UNDUH LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN WOUND FORMAT MICROSOFT WORD

 

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

WOUND

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebab sudah melimpahkan segala rahmat-Nya, yaitu berupa kesempatan dan pengetahuan yang diberikan kepada saya sehingga tugas asuhan keperawatan tentang “LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN WOUND DEHISCENCE POST OP LAPARATOMI PADA PASIEN TN.S DI RS MARDI WALUYO KOTA BLITAR” ini dapat selesai pada waktunya.Tugas ini dibuat untuk memenuhi kewajiban dan juga sebagai syarat untuk  menyelesaikan tugas mata kuliah “KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH” .

Dengan ini, kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua  pihak terutama kepada dosen mata kuliah, sehingga tugas ini dapat diselesaikan. saya menyadari bahwa tugas ini masih memiliki banyak kekurangan baik didalam segi bahasa maupun teknik penulisannya. Oleh sebab  itu, kami sangat terbuka untuk menerima kritik dan juga saran yang diberikan oleh  pembaca agar tugas ini dapat menjadi lebih baik. Terimakasih.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

Cover. ....................................................................................................................... i

Kata pengatar............................................................................................................. 3

Daftar isi..................................................................................................................... 4

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 5

1.1              Latar belakang................................................................................................ 5

1.2              Rumusan masalah........................................................................................... 5

1.3              Tujuan umum................................................................................................. 5

1.4              Manfaat.......................................................................................................... 5

BAB IITINJAUAWAN PUSTAKA........................................................................ 7

2.1              Konsep wound dehiscence............................................................................. 7

2.2              Definisi........................................................................................................... 7

2.3              Etiologi........................................................................................................... 7

2.4              Patofisiologi.................................................................................................... 9

2.5              Pemeriksaan penunjang................................................................................. 10

2.6              Komplikasi..................................................................................................... 11

2.7              Konsep Asuhan Keperawatan........................................................................ 14

2.7.1        Pengkajian...................................................................................................... 14

2.7.2        Pemeriksaan Fisik.......................................................................................... 15

2.7.3        Dignosah keperawatan .................................................................................. 17

2.7.4        Intervensi Keperawatan................................................................................. 18

2.7.5        Imlementasi keperawatan............................................................................... 22

2.7.6        Evaluasi keperawatan..................................................................................... 22


 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1              Latar belakang

Luka merupakan gangguan integritas kulit yang disebabkan banyak  hal, diantaranya gesekan, tekanan, suhu, hal, diantaranya gesekan, tekanan, suhu, infeksi da infeksi dan lain-lain (Smeltzer & Bare, 2013). Angk n lain-lain. Angka kejadian luka setiap tahun semakin meningkat, baik luka akut maupun luka kronis. Sebuah kronis. Sebuah survey di survey di Australia menunjukkan pada tahun Australia menunjukkan pada tahun 2011, populasi pasien dengan luka penuh infeksi sebanyak 3.194 orang meningkat dibandingkan tahun 2009 yang hanya 3110 orang.

Wound dehiscence adalah salah satu komplikasi luka lanjutan yang terinfeksi. komplikasi lain penyembuhan luka yang lambat, morbiditas dan mortalitas yang meningkat, serta lama rawat yang  berkepanjangan (Brunicardi et al., 2009).

1.2              Rumusan masalah

Dalam pembuatan makalah ini, diidentifikasi beberapa poin terkait wound healing yang men)akup beberapa yang men)akup beberapa komponen materi, onen materi, diantaranya bagaimana konsep teori wound dehisence dan konsep asuhan keperawatan  pada klien dengan wound dehiscence.

1.3              Tujuan umum

Tujuan dari penulisan makalah ini, selain daripada penunjang proses  pembelajaran,  pembelajaran, adapun hal penting penting dari tujuan makalah makalah ini adalah, adalah, agar  mahasiswa kesehatan khusunya ilmu keperawatan dapat mengerti dan memahami se)ara teoritis terkait wound dehis nd dehiscence dan sebisa mungkin dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan wound  dehiscence

1.4              Manfaat Penulisan

1.                  mahasiswa mampu melakukan  tindakan  asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien

2.                  mahasiswa mampu belajar secara aktif, tidak hanya mengandalkan makalah ini.

