DOWNLOAD GRATIS FILE LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN DIAGNOSA EFUSI PLEURA
LAPORAN
PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DENGAN
DIAGNOSA EFUSI PLEURA
BAB
I
TINJAUAN
PUSTAKA
1.1
Definisi
Efusi pleura adalah kondisi paru bila
terdapat kehadiran dan peningkatan cairan yang luar biasa di antara ruang
pleura. Pleura adalah selaput tipis yang melapisi permukaan paru-paru dan
bagian dalam dinding dada di luar paru-paru. Di pleura, cairan terakumulasi di
ruang antara lapisan pleura. Biasanya, jumlah cairan yang tidak terdeteksi
hadir dalam ruang pleura yang memungkinkan paru-paru untuk bergerak dengan
lancar dalam rongga dada selama pernapasan (Tika, 2020).
Efusi
pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak antara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Simanjuntak Omega,
2019).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana
terjadi penumpukan cairan melebihi normal di dalam cavum pleura diantara pleura
parietalis dan visceralis dapat berupa transudat atau cairan eksudat. Pada
keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-
20ml(Dewi&Bayu,2013).
Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa penyakit efusi pleura adalah terjadinya penumpukan atau
penigkatan cairan yang melebihi normal didalam cavum pleura, proses penyakit
primer yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain.
1.2
Etiologi
Penyebab efusi pleura yaitu:
a)
Infeksi
1)
Tuberkulosis
Tuberkulosis menyebabkan timbulnya
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga
diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfangitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permeabilitas membran.
Permeabilitas membran akan meningkat dan akhirnya menimbulkan akumulasi cairan
dalam rongga pleura.
2)
Pneumonia
Pneumonia menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler akibat mediator inflamasi. Hal tersebut mengakibatkan
lebih banyak protein dan cairan yang masuk ke dalam rongga pleura.
3)
Abses paru
Menyebabkan pecahnya membran kapiler dan
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga pleura secara
cepat.
b) Gagal
jantung yang menyebabkan tekanan Non infeksi
1. Karsinoma
paru
Menumpuknya sel tumor akan meningkatkan
permeabilitas pleura terhadap air dan protein, adanya massa tumor mengakibatkan
tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan getah bening sehingga rongga pleura
gagal dalam memindahkan cairan dan protein. Adanya gangguan reabsorbsi cairan
pleura melalui obstruksi aliran limfe mediastinum yang mengalirkan cairan
pleura parietal, sehingga terkumpul cairan transudat dalam rongga pleura.
2. Gagal
jantung
kapiler paru dan tekanan perifer menjadi
sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam
rongga pleura.
3. Gagal
hati
Gagal hati menyebabkan peningkatan tekanan
osmotik koloid yang menyebabkan adanya transudat sehingga terjadi penimbunan
cairan di dalam rongga pleura.
4. Gagal
ginjal
Gagal ginjal menyebabkan penurunan tekanan
onkotik dalam sirkulasi mikrovaskuler karena hipoalbuminemia yang meningkatkan
penumpukan cairan dalam rongga pleura.
c) Berdasarkan
jenis cairan yang terbentuk yaitu:
Ø Transudat
dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongesif (gagal jantung kiri), gagal
hari, gagal ginjal, karsinoma paru.
Ø Eksudat
disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, abses paru.
Ø Efusi
hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru dan
tuberculosis (Nurdiyantoro, 2020).
1.3
Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong
antara pleura parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut
terdapat cairan antara 10 cc - 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan
selalu bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua
pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui
bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi
tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis
dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi
oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler
pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris
adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel-sel mesofelial. Jumlah cairan
dalam rongga pleura tetap karena adanya keseimbangan antara produksi dan
absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik dan
tekanan osmotic koloid. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa
hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru (Tika, 2020).
Terjadi infeksi tuberkulosa paru,
yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju
alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul
peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga
diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran.
Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi
cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari
tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah
bening. Sebab lain dapat juga dari robekkan kearah saluran getah bening yang
menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis (Tika, 2020).
Adapun bentuk cairan efusi akibat
tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat
pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening.
Cairan ini biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml
cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500-2000. Mula-mula yang dominan
adalah sel-sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi
sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan efusi bukanlah
karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya efusi pleura dapat
menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain: Irama pernapasan tidak
teratur, frekuensi pernapasan meningkat, pergerakan dada asimetris, dada yang
lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal - hal diatas
ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi
tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun (Tika,
2020)
1.4
Manifestasi klinis
Menurut Nurdiyantoro (2020) tanda dan
gejala yang ditimbulkan dari efusi pleura berdasarkan penyebabnya adalah:
1) Batuk
2) Sesak
napas
3) Nyeri
pleuritis
4) Rasa
berat pada dada
5) Berat
badan menurun
6) Adanya
gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkolosis) banyak
keringat, batuk.
