UNDUH LAPORAN PENDAHULUAN PADA SISTEM INTEGUMEN PASIEN DENGAN DIAGNOSA SILULITIS MANUS FORMAT MS WORD
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA SISTEM INTEGUMEN PASIEN DENGAN
DIAGNOSA SILULITIS MANUS
BAB
I
KONSEP
DASAR PENYAKIT SELULITIS
A. Konsep
Dasar Selulitis
1. Definisi
Selulitis
merupakan penyakit jenis umum dari infeksi kulit dan jaringan lunak akibat dari
infeksi bakteri yang sering terjadi pada kulit dan jaringan subkutan, yang
insidennya meningkat, dan mengakibatkan beban ekonomi dan perawatan kesehatan
yang substansial. Selulitis merupakan inflamasi jaringan subkutan dimana proses
inflamasi, yang disebabkan oleh bakteri bakteri Staphylococcus dan Streptococcus.
Selulitis menyebabkan kemerahan atau peradangan pada ekstermitas juga biasa
pada wajah, kulit menjadi bengkak, licin disertai nyeri yang terasa panas.
Jika
pasien menderita selulitis harus dilakukan perawatan untuk mengurangi kesakitan
serta mengecilkan pembengkakan sehingga penyebaran infeksi ke darah dan organ
lain dapat dicegah, selulitis merupakan penyakit serius yang bisa menjadi ulkus
dengan infeksi berat sehingga harus dilakukan tindakan pembedahan (Susanto dan
Made, 2013).
2. Etiologi
Selulitis
berasal dari bakteri Strepcoccus. Mikroorganisme lainnya negative
anaerob seperti Prevotella, pophyromona dan Fusobacterium odontogenik pada
umumnya merupakan infeksi campuran dari berbagai macam bakteri, baik bakteri
aerob maupun anaerob mempunyai fungsi yang sinergis. Infeksi Primer Selulitis
dapat berupa perluasan infeksi/abses periapical, osteomyielitis dan
pericoronitis yang dihubungkan dengan eupsi gigi molar tiga rahang bawah,
ekstraksi gigi yang mengalami infeksi periapical/perikoronal, penyuntikan
dengan menggunakan jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah
(sialodenitis), Fraktur compound maksila / mandibula, kaserasi mukosa lunak
mulut serta infeksi sekunder dari oral malignancy. Penyebab dari selulitis
menurut Isselbacher adalah bakteri Sterpcoccus Grup A, Strepcoccus piogenes dan
stapilokokus aureus.
Penyebab
selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus,
dan Strepcoccus beta hemolitikusgrup A, sedangkan penyebab selulitis pada anak
adalah Haeemophilus influenzatipe b (Hib), Sterpkokus beta hemolitikusgrup A,
dan Staphylococcus aureus. Strepcoccus beta hemolitikus grup B adalah penyebab
yang jarang pada selulitis. Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak
disebabkan oleh Strepcoccus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada
ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme
campuran antara kokus gram positif dan gram negative aerob maupun anaerob. Bakteri
mencapai demis melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada imunokompeten
perlu ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering
melalui aliran darah timbulnya penyakit ini pada semua usia (Gillespie, 2016).
Penyakit
selulitis disebabkan oleh:
a. Infeksi
bakteri dan jamur:
1) Disebabkan
oleh strepcoccus Grup A dan Staphyloccus grup B
2) Pada
bayi yang terkena penyakit ini disebabkan oleh strepcoccus Grup B
3) Infeksi
dari jamur, Tapi infeksi yang diakibatkan jamur termasuk jarang Aeromonas
Hydrophila.
4) S.
