DOWNLOAD LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM ENDOKRIN DENGAN DIAGNOSA MEDIS DM (HIPERGLIKEMIA)
LAPORAN
PENDAHULUAN SISTEM ENDOKRIN PADA NY. M DENGAN
DIAGNOSA MEDIS
DM (HIPERGLIKEMIA)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit yang
diakibatkan terganggunya proses metabolisme glukosa di dalam tubuh yang
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi
pada membran basalis dengan karakteristik hiperglikemia (American Diabetes
Association, 2023).
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit
gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau
tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif, akibatnya
terjadi peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah atau hiperglikemia
(PUSDATIN Kemenkes RI, 2019). Menurut Smeltzer & Bare (2019), diabetes
melitus merupakan suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multisistem
dan mempunyai karakteristik hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin
atau kerja insulin yang tidak adekuat.
·
Klasifikasi Menurut Black
(2019), klasifikasi DM dibagi menjadi 4 yaitu:
a) DM
tipe I Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Kelainan
ini terjadi karena kerusakan sistem imunitas yang merusak sel-sel pulau
Langerhans di pankreas yang kemudian berdampak pada penurunan insulin.
b) DM
tipe II Tipe diabetes ini disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta oleh
jaringan perifer untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.
c) DM
tipe lain Merupakan DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
hiperglikemik terjadi karena penyakit lain yaitu penyakit pankreas, hormonal,
obat atau bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor insulin, sindroma
genetik tertentu.
d) DM
Gestasional Pada tipe diabetes ini biasanya terjadi pada trimester kedua atau
ketiga pada kehamilan. Disebabkan oleh hormon yang disekresikan plasenta dan
menghambat kerja insulin. dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa.
B. ETIOLOGI
Etiologi
Diabetes Melitus menurut Nurarif & Nurhadi (2019), yaitu:
1) Diabetes
Melitus Tergantung Insulin (DMTI) tipe 1 Diabetes yang terkandung pada insulin
ditandai dengan penghancuran sel-sel beta pancreas yang disebabkan oleh:
a. Faktor
genetik: Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya
diabetes tipe 1.
b. Faktor imunologi: Pada DM tipe 1 terdapat
bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah jaringan asing.
c. Faktor
Lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destruksi sel β pankreas.
2) Diabetes
Melitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI) tipe II Disebabkan oleh kegagalan
telative beta dan resisten insulin. Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini
belum diketahui, faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. DMTTI atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) merupakan suatu kelompok heterogen pada diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, namun terkadang dapat timbul pada
masa kanak-kanak. Faktor resiko yang berhubunngan dengan proses terjadinya DM tipe
II diantaranya ialah:
a) Usia
(resistensi insulin cenderung meningkat pada usia > 65 tahun)
b) Obesitas
c) Riwayat
keluarga
d) Kelompok etnik.
C. MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi
klinis yang muncul pada pasien DM menurut Black (2019) dan Smeltzer et al (2018)
yaitu:
1. Poliuria
(air kencing keluar banyak).
2. Polydipsia
(rasa haus yang berlebih) yang disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi
akibat kadar glukosa serum yang meningkat.
3. Anoreksia.
4. Polifagia
(rasa lapar yang berlebih) yang terjadi karena glukosuria yang menyebabkan
keseimbangan kalori negative.
5. Penurunan berat badan.
6. Keletihan
(rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan penggunaan glukosa oleh sel
menurun.
7. Ketonuria.
8. Pada
kulit pasien DM akan mengalami kering, lesi kulit atau luka yang lambat
sembuhnya, dan rasa gatal pada kulit.
9. Sakit
kepala.
10. Mengantuk.
11. Gangguan
pada aktivitas disebabkan oleh kadar glukosa intrasel yang rendah, kram pada
otot, iritabilitas.
12. Emosi yang labil akibat ketidak seimbangan
elektrolit.
13. Gangguan
penglihatan seperti pemandangan kabur yang disebabkan karena pembengkakan
akibat glukosa
D. PATOFISIOLOGI
Pada DM terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin
disertai dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan oleh jaringan. Ada beberapa faktor
yang diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Antara lain yaitu faktor genetik, usia (resistensi insulin cenderung meningkat
pada usia di atas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga dan kelompok etnik
tertentu seperti golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika (Wulandari,
2018). Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
pasien toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat.
