DOWNLOAD LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM KARDIOVASKULAR PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA CVA (Cerebrovaskular Accident )

 

LAPORAN PENDAHULUAN

SISTEM KARDIOVASKULAR PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA CVA (Cerebrovaskular Accident )

 

 

BAB I

KONSEP DASAR PENYAKIT CVA

 

2.1 Konsep Penyakit Cerebro vascular accident (CVA)

2.1.1 Definisi

            Cerebro vascular accident (CVA) atau biasa dikenal sebagai stroke merupakan suatu penyakit neurologis yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak secara mendadak yang mengakibatkan kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, dan bentuk kecacatan yang lain akibat gangguan fungsi otak (Okdiyantino, Sri S, & Setyaningsih, 2019). Stroke adalah penyakit akibat gangguan peredaran darah ke otak, stroke dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia muda ataupun tua, suku, lakilaki atau perempuan, riwayat penyakit bahkan sosial ekonomi masyarakat. Stroke dapat menyerang kapanpun dan dimanapun secara mendadak, namun masih banyak masyarakat yang kurang memperhatikan mengenai risiko terjadinya stroke (Japp, Alan G. 2019).

2.1.2 Klasifikasi

            Berdasarkan penyebabnya, CVA dapat diklasifikasikan menjadi 2 tipe:

1.      Stroke Hemoragik

            Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, venadan kapiler. Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma, mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah ataurobek (Setyanto, 2019).

 

2.      Stroke Iskemik

            Stroke iskemik merupakan terjadinya stroke karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah di otak, sumbatan diakibatkan oleh trombus (gumpalan darah) atau embolus (lemak,udara atau plak), hal ini menyebabkan otak mengalami kekurangan oksigen, jika otak mengalami kekurangan oksigen maka terjadi infark pada otak, durasi waktu terjadinya stroke iskemik ini 10 menit dan dapat pulih tanpa gejala apapun (Alan G japp, 2019).

2.1.3 Etiologi

            Menurut (Angganita, & Devi, 2022) ada penyebab terjadinya stroke berdasarkan mekanisme diantaranya:

            a. Trombosis serebra

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi       sehingga hal ini menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan   edema dankongesti di sekitarnya. Trombosis ini juga dapat terjadi akibat             aterosklerosis, hiperkoagulasi pada polisitemia, arteritis (radang pada arteri) dan emboli.

            b. Hemoragik (perdarahan)

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam         ruang subaraknoid atau kedalaman jaringan otak itu sendiri akibat dari    pecahnya pembuluh darah. Pecahnya pembuluh darah ini diakibatkan karena adanyaa terosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah di otak dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan mengalami pembengkakan, jaringan otak  tertekan, sehingga terjadi infark otak, edema dan kemungkinan terjadi herniasi otak.

 

            c. Hipoksia umum

Hipoksia umum disebabkan oleh hipertensi yang parah, henti jantung         paru, dan curah jantung turun akibat aritmia yang dapat menyebabkan aliran             darah   ke otak terganggu.

 

            d. Hipoksia Setempat 

Hipoksia setempat diakibatkan oleh spasme arteri serebral yang      disertai perdarahan subaraknoid dan vasokonstriksi arteri otak disertai dengan           sakit kepala migren.

2.1.4 Manifestasi Klinis

            Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pasien dengan CVA meliputi : aktivitas motorik, eliminasi bowel dan urin, fungsi intelektual, kerusakan persepsi sensori, kepribadian, efek, sensasi, menelan, dan komunikasi. Manifestasi klinis tersebut terkait dengan arteri yang tersumbat dan area otak yang tidak mendapatkan perfusi adekuat dari arteri tersebut (Lewis, 2017).

1. Kehilangan Fungsi Motorik Efek

            Efek yang paling jelas terlihat pada pasien CVA adalah adanya defisit fungsi motorik antara lain :

1) Kesusakan mobilitas

2) Kerusakan fungsi respirasi

3) Kerusakan fungsi menelan dan berbicara

4) Kerusakan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.

