UNDUH LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS ABSES KRONIS MS WORD

 

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS ABSES KRONIS

BAB 1

PENDAHULUAN

 

 

A.    Definisi

 

                Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah dalam rongga bagian tubuh setelah terinfeksi bakteri. Nanah adalah cairan yang mengandung banyak protein dan sel darah putih yang telah mati, berwarna putih kekuningan (Craft, 2012, James et al, 2016). Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi yang melibatkan organisme piogenik yang ditandai dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik). Nanah merupakan suatu campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik (Nurarif dan Kusuma, 2015).

                Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat mengetahui bahwa Abses Pedis adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri dan mengandung nanah yang merupakan campuran dari jaringan nekrotik, bakteri dan sel darah putih yang sudah mati dan dicairkan oleh enzim outolitik yang timbul dikaki.

 

B.     Etiologi

Menurut Craft (2012), pada umumnya Abses disebabkan oleh Staphylococcus aureus, walaupun bisa juga disebabkan oleh bakteri lain, parasit, atau benda asing. Abses juga dapat disebabkan karena adanya:

 

a.        Infeksi Microbial Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses radang ialah infeksi mikrobial. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan esotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endktoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel.

b.      Reaksi hipersensitivitas

          Reaksi sensitivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihnya reaksi imun yang akan merusak jaringan.

c.       Agen fisik

          Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar, dingin yang berlebih (frosbite).

Bahan kimia iritan dan korosif

d.      Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak jaringan yang kemudian akan memprivokasi terjadinya proses radang. Disamping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung mengakibatkan radang.

e.       Nekrosis jaringan

          Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen dan makanan pada daerah yang bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian jaringan. kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi infark sering memperlihatkan suatu respons radang akut. Peluang terbentuknya abses akan meningkat jika:

1)      Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi.

2)      Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang.

3)      Terdapat gangguan sistem kekebalan.


 

C.    Patofisiologi

                Menurut Guyton (2012), patofisiologi abses merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran atau perluasan infeksi ke bagian lain dari tubuh. Cedera jaringan yang disebabkan oleh infeksi microbial, reaksi sensitivitas, agen fisik, bahan kimia korosif, dan nekrosis menyebabkan peradangan atau inflamasi. Sehingga oleh jaringan dilepaskan histamin, bradikin, seratonin ke cairan sekitarnya. Zat-zat ini khususnya histamin meningkatkan aliran darah lokal dan juga meningkatkan permebilitas kapiler, vena dan vanula, memungkinkan sejumlah besar cairan dan protein, termasuk fibrinogen bocor masuk kedalam jaringan. Terjadi edema eksternal lokal serta cairan ekstrasel dari cairan limfe keduanya membeku karena efek koagulasi eksudat jaringan atas fibrinogen yang bocor. Lalu mengakibatkan edema hebat dalam ruang sekitar, hal ini mengakibatkan regangan dan distorsi jaringan yang menyebabkan nyeri (dolor) memperlihatkan tanda rubor dan kolor. Masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan pemenuhan kebutuhan kenyamanan (nyeri).

                 Magrofag dapat mengfagositosis jauh lebih banyak bakteri dari pada neutrofil dan mereka dapat juga memakan banyak jaringan nekrotik. Bila neutrofil dan magrofag menelan bakteri dan jaringan nekrotik dalam jumlah besar, maka neutrofil dan magrofag akan mati dan menyebabkan terbentuknya rongga dalam jaringan yang meradang yang berisi berbagai bagian jaringan nekrotik, neutrofil yang mati dan makrofag yang mati. Campuran ini disebut nanah. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong. Jaringan pada sekitarnya tumbuh dikeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses, nekrosis jaringan dan kulit menyebabkan abses pecah dan menyebabkan kerusakan jaringan. Masalah keperawatan yang muncul Kerusakan Integritas Jaringan.

