UNDUH LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS ABSES KRONIS MS WORD
LAPORAN
PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS ABSES KRONIS
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Definisi
Abses
(Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah dalam rongga bagian tubuh
setelah terinfeksi bakteri. Nanah adalah cairan yang mengandung banyak protein
dan sel darah putih yang telah mati, berwarna putih kekuningan (Craft, 2012,
James et al, 2016). Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai
akibat dari infeksi yang melibatkan organisme piogenik yang ditandai dengan
pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik). Nanah merupakan suatu campuran
dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang
dicairkan oleh enzim autolitik (Nurarif dan Kusuma, 2015).
Berdasarkan
pengertian di atas penulis dapat mengetahui bahwa Abses Pedis adalah infeksi kulit
yang disebabkan oleh bakteri dan mengandung nanah yang merupakan campuran dari
jaringan nekrotik, bakteri dan sel darah putih yang sudah mati dan dicairkan
oleh enzim outolitik yang timbul dikaki.
B. Etiologi
Menurut Craft (2012), pada umumnya Abses
disebabkan oleh Staphylococcus aureus, walaupun bisa juga disebabkan oleh
bakteri lain, parasit, atau benda asing. Abses juga dapat disebabkan karena
adanya:
a. Infeksi Microbial Salah satu penyebab yang
paling sering ditemukan pada proses radang ialah infeksi mikrobial. Virus
menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri
melepaskan esotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang secara
spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endktoksin yang ada
hubungannya dengan dinding sel.
b. Reaksi
hipersensitivitas
Reaksi
sensitivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan
tidak sesuainya atau berlebihnya reaksi imun yang akan merusak jaringan.
c. Agen
fisik
Kerusakan
jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik,
ultraviolet atau radiasi ion, terbakar, dingin yang berlebih (frosbite).
Bahan kimia iritan dan korosif
d. Bahan
kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak
jaringan yang kemudian akan memprivokasi terjadinya proses radang. Disamping
itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang
mengiritasi dan langsung mengakibatkan radang.
e. Nekrosis
jaringan
Aliran
darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen dan
makanan pada daerah yang bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya
kematian jaringan. kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk
terjadinya infeksi. Pada tepi infark sering memperlihatkan suatu respons radang
akut. Peluang terbentuknya abses akan meningkat jika:
1) Terdapat
kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi.
2) Daerah
yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang.
3) Terdapat
gangguan sistem kekebalan.
C. Patofisiologi
Menurut
Guyton (2012), patofisiologi abses merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan
untuk mencegah penyebaran atau perluasan infeksi ke bagian lain dari tubuh.
Cedera jaringan yang disebabkan oleh infeksi microbial, reaksi sensitivitas, agen
fisik, bahan kimia korosif, dan nekrosis menyebabkan peradangan atau inflamasi.
Sehingga oleh jaringan dilepaskan histamin, bradikin, seratonin ke cairan
sekitarnya. Zat-zat ini khususnya histamin meningkatkan aliran darah lokal dan
juga meningkatkan permebilitas kapiler, vena dan vanula, memungkinkan sejumlah
besar cairan dan protein, termasuk fibrinogen bocor masuk kedalam jaringan.
Terjadi edema eksternal lokal serta cairan ekstrasel dari cairan limfe keduanya
membeku karena efek koagulasi eksudat jaringan atas fibrinogen yang bocor. Lalu
mengakibatkan edema hebat dalam ruang sekitar, hal ini mengakibatkan regangan
dan distorsi jaringan yang menyebabkan nyeri (dolor) memperlihatkan tanda rubor
dan kolor. Masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan pemenuhan kebutuhan
kenyamanan (nyeri).
Magrofag dapat mengfagositosis jauh lebih
banyak bakteri dari pada neutrofil dan mereka dapat juga memakan banyak
jaringan nekrotik. Bila neutrofil dan magrofag menelan bakteri dan jaringan
nekrotik dalam jumlah besar, maka neutrofil dan magrofag akan mati dan
menyebabkan terbentuknya rongga dalam jaringan yang meradang yang berisi
berbagai bagian jaringan nekrotik, neutrofil yang mati dan makrofag yang mati.
Campuran ini disebut nanah. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya
akan terdorong. Jaringan pada sekitarnya tumbuh dikeliling abses dan menjadi
dinding pembatas abses, nekrosis jaringan dan kulit menyebabkan abses pecah dan
menyebabkan kerusakan jaringan. Masalah keperawatan yang muncul Kerusakan
Integritas Jaringan.
Setelah
peradangan dimulai area yang radang diinvasi oleh netrofil dan makrofag serta
memulai melakukan fungsi skavengernya membersihkan jaringan dari agen infeksi
atau toksik. Makrofag yang telah berada dalam jaringan mulai kerja
fagositiknya. Akibatnya leukosit dalam darah meningkat dan mengeluarkan
pirogen. Pirogen endogen akan mengalir dalam darah dan akan bergerak dari
tempat produksinya menuju pusat termogulator dihipotalamus. Pirogen endogen
yang sudah berada pada hipotalamus, akan merangsang sel-sel hipotalamus untuk
mensekresikan asam arakhidonat. Pensekresian asam arakhidonat akan menstimulasi
pengeluaran prostaglandin E2 yang menyebabkan demam. Masalah keperawatan yang
muncul adalah hipertermi.