            Gejala-gejala yang muncul diakibatkan oleh adanya kerusakan motor neuron pada jalur piramidal (berkas saraf dari otak yang melewati spinal cord menuju sel-sel motorik) karakteristik defisit motoric meliputi aknesia, gangguan integrasi gerakan, kerusakan tonus otot, dan kerusakan refleks. Karena jalur piramidal menyebrang pada saat di medulla, kerusakan kontrol motorik volunter pada satu sisi tubuh merefleksikan adanya kerusakan motor neuron atas di sisi yang berlawanan pada otak (kontralateral). Disfungsi motorik yang paling sering terjadi hemiplegia (paralisis pada satu sisi tubuh) dan hemiparesis (kelemahan pada satu sisi tubuh).

2. Kehilangan Fungsi Komunikasi

            Fungsi otak lain yang dipengaruhi adalah bahasa dan komunikasi. CVA adalah penyebab utama terjadinya afasia. Disfungsi bahasa dan komunikasi akibat CVA antara lain:

            1) Disartria (kesulitan bicara), diakibatkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.

            2) Disfasia (kesulitan terkait penggunaan bahasa) atau afasia (kehilangan total       kemampuan menggunakan bahasa), dapat berupa afasia ekspresif, afasia             reseptif, atau afasia global (campuran antara keduanya).

            3) Apraksia (ketidakmampuan melakukan tindakan yang telah dipelajari    sebelumnya).

3. Kerusakan Afek Pasien yang pernah mengalami CVA akan kesulitan mengontrol emosinya. Respon emosinya tidak dapat ditebak. Perasaan depresi akibat perubahan gambaran tubuh dan hilangnya berbagai fungsi tubuh dapat membuat maik parah. Pasien dapat pula mengalami frustasi karena masalah mobilitas dan komunikasi.

 

3.      Kerusakan Fungsi Intelektualitas Pada pasien CVA fungsi intelektualitas dapat terganggu dinilai dari kualitas memori dan kemampuan pasien dalam menilai sesuatu. Pasien dengan CVA otak kiri sangat berhati-hati membuat penilaian. Pasien dengan CVA otak kanan cenderung impulsif dan bereaksi lebih cepat.

 

5. Gangguan persepsi dan sensori Persepsi adalah kemampuan untuk menginterpretasikan sensai.

CVA dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visuospasial, dan kehilangan sensori. Salah satu contoh yakni disfungsi persepsi visual diakibatkan oleh adanya gangguan jalur sensori primer antara mata dan korteks visual. Hilangnya sensori akibat CVA dapat berupa kerusakan yang ringan (contoh: sentuhan) atau kerusakan yang lebih berat, yaitu hilangnya propriosepsi (kemampuan untuk menilai posisi dan gerakan bagian-bagian tubuh) dan kesulitan menginterpretasi stimulus visual, taktil dan auditori. Kondisi ini juga berkontribusi untuk terjadinya luka dekubitus akibat menurunnya sensori terhadap tekanan terhadap tubuh. Eliminasi Pasien dapat mengalami urgensi dan inkontinensia. Walaupun control motor bowel biasanya tidak terganggu, pasien sering mengalami konstipasi yang diakibatkan oleh imobilitas, otot abdomen yang melemah, dehidrasi dan respon yang menurun terhadap refleks defekasi. Masalah eliminasi urin dan bowel dapat juga disebabkan oleh ketidakmampuan pasien mengekspresikan kebutuhan eliminasi.

2.1.5 Patofisiologis

             Menurut Long (2015), otak sangat bergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen. Bila terjadi anoksia seperti halnya yang terjadi pada CVA, metabolism di otak segera mengalami perubahan, kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3 sampai 10 menit. Tetapi kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi otak akan menimbulkan hipoksia atau anoksia. Hipoksia menyebabkan iskemik otak. Iskemik otak dalam waktu lama menyebabkan sel mati permanen dan berakibat terjadi infark otak yang disertai dengan edema otak karena pada daerah yang dialiri darah terjadi penurunan perfusi dan oksigen, serta peningkatan karbondioksida dan asam laktat. Menurut (Ariani, 2016), adanya gangguan perdarahan darah ke otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :

a. Penebalan dinding arteri serevral yang menimbulkan penyempitan atau penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya kesebagian otak tidak adekuat, serta selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak. Apabila hal ini terjadi terus menerus, dapat menimbulkan nekrosis (infark).

