonsentrasi (mis: kadar natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urine) ·
Monitor tanda peningkatan
tekanan onkotik plasma (mis: kadar protein dan albumin meningkat) ·
Monitor kecepatan infus
secara ketat ·
Monitor efek samping
diuretic (mis: hipotensi ortostatik, hypovolemia, hipokalemia, hiponatremia) Terapeutik ·
Timbang berat badan setiap
hari pada waktu yang sama ·
Batasi asupan cairan dan
garam ·
Tinggikan kepala tempat
tidur 30 – 40 derajat Edukasi ·
Anjurkan melapor jika
haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam ·
Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam sehari ·
Ajarkan cara membatasi
cairan Kolaborasi ·
Kolaborasi pemberian
diuretic ·
Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat diuretic ·
Kolaborasi pemberian
continuous renal replacement therapy (CRRT) jika perlu |
|
Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan
dengan ketidakmampuan membuat penilaian yang tepat |
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
3x24 jam diharapkan diharapkan Pemeliharaan
Kesehatan (L.12106) dan Manajemen Kesehatan meningkat (L.12104), dengan kriteria hasil : 1. Kemampuan menjalankan Perilaku sehat meningkat 2. Menunjukkan perilaku adaptif meningkat 3. Aktivitas hidup sehari-hari efektif memenuhi tujuan kesehatan
meningkat. |
Edukasi
Kesehatan (I.12383) Observasi o Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi o Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat Terapeutik o Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan o Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan o Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi o Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi Kesehatan o Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat ·
Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat |
4.
Implementasi
Keperawatan
Dalam
Buku Stikes Hang Tuah (2022) Implementasi Keperawatan adalah tindakan yang
diberikan kepada pasien sesuai dengan Intervensi keperawatan yang telah dibuat
tergantung dari situasi dan kondisi pasien pada saat itu. Tujuan dari
implementasi adalah:
a.
Melakukan, membantu/ mengarahkan kinerja
aktifitas kehidupan sehari hari.
b.
Memberikan arahan keperawatan untuk
mencapai tujuan yang berpusat pada pasien.
c.
Mencatat serta melakukan pertukaran
informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan yang berkelanjutan dari
pasien.
5.
Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi
adalah tahap terakhir dari proses keperawatan dengan cara menilai sejauh mana
tujuan dari intervemsi keperawatan yang tercapai atau 37 tidak tercapai. Dalam
mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami
respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan
tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan
keperawatan pada kriteria hasil (Siswanto, Hariyati, & Sukihananto, 2013).
Tahap
evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu evaluasi proses dan evaluasi
hasil. Evaluasi proses dilakukan selama proses keperawatan berlangsung atau
menilai respons pasien, sedangkan evaluasi hasil dilakukan atas target tujuan
yang diharapkan (Siswanto, Hariyati, & Sukihananto, 2013).
BAB
3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sirosis hepatis adalah
kondisi kronis dan progresif yang ditandai dengan kerusakan hati permanen
akibat fibrosis dan pembentukan nodul regeneratif. Penyakit ini merupakan tahap
akhir dari berbagai gangguan hati, terutama hepatitis virus kronis dan konsumsi
alkohol berlebih. Karena memiliki risiko tinggi menimbulkan komplikasi serius
dan kematian, pengenalan dini, pemahaman patofisiologi, serta penatalaksanaan
yang tepat sangat penting untuk mencegah progresivitas penyakit dan
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Asuhan keperawatan pada
pasien sirosis hepatis berperan penting dalam menstabilkan kondisi pasien,
mencegah komplikasi, dan meningkatkan kualitas hidup. Proses keperawatan
mencakup pengkajian menyeluruh, penetapan diagnosa keperawatan seperti
ketidakseimbangan nutrisi, gangguan pertukaran gas, risiko perdarahan, dan
manajemen nyeri, serta intervensi yang sesuai dengan kondisi klinis pasien.
Edukasi kepada pasien dan keluarga juga merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan untuk mendorong kepatuhan terhadap pengobatan dan perubahan gaya
hidup.
DAFTAR
PUSTAKA
Adnan, A., & lolita, lolita. (2020). Analisis Efektivitas Penggunaan
Antibiotika Pada Pasien Sirosis Hepatis Dengan Komplikasi Spontaneous Bacterial
Peritonitis Di Salah Satu Rumah Sakit Di Yogyakarta. Jurnal Insan Farmasi
Indonesia, 3(1), 1-8. https://doi.org/10.36387/jifi.v3i1.489
Danastri, C. (2019). Sirosis Hepatitis Pasien dengan Riwayat Mengkonsumsi
Alkohol Kronik.JurnalKesehatan,1(5),19-26.
https://www.neliti.com/id/publications/154737/sirosis-hepatis-padapasien-dengan-
riwayat-mengkonsumsi-alkohol-kronik
Darni, Z., & Rahmah, S. (2019). Pelaksanaan Pengukuran Tanda-Tanda
Vital Pada Pasien Sirosis Hepatis Untuk Mencegah Hipertensi Portal. Jurnal
Ilmiah Keperawatan Ortopedi,3(2),47-54. https://ejournal.akperfatmawati.ac.id/index.php/JIKO/article/view/29
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2020. Jakarta: Kemenkes RI.
Thaha, R., Yunita, E., & Sabir, M. (2020). Sirosis Hepatis. Jurnal
Medical Profession (MedPro),2(3),166-171. https://jurnal.fk.untad.ac.id/index.php/medpro/article/view/369.
W, E. (2017). Sirosis Hepatis Child Pugh Class C Dengan Komplikasi Asites
Grade III Dan Hiponatremia. Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Fakultas
Kedokteran, 1(5), 51-57.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/148/0.
Komentar
Posting Komentar