3.                  mahasiwa mampu menerapkan pengetahuan di masyarakat

4.                  mendapatkan kritik dan saran yang membangun bagi penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAWAN PUSTAKA

2.1              Definisi

Burst abdomen juga dikenal sebagai abdominal wound dehiscence atau luka operasi terbuka, didefinisikan sebagai suatu komplikasi dari proses penyembuhan luka yang ditandai terbukanya sebagian atau seluruh luka operasi yang disertai protrusi atau keluarnya isi rongga abdomen. Keadaan ini sebagai akibat kegagalan proses penyembuhan luka operasi(Baxter, 2017; Spiolitis, 2020). Wound dehiscence merupakan komplikasi utama dari pembedahan abdominal. Insidensinya sekitar 0,2%-0,6% dengan angka mortalitas cukup tinggi, mencapai 10%-40%, disebabkan penyembuhan lukaoperasi yang inadekuat.

 

2.2              Etiologi

Faktor penyebab dehisensi luka operasi berdasarkan mekanisme kerjanya menurut Arif Mansjoer 2019, dibedakan atas tiga yaitu:

a.             Faktor mekanik : Adanya tekanan dapat menyebabkan jahitan jaringan semakin meregang dan mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Faktor mekanik tersebut antara lain batuk-batuk yang berlebihan, ileus obstruktif dan hematom serta teknik operasi yang kurang.

b.            Faktor metabolik : Hipoalbuminemia, diabetes mellitus, anemia, gangguan keseimbangan elektrolit serta defisiensi vitamin dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka.

c.             Faktor infeksi : Semua faktor yangmempengaruhi terjadinya infeksi luka operasiakan meningkatkan terjadinya dehisensi luka operasi. Secara klinis biasanya terjadi pada hari ke 6 - 9 paska operasi dengan gejala suhu badan yang meningkat disertai tanda peradangan disekitar luka.

 

 


 

Menurut National Nosocomial Infection Surveilance System 2016, luka operasi dibedakan menjadi luka bersih, bersih terkontaminasi, terkontaminasi dan kotor. Infeksi luka jahitan yang terjadi dini ditandai dengan peningkatan temperature dan terjadinya selulitis dalam waktu 48 jam setelah penjahitan. Dehisensi luka operasi akan segera terjadi jika infeksi tidak diatasi. Infeksi dini seringkali disebkan oleh streptococcus B haemolyticus. Sedangkan pada infeksi lanjut seringkali tidak disertai peningkatan temperatur dan pembentukan pus, dan terutama disebabkan oleh Stafilococcus aureus. (Webster et al, 2009; Afzal,2014; Spioloitis et al, 2021).

Faktor risiko terjadinya wound dehiscence dibedakan atas faktor preoperasi yang berhubungan erat dengan kondisi dan karakteristik penderita, faktor operasi yang berhubungan dengan jenis insisi dan tehnik penjahitan, serta faktor pascaoperasi (Webster et al, 2023).

Faktor risiko preoperasi meliputi jenis kelamin (laki-laki lebih rentan dibandingkan wanita), usia lanjut (>50 tahun), operasi emergensi, obesitas, diabetes mellitus, gagal ginjal, anemia, malnutrisi, terapi radiasi dan kemoterapi, keganasan, sepsis, penyakit paru obstruktif serta pemakaian preparat kortikosteroid jangka panjang (Afzal, 2014; Spiloitis et al, 2021).