b. Dinding arteri serebral pecah sehingga akan menyebabkan bocornya darah ke jaringan (hemoragik)

c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak (misalnya: malformasi angiomatosa, aneurisma)

d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan diruang intersisial jaringan otak.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita CVA adalah sebagai berikut (Ariani, 2016) :

1. CT Scan bagian kepala Pada CVA Infark terlihat adanya infark sedangkan pada CVA Bleeding terlihat perdarahan.

2. Pemeriksaan lumbal pungsi Pada pemeriksaan lumbal pungsi untuk pemeriksaan diagnostic diperiksa kimia sitology, mikrobiologi dan virology. Disamping itu, dilihat pula tetesan serebrospinal saat keluar baik kecepatan, kejernihan, warna dan tekanan yang menggambarkan proses terjadi di intraspinal. Pada CVA Infark akan ditemukan tekanan normal dari cairan serebrospinal jernih. Pemeriksaan pungsi sisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan pungsi lumbal.

3. Elektrokardiografi (EKG) Untuk mengetahui keadaan jantung dimana jantung berperan dalam suplai darah ke otak.

4. Elektro Encephalo Grafi Mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang otak, menunjukkan area lokasi secara spesifik.

5. Pemeriksaan darah Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan darah, jumlah sel darah, penggumpulan trombosit yang abnormal, dan mekanisme pembekuan darah.

6. Magnetic Resonasi Imagine (MRI) Menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragik, Malformasi Arterior Vena (MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih dibandingkan CT scan.

2.1.7 Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan medis pada pasien CVA yaitu (Padila, 2015) :

1. Pengobatan Konservatif

            1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,           tetapi   maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.

            2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra     arterial.

            3) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi   pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

            4) Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya         trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.

2. Pengobatan Pembedahan/Operatif Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

            1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan             membuka arteri karotis di leher.

            2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya      paling dirasakan oleh pasien TIA.

            3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

            4) Ugasi arteri karotis             komunis di leher khususnya pada aneurisma.

3. Pada fase sub akut/pemulihan (> 10 hari) perlu terapi wicara, terapi fisik dan stoking anti embolisme. Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan tindakan sebagai berikut:

            1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir        yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu       pernafasan.

            2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk         usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

            3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.

            4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat   mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihanlatihan          gerak pasif.

            5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan    kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan.

2.1.8 Pencegahan CVA

            Pencegahan CVA bisa dilakukan melalui (Padila, 2015) :

            1. Kontrol tekanan darah secara teratur

            2. Menghentikan merokok

            3. Menurunkan konsumsi kolesterol dan control rutin          

            4. Mempertahankan kadar gula normal

            5. Mencegah minum alcohol

            6. Latihan fisik teratur

            7. Cegah obesitas

            8. Mencegah penyakit jantung dapat mengurangi resiko stroke

2.1.9 Komplikasi CVA

Ada enam komplikasi yang ditimbulkan CVA, antara lain (Padila, 2015) :

1. Aspirasi

2. Paralitic ileus

3. Atrial fibrilasi

4. Dekubitus

5. Diabetes insipidius

6. Peningkatan TIK

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1    Pengkajian

Langkah pertama dalam proses keperawatan adalah pengkajian. Tujuan pengkajian dalam proses keperawatan adalah mengumpulkan informasi atau data tentang pasien untuk mengenali masalah pasien, mengidentifikasi masalah kesehatan, dan menentukan kebutuhan keperawatan pasien dalam hal kesehatan mental, sosial, dan lingkungannya.

1.      Identitas Klien

Menurut (Rosadi, 2022), identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, etnis, tempat tinggal, nomor rekam medis, diagnosis medis, tanggal masuk, dan tanggal penilaian.