                Setelah peradangan dimulai area yang radang diinvasi oleh netrofil dan makrofag serta memulai melakukan fungsi skavengernya membersihkan jaringan dari agen infeksi atau toksik. Makrofag yang telah berada dalam jaringan mulai kerja fagositiknya. Akibatnya leukosit dalam darah meningkat dan mengeluarkan pirogen. Pirogen endogen akan mengalir dalam darah dan akan bergerak dari tempat produksinya menuju pusat termogulator dihipotalamus. Pirogen endogen yang sudah berada pada hipotalamus, akan merangsang sel-sel hipotalamus untuk mensekresikan asam arakhidonat. Pensekresian asam arakhidonat akan menstimulasi pengeluaran prostaglandin E2 yang menyebabkan demam. Masalah keperawatan yang muncul adalah hipertermi.

D.    Manifestasi klinis

                Menurut (Craft 2012), daerah peradangan dapat terjadi di berbagai bagian tubuh. Abses dapat muncul dipermukaan kulit namun, abses juga dapat muncul di jaringan dalam atau organ, misal hati dan usus. Lesi awal abses di kulit berupa nodul eritematosa, jika tidak diobati lesi akan membesar dengan pembentukan rongga berisi nanah. Gejala simptomatis berupa nodul kemerahan dan nyeri, hangat dan bengkak. Menurut Craft (2012), abses biasa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk di kaki. Gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya biasa berupa:

a.       Nyeri (Dolor)

          Nyeri merupakan respon yang bersifat subjektif terhadap adanya stressor fisik dan psikologik. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan. Nyeri disebabkan oleh regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan terutama karena tekanan pus di dalam rongga abses. Beberapa mediator kimiawi pada radang sakit termasuk bradikinin, progtaglandin, dan serotinin, diketahui juga dapat menyebabkan nyeri.

 

b.      Nyeri tekan

          Nyeri yang timbul bila ditekan di daerah yang terjadi kerusakan jaringan.

c.       Pembengkakan (Tumor)

          Pembengkakan sebagai hasil adanya edema merupakan suatu akumulasi cairan di dalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat dan dalam jumlah sedikit, kelompok sel radang yang masuk dalam daerah tesebut.

d.      Kemerahan (Rubor)

          Jaringan yang mengalami radang akut akan tampak merah, sebagai contoh kulit yang terkena sengatan matahari. Warna kemerahan ini terjadi akibat adanya dilatasi pembuluh darah kecil dalam daerah yang mengalami kerusakan.

e.       Panas (Color)

          Peningkatan suhu hanya akan nampak pada bagian perifer/tepi tubuh, seperti pada kulit. Peningkatan suhu ini diakibatkan oleh peningkatan aliran darah (hipertermia) yang hangat pada daerah tersebut yang mengakibatkan sistem vaskuler dilatasi dan mengalirkan darah yang hangat pada daerah tersebut. Demam sistemik sebagai hasil dari beberaoa mediator kimiawi proses radang juga ikut meningkatkan temperatur lokal.

f.        Hilangnya fungsi

          Kehilangan fungsi yang diketahui merupakan konsekuensi dari suatu respon radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara refleks akan mengalami hambatan oleh rasa sakit. Pembengkakan yang hebat secara fisik akan mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan.

E.     Pemeriksaan penunjang

                Menurut (Craft, 2012). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan Abses Pedis seperti berikut:

1)       Pemeriksaan laboraorium akan dilihat peningkatan jumlah sel darah putih. Leukositosis biasa terjadi terutama saat kondisi akut.

2)      Pemeriksaan Gram dari pus menunjukkan kumpulan kokus Gram positif.

3)      Kultur didapatkan pertumbuhan Staphylococcus aureus.