Pneumoniae (Pneumococcus)
b. Penyebab
lain:
1)
Gigitan binatang, serangga, atau bahkan
gigitan manusia
2)
Kulit kering
3)
Kulit yang terbakar atau melepuh
4)
Diabetes Melitus
5)
Pembengkakan yang kronis pada kaki atau
tangan
6)
Cacar air
3. Patofisiologi
Kejadian selulitis terjadi akibat adanya
bakteri patogen yang menembus lapisan luar sehingga menimbulkan infeksi pada
permukaan kulit atau menimbulkan peradangan.
Penyakit selulitis ini sering menyerang orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan
pada penderita diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat. Setelah
menembus bagian luar lapisan kulit, infeksi tersebut akan menyebar ke jaringan
dan menghancurkannya. Hyaluronidase memecah substansi polisakarida, fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membransel (Fitzparick, 2018).
Selulitis
yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus grup A,
sterptokokus lain atau staphilokokus aureus, kecuali jika luka yang terkait
berkembang bakterimia, etiologimicrobial yang pasti sulit ditentukan, untuk
abses lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang
diaspirasi diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah
stapilokokus, abses ini kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan
anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk dan pewarnaan gram menunjukkan adanya
organisme campuran (Becker et al.,2018).
4. Manifestasi
Klinis
Selulitis
menyebabkan kemerahan atau peradangan yang terlokalisasi. Kulit tampak merah,
nyeri tekan, dan teraba hangat. Ruam muncul secara tiba-tiba dan memiliki batas
yang tegas. Gejala lainnya adalah:
1) Demam
2) Menggigil
3) Sakit
kepala
4) Nyeri
otot
5) Tidak
enak badan
6) Selulitis
menyebabkan kemerahan atau peradangan yang terlokalisasi.
7) Kulit
tampak merah, bengkak, licin disertai nyeri tekan dan teraba hangat.
8) Ruam
kulit muncul secara tiba-tiba dan memiliki batas yang tegas.
9) Bisa
disertai memar dan lepuhan-lepuhan kecil
Menurut Fitzparick, 2018, manifestasi klinis
selulitis adalah kerusakan kronis pada sistem vena dan limfatik pada kedua ekstermitas.
5. Faktor
Risiko
1) Usia
Semakin
tua usia, keefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah berkurang pada
bagian tubuh tertentu, sehingga berpotensi mengalami infeksi seperti selulitis
pada bagian yang sirkulasi darahnya lemah.
2) Melemahnya
sistem imun (Immunodeficiency)
Dengan
sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya infeksi. Contoh
pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan obat
pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga mempermudah
infeksi.
3) Diabetes
mellitus
Tidak
hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem immun tubuh
dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada
ekstremitas bawah dan potensia membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk
bagi bakteri penginfeksi.
4) Cacar
dan ruam saraf
Karena
penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk bakteri
penginfeksi.
5) Pembengkakan
kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan
jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki Infeksi jamur kaki juga dapat
membuka celah kulit sehingga menambah resiko bakteri penginfeksi masuk
6) Gigitan
& sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia (Fitzparick, 2018)
6. Pemeriksaan
Penunjang
1) CBC
(Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-rata
sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
2) Rontgen:
Pemeriksaan ini dilakukan dengan bantuan sinar radiasi untuk memperoleh
gambaran pada bagian tubuh tertentu. Pada pengidap selulitis, rontgen
dibutuhkan untuk melihat adanya infeksi pada jaringan di bawah kulit.
3) Tes
kultur darah: Pemeriksaan ini dilakukan dengan mendeteksi adanya mikroorganisme
yang ada di dalam darah, seperti bakteri, jamur, atau parasit. Ada atau
tidaknya infeksi akan ditentukan dari sampel cairan luka pada pengidap.
4) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboraturium
untuk mengecek apakah terjadi infeksi, Dilakukan insisi drainase/debridemen
bila luka terbentuk abses, Pemberian antibiotik.
7. Penatalaksanaan
1)
Selulitis pasca trauma, khususnya setelah
gigitan hewan, berikan antibiotik untuk mengatasi basil gram negatif dan gram
positif. Jika perlu berikan analgesik untuk mengontrol nyeri dan demam.