2. Keluhan Utama

Penderita stroke hemoragik biasanya merasakan kelemahan pada anggota geraknya, baik pada satu sisi atau seluruh tubuh, yang mengganggu kemampuan bergerak secara fisik, berbicara dengan jelas atau tidak dapat berkomunikasi, berdampak pada tingkat kesadaran, kejang, dan kelainan sensorik (Rosadi, 2022; Ningrum, 2022; Tarwato, 2013).

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya pada saat terkena serangan stroke terjadi nyeri ada bagian kepala, mual, muntah, kejang, tidak sadarkan diri, kelumpuhan setengah tubuh, atau perubahan fungsi otak lainnya terjadi. Adapun gejala pada pasien stroke yaitu imobilitas fisik yang disebabkan karena kelumpuhan sebagian atau seluruh tubuh yang dimana pasien tersebut tidak mampu beraktivitas atau bergerak dengan bebas diakibatkan karena adanya perubahan di dalam intrakranial. Keluhannya adalah pasien mengatakan sulit menggerakan anggota tubuhnya dengan bebas (Ningrum, 2022; Tarwoto, 2013; Wijaya & Putri, 2013).

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Penderita stroke hemoragik biasanya memiliki riwayat trauma kepala, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung. Adapun di riwayat penyakit dahulu ditemukan pasien mengalami peningkatan pada kadar kolesterol, dan pasien perokok aktif (Ningrum, 2022; Wijaya & Putri, 2013; Tarwoto, 2013).

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien stroke biasanya memiliki riwayat keluarga hipertensi, diabetes, atau stroke dari generasi keluarga sebelumnya, dimana dari penyakit keluarga ini mampu menjadi pendukung atau pencetus pasien terjadinya stroke hemoragik (Ningrum, 2022)

6. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Pada saat pemeriksaan fisik pada pasien stroke, terlihat ketika menilai kekuatan otot, terjadi penurunan dalam bergerak.

a. Tanda-Tanda Vital

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital ini meliputi:

1.      Keadaan Umum  :  Biasanya   pada   pasien   stroke   ini

mengalami penurunan kesadaran.

2.      Kesadaran    :  Pasien stroke bisa saja mengalami penurunan

kesadaran yaitu berada di posisi somnolen, apatis, sopor, semikoma, hingga koma. Pada pemeriksaan ini bisa dinilai menggunakan penilaian GCS. GCS merupakan suatu penilaian skala koma yang digunakan dalam menilai status neurologis pasien dengan cepat. Pada pasien stroke biasanya terjadi gangguan penurunan kesadaran atau koma.

Ada beberapa tingkat kesadaran yaitu :

a)      Composmentis (14-15)

Suatu kondisi dimana klien sepenuhnya sadar, mampu menjawab pertanyaan dengan spontan, dan dapat mengikuti perintah.

b)      Apatis (12-13)

Kondisi dimana seseorang tampak acuh tak acuh pada lingkungannya.

c)      Somnolen (10-11)

Kondisi dimana terjadi penurunan kesadaran pada pasien, dimana harus diberi rangsangan nyeri untuk menyadarkan pasien namun pasien tersebut akan tertidur kembali jika rangsangan tersebut berhenti.

d)      Delirium (7-9)

Kondisi dimana pasien mengalami kesulitan tidur, meronta-ronta, gelisah, dan juga gaduh.

e)      Sopor (5-6)

Kondisi dimana pasien mengalami mengantuk dalam, namun masih bisa dibangunkan menggunakan rangsangan nyeri yang kuat tidak sepenuhnya sadar dan tidak dapat memberikan jawaban akurat atas pertanyaan.

f)       Semi-koma (4)

Kondisi pasien dimana terjadi penurunan kesadaran dan tidak memberikan respon jika diberikan pertanyaan, sulit dibangunkan, respon terhadap rangsangan nyeri hanya sedikit namun reflek kornea dan pupil masih terlihat baik.

g)      Koma (3)

Kondisi dimana terjadi penurunan kesadaran yang sangat dalam, sudah sulit dibangunkan, respon terhadap nyeri atau rangsangan nyeri.