Namun demikian jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi DM (Wulandari, 2018). Meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin yang merupakan ciri khas DM, namun masih terdapat insulin dengan jumlah
yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetes jarang terjadi pada DM. Jika DM
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hyperosmolar nonketotik (HHNK) (Wulandari, 2018).
E. FAKTOR
RISIKO
Menurut
kemenkes (2019) faktor risiko diabetes melitus diantaranya sebagai berikut:
a) Kegemukan
(Berat badan lebih /IMT > 23 kg/m2) dan Lingkar Perut (Pria > 90 cm dan
Perempuan > 80cm)
b) Kurang
aktivitas fisik
c) Hipertensi/
Tekanan darah Tinggi (> 140/90 mmHg)
d) Diet
tidak seimbang (tinggi gula, garam, lemak dan rendah serat)
e) Riwayat
penyakit jantung
F. PENATALAKSANAAN
1. Edukasi.
Edukasi
yang dilakukan bagi pasien DM fokus pada perubahan gaya hidup (diet dan
aktivitas fisik), serta edukasi tentang pemberian obat antidiabetes oral dan
insulin. Edukasi sebaiknya dilakukan oleh tim yang melibatkan ahli gizi dan
psikolog serta ahli aktivitas fisik. Edukasi sebaiknya juga diberikan kepada
seluruh anggota keluarga agar mereka memahami pentingnya perubahan gaya hidup
untuk keberhasilan manajemen DM (Indonesia, 2017) . Edukasi dilakukan dengan
tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya
pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM. Materi
edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Primer yang
meliputi:
a. Materi
tentang perjalanan penyakit DM.
b. Makna
dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan.
c. Penyulit
DM dan risikonya
d. Intervensi non-farmakologi dan farmakologis
serta target pengobatan.
e. Interaksi
antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat antihiperglikemia oral atau insulin serta
obat-obatan lain.
f.
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman
hasil glukosa darah atauurin mandiri (hanya jika alat pemantauan glukosa darah
mandiri tidak tersedia).
g. Mengenal gejala dan penanganan awal
hipoglikemi
h. Pentingnya latihan jasmani yang teratur
i.
Pentingnya perawatan kaki
j.
Cara menggunakan
fasilitas perawatan kesehatan Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan
di Pelayanan Kesehatan Sekunder dan/atau Tersier, yang meliputi:
1. Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
2. Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
3. Penatalaksanaan
DM selama menderita penyakit lain.
4. Rencana
untuk kegiatan khusus (contoh : olahraga prestasi)
5. Kondisi
khusus yang dihadapi (contoh : hamil, puasa, kondisi rawat inap
6. Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan
teknologi mutakhir tentang DM
7. Pemerliharaan/perawatan kaki.
2. Terapi
Nutrisi Medis (TNM).
Terapi
Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM secara
komprehensif. Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang DM
perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis
dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang
meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.
3. Latihan
jasmani
Kegiatan
jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur
sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, 16 dengan total 150
menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
aerobik dengan intensitas sedang seperti jalan cepat, bersepeda santai,
jogging, dan berenang.
4. Terapi
Farmakologis.
Terapi
farmakologis untuk penyandang DM yaitu obat oral dan injeksi. Terapi
farmakologis untuk DM diantaranya yaitu obat antihiperglikemia oral. Untuk obat
jenis ini dibagi menjadi 5 golongan yaitu:
a. Pemacu
Sekresi Insulin.
Sulfonilurea
dimana obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pancreas sedangkan glinid merupakan golongan ini terdiri dari 2 macam
obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin).
b. Peningkat
sensitivitas terhadap insulin. Metformin:
Metformin
merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM. Mempunyai efek utama
mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis) dan memperbaiki ambilan
glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion (TZD) merupakan golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer.
Penghambat alfa glucosidase: Obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja
enzim alfa glukosidase di saluran pencernaan sehingga menghambat adsorpsi dalam
usus halus. Yang termasuk golongan obat ini yaitu acarbose.
Penghambat
Dipeptidyl Peptidase- IV. Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan
Linagliptin: Penghambat enzim Sodium 17 Glucose Co-transporter 2. Obat yang
termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin,
Ipragliflozin. Untuk terapi farmakologis injeksi yaitu terdapat:
1. Insulin.
2. Agonis
GLP-1 (Increatin Mimetic).
3. Kombinasi
insulin dan agonis GLP-1.
G. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Menurut
Rahmasari (2019), pemeriksaan penunjang untuk pasien DM diantaranya yaitu:
1) Postprandial.