D. Manifestasi
klinis
Menurut
(Craft 2012), daerah peradangan dapat terjadi di berbagai bagian tubuh. Abses
dapat muncul dipermukaan kulit namun, abses juga dapat muncul di jaringan dalam
atau organ, misal hati dan usus. Lesi awal abses di kulit berupa nodul
eritematosa, jika tidak diobati lesi akan membesar dengan pembentukan rongga
berisi nanah. Gejala simptomatis berupa nodul kemerahan dan nyeri, hangat dan
bengkak. Menurut Craft (2012), abses biasa terbentuk diseluruh bagian tubuh,
termasuk di kaki. Gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya
terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya biasa berupa:
a. Nyeri
(Dolor)
Nyeri
merupakan respon yang bersifat subjektif terhadap adanya stressor fisik dan
psikologik. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan. Nyeri
disebabkan oleh regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan terutama karena
tekanan pus di dalam rongga abses. Beberapa mediator kimiawi pada radang sakit
termasuk bradikinin, progtaglandin, dan serotinin, diketahui juga dapat
menyebabkan nyeri.
b. Nyeri
tekan
Nyeri
yang timbul bila ditekan di daerah yang terjadi kerusakan jaringan.
c. Pembengkakan
(Tumor)
Pembengkakan
sebagai hasil adanya edema merupakan suatu akumulasi cairan di dalam rongga
ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat dan dalam jumlah
sedikit, kelompok sel radang yang masuk dalam daerah tesebut.
d. Kemerahan
(Rubor)
Jaringan
yang mengalami radang akut akan tampak merah, sebagai contoh kulit yang terkena
sengatan matahari. Warna kemerahan ini terjadi akibat adanya dilatasi pembuluh
darah kecil dalam daerah yang mengalami kerusakan.
e. Panas
(Color)
Peningkatan
suhu hanya akan nampak pada bagian perifer/tepi tubuh, seperti pada kulit.
Peningkatan suhu ini diakibatkan oleh peningkatan aliran darah (hipertermia)
yang hangat pada daerah tersebut yang mengakibatkan sistem vaskuler dilatasi
dan mengalirkan darah yang hangat pada daerah tersebut. Demam sistemik sebagai
hasil dari beberaoa mediator kimiawi proses radang juga ikut meningkatkan
temperatur lokal.
f.
Hilangnya fungsi
Kehilangan
fungsi yang diketahui merupakan konsekuensi dari suatu respon radang. Gerakan
yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun
secara refleks akan mengalami hambatan oleh rasa sakit. Pembengkakan yang hebat
secara fisik akan mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan.
E. Pemeriksaan
penunjang
Menurut
(Craft, 2012). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan Abses
Pedis seperti berikut:
1) Pemeriksaan laboraorium akan dilihat
peningkatan jumlah sel darah putih. Leukositosis biasa terjadi terutama saat
kondisi akut.
2) Pemeriksaan
Gram dari pus menunjukkan kumpulan kokus Gram positif.
3) Kultur
didapatkan pertumbuhan Staphylococcus aureus.
4) Untuk
menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan Rontgen,
Ultrasonography, CT Scan, dan Magnetik Resonance
F. Komplikasi
Menurut
Craft (2012), jika infeksi bisa terlokalisir oleh dinding abses, biasanya
infeksi tidak menyebar. Namun, dalam beberapa kasus infeksi yang dimulai di
dalam abses kulit dapat menyebar ke jaringan di sekitarnya dan di seluruh tubuh
yang menyebabkan komplikasi serius. Beberapa abses baru dapat terbentuk pada
sendi atau lokasi lain di kulit. Jaringan kulit dapat mati akibat infeksi, yang
menyebabkan ganggren. Ketika infeksi menyebar secara internal di dalam tubuh
dapat menyebabkan endokarditis yang berakibat fatal jika tidak ditangani sejak
dini. Infeksi ini juga dapat menyebar ke tulang yang menyebabkan ostromielitis
dan dibeberapa kasus bakteri penyebab abses juga dapat menyebabkan sepsis. Pada
beberapa kasus, abses juga bisa menyebabkan komplikasi seperti berikut:
1) Penyebaran
infeksi yang berpotensi ke otak atau sumsum tulang belakang.
2) Keracunan
darah atau sepsis.
3) Endokarditis,
yang merupakan infeksi pada lapisan dalam jantung.
4) Perkembangan abses paru.
5) Kematian
jaringan di daerah abses seperti ganggren.