Faktor risiko operasi antara lain :

a.                   Jenis insisi : Tehnik insisi mediana lebih rentan untuk terbuka daripada transversal dikarenakan arah insisinya yang nonanatomik, sehingga arah kontraksi otot-otot dinding perut berlawanan dengan arah insisi sehingga akan mereganggkan jahitan operasi.

b.                  Cara penjahitan : Pemilihan tehnik penutupan secara lapis demi lapis juga berperan dalam terjadinya komplikasi ini. Tehnik ini di satu sisi memiliki keuntungan yaitu mengurangi kemungkinan perlengketan jaringan, namun di sisi lain mengurangi efektifitas dan kekuatannya (Afzal, 2014; Spiloitis et al, 2021; Makela J, 2023).

c.                   Tehnik penjahitan : tekhnik penjaitan terputus cenderung lebih aman daripada tekhnik penjaitan kontinyu.

d.                  Jenis benang : Pemakaian benang chromic catgut juga dapat menjadi suatu perhatian khusus, dikarenakan kecepatan penyerapannya oleh tubuh sering kali tidak dapat diperkirakan (Afzal, 2014; Spiloitis et al, 2021; Makela J, 2023).

Sedangkan faktor-faktor pascaoperasi yang dapat meningkatkan terjadinya dehisensi luka menurut Arif Mansjoer 2019, antara lain:

a. Peningkatan tekanan intra abdomen misalnya batuk, muntah, ileus dan retensio urin. Tekanan intraabdominal yang tinggi akan menekan otot-otot dinding abdomen sehingga akan teregang. Regangan otot dinding abdomen iniah yang akan menyebabkan berkurangnya kekuatan jahitan bahkan pada kasus yang berat akan menyebabkan putusnya benang pada jahitan luka operasi dan keluarnya jaringan dalam rongga abdomen.

b. Perawatan pascaoperasi yang tidak optimalPerawatan luka pasca operasi yang tidak optimal memudahkan terjadinya infeksi pada luka sehingga memudahkan pula terjadinya dehisensi luka operasi.

c. Nutrisi pascaoperasi yang tidak adekuat. Asupan nutrisi yang tidak adekuat terutama protein salah satunya akan menyebabkan hipoalbuminemia, keadaan ini akan mengurangi sintesa kolagen yang merupakan bahan dasar penyembuhan luka. Defisiensi tersebut akan mempengaruhi proses fibroblasi dan kolagenisasi yang merupakan proses awal penyembuhan luka.

2.3              Patofisiologi

Menurut Sjamsuhidrajat 2017, Burst Abdomen bisa disebabkan oleh faktor pre operasi, operasi dan post operasi. Pada faktor pre operasi, hal-hal yang berpengaruh dalam factor pre operasi ini adalah usia,kebiasaan merokok, penyakit diabetes mellitus, dan malnutrisi. Pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Kejadian tertinggi burst abdomen sering terjadi pada umur > 50-65 tahun. Selain itu adanya anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan vitamin bisa menyebabkan terjadinya burst abdomen. Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka. Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen. Penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi.

Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum di bawah 6 g / dl. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam amino diperlukan.VitaminC sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan luka. Kekurangan vitamin C terkait dengan delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound dehiscence (Sjamsuhidrajat, 2017).

Untuk factor operasi, tergantung pada tipe insisi, penutupan sayatan, penutupan peritoneum, dan jahitan bahan. Kontraksi dari dinding abdomen menyebabkan tekanan tinggi di daerah lateral pada saat penutupan. Pada insisi midline, ini memungkinkan menyebabkan bahan jahitan dipotong dengan pemisahan lemak transversal. Dan sebaliknya, pada insisi transversal, lemak dilawankan dengan kontraksi. Otot perut rektus segmental memiliki suplai darah dan saraf. Jika irisan sedikit lebih lateral, medial bagian dari otot perut rektus mendapat denervated dan akhirnya berhenti tumbuh. Ini menciptakan titik lemah di dinding dan pecah perut.

Faktor post operasi terdiri dari peningkatan dari intra-abdominal  pressure yang menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut, dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Dapat dipicu juga jika mengangkat beban berat, batuk dan bersin yang kuat, mengejan akibat konstipasi.Terapi radiasi dapat mengganggu sintesis protein normal, mitosis, migrasi dari faktor peradangan, dan pematangan kolagen. Antineoplastic agents menghambat penyembuhan luka dan luka penundaan perolehan dalam kekuatan tarik (Sjamsuhidrajat 2017).

