UNDUH LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM PERSARAFAN DENGAN KASUS CVA FORMAT MS WORD
LAPORAN
PENDAHULUAN SISTEM PERSARAFAN
DENGAN KASUS CVA
TINJAUAN TEORI
Konsep Dasar CVA
1. Definisi
Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan
karena berkurangnya atau terhentinya suplay darah secara tiba-tiba. Jaringan
otak yang mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi. Kadang
pula stroke disebut dengan CVA (cerebrovaskular accident). Orang awam cederung
menganggap stroke sebagai penyakit. Sebaliknya, para dokter justru menyebutnya
sebagai gejala klinis yang muncul akibat pembuluh darah jantung yang
bermasalah, penyakit jantung atau secara bersamaan (Auryn, Virzara, 2009).
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai
darah kebagian dari otak. Dua jenis stroke yang utama adalah iskemik dan
hemoragik. Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan
aliran darah baik itu sumbatan karena trombosis (pengumpulan darah yang
menyebabkan sumbatan di pembuluh darah) atau embolik (pecahnya gumpalan darah
/benda asing yang ada didalam pembuluh darah sehingga dapat menyumbat pembuluh
darah kedalam otak) ke bagian otak. Perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang
subaraknoid adalah penyebab dari stroke hemoragik (Joyce and Jane, 2014).
Jadi dapat disimpulkan stroke adalah kerusakan
jaringan otak atau perubahan neurologi yang disebabkan oleh berkurangnya atau
terhentinya suplay darah secara tiba-tiba ke otak.
2. Etiologi
Cerebrovascular Accident (CVA) atau stroke memiliki
dua jenis utama berdasarkan penyebabnya, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik.
a. Stroke
iskemik terjadi akibat penyumbatan arteri yang memasok darah ke otak, biasanya
disebabkan oleh trombus (bekuan darah lokal) atau embolus (bekuan yang
berpindah dari tempat lain).
b. Stroke
hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak, yang menyebabkan
perdarahan dan kerusakan jaringan otak.
Beberapa etiologi atau
penyebab utama dari stroke antara lain:
a. Hipertensi
(penyebab paling umum stroke hemoragik dan faktor risiko utama stroke iskemik)
b. Aterosklerosis
c. Fibrilasi
atrium atau gangguan irama jantung lainnya
d. Diabetes
melitus
e. Hiperkolesterolemia
f.
Kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol
berlebihan
g. Obesitas
dan kurang aktivitas fisik
Faktor-faktor tersebut
dapat merusak pembuluh darah dan meningkatkan risiko terjadinya gangguan
sirkulasi darah ke otak (Feigin et al., 2021; WHO, 2023).
3. Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinis Stroke
tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran
lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Gejala klinis pada Stroke akut:
a. Kelumpuhan
wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) yang timbul secara mendadak.
b. Gangguan
sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
c. Penurunan
kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma).
d. Afasia
(kesulitan dalam bicara).
e. Gangguan
penglihatan, diplopia, Ataksia.
f.
Verigo, mual, muntah dan nyeri kepala
Berikut ini merupakan manifestasi
yang umum terjadi pada penderita stroke:
a. Kehilangan
motorik
b. Kehilangan
komunikasi
-
Disartria (kesulitan berbicara)
-
Disfasia atau afasia (bicara defektif atau
kehilangan bicara
-
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya)
c. Gangguan
persepsi
-
Disfungsi persepsi visual
-
Gangguan hubungan visuap spasial
-
Kehilangan sensori
-
Kerisakan fungsi kognitif dan efek
psikologis
-
Disfungsi kandang kemih
4. Klasifikasi
Cerebrovascular Accident (CVA) atau stroke
diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya gangguan sirkulasi darah ke
otak. Klasifikasi utama stroke meliputi:
a.
Stroke Iskemik
Terjadi akibat sumbatan pada pembuluh darah
otak, sehingga aliran darah ke jaringan otak terhambat. Stroke iskemik
menyumbang sekitar 80–85% dari semua kasus stroke (Benjamin et al., 2019).