3. Tekanan Darah

Tekanan darah sistole ≥140 mmHg dan tekanan diastole ≥90 mmHg sering ditemui pada pasien stroke hemoragik (Manurung, 2018).

4. Nadi

Denyut nadi pada pasien yang mengalami stroke hemoragik terjadi penurunan sekitar ≤60 kali/menit terutama pada perdarahan subarachnoid.

5. Suhu

Pada perdarahan intraserebral yang terjadi di bagian batang otak (Pons) akan terjadi peningkatan suhu yaitu diatas 37.6°C.

6. Respirasi

Pada pasien stroke hemoragik umumnya frekuensi napas klien menurun ≤22 kali/menit.

b. Antropometri

Antropometri adalah metode untuk menentukan status gizi yang melibatkan berbagai pengukuran, termasuk pengukuran tinggi badan, berat badan, dan BMI.

c. Pemeriksaan Persistem

1) Sistem Pernafasan

Pada pasien stroke, didapatkan pernafasan tidak teratur disebabkan oleh penurunan reflek batuk dan juga menelan. Kemudian, terdengar suara ronchi, wheezing, atau terdengar suara tambahan lainnya.

2) Sistem Kardiovaskular

Ditemukan tekanan darahnya meningkat dari batas normal, kemudian nadi menurun atau melemah.

3) Sistem Persarafan

Penilaian sistem saraf biasanya dilakukan penilaian dengan menilai sistem saraf kranial 1-12.

4) Sistem Penglihatan

Biasanya pada pasien di temukan tanda gejala seperti pandangan tidak terlihat jelas atau pandangan kabur dapat dilakukan dengan pemeriksaan Snellen Chart dan pemeriksaan lapang pandang.

5) Sistem Pendengaran

Biasanya pada pasien stroke ini tidak ada kelainan pada sistem pendengarannya dengan dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan tes rinne.

6) Sistem Perkemihan

Pada pasien stroke terkadang ditemukan pasien mengalami inkontinensia atau retensi urine.

7) Sistem Muskuloskeletal

Pada pasien stroke sering ditemukan pasien mengalami kelemahan otot atau kelumpuhan yang terjadi pada salah satu bagian tubuh atau secara keseluruhan. Adapun penilaian kekuatan otot dimulai dari 0-5 antara lain:

8) Sistem Endokrin

Pada pemeriksaan endokrin perhatikan apakah ada kelainan atau tidak. Pada pasien stroke biasanya tidak ditemukan masalah pada sistem endokrin.

9) Sistem Integumen

Jika seorang pasien mengalami stroke, kulitnya akan tampak pucat karena kekurangan oksigen, dan turgor kulitnya tidak elastis atau tidak sehat. Perhatikan juga pada daerah punggung klien yang dimana pada pasien stroke ini terjadi penurunan atau kelemahan otot sehingga sulit untuk menggerakan tubuhnya dikhawatirkan terdapat luka tekan pada area tubuh belakang klien sehingga sebisa mungkin dilakukan miring kanan dan miring kiri untuk menghindari luka tekan.

7. Data Psikososial

1. Status Emosi

Menilai status emosi klien dengan cara melihat apakah klien mampu

mengontrol emosinya atau tidak.

2. Kecemasan Pasien

Penilaian kecemasan dapat dilihat dari ekspresi wajah klien dari ekspresi

wajah klien mampu menilai tingkat kecemasan pasien.

3. Konsep Diri

- Citra tubuh : Pemeriksaan dilakukan dengan cara menanyakan

kepada pasien terhadap citra tubuh.

- Identitas diri : Pemeriksaan dilakukan dengan cara menanyakan

status dan posisi klien.

- Peran :-Pemeriksaan bisa dilakukan dengan cara

menanyakan. Menanyakan peran dan tugas klien kemudian

apakah pasien mampu dalam menjalankan tugas tersebut.