4)      Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan Rontgen, Ultrasonography, CT Scan, dan Magnetik Resonance

F.     Komplikasi

                Menurut Craft (2012), jika infeksi bisa terlokalisir oleh dinding abses, biasanya infeksi tidak menyebar. Namun, dalam beberapa kasus infeksi yang dimulai di dalam abses kulit dapat menyebar ke jaringan di sekitarnya dan di seluruh tubuh yang menyebabkan komplikasi serius. Beberapa abses baru dapat terbentuk pada sendi atau lokasi lain di kulit. Jaringan kulit dapat mati akibat infeksi, yang menyebabkan ganggren. Ketika infeksi menyebar secara internal di dalam tubuh dapat menyebabkan endokarditis yang berakibat fatal jika tidak ditangani sejak dini. Infeksi ini juga dapat menyebar ke tulang yang menyebabkan ostromielitis dan dibeberapa kasus bakteri penyebab abses juga dapat menyebabkan sepsis. Pada beberapa kasus, abses juga bisa menyebabkan komplikasi seperti berikut:

1)      Penyebaran infeksi yang berpotensi ke otak atau sumsum tulang belakang.

2)      Keracunan darah atau sepsis.

3)      Endokarditis, yang merupakan infeksi pada lapisan dalam jantung.

4)       Perkembangan abses paru.

5)      Kematian jaringan di daerah abses seperti ganggren.

6)      Infeksi tulang akut atau osteomielitis


 

G.    Penatalaksanaan

                 Menurut Craft, (2012) dan Holtzman et al, (2013), perawatan awal dan yang paling penting dari abses adalah insisi dan drainase. Penggunaan antibiotik adalah setelah insisi dan drainase dan hanya dianjurkan jika lesi parah atau berhubungan dengan selulitis, ada tanda-tanda penyakit sistemik, ada faktor komorbiditas atau penurunan kekebalan, pasien sangat muda atau sangat tua, abses berada pada lokasi tubuh yang sulit untuk dikeringkan, ada kaitan dengan septic phlebilitis atau tidak ada respon terhadap insisi dan drainase. Abses biasanya dapat diatasi dengan cara sederhana seperti menggunakan kompres air hangat. Namun, jika tidak membaik dapat dilakukan pengobatan seperti:

a.       Debridement

          Debridement adalah prosedur tindakan yang dilakukan untuk mengangkat jaringan nekrotik ataupun jaringan yang telah mengalami kerusakan atau telah terinfeksi.

b.      Antibiotik

          Abses juga bisa diatasi dengan pemberian antibiotik. Antibiotik yang akan diberikan seperti dixloxasilin atau safelaksin jika pasien berada dalam kondisi memiliki abses lebih dari satu, sistem kekebalan tubuh terganggu dan seluilitis. Jika abses terjadi karena bakteri Stephylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin, maka biasanya hanya akan diberikan klidamisin atau doksisilin.

 

 

 

 

 

 

 

KONSEP ABSES KRONIS

 

 

A.    KONSEP

1.      Faktor-faktor yang berhubungan dengan abses periapikal pada pasien

a.       Pengetahuan

          Menurut Setyawati (2018), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu: faktor internal meliputi : pendidikan, Umur,minat dan pengalaman dan faktor eksternal meliputi : pekerjaan, kebudayaan, informasi, persepsi dan motivasi. Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Pengukuran pengetahuandapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dengan objek penelitian atau responden. Data yang bersifat kualitatif digambarkan dengan kata-kata, sedangkan data yang bersifat kuantitatif terwujud angka-angka, hasil perhitungan atau pengukuran, dapat diproses dengan dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang diharapkandan diperoleh persentase, setelah dipresentasekan lalu ditafsirkan kedalam kalimat yang bersifat kualitatif. Kategori baik yaitu menjawab benar 76%-100% dari yang diharapkan. Kategori cukup yang menjawab benar 56%-75% dari yang diharapkan.

b.      Perilaku

       Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan perilaku adalah tingkah laku; tanggapan seseorang terhadap lingkungan. Bentuk perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu : perilaku tertutup (convert behavior), dan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert)(Setyawati, 2018). Menurut Lawrence Green faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antara lain : pertama faktor pendorong (Predisposing faktors), kedua faktor pemungkin (enabling faktors) dan ketiga faktor pendukung (reinforcing factors). Perilaku yang dimiliki oleh seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu baik, cukup, dan kurang baik(Setyawati, 2018).