-
Trombotik: Sumbatan oleh trombus yang terbentuk
di arteri otak.
-
Embolik: Sumbatan oleh embolus yang
berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung (fibrilasi atrium).
b. Stroke
Hemoragik
Terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah di otak, menyebabkan perdarahan dan kerusakan jaringan otak.
Stroke hemoragik dibagi menjadi:
-
Perdarahan intraserebral: Perdarahan
langsung ke jaringan otak.
-
Perdarahan subarachnoid: Perdarahan ke
ruang subarachnoid, biasanya akibat ruptur aneurisma (Powers et al., 2019).
c. Transient
Ischemic Attack (TIA)
Disebut
juga “mini stroke”, yaitu gangguan aliran darah otak yang bersifat sementara
(kurang dari 24 jam), tanpa menyebabkan kerusakan jaringan otak permanen. TIA
merupakan faktor risiko penting untuk stroke iskemik di masa depan (Johnston et
al., 2000)
5. Patofisiologi
Otak kita sangat sensitif terhadap kondisi penurunan
atau hilangnya suplai darah. Hipoksia dapat menyebabkan iskemik serebral karena
tidak seperti jaringan pada bagian tubuh lain, misalnya otok, otak tidak bisa
menggunakan metabolisme anaerobik jika terjadi kekurangan oksigen atau glukosa.
Otak diperfusi dengan jumlah yang banyak dibandingkan dengan orang lain yang
kurang vital untuk mempertahankan metabolisme serebral. Iskemik jangka pendek
dapat mengarah pada penurunan sistem neurologi sementara atau TIA (transient
Ishemic Attack). Jika aliaran darah tidak diperbaiki, terjadi kerusakan yang
tidak dapat diperbaiki pada jaringan otak atau infrak dalam hitungan menit.
Luasnya infrak bergantung pada lokasi dan ukuran arteri yang tersumbat dan
kekuatan sirkulasi kolateral ke arah yang disuplai. Iskemik dengan cepat bisa
mengganggu metabolisme. Kematian sel dan perubahan yang permanen dapat terjadi
dalam waktu 3- 10 menit. Dalam waktu yang singkat pasien yang sudah kehilangan
kompensasi autoregulasi akan mengalami manifestasi dari gangguan neurologi.
(Joyce and Jane 2014).
PATHWAY CVA
6. Komplikasi
Komplikasi menurut Wijaya
dan Putri (2013) antara lain :
a. Berhubungan
dengan immobilisasi
-
Infeksia pernafasan
-
Nyeri berhubungan dengan daerah yang
tertekan
-
Konstipasi
-
Tromboflebitis
b. Berhubungan
dengan mobilisasi
-
Nyeri pada daerah punggung
-
Dislokasi sendi
c. Berhubungan
dengan kerusakan otak
-
Epilepsi
-
Sakit kepala
-
Kraniotomi
-
Hidrosefalus
7. Faktor
Resiko
a. Usia:
makin bertambah usia resiko stroke makin tinggi, hal ini berkaitan dengan
elastisitas pembuluh darah
b. Jenis
kelamin: laki-laki mempunyai kecenderungan lebih tinggi
c. Ras
dan keturunan: stroke lebih sering ditemukan pada kulit putih
d. Hipertensi:
hipertensi menyebabkan aterosklerosis pembuluh darah serebral sehingga
lama-kelamaan akan pecah menimbulkan perdarahan
e. Penyakit
jantung: pada fibrilasi atrium menyebabkan penurunan kardiak output, sehingga
terjadi gangguan perfusi serebral
f.
Polisitemia: kadar Hb yang tinggi (> 16
mg/dl) menimbulkan darah menjadi lebih kental dengan demikian aliran darah ke
otak lebih lambat
g. Perokok:
rokok menimbulkan plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi
aterosklerosis
h. Peningkatan
kolesterol: kolesterol dalam tubuh menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya
lemak sehingga aliran darah lambat
8. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kasus CVA (Cerebrovascular
Accident) atau stroke bertujuan untuk memastikan diagnosis, menentukan jenis
stroke, lokasi lesi, dan faktor risiko atau penyebabnya. Berikut adalah
beberapa pemeriksaan penunjang yang umum dilakukan:
a) CT
Scan Kepala (CT Head)
·
Untuk membedakan antara stroke iskemik dan
stroke hemoragik.