- Ideal diri : Pemeriksaan bisa dilakukan dengan cara harapan

terhadap tubuhnya, posisi dirinya, dan lingkungan

sekitarnya. Sekitarnya

‑ Harga diri :-Pemeriksaan bisa dilakukan dengan cara

menanyakan menanyakan tentang penilaian klien terhadap orang

lain. lain.

4. Koping Mekanisme Yang Digunakan

Menanyakan teknik pertahanan diri klien sebelum dan selama sakit dapat

membantu pemeriksaan.

5. Data Sosial

- Pola Komunikasi

Perhatikan cara bicara klien.

‑ Pola Interaksi

Perhatikan baik-baik interaksi klien dengan keluarga pasien, perawat,

pasien lain, dan lingkungan pada umumnya.

6. Data Spiritual

‑ Motivasi Religi

Bisa dinilai dengan cara menanyakan bagaimana keyakinan atau

kepercayaan klien terhadap penyakit yang sedang dialaminya.

‑ Persepsi pasien terhadap penyakitnya

Bisa dinilai dengan cara menanyakan persepsi klien terhadap

penyakitnya.

‑ Pelaksanaan ibadah sebelum dan sesudah sakit

Apakah ada perubahan atau tidak dalam ibadah klien sebelum dan

sesudah sakit, hal ini dapat ditentukan.

7. Data Penunjang

-Pemeriksaan Lab :..Dilakukan untuk melihat apakah ada

kelainan atau tidak. kelainan atau tidak.

‑ Pemeriksaan EKG : Dilakukan untuk memeriksa apakah ada

kelainan kelainan pada organ jantung atau tidak.

‑ Pemeriksaan CT-Scan : .Dilakukan untuk memeriksa jenis stroke.

 

Diagnosa Keperawatan

Penilaian klinis dari pengalaman klien, keluarga, atau komunitas dengan atau reaksi terhadap masalah kesehatan, risiko kesehatan, atau proses kehidupan merupakan diagnosis keperawatan. Untuk menentukan asuhan keperawatan yang terbaik bagi pasien dan membantu mereka mencapai kesehatan yang optimal, diagnosis keperawatan juga merupakan komponen penting (SDKI, 2017). Masalah kesehatan yang muncul pada pasien CVA yaitu:

 

 

Diagnosa Keperawatn

SLKI

SIKI

Risiko perfusi perifer tidak efektif

(diagnosis mengancam yang pada dasarnya berisiko menyebabkan penurunan sirkulasi darah pada tingkat kapiler yang dapat mengganggu metabolisme tubuh)

 

Faktor Risiko:

1.      Hiperglikemia

2.      Gaya hidup kurang gerak

3.      Hipertensi

4.      Merokok

5.      Prosedur endovaskuler

6.      Trauma

7.      Kurang terpapatnya informasi tentang faktor pemberat (misalnya merokok, gaya hidup kurang gerak, obesitas, imobilitas)

 

 

 

 

Perfusi perifer meningkat (L.02011)

 

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama .....jam, maka perfusi perifer meningkat, dengan kriteria hasil:

1.         Kekuatan nadi perifer meningkat

2.         Warna kulit pucat menurun

3.         Pengisian kantong membaik

4.         Akral membaik

5.         Turgor kulit membaik

 

 

Pencegahan syok (I.02068)

 

Tindakan yang dilakukan pada intervensi preventif syok berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

1.      Pantau status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)

2.      Pantau status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)

3.      Pantau status cairan (masukan dan halluaran, turgor kulit, CRT)

4.      Memantau tingkat kesadaran dan respon murid

5.      Periksa Riwayat alergi

Terapi

1.      Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%

2.      Persiapkan intubasi dan ukuran mekanis, jika perlu

3.      Pasang jalur IV, jika perlu

4.      Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin, jika perlu

5.      Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi

Edukasi

1.      Menjelaskan penyebab/faktor risiko syok

2.      Menjelaskan tanda dan gejala awal syok

3.      Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala awal syok

4.      Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

5.      Anjurkan menghindari allergen

Kolaborasi

1.      Kolaborasi pemberian IV, jika perlu

2.      Kolaborasi memberikan transfusi darah, jika perlu

3.      Kolaborasi memberikan antiinflamasi, jika perlu

 