2.4              Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Sjamsuhidajat 2017, adalah

1.                  Tes BGA (Darah lengkap : Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan urea. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukka hemokonsentrasi  (peningkata  hematokrit), peningkatan sel darah putih, dan ketidakseimbangan elektrolit.

2.                  Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau obstruksi usus.

2.5              Komplikasi

                        Komplikasi utama menurut Sjamsuhidajat (2017) yaitu :

a                     Eviserasi: Ini adalah komplikasi paling serius di mana organ dalam seperti usus atau omentum menonjol keluar dari luka yang terbuka. Eviserasi adalah keadaan darurat medis yang memerlukan tindakan bedah segera.

b                    Infeksi berat: Luka yang terbuka sangat rentan terhadap infeksi yang dapat berkembang menjadi infeksi berat dan sepsis, yang dapat mengancam jiwa. 

                        Komplikasi lainnya menurut Sjamsuhidajat (2017), yaitu:

a                    Hernia insisional: Ini adalah kelemahan pada dinding perut di lokasi bekas luka, yang dapat menyebabkan penonjolan jaringan di bawah kulit secara jangka panjang setelah luka sembuh. Ini dapat terjadi akibat kerusakan pada lapisan fasia (jaringan ikat).

b                    Peningkatan morbiditas dan mortalitas: Wound dehiscence secara umum dapat menyebabkan komplikasi lain, meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, biaya pengobatan, dan bahkan menyebabkan kematian, terutama jika terjadi eviserasi atau infeksi berat.

c                    Perdarahan: Terjadi jika pembuluh darah di dalam luka robek. Peningkatan cairan luka yang tiba-tiba harus dicurigai sebagai dehiscence.

d                    Nekrosis jaringan: Jaringan di sekitar luka bisa mati karena kekurangan suplai darah, yang membuat penyembuhan menjadi lebih sulit

 

 

2.6              Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan Wound Dehiscence dibedakan menjadi penatalaksanaan non operatif atau konservatif dan penatalaksanaan operatif tergantung atas keadaan umum penderita.

a.                   Penanganan Nonoperatif/ Konservatif diberikan kepada penderita yang sangat tidak stabil dan tidak mengalami eviserasi. Hal ini dilakukan dengan penderita berbaring di tempat tidur dan menutup luka operasi dengan kassa steril atau pakaian khusus steril.Penggunaan jahitan penguat abdominal dapat dipertimbangkan untuk mengurangi perburukan luka operasi terbuka (Ismail, 2018). Selain perawatan luka yang baik, diberikan nutrisi yang adekuat untuk mempercepat penutupan kembali luka operasi. Diberikan pula antibiotik yang memadai untuk mencegah perburukan dehisensi luka (Ismail, 2018).

b.                  Penanganan operatif dilakukan pada sebagian besar penderita dehisensi. Ada beberapa jenis operasi yang dilakukan pada dehisensi luka yang dilakukan antara lain rehecting atau penjahitan ulang luka operasi yang terbuka, mesh repair, vacuum pack, abdominal packing, dan Bogota bag repair (Sukumar, 2014).

Jenis operasi rehecting atau penjahitan ulang paling sering dilakukan hingga saat ini.Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan keadaan stabil, dan penyebab terbukanya luka operasi murni karena kesalahan tekhnik penjahitan (Sukumar, 2014).

Pada luka yang sudah terkontaminasi dilakukan tindakan debridemen terlebih dahulu sebelum penutupan kembali luka operasi. Dalam perencanaan jahitan ulangan perlu dilakukan pemeriksaan yang baik seperti laboratorium lengkap dan foto throraks.Selain penjahitan ulang dilakukan pula tindakan debridement pada luka (Sjamsudidajat, 2017).