Pemeriksaan
ini merupakan pemeriksaan kadar gula darah yang dilakukan 2 jam setelah makan
dan minum. Untuk mengindikasikan bahwa hasil pemeriksaan tersebut dapat
dikatakan diabetes yaitu dengan melihat angka gula darah. Apabila kadar gula
darah di atas angka 130 mg/dl maka dapat disebut diabetes.
2) Hemoglobin
glikosilat (HbA1C).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberi
pasien air gula 75 grm dilakukan setelah pasien berpuasa semalaman lalu akan
diuji selama 24 jam. Angka gula darah normal 2 jam setelah meminum cairan
tersebut yaitu kurang dari 140 mg/dl.
3) Test
glukosa darah dengan finger stick.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara menusukkan
jarum pada jari kemudian sample darah diletakkan di sebuah strip yang ada di glukometer.
H. KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Proses keperawatan adalah suatu metode
yang terorganisasi dan sistematis dalam pemberian asuhan keperawatan kepada
klien, yang berfokus pada respon manusia baik sebagai individu, keluarga,
maupun masyarakat karena adanya gangguan kesehatan aktual maupun potensial
(Asmadi, 2018).
Proses keperawatan terdiri dari lima tahap
yang saling berhubungan yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi,
dan evaluasi (Nursalam, 2018).Pengkajian pada pada klien diabetes mellitus yang
mengalami kerusakan integritas kulit meliputi mengumpulkan riwayat kesehatan, melakukan
pengkajian fisik, meninjau catatan klien, meninjau literatur, danmelakukan
konsultasi dengan orang pendukung dan tenaga Kesehatan profesional (Berman
& Snyder, 2017).
a) Identitas
umum
Pengkajian
identitas umum meliputi nama, usia/ tanggal lahir (umumnya manusia mengalami
perubahan fisiologis secara drastic setelah usia 40 tahun dan diabetes sering
muncul setelah memasuki usia tersebut terutama setelah seseorang memasuki usia
45 tahun terlebih dengan overwight (Riyadi & Sukarmin, 2018), jenis
kelamin, suku bangsa, alamat, tanggal dan masuk rumah sakit, sumber informasi
(orang yang dapat dihubungi dan no. Telepon), diterima dari (rumah, rumah sakit,
puskesmas, tunawisma), cara datang (jalan kaki, kursi roda, ambulance,
brankar).
b) Riwayat
Kesehatan
v Keluhan
utama
Penderita biasanya
datang dengan keluhan menonjol badan terasa sangat lemas, penglihatan yang
kabur, disertai dengan kelemahan otot tungkai bawah. Meskipun banyak keluhan
banyak kencing (poliuri) kadang penderita belum tahu kalau salah satu tanda
penyakit diabetes mellitus (Riyadi & Sukarmin, 2018).
v Riwayat
sekarang
Penderita biasanya
mengalami kesemutan pada kaki atau tungkai bawah serta kesulitan dalam
menjalankan aktifitasnya karena terjadi kelemahan pada kaki dan tungkai
bawahnya ditandai dengan adanya ganggren. Riwayat penyakit ini biasanya yang
dominan adalah munculnya sering buang air kecil (poliuri), sering haus dan lapar
(polifagia) sebelum klien mengeluhkan adanya gangguan kulit seperti gatal/ luka
(Riyadi & Sukarmin, 2018).
v Riwayat
penyakit terdahulu
Mempunyai riwayat
gula darah yang tinggi pada semasa muda, keluhan kesemutan pada kaki atau
tungkai bawah. Diabetes terjadi saat hamil saja dan biasanya tidak dialami
setelah melahirkan namun perlu diwaspadai akan kemungkinan mengalami diabetes
yang sesungguhnya di kemudian hari. Diabetes sekunder digambarkan sebagai
kondisi penderita yang pernah mengalami
v Riwayat
keluarga
Diabetes mellitus
dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena kelainan
gen yang mengakibatkan tubuhnya tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik
akan disampaikan informasinya pada keturunan berikutnya (Riyadi & Sukarmin,
2018).
v Pola
fungsi Kesehatan
Biasanya penderita
belum menyadari perjalanan penyakit diabetes mellitus. Penderita baru tahu
kalau sudah memeriksakan diri di pelayanan kesehatan. Diabetes sekunder
digambarkan sebagai kondisi penderita yang pernah mengalami suatu penyakit dan mengkonsumsi
obat-obatan atau zat kimia tertentu seperti Glukokortikoid (sebagai obat
radang), Furosemid (sebagai diuretik), Thiazid (sebagai diuretik), Beta bloker
(untuk mengobati gangguan
jantung) (Riyadi
&Sukarmin, 2018). Pada pasien dengan ganggren kaki diabetik terjadi
perubahan persepsi tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan
tentang dampak ganggren kaki diabetik (Nabyl R.A, 2017).
c) Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan head
to toe.
d) Pemeriksaan
penunjang
pemeriksaan
penunjang menurut Alief (2018), ditemukan sebagai
berikut:
1. Test
Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (200mg/dl).