7) Deviasi
trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
8) Pada
pemeriksaan fisik: Inflamasi dapat terjadi friction rub - Atelektaksis
kompresif (kolaps paru parsial ) dapat menyebabkan bunyi napas bronkus, Pemeriksaan
fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan.
Focal fremitus melemah pada perkusi didapati pekak, dalam keadaan duduk
didapatkan permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis ellis damoiseu).
1.5
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Hidayat (2020) pemeriksaan
penunjang pada pasien dengan efusi pleura yaitu:
a) Radiografi
dada
Merupakan studi pencitraan pertama yang
dilakukan ketika mengevaluasi efusi pleura. Foto posteroanterior umumnya akan
menunjukkan adanya efusi pleura ketika ada sekitar 200 ml cairan pleura, dan
foto lateral akan terinterpretasi abnormal ketika terdapat sekitar 50 ml cairan
pleura.
b) Ultrasonografi
thoraks.
Juga memiliki peran yang semakin penting
dalam evaluasi efusi pleura karena sensitivitasnya yang lebih tinggi dalam
mendeteksi cairan pleura daripada pemeriksaan klinis atau radiografi toraks.
Karakteristik yang juga dapat dilihat pada USG dapat membantu menentukan apakah
terjadi efusi sederhana atau kompleks. Efusi sederhana dapat diidentifikasi
sebagai cairan dalam rongga pleura dengan echotexture homogen seperti yang
terlihat pada sebagian besar 34 efusi transudatif, sedangkan efusi yang
kompleks bersifat echogenic, sering terlihat septasi di dalam cairan, dan
selalu eksudat. Bedside Ultrasound dianjurkan saat melakukan thoracentesis
untuk meningkatkan akurasi dan keamanan procedural pleura melalui biopsi jalur
perkutaneus. Komplikasi biopsi adalah pneumothoraks, hemothoraks, penyebaran
infeksi dan tumor dinding dada.
c) Analisa
cairan pleura
Untuk diagnostik cairan pleura perlu
dilakukan pemeriksaan:
1. Warna
cairan: Haemorragic pleural efusion, biasanya pada klien dengan adanya
keganasan paru atau akibat infark paru terutama disebabkan oleh tuberkolosis. Yellow
exudates pleural efusion, terutama terjadi pada keadaan gagal
jantung kongestif, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan pericarditis
konstriktif. Clear transudate pleural efusion, sering terjadi pada klien dengan
keganasan ekstrapulmoner.
2. Biokimia,
untuk membedakan transudasi dan eksudasi.
3. Sitologi,
pemeriksaan sitologi bila ditemukan patologis atau dominasi sel tertentu untuk
melihat adanya keganasan
4. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen. Efusi yang purulen dapat
mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering
ditemukan adalah Pneumococcus, E.coli, clebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.
d) CT
Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi
ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi
pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan
yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.
1.6
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura yaitu :
a)
Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan
kebutuhan oksigen karena peningkatan aktifitas akan meningkatkan kebutuhan
oksigen sehingga dispneu akan semakin meningkat pula.
b)
Thoraksentesis Drainase cairan jika efusi
pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,dispneu, dan lain lain.
Cairan efusi sebanyak 1 - 1,5 liter perlu dikeluarkan untuk mencegah
meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi pleura (20-30 mL) lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
c)
Antibiotik Pemberian
antibiotik dilakukan apabila terbukti
terdapat adanya infeksi. Antibiotik diberi sesuai hasil kultur kuman.
d)
Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi
rekuren lain, diberi obat melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua
lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali.
e)
Water seal drainage (WSD)
Water seal drainage (WSD) adalah suatu
system drainase yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan
dari cavum pleura atau rongga pleura.
f)
Kimia darah
Pada pemeriksaan kimia darah konsentrasi
glukosa dalam cairan pleura berbanding lurus dengan kelainan patologi pada
cairan pleura. Asidosis cairan pleura (pH rendah berkorelasi dengan prognosis
buruk dan memprediksi kegagalan pleurodesis. Pada dugaan infeksi pleura, pH
kurang dari 7,20 harus diobati dengan drainase pleura. Amilase cairan pleura
meningkat jika rasio cairan amilase terhadap serum pleura lebih besar dari 1,0 dan
biasanya menunjukkan penyakit pankreas, ruptur esofagus, dan efusi yang ganas.