·
Dapat menunjukkan perdarahan, edema, atau
infark.
·
Biasanya pemeriksaan awal yang paling
cepat dan mudah dilakukan.
b) MRI
Kepala
·
Lebih sensitif untuk mendeteksi infark
akut, terutama pada area kecil dan daerah batang otak.
·
Dapat memberikan gambaran lebih detail
tentang jaringan otak.
c) Angiografi
·
Angiografi CT (CTA) atau MR angiografi
(MRA) untuk melihat pembuluh darah otak.
·
Digunakan untuk mendeteksi stenosis,
oklusi, aneurisma, atau malformasi pembuluh darah.
d) USG
Doppler Arteri Karotis : untuk menilai penyempitan atau plak pada arteri
karotis, yang bisa menjadi sumber emboli.
e) EKG
dan Echocardiography : Untuk mencari sumber emboli jantung seperti fibrilasi
atrium, mural thrombus, atau penyakit jantung lainnya.
f) Laboratorium
: Pemeriksaan darah lengkap, gula darah, lipid, fungsi ginjal, koagulasi untuk
mencari faktor risiko dan penyebab stroke.
g) Pemeriksaan
Lain
·
Pemeriksaan tekanan darah secara berkala.
·
Pemeriksaan neurologis lengkap untuk
penilaian skala stroke (misal NIHSS).
9. Penatalaksanaan
Menurut Saidi & Andrianti (2021) ada dua
penatalaksanaan pada stroke yaitu dengan terapi farmakologi dan non farmakologi
diantaranya:
a. Penatalaksanaan
medis (terapi farmakologi)
1) Mitigasi
cedera iskemik serebral
Tindakan
pertama yang dilakukan berfokus untuk mempertahankan semaksimal mungkin area
iskemik dengan cara memberikan oksigen, glukosa, dan mengontrol tekanan darah
atau memodifikasi aritmia sehingga aliran darah cukup.
2) Pemberian
deksametason
3) Menaikkan
kepala yang dapat menurunkan tekanan inkrakranial dan mengontrol hipertensi
serta mencegah agar kepala tidak menekuk dan berputar berlebihan.
4) Perawatan
a) Antikoagulan:
heparin yang berfungsi untuk mengurangi perdarahan dalam fase akut
b) Antitrombotik:
pemberian ini bertujuan untuk mencegah agar tidak terjadi trombolitik atau
emboli.
c) Diuretik:
untuk mengurangi terjadinya edema serebral.
5) Pembedahan:
dilakukan pembedahan pada endarterektomi arteri karotis yang bertujuan
meningkatkan aliran darah pada otak.
b. Penatalaksanaan
terapi non farmakologi (penatalaksanaan keperawatan)
1) Kepala
berada di 15-30 derajat posisi tubuh.
2) Pantau
jalan napas agar tetap bersih dan ventilasi cukup.
3) Pantau
dan pertahankan tanda vital agar tetap stabil.
4) Istirahat
pada tempat tidur.
5) Mempertahankan
dan pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
6) Hindari
dan cegah terjadinya demam, sembelit, batuk, dan minum secara berlebihan (Saidi
& Andrianti, 2021).
B. Konsep
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Keperawatan
Pengkajian/anamnesis
pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial
(Arif, 2012).
1. Identitas
klien
Meliputi
nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register dan diagnosis medis.
2. Keluhan
utama
Sering
menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan otot
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan
penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat
penyakit sekarang
Serangan
stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, selain itu gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsive dan koma.