2)
Insisi dan drainase pada keadaan terbentuk
abses. Insisi drainase merupakan salah satu tindakan dalam ilmu bedah yang
bertujuan untuk mengeluarkan abses atau pus dari jaringan lunak akibat proses
infeksi. Tindakan ini dilakukan pertama dengan melakukan tindakan anestesi
lokal, aspirasi pus pada daerah pembengkakan kemudian dilakukan tindakan insisi
drainase dan pemasangan drain.
3)
Perawatan lebih lanjut bagi pasien rawat
inap
· Beberapa
pasien membutuhkan terapi antibiotik intravena. Diberikan penicillin atau obat
sejenis penicillin, misalnya cloxacillin.
· Jika
infeksinya ringan, diberikan sediaan per-oral
· Biasanya
sebelum diberikan sediaan per-oral, terlebih dahulu diberikan suntikan
antibiotik jika penderita berusia lanjut, selulitis menyebar dengan segera ke
bagian tubuh lainnya, dan dapat menyebabkan demam tinggi.
· Jika
selulitis menyerang tungkai, sebaiknya tungkai dibiarkan dalam posisi terangkat
dan dikompres dingin untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan.
· Pelepasan
antibiotik parenteral pada pasien rawat jalan menunjukan bahwa dia telah sembuh
dari infeksi.
· Perawatan
lebih lanjut bagi pasien rawat jalan: perlindungan penyakit selulitis bagi
pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan cara memberikan erythromycin atau
oral penicillin dua kali sehari atau intramuscular benzathine penicillin. (Hidayati
et al., 2018).
8. Komplikasi
1) Bakteremia:
nanah/lokal abses, super infeksi oleh bakteri gram negatif, lymphangitis,
tromboflebitis
2) Facial
Selulitis pada anak dapat menyebabkan meningitis
3) Dapat
menyebabkan kematian jaringan atau gangrene
4) Osteomielitis
(Infeksi serius pada tulang)
5) Arthritis
Septic
6) Glomerulonefritis
7) Fasciitis
Necroticans/ infeksi bakteri yang serius (Hidayati et al,.2018)
B.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses
keperawatan adalah suatu proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha
memperbaiki atau memelihara pasien sampai ke taraf optimal melalui pendekatan
yang sistematis untuk mengenal dan membantu kebutuhan pasien (Nursalam, 2015).
1)
Pengkajian
a)
Biodata
Penyakit ini biasanya
terjadi pada usia 30 tahun ke atas, biasanya terjadi pada pria maupun wanita.
b)
Riwayat Kesehatan
1)
Keluhan Utama
Keluhan
Utama akan membantu dalam mengkaji pengetahuan klien tentang kondisi saat ini
dan menentukan prioritas intervensi. Keluhan Utama yang biasa muncul pada
pasien dengan penyakit selulitis antara lain nyeri akut, gangguan integritas
kulit, hipertermi,dll.
2)
Riwayat Kesehatan Sekarang
Somantri
(2012) dalam bukunya Riwayat Kesehatan yang dikaji meliputi masalah aktual yang
terjadi saat ini dan masalah kesehatan di masa yang lalu.
Untuk setiap
keluhan diperjelas dengan
PQRST:
|
Paliatif |
: |
Apa yang menjadi
keluhan sehingga lebih
berat atau lebih ringan. |
|
Quantitatif |
: |
Bagaimana
nyeri dirasakan, apakah seperti ditusuk- tusuk. |
|
Region |
: |
Di daerah mana
nyeri dirasakan, apakah
menyebar |
|
Skala |
: |
Intensitas dari keluhan utama, apakah sampai mengganggu aktivitas atau tida , seperti
bergantung pada derajat beratnya. |
|
Time |
: |
Kapan waktunya mulai
terjadi keluhan |
3)
Riwayat Kesehatan Masa lalu
Perawat menanyakan tentang riwayat
penyakit kulit pasien, personal hygiene pasien. Secara umum pertanyaan yang dapat diajukan pada pasien sebagai berikut:
a) Personal Hygiene
pasien
b) Riwayat penyakit
dahulu
4)
Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat
kesehatan keluarga yang perlu dikaji
adalah memastikan faktor resiko
penyakit tertentu ,usia
saudari kandung,orangtua,dan kake nenek,serta status kesehatan mereka
saat ini,atau jika mereka telah meninggal,penyebab kematian mereka perlu
dikaji.