 

Nyeri akut (D.0077)

 

(merupakan diagnosis yang menutupi yang didefinisikan sebagai pengalaman sensorik atau emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan serangan mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan)

 

 

DS:

1.      Mengeluh nyeri

DO:

1.      Tampak meringis

2.      Bersikap protektif (mis: waspada, posisi menghindari rasa sakit)

3.      Gelisah

4.      Frekuensi nadi meningkat

5.      Sulit tidur

 

Penyebab (etiologi) masalah nyeri akut adalah:

1.      Agen pencedera fisiologis (mis: inflamasi, iskemia, neoplasma)

2.      Agen pencedera kimiawi (mis: terbakar, bahan kimia iritan)

3.      Agen pencedera fisik (mis: abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, Latihan fisik berlebihan).

 

 

Tingkat nyeri menurun (L.08066)

 

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama....jam, maka tingkat nyeri menurun, dengan kriteria hasil:

1.      Keluhan nyeri menurun

2.      Meringis menurun

3.      Sikap protektif menurun

4.      Gelisah menurun

5.      susah tidur menurun

6.      Frekuensi nadi membaik

 

Manajemen nyeri (I.08238 )

 

 

Observasi:

1.      Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

2.      Identifikasi skala nyeri

3.      Identifikasi respon nyeri non verbal

4.      Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

5.      Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

6.      Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

7.      Populasi mempengaruhi nyeri pada kualitas hidup

8.      Pantau keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

9.      Pantau efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik:

1.      Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)

2.      Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan, gangguan)

3.      Fasilitasi istirahat dan tidur

4.      Memperhatikan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi:

1.      Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

2.      Menjelaskan strategi meredakan nyeri

3.      Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

4.      Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat

5.      Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi rasa sakit

Kolaborasi:

1.      Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

 

Gangguan komunikasi verbal 

(D.0119)

 

(merupakan diagnosis yang didefinisikan sebagai penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan simbol sistem)

 

 

DS:

Tidak ada

DO:

Tidak mampu berbicara atau mendengar

Menunjukkan respon tidak sesuai

 

 

Penyebab (etiologi)

 

Penurunan sirkulasi serebral

Gangguan neuromuskuler

Gangguan pendengaran

Gangguan muskuloskeletal

Kelainan palatum

Hambatan fisik (misal: terpasang trakeostomi, intubasi, krikotiroidektomi)

Hambatan individu (misal: ketakutan, kecemasan, rasa malu, emosional, kurang privasi)

Hambatan psikologis (misal: gangguan psikotik, gangguan konsep diri, harga diri rendah, gangguan emosi)

Hambatan lingkungan (misal: ketidakcukupan informasi,ketiadaan orang terdekat, ketidaksesuaian budaya, Bahasa asing)

 

Komunikasi verbal meningkat (L.13118)

 

 

1.      Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama....jam, Komunikasi verbal meningkat, dengan kriteria hasil:

2.      Kemampuan berbicara meningkat

3.      Kemampuan mendengar meningkat

4.      Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat

 

Promosi Komunikasi: Defisit Bicara (I.13492)

 

 

Observasi:

1.      Pantau kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara

2.      Pantau kemajuan kognitif, anatomi, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara (mis: memori, pendengaran, dan Bahasa)

3.      Pantau frustrasi, marah, depresi, atau hal lain yang mengganggu pembicaraan

4.      Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi

Terapeutik:

1.    Gunakan metode alternatif komunikasi (misalnya: menulis, mata berkedip, papan komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan komputer)

2.    Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan (misalnya: berdiri di depan pasien, mendengarkan dengan penuh perhatian, menampilkan satu gagasan atau pemikiran sekaligus, berbicaralah dengan perlahan sambal menghindari teriakan, menggunakan komunikasi tertulis, atau meminta bantuan keluarga untuk memahami ucapan pasien)

3.    Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan

4.    Ulangi apa yang disampaikan pasien

5.    Berikan dukungan psikologis

6.    Gunakan juru bicara, jika perlu

Edukasi:

1.      Anjurkan berbicara perlahan

2.      Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomi, dan fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan bicara

Kolaborasi

1.      Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

 

 

 

Implementasi Keperawatan

Pemrosesan dan realisasi rencana keperawatan yang dibuat selama tahap perencanaan dikenal sebagai implementasi. Pada tahap implementasi bisa dilakukan secara tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi. Perawat harus mengetahui beberapa hal yang terjadi pada pasien seperti bahaya fisik, teknik komunikasi, dan prosedur tindakan (Rosadi, 2022).