2.      Abses periapikal

a.       Pengertian abses periapikal

         Menurut Fahrudin (2007) abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam satu kantung yang terbentuk dalam jaringan yang disebabkan oleh suatu infeksi oleh bakteri, parasit, atau benda asing lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan tubuh yang bertujuan mencegah agen-agen infeksi menyebar ke bagian tubuh lainnya.Pus merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, mikroorganisme penyebab infeksi atau benda-benda asing dan racun yang dihasilkan oleh organisme dan sel-sel darah (Khairunisa dan Nindya, 2019).

         Abses periapikal merupakan suatu infeksi tulang aveloar kronis peraridikularyang berjalan lama dan bertingkat rendah, dan sumber infeksi terdapat pada saluran akar (Utami, dkk.2017). Periapikal adalah ujung dari akar gigi (Swastini, 2013). Abses periapikal merupakan suatu infeksi tulang aveloar kronis peraridikular yang berjalan lama dan bertingkat rendah, dan sumber infeksi terdapat pada saluran akar (Utami, dkk. 2017). Penyakit abses periapikal merupakan suatu keadaan patologis yang terlokalisir pada daerah apeks atau ujung akar gigi atau daerah periapikal gigi (Ratu, 2016).

b.      Etiologi abses ekstremitas sinistra bawah

c.                Menurut Chandra dan Krisnha (2010) penyebab terjadinya abses ektremitas sinistra bawah adalah matinya pulpa dengan perluasan proses infeksi sebelah ekstremitas sinistra bawah, atau dapat juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya sudah ada (Utami, dkk. 2017). Abses ekstremitas sinistra bawah umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa. Jaringan yang terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Akibat penimbunan nanah ini maka jaringan sekitarnya akan terdorong dan menjadi dinding pembatas abses (Rakhma dan Untara, 2011).

        Penyebab utama dari abses periapikal yaitu infeksi bakteri. Bakteri yang berperan dalam pembentukan abses periapikal ini yaitu. Streptococcus sp, Staphylococcus aureus dan Bacillus sp. Bakteri yang paling banyak terdapat pada gigi nekrosis disertai abses periapikal adalah bakteri anaerob fakultatif Staphylococcus aureus dan bakteri gram positif (Ratu, 2016).

d.      Tanda dan Gejala abses ektremitas sinistra bawah.

-           Pembengkakan (edema) di area yang mengalami abses.

-           Kemerahan (eritema) pada kulit sekitar abses.

-           Nyeri tekan (tenderness) terutama saat disentuh.

-          Teraba hangat (peningkatan suhu lokal).

-           Fluktuasi (terasa ada cairan bila ditekan).

-           Batas tegas lesi, biasanya membentuk benjolan.

-          Adanya pus/nanah bila abses sudah pecah atau dilakukan insisi.

-          Gejala Sistemik

-          Demam (terutama bila abses cukup besar atau infeksi menyebar).

-          Malaise (lemas, tidak enak badan).

-          Anoreksia (penurunan nafsu makan).

-          Leukositosis (jika dilakukan pemeriksaan darah).

Jadi, pasien dengan abses ekstremitas bawah sinistra biasanya mengeluh nyeri hebat, ada benjolan merah bengkak, terasa panas, kadang bernanah, serta bisa disertai demam.

3.      Komplikasi Abses Sinistra Ekstremitas Bawah

                   Apabila abses pada tungkai kiri (sinistra) tidak ditangani dengan tepat, bisa
         menimbulkan beberapa komplikasi serius, baik lokal maupun sistemik

a.       Komplikasi Lokal

-  Penyebaran infeksi ke jaringan sekitarnya → selulitis, fasciitis, atau miositis.

-  Pembentukan fistula → saluran abnormal dari abses menuju kulit atau jaringan lain.

-  Kerusakan jaringan (nekrosis) akibat tekanan pus dan inflamasi.

-  Gangguan fungsi ekstremitas → nyeri, keterbatasan gerak, hingga kelemahan.