4. Riwayat
penyakit dahulu
Adanya
riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat anti
hipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alcohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
5. Riwayat
penyakit keluarga
Biasanya
ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi diabetes mellitus atau ada
riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6. Pengkajian
psikososiospiritual
Pengkajian
psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat
untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitis dan
perilaku klien.
7. Pemeriksan
Fisik
Setelah
melakukan anamnesis/pengkajian yang mengarah pada beberapa keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan beberapa keluhan klien (Arif, 2012).
a. Keadaan
Umum
Umumnya
mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami, gangguan bicara yaitu sulit
dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada vital sign tekanan darah
meningkat dan denyut nadi bervariasi.
b. B1
(Breathing)
Pada
inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan.Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat
kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.
Palpasi toraks didapatlan raktil premitus seimbang kanan dan kiri.
c. B2
(Blood)
Pengkajian
pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering
terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi massif (tekanan darah>200 mmhg)
d. B3
(Brain)
Stroke
menyebabkan berbagai defcit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
a) Pengkajian
tingkat kesadaran
Kualitas
kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang
paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan
respons terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi
sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat peubahan
dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaraan klien
stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor dan semikomatosa. Jika
klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
b) Pengkajian
Fungsi Serebral
Pengkajian
ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa lobus frontal
dan hemisfer (Arif, 2012).
·
Status mental. Observasi penampilan,
tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motoric klien.
Pada klen stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
·
Fungsi intelektual. Didapatkan penurunan
dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain
damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.
·
Kemampuan bahasa. Penurunan kemampuan
bahasa bergantung daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada
daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari
girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu
klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya
tidak lancar. Disartia (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang
sulit yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
·
Lobus frontal. Kerusakan fungsi kognitif
dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal
kasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin
rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini
menghadapi masalah frustasi dalam progam rehabilitasi mereka.
·
Hemisfer. Stroke hemisfer kanan didapatkan
hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan
terhadap sisi kolateral sehinnga dan mempunyai kerentanan terhadap sisi
kolateral sehingga kemungkinan terjatuh kesisi yang berlawanan tersebut.
c) Pengkajian
Saraf Kranial Pemeriksan ini meliputi pemeriksaan saraf cranial I-XII
·
Saraf I, biasanya pada klien stroke tidak
ada kelainan pada fungsi penciuman.
·
Saraf II, Disfungsipersepsi visual karena
gangguan jaras sensori primer daiantara mata dan korkes visual. Gangguan
hubungan visual-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
·
Saraf III, IV, VI. Jika akibat stroke
mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugar unilateral di sisi yang sakit.
·
Saraf V, pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilatera, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan ekstremitas.
·
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas
normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
·
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli
konduktif dan tuli persepsi.
·
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang
baik dan kesulitan membuka mulut.
·
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot
stenokleidomastoideus dan trapezius.
·
Saraf XII. Lidah simetris, terdapat
deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
d) Pengkajian
Sistem Motorik. Stroke adalah penyakit saraf motoric atas atau Upper Motor
Neuron (UMN) dan mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan
motoric. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan control motor volunteer pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang
berlawanan dari otak.
·
Inspeksi umum. Didapatkan hemiplegia
(paralisis salah satu sisi)
·
Fasikulasi. Didapatkan pada otot
ekstremitas
·
Tonus otot. Didapatkan meningkat.
·
Kekuatan otot. Pada penilaian dengan
menggunakan tingkat kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat 0.
·
Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan
mengalami gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.
e) Pengkajian
Refleks. Pemeriksaan reflex terdiri atas pemeriksaan reflex profunda dan
pemeriksaan refleks pada respons normal.
·
Pemeriksaan Refleks Profunda. Pengetukan
pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal.
·
Pemeriksaan Refleks Patologis. Pada fase
akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari
refleks fisiologis akan muncul kembali didahului refleks patologis.
f) Pengkajian
Sistem Sensorik. Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat
ketidakmampuan untuk menginterprestasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual
karena gangguan saraf sensori primer antara mata dan kortaks visual. Kehilangan
sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat, dengan kehilangan proprisepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan
gerakan tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan strimuli visual,
taktil dan auditorius.
e. B4
(Bladder) Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan
untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motoric dan
postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten denngan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f.