c)
Pemeriksaan Fisik
Pada
buku Arif Muttaqin (2014) menyebutkan pemeriksaan fisik dalam keperawatan
dipergunakan untuk memperoleh data objektif dari riwayat kesehatan pasien,
dalam pemeriksaan fisik dapat menentukan status kesehatan klien dan mengambil
data dasar untuk menentukan rencana keperawatan.
Pemeriksaan fisik
dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi untuk mengetahui
perubahan fungsi sistem tubuh dan pendekatan yang digunakan dalam pemeriksaan
fisik adalah head to toe dan sistem tubuh.
1)
Keadaan Umum
Bagaimana keadaan pasien:
Apakah letih, lemah atau sakit berat
2)
Tanda-tanda vital
Bagaimana suhu, nadi,
tekanan darah, respirasi. Pada pasien Selulitis biasanya ada peningkatan suhu
tubuh.
3)
Pemeriksaan persistem
a.
Sistem Integumen
Sistem integumen terdiri
dari tiga lapis yaitu epidermis, dermis, dan subkutan. Secara umum kulit
berfungsi sebagai proteksi, pengatur suhu tubuh, sensasi, eksresi, metabolisme,
vitamin D, dan komunikasi.
Adapun pemeriksaan
integumen meliputi:
1) Warna
kulit
2) Kelembapan
kulit
3) Tekstur
kulit
4) Kaji
Sirkulasi pada daerah kulit
5) Edema
6) Kebersihan
kulit
7) Untuk
luka yang terdapat pada kulit dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
8) Panjang
Luka
9) Lebar
luka
10) Kedalaman
Luka
11) Jumlah
Eksudate
12) Bau
13) Warna
luka
14) Kondisi
tepi luka
b.
Sistem Pernafasan
Adakah sesak nafas,
batuk, sputum, nyeri dada, serta kaji perubahan pola napas.
c.
Sistem Kardiovaskuler
Kaji adakah penurunan
Perfusi jaringan, kekuatan nadi, serta ada tidaknya hipertensi/hipotesi.
d.
Sistem Pencernaan
Kaji
pola makan, gangguan sistem pencernaan, seperti mual, muntah dan perubahan
berat badan.
e.
Sistem Perkemihan
Kaji frekuensi urine,
kaji hambatan saat BAK, dan gangguan saat berkemih.
f.
Sistem Neurologi
Kaji
penurunan sensori, paraesthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat,kacau mental, disorientasi, penurunan sensori, dan neuropati pada
ekstermitas.
g.
Sistem muskoloskeletal
Kaji
adakah hambatan melakukan pergerakan seperti cepat lelah, lemah dan nyeri, kaji
adanya ganggren di ekstermitas serta kelainan bentuk tulang.
d)
Data psikologis
Pengkajian
pada data sosial ini meliputi hubungan keluarga/persahabatan, persatuan etnik, riwayat
pendidikan, riwayat pekerjaan status ekonomi, kondisi rumah dan lingkungan.
e)
Pengkajian Spiritual
Aspek
spritual yaitu tentang keyakinan nilai-nilai ketuhanan yang dianut, keyakinan
akan kematian, kegiatan keagamaan dan harapan klien, meliputi:
1) Apakah
secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan keagamaan.
2) Apakah
secara geratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan.