2. Gula
darah puasa normal (70-15 mg/dl) atau diatas normal (>115mg/dl).
3. Gula
darah 2 jam post prandial (PP) > 140mg/dL.
4. Essei
hemoglobin glikolisat diatas rentang normal (5-6%).
5. Urinalisis
positif terhadap glukosa dan keton, berat jenis dan osmolalitas urin mungkin
meningkat.
6. Kolesterol
dan trigliserida serum dapat meningkat.
7. Elektrolit
(mungkin normal, menurun atau bahkan meningkat)
8. Natrium:
mungkin normal, menurun, atau meningkat
9. Kalium:
mungkin normal atau terjadi peningkatan semu akibat perpindahan seluler,
selanjutnya akan menurun.
2. Diagnosa
Keperawatan
Berikut diagnosa keperawatan yang
sering muncul pada pasien diabetes mellitus:
a. Ketidakstabilan
kadar glukosa darah
b. Perfusi
perifer tidak efektif
c. Gangguan
mobilitas fisik
3. Intervensi
|
Diagnosa
Keperawatan |
Tujuan
(SLKI) |
Rencana
Tindakan (SIKI) |
|
Ketidakstabilan
kadar glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia (D.0027) |
Kestabilan
kadar glukosa darah meningkat
(L.03022) Setelah
dilakukan Tindakan keperawatan
3 x24 jam diharapkan Kestabilan
kadar glukosa darah meningkat
dengan kriteria hasil : 1. Koordinasi
meningkat 2. Lelah/lesu
menurun 3. Kadar
glukosa dalam darah membaik |
Manajemen
Hiperglikemia (I.03115) Observasi: ·
Identifikasi kemungkinan penyebab
hiperglikemia ·
Monitor kadar glukosa darah, ·
Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
(mis: polyuria, polydipsia, polifagia, kelemahan, malaise, pandangan kabur,
sakit kepala) ·
Monitor intake dan output cairan Terapeutik: ·
Berikan asupan cairan oral ·
Konsultasi dengan medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk Edukasi: ·
Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga ·
Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urin, jika perlu ·
Ajarkan pengelolaan diabetes (mis:
penggunaan insulin, obat oral, monitor asupan cairan,penggantian karbohidrat,
dan bantuan professional kesehatan Kolaborasi: ·
Kelola pemberian injeksi insulin |
|
Perfusi
jaringan tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia (D.0009) |
Perfusi
perifer meningkat (L.02011) Setelah
dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x 24 Jam diharapkan
perfusi meningkat dengan kriteria: ·
Kekuatan nadi perifer meningkat ·
Warna kulit pucat menurun ·
Pengisian kapiler membaik ·
Akral membaik ·
Turgor kulit membaik |
Perawatan
sirkulasi (I.02079) Observasi ·
Periksa sirkulasi perifer ·
Identifikasi faktor resiko ·
Monitor panas,kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada ekstremitas Terapiutik ·
Hindari pemasangan infusatau pengambilan
darah di area keterbatasan perfusi ·
Hindari pemasangan dan penekanan
torniquet padayang cedera ·
Lakukan pencegahan infeksi ·
Lakukan perawatan kaki dan kuku ·
Lakukan hidrasi Edukasi ·
Anjurkan berolah raga rutin ·
Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
darah secara teratur ·
Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
tepat ·
Ajarkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi |
|
Gangguan
mobilisasi berhubungan
dengan perubahan
metabolisme (D.0054) |
Mobilitas
Fisik Meningkat (L. 05042) Setelah
dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam diharapkan
mobilitas fisik pasien meningkat
dengan kriteria: ·
Pergerakan ekstremitas meningkat ·
Kekuatan otot meningkat ·
Rentang gerak (ROM) meningkat |
Dukungan Mobilisasi (Siki I.05173) Observasi ·
Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
fisik lainnya ·
Identifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan ·
Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai mobilisasi ·
Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi Terapeutik ·
Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu (mis: pagar tempat tidur) ·
Fasilitasi melakukan pergerakan, jika
perlu ·
Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan Edukasi ·
Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi ·
Anjurkan melakukan mobilisasi dini ·
Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis: duduk di tempat tidur, duduk disisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi) |
4. Implementasi
Implementasi keperawatan pada
penderita diabetes mellitus dengan gangguan integritas kulit adalah pelaksanaan
dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Sebelum melakukan
tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat
apakah rencana tersebut masih sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan klien saat
ini (Nursalam, 2018). Implementasi keperawatan menurut Asmadi (2018) dibedakan
berdasarkan kewenangan. Tanggung jawab perawat secara profesional diantaranya:
a. Independen
Independen implemenasi merupakan
implementasi yang diprakarsai oleh perawat untuk membantu klien dalam mengatasi
masalahnya sesuai dengan kebutuhan.