Tindakan awal yang dilakukan adalah eksplorasi melalui dehisensi luka jahitan secara hati-hati dan memperlebar sayatan jahitan lalu mengidentifikasi sumber terjadinya dehisensi jahitan. Tindakan eksplorasi dilakukan dalam 48 ± 72 jam sejak diagnosis dehisensi luka operasi di tegakkan. Tehnik yang sering digunakan adalah dengan melepas jahitan lama dan menjahit kembali luka operasi dengan cara satu lapisan sekaligus. Pemberian antibiotik sebelum operasi dilakukan, membebaskan omentum dan usus di sekitar luka.Penjahitan ulang luka operasi dilakukan secara dalam, yaitu dengan menjahit seluruh lapisan abdomen menjadi satu lapis.Pastikan mengambil jaringan cukup dalam dan hindari tekanan berlebihan pada luka. Tutup kulit secara erat dan dapat dipertimbangkan penggunaan drain luka intraabdominal. Jika terdapat tanda- tanda sepsis akibat luka, buka kembali jahitan luka operasi dan lakukan perawatan luka operasi secara terbuka dan pastikan kelembaban jaringan terjaga (Spiloitis, 2021).

Prinsip pemilihan benang untuk penjahitan ulang adalah benang monofilament nonabsorbable yang besar. Penjahitan dengan tehnik terputus sekurangnya 3 cm dari tepi luka dan jarak maksimal antar jahitan 3 cm, baik pada jahitan dalam ataupun pada kulit.Jahitan penguat dengan karet atau tabung plastic lunak (5-6cm) dapat dipertimbangkan guna mengurangi erosi pada kulit.Jangan mengikat terlalu erat.Jahitan penguat luar diangkat setidaknya setelah 3 minggu (Ismail, 2018).

Selain Rehecting, banyak tekhnik yang dilakukan untuk menutup dehisensi luka secara sementara maupun permanen. Metode yang biasa dilakukan antara lainmesh repair, yaitu penutupan luka dengan bahan sintetis yaitu mesh yang berbentuk semacam kasa halus elastis yang berfungsi sebagai pelapis pada jaringan yang terbuka tersebut dan bersifat diserap oleh tubuh. Namun mesh repair menimbulkan angka komplikasi yang cukup tinggi. Dilaporkan terdapat sekitar 80% pasien dengan mesh repair mengalami komlplikasi dengan 23% mengalami enteric fistulation (Sukumar, 2014).

Selain itu digunakan pula vacuum pack. Tekhnik ini menggunakan sponge steril untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali setelah itu ditutup dengan vacuum bag dengan sambungan semacam suction di bagian bawahnya. Tekhnik lain yang digunakan adalah Bogota bag. Tekhnik ini dilakukan pada dehisensi yang telah mengalami eviserasi.Bogota bag adalah kantung dengan bahan dasar plastik steril yang merupakan kantong irigasi genitourin dengan daya tampung 3 liter yang digunakan untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali.Plastik ini dijahit ke kulit atau fascia pada dinding abdomen anterior (Sukumar, 2014).

 

2.7              Konsep Asuhan Keperawatan

2.7.1        Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data atau informasi tentang pasien yang dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan (Ramadhania, 2022; & Syafahrahman, 2022).

1.                  Identitas Pasien

Identitas Pasien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, Pekerjaan, status pernikahan, suku/bangsa, alamat, diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal operasi, tanggal pengkajian, no medrec.

2.                  Identitas Penanggung Jawab

Identitas penanggung jawab terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan Pasien.

2.7.2        Riwayat Kesehatan

1.         Riwayat Kesehatan Sekarang

a)         Keluhan utama saat masuk Rumah Sakit

Keluhan utama yang paling dirasakan oleh pasien post op laparatomi adalah Nyeri.


 

b)        Keluhan utama saat dikaji

Pasien dengan post operasi laparatomi mempunyai keluhan utama nyeri saat dikaji, hal ini dikarenakan terputusnya kontinuitas jaringan. Keluhan utama saat dikaji kemudian dikembangkan dengan teknik PQRST.

2.         Riwayat Kesehatan Keluarga

Pada riwayat kesehatan keluarga ini dikaji apakah keluarga memiliki penyakit yang sama atau memiliki penyakit keturunan.