3) Apakah
Pasien terlihat sabar dan tawakal dalam menghadapi penyakitnya.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
ditegakkan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016)
antara lain:
a. Nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera fisik
e. Gangguan integritas
jaringan berhubungan dengan faktor mekanis (post operasi)
f. Risiko infeksi
berhubungan dengan efek prosedur invasif
Intervensi
Keperawatan
Intervensi keperawatan disusun dengan
menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016), Standar
Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI, 2018) dan Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI, 2018), yang diuraikan sebagai berikut:
|
Diagnosa
Keperawatan |
Tujuan
Dan Kriteria Hasil (SLKI) |
Intervensi
Keperawatan (SIKI) |
|
Nyeri akut
(D.0077) Merupakan
diagnosis yang menutupi yang didefinisikan sebagai pengalaman sensorik atau
emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,
dengan serangan mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan) DS: 1.
Mengeluh nyeri DO: 1.
Tampak meringis 2.
Bersikap protektif (mis: waspada, posisi menghindari
rasa sakit) 3.
Gelisah 4.
Frekuensi nadi meningkat 5.
Sulit tidur Penyebab
(etiologi) masalah nyeri akut adalah: 1.
Agen pencedera fisiologis (mis: inflamasi, iskemia,
neoplasma) 2.
Agen pencedera kimiawi (mis: terbakar, bahan kimia
iritan) 3.
Agen pencedera fisik (mis: abses, amputasi,
terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, Latihan
fisik berlebihan). |
Tingkat nyeri menurun (L.08066) Setelah dilakukan
intervensi keperawatan selama.... jam, maka tingkat nyeri menurun, dengan
kriteria hasil: 1.
Keluhan nyeri menurun 2.
Meringis menurun 3.
Sikap protektif menurun 4.
Gelisah menurun 5.
susah tidur menurun 6.
Frekuensi nadi membaik |
Manajemen nyeri (I.08238 ) Observasi: ·
Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri ·
Identifikasi skala nyeri ·
Identifikasi respon nyeri non verbal ·
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri ·
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri ·
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri ·
Populasi mempengaruhi nyeri pada kualitas hidup ·
Pantau keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan ·
Pantau efek samping penggunaan analgetik Terapeutik: ·
Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
nyeri (mis: TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain) ·
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaan, gangguan) ·
Fasilitasi istirahat dan tidur ·
Memperhatikan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri Edukasi: ·
Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri ·
Menjelaskan strategi meredakan nyeri ·
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri ·
Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat ·
Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi rasa
sakit Kolaborasi: ·
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu |
|
Gangguan
integritas jaringan (D.0129) Merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan
sebagai kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi,
dan/atau ligamen). Tanda dan gejala: DS: ·
Tidak tersedia DO: ·
Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit Penyebab (etiologi): 1.
Perubahan sirkulasi 2.
Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan) 3.
Kekurangan/kelebihan volume cairan 4.
Penurunan mobilitas 5.
Bahan kimia iritatif 6.
Suhu lingkungan yang ekstrim 7.
Faktor mekanis (mis: penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau
faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi) 8.
Efek samping terapi radiasi 9.
Kelembaban 10.
Proses penuaan 11.
Neuropati perifer 12.
Perubahan pigmentasi 13.
Perubahan hormonal 14.
Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi
integritas jaringan |
Integritas jaringan meningkat (L.14125) Kriteria hasil untuk
membuktikan bahwa integritas kulit/jaringan meningkat adalah: 1.
Kerusakan jaringan menurun 2.
Nyeri menurun 3.
Perdarahan menurun 4.