1.7
Komplikasi
1.
Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang
tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa
antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan
fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang
berat pada jaringan - jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan
(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran - membran pleura
tersebut.
2.
Atalektasis
Atelektasis adalah pengembangan paru yang
tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3.
Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis
dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis
timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit
paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan
jaringan fibrosis.
4.
Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan
yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian/semua bagian paru akan
mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru (Simanjuntak Omega, 2019).
.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Konsep Asuhan
Keperawatan
A. Pengkajian
Keperawatan
Proses keperawatan adalah penerapan
pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk
mengidentifikasi masalah- masalah pasien, merencanakan secara sistematis dan
melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dalam penelitian (Tika (2020) pengkajian pada pasien efusi pleura
meliputi:
1. Identitas
meliputi data tentang identitas pasien
serta identitas penanggung jawab. Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, suku/bangsa, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor rekam medis, diagnosa medis dan
alamat
2. Riwayat
kesehatan yang meliputi:
a) Keluhan
utama dan riwaya keluhan utama Sesak napas, batuk dan nyeri pada dada saat
bernapas.
Keluhan saat dikaji Batuk , sesak napas, nyeri
pleuritis , rasa berat pada dada , berat badan menurun, demam, mengigil, panas
tinggi (kokus), subfebril (tuberkolosis) banyak keringat.
b) Riwayat
kesehatan dahulu Sebelumnya ada riwayat tuberculosis paru, pneumonia, tumor,
infark paru.
c) Riwayat
kesehatan keluarga Adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama dengannya
ataupun penyakit keturunan lainnya.
3. Pemeriksaan
fisik
1)
Mata
Konjungtiva tampak anemis/pucat, sclera
tampak ikterik.
2) Rongga
mulut
Tampak membrane mukosa kering.
3) Hidung
Terdapat pernapasan cuping hidung.
4) Thorax
a) Jantung
·
Inspeksi: pergerakan apeks kordis terlihat
·
Palpasi: apeks kordis teraba
·
Perkusi: tidak terdapat pembesaran jantung
·
Auskultasi: normal, tidak terdengar bunyi
jantung ketiga
b) Paru-paru
v Inspeksi:
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pernapasan
cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
v Palpasi:
vocal premitus menurun terutama untuk pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
v Perkusi:
Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi
duduk. Garis ini disebut garis Ellis Damoisseaux. Garis ini paling jelas di
bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
v Auskultasi:
suara nafas yang menurun .
5) Abdomen
Ø Inspeksi:
perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol
atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi
ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Ø Palpasi:
perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor,
feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah
hepar teraba.
Ø Perkusi:
perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan
suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
Ø Auskultasi:Mendengarkan
bunyi bising usus.
6) Ekstremitas
Perlu diperhatikan adakah edema
peritibial.Selain itu, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat
perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi
dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara
kiri dan kanan.
7) Kulit
Ada tidaknya lesi pada kulit, pada pasien
dengan efusi biasanya akan tampak sianosis akibat adanya kegagalan transport
oksigen. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin,
hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-lunak kasar) serta turgor kulit
untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
B. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin terjadi
pada pasien dengan efusi pleura menurut Tika (2020) adalah sebagai berikut:
1. Bersihan
jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi
yang tertahan (D.0001)
2. Nausea
berhubungan dengan Iritasi Lambung (D.00076)
3. Nyeri
akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
C. Intervensi
a) Bersihan
Jalan napas tidak efektif (D.0001)
SIKI : Pemantauan
Respirasi (1.01014)
Definisi
Mengumpulkan dan
menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan napas dan keefektifan
pertukaran gas.
Tindakan
Observasi
Ø Monitor
frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
Ø Monitor
pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-stokes, biot, ataksik)
Ø Monitor
kemampuan batuk efektif
Ø Monitor
adanya produksi sputum
Ø Monitor
adanya sumbatan jalan napas
Ø Palpasi
kesimetrisan ekspansi paru
Ø Auskultasi
bunyi napas
Ø Monitor
saturasi oksigen
Ø Monitor
nilai analisa gas darah
Ø
Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik
Ø Atur
interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Ø Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
Ø Jelaskan
tujuan dan prosedur pemantauan
Ø
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
b) Nausea
(D.0076)
SIKI :Manajemen Mual (
1.14517 )
Definisi :Mengindentifkasi dan mengelola perasaan tidak
enak pada bagian
tenggorokan atau
lambung yang dapat menyebabkan muntah.