1.                  Jika mengidap penyakit menular, buat struktur keluarga yang tinggal serumah.

2.                  Jika ada riwayat penyakit keturunan, buat genogram 3 generasi. (Nugraha,2020).

2.7.3         Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien post laparatomi, antara lain, sebagai berikut.

1.                  Penampilan Umum

Penampilan umum pasien pasca operasi biasanya tampak lemah, gelisah, dan meringis.

2.                  Sistem Pernafasan

Menilai dan melaporkan inspeksi dada dalam keadaan statis (bentuk dada, kelainan dinding dada) dan dinamis (keterlambatan gerak, retraksi). Adanya gangguan respirasi ditandai dengan peningkatan frekuensi nafas. Pasien post operasi laparatomi biasanya mengalami peningkatan frekuensi pernapasan (takipneu) dan cenderung dangkal. Hal ini bisa jadi diakibatkan karena nyeri (Aprilia, 2020).

3.         Sistem Kardiovaskuler

Pada pasien pasca operasi biasanya ditemukan tanda- tanda syok seperti takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi, penurunan suhu tubuh dan mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap nyeri), hipotensi (keadaan dan tirah baring). Adanya peningkatan denyut nadi dan tekanan darah sebagai respon dari nyeri post operasi (Aprilia, 2020; & Nugraha, 2020).

4.         Sistem Pencernaan

Terdapat luka post operasi laparatomi di abdomen dan adanya nyeri pada luka saat palpasi abdomen. Pasien post operasi laparatomi biasanya akan mengalami penurunan bising usus namun akan kembali berangsur-angsur normal dan biasanya akan timbul rasa mual (Aprilia, 2020).

5.    Sistem Persyarafan

Mengkaji tingkat kesadaran Pasien dengan menggunakan GCS, respon sensorik dan motorik, fungsi saraf kranial dan serebral. Pada Pasien post operasi laparatomi pasien biasanya tidak mengalami kelainan pada sistem persarafan (Aprilia, 2020; & Nugraha, 2020).

6.    Sistem Endokrin

Mengkaji apakah terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening atau tidak. Umumnya pasien post operasi laparatomi tidak mengalami gangguan pada sistem endokrin (Aprilia, 2020).


 

7.                  Sistem Genitourinaria

Penurunan jumlah output urine dapat terjadi pada pasien post operasi laparatomi. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya pembatasan intake oral pada awal post operasi laparatomi (biasanya pasien dipuasakan) (Aprilia, 2020).

8.                  Sistem Moskuloskeletal

Pasien post operasi laparatomi dapat mengalami kelemahan dan kesulitan ambulasi akibat nyeri post operasi pada abdomen dan efek samping dari anastesi yang sering terjadi adalah kekauan otot. Peningkatan toleransi aktivitas akan meningkatkan kekuatan otot secara berangsur angsur (Aprilia, 2020).

9.              Sistem Integumen

Terdapat luka post operasi laparatomi di abdomen dan adanya nyeri pada luka saat palpasi abdomen. Karateristik luka tergantung pada lamanya waktu setelah pembedahan, kerusakan jaringan dan lapisan kulit, nyeri, perdarahan, kemerahan, turgor kulit akan membaik seiring dengan peningkatan intake oral. (Aprilia,2020).

2.7.4        Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan Intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan pasien.

Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien pasca operasi laparatomi menurut Haryono (2016, hlm. 127) berdasarkan dengan SDKI (2017), yaitu:

 

1.                  Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (SDKI D.0077)

2.                  Kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringan (SDKI D. 0129)

2.7.5        Intervensi Keperawatan

Diagnosa

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan agen pendera fisik (prosedur operasi) (D.077)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gangguan Integritas Kulit/Jaringan [SDKI D.0129]

 

 

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 kali 24 jam, maka Tingkat Nyeri menurun dengan kriteria hasil:

1.Keluhan Nyeri menurun

2. Meringis menurun

3. Sikap Protektif menurun

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapkan Penyembuhan Luka meningkat