b. Interdependen
Interdependen implementasi adalah
tindakan keperawatan atas dasar kerja sama sesama tim keperawatan atau dengan
tim Kesehatan lainnya seperti dokter.
c. Dependen
Dependen implementasi adalah tindakan
perawat atas dasar rujukan dari profesi lain seperti ahli gizi, psikolog, dan sebagainnya
dalam hal pemberian nutrisi pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat
oleh ahli gizi.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan
implementasinya (Nursalam, 2018). Hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian
tujuan keperawatan ada tiga yaitu:
a. Tujuan
tercapai jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standart yang telah
ditentukan.
b. Tujuan
tercapai sebagian jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang
telah ditetapkan.
c. Tujuan
tidak tercapai jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada
kemajuan sama sekali serta timbul masalah baru (Asmadi, 2018).
Perumusan evaluasi
formatif meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP (Asmadi, 2018).
S (Subjektif): data berupa keluhan klien.
O (Objektif): data
hasil pemeriksaan
A (Assasement/ analisa data): pembanding data
dengan teori
P (Planning): perencanaan Evaluasi yang diharapkan
pada klien diabetes mellitus yang mengalami gangguan integritas kulit adalah:
1. Mempertahankan
sirkulasi perifer tetap normal yang dapat ditunjukkan dengan hasil nadi perifer
teraba kuat dan reguler, warna kulit disekitar luka tidak pucat/ sianosis,
kulit sekitar luka teraba hangat.
2. Meningkatnya
pebaikan status metabolik yang dibuktikan oleh gula darah terkontrol.
3. Terjadi
proses penyembuhan luka pada kulit ditunjukkan dengan pus pada luka berkurang,
tumbuhnya jaringan granulasi, bau busuk luka berkurang (Riyadi & Sukarmin,
2018)
DAFTAR
PUSTAKA
Alief. (2018). Pemeriksaan penunjang pada
diabetes mellitus. Penerbit Buku Kedokteran.
American Diabetes Association. (2023).
Standards of medical care in diabetes
Asmadi. (2018). Teknik prosedural
keperawatan: Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Salemba Medika.
Berman, A., & Snyder, T. (2017).
Kozier & Erb's fundamentals of nursing: Concepts, process, and practice
(10th ed.). Pearson.
Black, J. M. (2019). Medical-surgical
nursing: Clinical management for positive outcomes (10th ed.). Elsevier.
Indonesia, K. K. R. (2017). Pedoman
pengelolaan diabetes melitus tipe 2 di fasilitas kesehatan tingkat primer.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. (2019). Laporan nasional
RISKESDAS 2018. Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(LPB).
Nurarif, A. H., & Nurhadi, N. (2019).
Asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus. CV. Andi Offset.
Nabyl, R. A. (2017). Manajemen asuhan
keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik. CV. Trans Info Media.
Nursalam. (2018). Manajemen keperawatan:
Aplikasi dalam praktik keperawatan profesional (Ed. 5). Salemba Medika.
PUSDATIN Kemenkes RI. (2019). Situasi dan
analisis diabetes. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Rahmasari, D. (2019). Pemeriksaan
penunjang diagnostik untuk diabetes melitus. Pustaka Belajar.
Riyadi, S., & Sukarmin. (2018).
Keperawatan medikal bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J.
L., & Cheever, K. H. (2018). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner
& Suddarth (Edisi ke-13)
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2019).
Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner & Suddarth (Edisi ke-14).
Wulandari, A. (2018). Patofisiologi
penyakit metabolik: Pendekatan praktis. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Comments
Post a Comment