B5 (Bowel)
Didapatkan
adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, muntah pada fase
akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
g. B6
(Bone)
Stroke
adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap
gerakan motoric. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan control
monitor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motoric paling
umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi
otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah
tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan oksigen kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga dikaji beberapa tanda decubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya
kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensoria tau
paralise/plegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.
2. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosis
Keperawatan merupakan suatu penelitian klinis mengenai respons pasien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respon pasien terhadap situasi yang berkaitan dengan Kesehatan (PPNI, 2017).
a. Risiko
Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017) b.d Hipertensi
b. Defisit
Perawatan Diri (D.0109) b.d Kelemahan
c. Gangguan
Mobilitas Fisik (D.0054) b.d Gangguan neuromuscular
d. Gangguan
Komunikasi Verbal (D. 0119) b.d Gangguan neuromuscular
3. Luaran
dan Intervensi Keperawatan
|
Dx
Keperawatan |
Luaran
Keperawatan |
Intervensi
Keperawatan |
|
D.0017 |
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, maka diharapkan Perfusi
Serebral (L.02014) Meningkat dengan kriteria hasil : 1) Tingkat
kesadaran meningkat 2) Tekanan
Intra Kranial (TIK) menurun 3) Sakit kepala
menurun 4) Gelisah
menurun 5) Nilai
rata-rata tekanan darah membaik |
Manajemen
Peningkatan Tekanan Intrakranial (1.06194) Observasi
·
Identifikasi
penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema serebral) ·
Monitor
tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah meningkat, tekanan nadi
melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun) ·
Monitor
MAP (Mean Arterial Pressure) ·
Monitor
CVP (Central Venous Pressure), jika perlu ·
Monitor
PAWP, jika perlu ·
Monitor
PAP, jika perlu ·
Monitor
ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia ·
Monitor
CPP (Cerebral Perfusion Pressure) ·
Monitor
gelombang ICP ·
Monitor
status pernapasan ·
Monitor
intake dan output cairan ·
Monitor
cairan serebrospinalis (mis. Warna, konsistensi) Terapeutik
·
Minimalkan
stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang ·
Berikan
posisi semi fowler ·
Hindari
maneuver Valsava ·
Cegah
terjadinya kejang ·
Hindari
penggunaan PEEP ·
Hindari
pemberian cairan IV hipotonik ·
Atur
ventilator agar PaCO2 optimal ·
Pertahankan
suhu tubuh normal Kolaborasi ·
Kolaborasi
pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika perlu ·
Kolaborasi
pemberian diuretic osmosis, jika perlu ·
Kolaborasi
pemberian pelunak tinja, jika perlu |
|
D.0109 |
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan Perawatan Diri
(L.11103) Meningkat dengan kriteria hasil : 1) Kemampuan Mandi Meningkat 2) Kemampuan Mengenakan Pakaian
Meningkat 3) Kemampuan Makan Meningkat 4) Kemampuan ke toilet (BAB/BAK)
Meningkat 5) Verbalisasi Keinginan melakukan
perawatan diri Meningkat |
Dukungan
Perawatan Diri (1.11348)
Observasi ·
Identifikasi
kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia ·
Monitor
tingkat kemandirian ·
Identifikasi
kebutuhan alat bantuan kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan Terapeutik
·
Sediakan
lingkungan yang terapeutik ·
Siapkan
keperluan pribadi ·
Dampingi
dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri ·
Fasilitasi
untuk menerima keadaan ketergantungan ·
Fasilitasi
kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri |
|
D.0054 |
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan Mobiltas Fisik
(L.05042) Meningkat dengan kriteria hasil : 1) Pergerakan ekstremitas Meningkat 2) Kekuatan Otot Meningkat 3) Rentang gerak (ROM) Meningkat 4) Kelemahan fisik menurun |