Observasi
Ø Identifikasi
pengalaman mual
Ø Identifikasi
dampak mual terhadap kualitas hidup (nafsu makan, aktivitas, tidur)
Ø Identifikasi
faktor penyebab mual (pengobatan dan prosedur)
Ø Monitor
mual (frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
Terapeutik
·
Kendalikan
faktor lingkungan penyebab mual (mis: bau tidak sedap, suara, dan rangsangan
visual yang tidak menyenangkan)
·
Kurangi
atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis: kecemasan, ketakutan, kelelahan)
·
Berikan
makanan dalam jumlah kecil dan menarik
·
Berikan
makanan dingin, cairan bening, tidak berbau, dan tidak berwarna, jika perlu
Edukasi
·
Anjurkan
istirahat dan tidur yang cukup
·
Anjurkan
sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang mual
·
Anjurkan
makanan tinggi karbohidrat, dan rendah lemak
·
Ajarkan
penggunaan teknik non farmakologis untuk mengatasi mual (relaksasi, terapi
musik, akupresur)
Kolaborasi
·
Kolaborasi pemberian obat antiemetik, jika
perlu
c) Nyeri
Akut
SIKI : Manajemen Nyeri
(1.08238 )
Definisi :
Observasi
Ø Identifikasi
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Ø Identifikasi
skala nyeri
Ø Idenfitikasi
respon nyeri non verbal
Ø Identifikasi
faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Ø Identifikasi
pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Ø Identifikasi
pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Ø Identifikasi
pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Ø Monitor
keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Ø Monitor
efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
Ø Berikan
Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin)
Ø Kontrol
lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Ø Fasilitasi
istirahat dan tidur
Ø Pertimbangkan
jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
Ø Jelaskan
penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Ø Jelaskan
strategi meredakan nyeri
Ø Anjurkan
memonitor nyeri secara mandiri
Ø Anjurkan
menggunakan analgesik secara tepat
Ø Ajarkan
Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
Ø Kolaborasi
pemberian analgetik, jika perlu.
D. Implementasi
Implementasi keperawatan dilaksanakan
berdasarkan intervensi yang telah dibuat untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Tindakan keperawatan dilakukan selama 3 hari dan bekerja sama dengan pasien,
keluarga pasien, teman shift dinas, perawat ruangan dan dokter sehingga
tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik. Untuk diagnosis
bersihan jalan napas tidak efektif tidak ada kendala yang dialami karena pasien
dan keluarga bekerja sama dengan baik dan pada diagnosis kedua juga tidak
memiliki kendala dalam melakukan pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai dengan
intervensi yang ditentukan.
a) Pemantauan
Respirasi (1.01014)
Ø Memoonitor
frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
Ø Memonitor
pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-stokes, biot, ataksik)
Ø Memonitor
kemampuan batuk efektif
Ø Memonitor
adanya produksi sputum
Ø Memonitor
adanya sumbatan jalan napas
Ø Meraba
kesimetrisan ekspansi paru
Ø Mendengarkan
bunyi napas
Ø Memonitor
saturasi oksigen
Ø Memonitor
nilai analisa gas darah
Ø
Memonitor hasil x-ray thoraks
Ø Mengatur
interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Ø Mendokumentasikan
hasil pemantauan
Ø Menjelaskan
tujuan dan prosedur pemantauan
Ø Menginformasikan
hasil pemantauan, jika perlu
b) Manajemen
Mual (1.03117 )
Ø Mengidentifikasi
pengalaman mual
Ø Mengidentifikasi
dampak mual terhadap kualitas hidup (nafsu makan, aktivitas, tidur)
Ø Mengidentifikasi
faktor penyebab mual (pengobatan dan prosedur)
Ø Memonitor
mual (frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
Ø Mengkendalikan faktor lingkungan penyebab mual
(bau tidak sedap, suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan)
Ø Mengkurangi atau hilangkan keadaan penyebab
mual (kecemasan, ketakutan, kelelahan)
Ø Memberikan makanan dalam jumlah kecil dan
menarik
Ø Memberikan makanan dingin, cairan bening, tidak
berbau, dan tidak berwarna, jika perlu
Ø Menganjurkan istirahat dan tidur yang cukup
Ø Menganjurkan sering membersihkan mulut, kecuali
jika merangsang mual
Ø Menganjurkan makanan tinggi karbohidrat, dan
rendah lemak
Ø Mengajarkan penggunaan teknik non farmakologis
untuk mengatasi mual (relaksasi, terapi musik, akupresur)
Ø Mengolaborasi
pemberian obat antiemetik, jika perlu
c) Manajemen
Nyeri (1.08238 )
Ø Mengidentifikasi
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Ø Mengidentifikasi
skala nyeri
Ø Mengidenfitikasi
respon nyeri non verbal
Ø Mengidentifikasi
faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Ø Mengidentifikasi
pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Ø Mengidentifikasi
pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Ø Mengidentifikasi
pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Ø Memonitor
keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Ø Memonitor
efek samping penggunaan analgetik
Ø Memberikan
Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin)
Ø Mengkontrol
lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Ø Memfasilitasi
istirahat dan tidur
Ø Mempertimbangkan
jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri.