-  Rekurensi abses → abses bisa muncul kembali jika drainase tidak adekuat.

b.      Komplikasi Regional

-          Limfangitis → peradangan pembuluh limfe, ditandai garis kemerahan sepanjang tungkai.

-  Limfadenitis → pembengkakan dan nyeri pada kelenjar getah bening regional (inguinal).

c.       Komplikasi Sistemik

-          Sepsis → bila infeksi menyebar ke darah, dapat menyebabkan demam tinggi, hipotensi, hingga syok septik.

-          Bakteremia → penyebaran bakteri dalam aliran darah yang berisiko menimbulkan abses di organ lain (misalnya paru, ginjal, otak).

-  Gangguan penyembuhan luka kronis → terutama pada pasien dengan komorbid seperti DM.

Dengan demikian, abses sinistra ekstremitas bawah harus segera ditangani (insisi, drainase, antibiotik, perawatan luka) agar tidak berkembang ke komplikasi berbahaya.

 

4.      Penatalaksanaan

1)     Medis

a.       Drainase abses

-          Tindakan utama → insisi dan drainase untuk mengeluarkan pus.

-          Membersihkan rongga abses, lalu dipasang drain jika diperlukan.

2)      Antibiotik

-          Diberikan bila abses luas, ada tanda sistemik (demam, leukositosis), atau pasien dengan imunokompromais/DM.

-          Jenis: biasanya golongan sefalosporin, penisilin, atau sesuai hasil kultur.

3)      Analgesik / antipiretik

-          Untuk mengurangi nyeri dan menurunkan demam.

4)      Perawatan luka

-          Membersihkan luka dengan teknik aseptik, mengganti balutan secara berkala.

 

 

 

 

 

 

B.     KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

a.         Pengkajian

Menurut Wijaya danPutri (2014) pengkajian yang digunakan pada pasien dengan asma yaitu :

a)    Identitas klien : Meliputi nama, Usia, Jenis Kelamin, ras, dll

b)    Informasi dan diagnosa medik penting

c)    Data riwayat kesehatan pernah menderita penyakit abses 6 tahun yang lalu sebelumnya, menderita kelelahan yang amat sangat dengan sakit kepala.

b.         Riwayat kesehatan sekarang

-          Biasanya klien sakit kepala dengan suhu yang tinggi di sertai pusing dan lemas.

c.         Anamnesa

           Identitas diri pasien dan penanggung jawab

           Yang terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, agama dan lain-lain

d.         Keluhan utama

Keluhan utama pada masalah vertigo yaitu pusing seperti terputar-putar, nyeri kepala.

1)      Proboking insiden : apa ada peristiwa faktor nyeri

2)      Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien. Apakah panas, berdenyut / menusuk

3)      Region Radiation of pain : apakah sakitbisa reda dalam sekejap, apa terasa sakit menjalar, dan dimana posisi sakitnya.

4)      Severity/scale of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien berdasarkan skala nyeri

5)      Time : berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada waktu malam hari atau pagi hari.

e.         Riwayat Kesehatan

1)      Riwayat Kesehatan sekarang

Biasanya pasien abses kronis cenderung mengeluh pusing seperti terputar-putar, nyeri kepala , mual dan muntah dan tidak bisa melakukan aktivitas.

f.          Riwayat Kesehatan Dahulu

Apakah pasien mempunyai riawayat penyakit seperti infeksi telinga, labirintitis,

g.         Riwayat kesehatan Keluarga Adakah penyakit turun-temurun yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin           ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang

    -  Pemeriksaan Fisik

    -   Pemeriksaan Pola Fungsi Kesehatan

    -  Aktivitas dan latihan kelemahan, kelelahan

 

h.        Diagnosa Keperawatan

1.   Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi muskuloskeletal kronis  (D.0078)

2.   Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit (D.0142)

3.   Gangguan pola tidur berhubungan dengan Proses penyakit (D.0055)

4.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)

5.   Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar infromasi (D.111)

 

 

 

 

                INTERVENSI KEPERAWATAN

No.