Kemerahan menurun |
Perawatan luka (I.14564) Observasi ·
Monitor karakteristik luka (mis: drainase, warna, ukuran , bau) ·
Monitor tanda-tanda infeksi Terapeutik ·
Lepaskan balutan dan plester secara perlahan ·
Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu ·
Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai
kebutuhan ·
Bersihkan jaringan nekrotik ·
Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu ·
Pasang balutan sesuai jenis luka ·
Pertahankan Teknik steril saat melakukan perawatan luka ·
Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase ·
Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien Edukasi ·
Jelaskan tanda dan gejala infeksi ·
Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein ·
Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri Kolaborasi ·
Kolaborasi prosedur debridement (mis: enzimatik, biologis, mekanis,
autolitik), jika perlu ·
Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu |
Risiko
Infeksi (SDKI D.0142)
Risiko infeksi merupakan diagnosis yang jelas
merupakan risiko merusak peningkatan organisme patogen tertentu. Faktor risiko: 1.
Penyakit kronis (mis: diabetes melitus) 2.
Efek prosedur invasif 3.
Malnutrisi 4.
Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan 5.
Ketidakadekuatan pertahanan primer tubuh (gangguan peristaltik;
kerusakan integritas kulit; perubahan sekresi pH; penurunan kerja siliaris;
ketuban pecah lama; ketuban pecah sebelum waktunya; merokok; statistik cairan
tubuh) 6.
Ketidakkuatan pertahanan tubuh sekunder (penurunan hemoglobin;
imunosupresi; leukopenia; supresi respon inflamasi; vaksinasi tidak adekuat) |
Tingkat infeksi menurun
(L.14137 ) Tingkat infeksi menurun
berarti menurunnya derajat infeksi berdasarkan observasi atau sumber informasi. Kriteria hasil untuk
membuktikan bahwa tingkat infeksi menurun adalah: 1.
Demam menurun 2.
Kemerahan menurun 3.
Nyeri menurun 4.
Bengkak menurun |
Pencegahan Infeksi (I.14539) Observasi ·
Pantau tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik Terapi ·
Batasi jumlah pengunjung ·
Berikan perawatan kulit pada area edema ·
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien ·
Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi Edukasi ·
Menjelaskan tanda dan gejala infeksi ·
Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar ·
Ajarkan etika batuk ·
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi ·
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi ·
Anjurkan meningkatkan asupan cairan Kolaborasi ·
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu |
Daftar Pustaka
Becker
K, Heilmann C, Peters G. Coagulase-negative staphylococci. Clin Microbiol Rev.
2014 Oct;27(4):870-926. doi: 10.1128/CMR.00109-13.PMID: 25278577; PMCID: PMC4187637. Coagulase-negative staphylococci - PubMed
(nih.gov) Diakses pada 26 Oktober 2025
Brown
BD, Hood Watson KL. Cellulitis. 2022 Aug 8. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan–. PMID: 31747177. Cellulitis - PubMed
(nih.gov) Diakses pada 26 Oktober 2025
Collazo
Garcia, Cesar & Rueda, Javier & Suárez, Bruno & Navarro, Enrique.
(2018). Differences in the Electromyographic Activity of Lower-Body Muscles in
Hip Thrust Variations. Journal of Strength and Conditioning Research. 34. 1.
10.1519/JSC.0000000000002859.
Clevere
Susanto, M. (2013) Penyakit kulit dan kelamin / R Clevere Susanto, GA Made Ari
M (Cet. 1.). Yogyakarta. Nuha Medika
Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional Edisi 5. Jakarta; Penerbit Salemba Medika
Padila.
(2015). Keperawatan Keluarga. Cetakan Pertama. Jogjakarta: Penerbit Nuda
Medika.
PPNI,
Tim Pokja Sdki. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta
Selatan: Dpp: Dewan Pengurus Pusat (2016).
PPNI,
Tim Pokja Siki. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1.Jakarta
Selatan: Dpp: Dewan Pengurus Pusat (2018).
PPNI.
(2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: Dpp Ppni.
Stephen Gillespie, Kathleen Bamford. 2012. Medical Microbiology and Infection at a
Glance. Jakarta. Erlangga.
Comments
Post a Comment