Ø Menjelaskan
penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Ø Menjelaskan
strategi meredakan nyeri
Ø Menganjurkan
memonitor nyeri secara mandiri
Ø Menganjurkan
menggunakan analgesik secara tepat
Ø Mengajarkan
Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri
Ø Mengkolaborasi
pemberian analgetik, jika perlu
E. Evaluasi
Tahap ini merupakan tahap akhir dari
pelaksanaan asuhan keperawatan yang mencakup tentang penentuan apakah hasil
yang diharapkan tercapai atau tidak. Adapun evaluasi keperawatan Ny.A sebagai
berikut.
a) Diagnosis
: bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi yang tertahan. Pada diagnosis ini tindakan yang
dijadikan sebagai intervensi berdasarkan evidence based yaitu posisi semi
fowler. Dimana tindakan pemberian posisi semi fowler berpengaruh mengurangi
sesak dan menurunkan frekuensi pernapasan pada pasien bersihan jalan napas
tidak efektif
DAFTAR
PUSTAKA
Anggarsari. Yunita, D.
A., Yuyun, S., & Akhmad, R. (2018). Studi kasus gangguan pola napas tidak efektif
pada pasien efusi pleura. Politeknik Kesehatan Surakarta. 1, 30–38. http://jurnal.poltekkessolo.ac.id/index.php/Int/article/view/479/391
Dewi & Bayu. (2013).
Efusi pleura masif: sebuah laporan kasus. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. (Vol. 2, issue 1). . http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/4934/3723.
Hidayat, C. (2020).
Asuhan keperawatan pada klien efusi pleura dengan ketidakefektifan pola nafas
di ruang zamrud rumah sakit umum daerah dr. Slamet Garut. Bhakti Kencana
University. http://repository.bku.ac.id/xmlui/handle/123456789/246
Nurdiyantoro,
R. (2020). Studi dokumentasi ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien
Ny. Y dengan efusi pleura.Akademi Keperawatan YKY
Yogyakarta.http://repository.akperykyjogja.ac.id/id/eprint/267.
Rozak, F., & Clara, H. (2022). Studi kasus :
asuhan keperawatan pasien dengan efusi pleura. Ilmiah Bidang Kesehatan. (Vol.
6, Issue 1). https://doi.org/10.36971/keperawatan.v6i1.114.
Sari, N. K., Hudiyawati, D., & Herianto, A.
(2022). Pengaruh pemberian posisi semi-fowler terhadap saturasi oksigen pada pasien kritis
di ruang intensive care unit di RSUD Dr . Soeradji Tirtinegoro Klaten.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. (2-4).
https://proceedings.ums.ac.id/index.php/semnaskep/article/view/915.
Simanjuntak Omega. (2019). Asuhan keperawatan
komperhensif pada Tn. W.B yang menderita efusi pleura di ruangan komodo RSUD
Frof. dr. W. Z. Johannes kupang. Poltekkes Kemenkes Kupang.http://repository.poltekeskupang.ac.id/id/eprint/486.
Tika, H. (2020). Karya tulis ilmiah asuhan keperawatan
pasien dengan efusi pleura yang di rawat di rumah sakit. Poltekkes Kemenkes
Kaltim. (Vol. 21, Issue 1). http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/id/eprint/1083.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (Edisi 1).
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (Edisi 1).
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (Edisi 1).
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Windiramadhan, A. P., Sicilia, A. G., Afirmasari, E.,
& Hartati, S. (2020). Observasi penggunaan posisi semi- fowler pada pasien efusi pleura di ruang
perawatan penyakit dalam fresia 2 RSUP Dr . Hasan Sadikin Bandung : studi kasus. Jurnal Perawat
Indonesia. 4(1), 329–338. https://doi.org/10.32584/jpi,v4i1.446
Comments
Post a Comment