Evaluasi

Untuk menetapkan apakah asuhan keperawatan berhasil, evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan. Kesehatan klien dibandingkan dengan tujuan yang dinyatakan pada langkah evaluasi ini. Dalam mengevaluasi suatu masalah asuhan keperawatan dalam penyusunan penulisannya lebih baik menggunakan SOAP.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

AHA/ASA. (2017). Heart Disease and Stroke Statistics—2017 Update: A Report From the American Heart Association. Aha Statistical Update, 134(10)(146–603).

Angganita, Devi. 2022. Asuhan keperawatan pada Tn.S dengan diagnosa CVA di Ruang Seruni RS Karsa Husada Batu. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Ariani, T. U. (2016). Sistem Neurobehaviour. Jakarta: Salemba Medika.

Hutagalung, M.S. (2021). Panduan Lengkap Stroke: Mencegah, Mengobati dan Menyembuhkan. Bandung: Nusa Media.

Irdawati. (2016). Hubungan antara pengetahuan dan sikap keluarga dengan perilaku dalam meningkatkan kapasitas fungsional pasien pasca stroke di wilayah kerja puskesmas kartasura. Jurnal Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Japp, Alan G. 2019. Diagnosis Klinis MacLeod Edisi 2. Singapura: Elsevier

Kemenkes RI. (2018). P2PTM. Jakarta

Lewis, S. L., Bucher, L., Margaret, M., Marrian, M., Kwong, J., & Roberts, D. 2017. Medical Surgical Nursing, 10th Edition. Mosby ElsevierInc.

Long, D. (2015). Harrison's Principles Of Internal Medicine, 18th ed. New York, McGraw-Hill.

Mutiarasari, D. (2019). Ischemic Stroke symptoms, Risk Factors, And Prevention. Jurnal Ilmiah Kedokteran, 60-73.

Okdiyanto, R., Sri, S. F. A., & Setyaningsih, M. M. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cerebrovascular Accident (CVA) dengan Masalah Resiko Aspirasi di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panti Waluya Malang.

Padila. (2015). Keperawatan Keluarga. Cetakan Pertama. Jogjakarta: Penerbit Nuda Medika.

PPNI, Tim Pokja Sdki. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta Selatan: Dpp: Dewan Pengurus Pusat (2016).

PPNI, Tim Pokja Siki. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1.Jakarta Selatan: Dpp: Dewan Pengurus Pusat (2018).

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: Dpp Ppni.

Rahayu. 2015. Pengaruh Pemberian Latihan Range Of Motion ( ROM ) Terhadap Kemampuan Motorik Pada Pasien Post Stroke Di Rsud Gambiran. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadir.

Rahmadani & Rustandi. 2019. Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Stroke Non Hemoragik dengan Hemiparese melalui Latihan Range of Motion (ROM) Pasif. Jakarta.

RISKESDAS. (2018). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. 1–582.

Rosadi, Imron 2022. Asuhan Keperawatan Dengan Defisit Perawatan Diri Pada Pasien Stroke Hemoragik Dengan Tindakan Perawatan Diri (Personal Hygiene) Di Ruang Aster 2 Rsud Dr. Drajat Prawiranegara Serang 2021/2022.

Setyanto, R.B. (2019). Analisis faktor yang mempengaruhi risiko jatuh pada lansia. Jurnal ilmu kesehatan: wawasan kesehatan, p-ISSN 2087-4995.

 

 DOWNLOAD FILENYA DISINI

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DIARE