DukunganMobilisasi
(1.05173)
Observasi ·
identifikasi
adanya nyeriatau keluhan fisik lainnya. ·
Monitor
frekuensi jantung dan tekanan darahsebelum memulai mobilisasi ·
Monitor
kondisiumum selama melakukan mobilisasi Terappeutik
·
Fasilitasi
aktivitas mobilisasi dengan alat bantu ·
Fasilitasi
melakukan pergerakkan ·
Libatkan
keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan Edukasi
·
Jelaskan
tujuan dan prosedur mobilisasi ·
Anjurkan
melakukan mobilisasi dini ·
Ajarkan
mobilisasi sederhana yang harus dilakukan |
|
D.0119 |
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam di harapkan Komunikasi Verbal
(L.13118) meningkat dengan kriteria hasil : 1) Kemampuan berbicara sedang 2) Kemampuan mendengar cukup
meningkat 3) Kesesuaia ekspresi wajah/tubuh
cukup meningkat 4) Afasia cukup menurun 5) Disatria cukup menurun 6) Pelo cukup |
Promosi
komunikasi : defisit bicara (1.13493) Observasi
·
Monitor
kecepatan, kuantitas, volume dandiksi bicara ·
Monitor
proses kognitif, anatomis dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara ·
Monitor
frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang mengganggu bicara ·
Identifikasi
perilaku emosional danfisik sebagai bentuk komunikasi Terapeutik
·
Gunakan
metode komunikasialternative ·
Sesuaikan
gayakomunikasi dengan kebutuhan ·
Modifikasi
lingkungan untuk meminimalkanbantuan ·
Ulangi
apa yangdisampaikan pasien ·
Berikan
dukungan psikologis ·
Gunakan
jurubicara Edukasi
·
Anjurkan
berbicara perlahan ·
Ajarkan
pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan fisiologi yang berhubungan
dengan kemampuan bicara Kolaborasi
·
Rujuk
ke ahli patologi bicara atau trapis |
Sumber SDKI (2017), SLKI (2019), SIKI (2018).
4. Implementasi
Keperawatan
Implementasi
adalah tahap ke empat dalam tahap proses keperawatan dalam melaksanakan
tindakan perawatan sesuai dengan rencana (Khofifah Juniar Sari, 2018).
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Santa Manurung, 2019).
5. Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi
dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang
telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan pasien secara optimal
dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Penilaian keberhasilan adalah tahap
yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan
tujuan, apabila dalam penilaian ternyata tujuan tidak tercapai, maka perlu
dicari penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA
Feigin, V. L., Stark, B. A.,
Johnson, C. O., et al. (2021). Global, regional, and national burden of stroke
and its risk factors, 1990–2019: a systematic analysis for the Global Burden of
Disease Study 2019. The Lancet Neurology, 20(10), 795–820.
https://doi.org/10.1016/S1474-4422(21)00252-0
Benjamin, E. J., Muntner, P.,
Alonso, A., et al. (2019). Heart Disease and Stroke Statistics—2019 Update: A
Report From the American Heart Association. Circulation, 139(10), e56–e528.
https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000659
Johnston, S. C., Gress, D. R.,
Browner, W. S., & Sidney, S. (2000). Short-term prognosis after emergency
department diagnosis of TIA. JAMA, 284(22), 2901–2906.
https://doi.org/10.1001/jama.284.22.2901
Powers, W. J., Rabinstein, A. A.,
Ackerson, T., et al. (2019). Guidelines for the early management of patients
with acute ischemic stroke: 2019 update. Stroke, 50(12), e344–e418.
https://doi.org/10.1161/STR.0000000000000211
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018.
https://www.litbang.kemkes.go.id
Permenkes
RI. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2019 tentang Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim
Pokja SIKI DPP PPNI, (2019), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim
Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
WHO.
(2023). The top 10 causes of death. https://www.who.int
Yulianti,
D., & Prasetya, H. (2021). Peran perawat dalam manajemen stroke. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 24(2), 134–142.
Comments
Post a Comment