1.penyatuan kulit meningkat

2.nyeri menurun

3.bau tidak sedap pada luka menurun

4.infrksi menurun 

Manajemen Nyeri (l.08238)

 Observasi

-Identifikasi lokasii karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

-Identifikasi skala nyeri

-Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri

-Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

-Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

-Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup

-Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah dibeikan

-Monitor efek samping penggunaan analgetic

 

Terapeutik

-Berikan Teknik nonfarmalogis untuk menguragi rasa nyeri

-Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

-Fasilitasi istirahat dan tidur

-Perhatikan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

 

Edukasi

-Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

-Jelaskan strategi meredakan nyeri

-Anjurkan memonitor nyreri secara mandiri

-Anjurkan menggunakan analgetic secara tepat

-Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian analgetik

 

 

Perawatan Luka (I.14564)

Observasi

-Monitor karakteristik luka (mis: drainase, warna, ukuran , bau)

-Monitor tanda-tanda infeksi

Terapeutik

-Lepaskan balutan dan plester secara perlahan

-Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu

-Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan

-Bersihkan jaringan nekrotik

-Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu

-Pasang balutan sesuai jenis luka

-Pertahankan Teknik steril saat melakukan perawatan luka

-Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase

-Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien

-Berikan diet dengan kalori 30 – 35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25 – 1,5 g/kgBB/hari

-Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis: vitamin A, vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai indikasi

-Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transcutaneous), jika perlu

Edukasi

-Jelaskan tanda dan gejala infeksi

-Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein

-Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri

Kolaborasi

-Kolaborasi prosedur debridement (mis: enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika perlu

-Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

 

 

 

 

 

2.7.6        Implementasi

Tahap implementasi atau pelaksanaan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan dengan melaksanakann berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Pada tahap ini, perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.

2.7.7 Evaluasi

Evaluasi Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009)Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak,dkk.,2011). Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam Wardani, 2013):

1)                S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

2)                Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang objektif.

3)                A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

4)                P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati, 2011) Ada tiga alternative dalam menafsirkan hasil evaluasi yaitu :

a.                   Masalah teratasi Masalah teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

b.                  Masalah sebagian teratasi Masalah sebagian teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

c.                   Masalah belum teratasi Masalah belum teratasi, jika pasien sama sekali tindak menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah yang baru.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Afzal S, Bashir M. 2019. Determinants of Wound Dehiscence in Abdominal Surgery in Public Sector Hospital. Department of Community Medicine, King Edward Medical University Lahore . Annals 14:3

Amirlak, Bardia. 2008. Skin Anatomy. diakses Desember 2011 dari

Anita, Cecilia. 2009. Asuhan Keperawatan Laparotomy. FK UNAND: Padang

Barnard, B. 2017. Prevention of surgical site infection. Infection Control Today Magazine, Virgo Publishing ; 1-6

Baxter, H. 2017. Management of surgical wound. Nur Time 99(13) ;1-

Brannon, Heather. 2007. Skin Anatomy. Diakses Desember 2011

Braz FSV, Loss AB, Japiassi AM. 2017. Wound healing and sacrring sutures. The Federal University of Rio de Janeiro. 1-5

Hidayat, Nucki. 2007. Pencegahan Infeksi Luka Operasi. FK-UNPAD: Bandung. Diakses Desember 2011

Ismail. 2018. Luka dan Perawatannya. Diakses Desember 2019

Kate, Vikram.  2018.   Exploratory     Laparotomy.    Diakses Desember 2018

Makela J, Kiviniemi H, Juvonen T, et al. 2023. Factors influencing wound dehiscence after midline laparotomy. American journal of surgery. 170 (4): 387-390

Sinaga,Yusuf.  2009.   Wound Healing. Diakses Desember 2011

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.

 

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan edisi 1 cetakan 2. Dewan Pengurus Pusat PPNI.

 

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan edisi 1 cetakan 2. Dewan Pengurus Pusat PPNI.

 

DOWNLOAD FILENYA

 

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK SEPSIS DI RUANG ICU