 

Diagnosa keperawatan

 Luaran keperawatan

Intervensi

1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2.

 

 

 

 

 

risiko infeksi

(D.0142)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Nyeri kronis

 

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka mobilitas fisik meningkat, dengan kriteria hasil:

1.      Pergerakan ekstremitas meningkat

2.      Kekuatan otot meningkat

3.      Rentang gerak (ROM) meningkat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

L.08066-Tingkat Nyeri

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat nyeri menurun, dengan kriteria hasil:

  1. Keluhan nyeri menurun
  2. Perasaan depresi menurun
  3. Meringis menurun
  4. Gelisah menurun
  5. Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat

 

 

 

 

 

 (I.06171).

Dukungan ambulasi

adalah intervensi yang

dilakukan oleh perawat

dalam memfasilitasi

pasien untuk meningkatkan aktivitas berpindah.Tindakan yang dilakukan pada intervensi dukungan ambulasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

1.       Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

2.       Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

3.       Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi

4.       Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

Terapeutik

1.       Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis: tongkat, kruk)

2.       Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu

3.       Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi

Edukasi

1.       Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

2.       Anjurkan melakukan ambulasi dini

3.       Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis: berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)

 

 

 

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen nyeri berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
  • Identifikasi skala nyeri
  • Idenfitikasi respon nyeri non verbal
  • Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
  • Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
  • Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
  • Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
  • Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
  • Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

  • Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
  • Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
  • Fasilitasi istirahat dan tidur
  • Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

  • Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
  • Jelaskan strategi meredakan nyeri
  • Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
  • Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
  • Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri

 

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

 

 

 

 

 

 

 

i.           Implementasi

            Implementasi merupakan realisasi rencana keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, kegiatan pada tahap ini yaitu pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan sesudah diberi tindakan (Kozier, 2016). Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup penigkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan manifestasi koping.

j.           Evaluasi

            Evaluasi merupakan penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteriahasil yang di buat pada tahap perencanaan (Potter & Perry, 2016). Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan tetapitahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang telah di kumpulkan dan kesesuaian perilaku yang diobservasi. Evaluasi diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif (Nursalam, 2016).

 

                     DAFTAR PUSTAKA

Agustina, D., Pramudianto, A., & Novitasari, D. (2022).PPOK dengan masalah gangguan oksigenasi. JKM: Jurnal Keperawatan Merdeka2(1), 30-35.

Aprilia, Syerina. Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Oksigenasi Pada Prasekolah Anak A Dengan Penyakit Ispa Keluarga Bapak R Di Kelurahan Tanjung Aman Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara Tahun 2021. Diss. Poltekkes Tanjungkarang, 2021.

Pranciska, Sella. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pasien Dengan Gangguan Oksigenasi Padakasus Cidera Kepala Sedang Terhadap Tn. Gdiruang Igd Rsud Jend Ahmad Yani Metro Tanggal 02 April 2021. Diss. Poltekkes Tanjungkarang, 2021.

Hutabarat, Naomi Isabella, et al. "KEPERAWATAN DASAR: TEORI DAN PRAKTEK." Penerbit Tahta Media (2022).

Brunner &Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta

Mubarak, Wahit Iqbal & Cahyani, Nurul. 2007. Kebutuhan Dasar. Jakarta : EGC

Nanda International (20013). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. Jakarta:EGC

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta:EGC

Tarwonto dan Wartonah.2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Asuhan Keperaweatan. Jakarta: Salemba Medika.

Diamond, M., Peniston, H. L., Sanghavi, D., & Mahapatra, S. (2022). Acute Respiratory Distress Syndrome. National Library of Medicine. Retrieved from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK436002/

Widyawati, Novia, and Binarti Dwi Wahyuningsih. Penerapan Latihan Batuk Efektif Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dengan Masalah Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Di Rsu Anwar Medika Sidoarjo. Diss. Perpustakaan Universitas Bina Sehat, 2023.

 

UNDUH FILE

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK SEPSIS DI RUANG ICU