6) Infeksi
tulang akut atau osteomielitis
G. Penatalaksanaan
Menurut Craft, (2012) dan Holtzman et al,
(2013), perawatan awal dan yang paling penting dari abses adalah insisi dan
drainase. Penggunaan antibiotik adalah setelah insisi dan drainase dan hanya
dianjurkan jika lesi parah atau berhubungan dengan selulitis, ada tanda-tanda
penyakit sistemik, ada faktor komorbiditas atau penurunan kekebalan, pasien
sangat muda atau sangat tua, abses berada pada lokasi tubuh yang sulit untuk
dikeringkan, ada kaitan dengan septic phlebilitis atau tidak ada respon
terhadap insisi dan drainase. Abses biasanya dapat diatasi dengan cara
sederhana seperti menggunakan kompres air hangat. Namun, jika tidak membaik
dapat dilakukan pengobatan seperti:
a. Debridement
Debridement
adalah prosedur tindakan yang dilakukan untuk mengangkat jaringan nekrotik
ataupun jaringan yang telah mengalami kerusakan atau telah terinfeksi.
b. Antibiotik
Abses
juga bisa diatasi dengan pemberian antibiotik. Antibiotik yang akan diberikan
seperti dixloxasilin atau safelaksin jika pasien berada dalam kondisi memiliki
abses lebih dari satu, sistem kekebalan tubuh terganggu dan seluilitis. Jika
abses terjadi karena bakteri Stephylococcus aureus yang resisten terhadap
metisilin, maka biasanya hanya akan diberikan klidamisin atau doksisilin.
KONSEP ABSES KRONIS
A.
KONSEP
1. Faktor-faktor
yang berhubungan dengan abses periapikal pada pasien
a. Pengetahuan
Menurut Setyawati (2018), faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang, yaitu: faktor internal meliputi : pendidikan, Umur,minat
dan pengalaman dan faktor eksternal meliputi : pekerjaan, kebudayaan,
informasi, persepsi dan motivasi. Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah
suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Pengukuran
pengetahuandapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang
isi materi yang ingin diukur dengan objek penelitian atau responden. Data yang
bersifat kualitatif digambarkan dengan kata-kata, sedangkan data yang bersifat
kuantitatif terwujud angka-angka, hasil perhitungan atau pengukuran, dapat
diproses dengan dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang diharapkandan
diperoleh persentase, setelah dipresentasekan lalu ditafsirkan kedalam kalimat
yang bersifat kualitatif. Kategori baik yaitu menjawab benar 76%-100% dari yang
diharapkan. Kategori cukup yang menjawab benar 56%-75% dari yang diharapkan.
b. Perilaku
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan perilaku adalah
tingkah laku; tanggapan seseorang terhadap lingkungan. Bentuk perilaku
dibedakan menjadi dua, yaitu : perilaku tertutup (convert behavior), dan respon
seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(convert)(Setyawati, 2018). Menurut Lawrence Green faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku antara lain : pertama faktor pendorong (Predisposing
faktors), kedua faktor pemungkin (enabling faktors) dan ketiga faktor pendukung
(reinforcing factors). Perilaku yang dimiliki oleh seseorang dapat dibagi
menjadi tiga tingkatan, yaitu baik, cukup, dan kurang baik(Setyawati, 2018).
2. Abses
periapikal
a. Pengertian
abses periapikal
Menurut Fahrudin (2007) abses adalah kumpulan pus yang
terletak dalam satu kantung yang terbentuk dalam jaringan yang disebabkan oleh
suatu infeksi oleh bakteri, parasit, atau benda asing lainnya. Abses merupakan
reaksi pertahanan tubuh yang bertujuan mencegah agen-agen infeksi menyebar ke
bagian tubuh lainnya.Pus merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang
mati, sel-sel darah putih, mikroorganisme penyebab infeksi atau benda-benda
asing dan racun yang dihasilkan oleh organisme dan sel-sel darah (Khairunisa
dan Nindya, 2019).
Abses periapikal merupakan suatu infeksi tulang aveloar
kronis peraridikularyang berjalan lama dan bertingkat rendah, dan sumber
infeksi terdapat pada saluran akar (Utami, dkk.2017). Periapikal
adalah ujung dari akar gigi (Swastini, 2013). Abses periapikal merupakan suatu
infeksi tulang aveloar kronis peraridikular yang berjalan lama dan bertingkat
rendah, dan sumber infeksi terdapat pada saluran akar (Utami, dkk. 2017).
Penyakit abses periapikal merupakan suatu keadaan patologis yang terlokalisir
pada daerah apeks atau ujung akar gigi atau daerah periapikal gigi (Ratu,
2016).
b. Etiologi
abses ekstremitas sinistra bawah
c. Menurut Chandra dan Krisnha (2010)
penyebab terjadinya abses ektremitas sinistra bawah adalah matinya pulpa dengan
perluasan proses infeksi sebelah ekstremitas sinistra bawah, atau dapat juga
disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya sudah ada (Utami, dkk. 2017). Abses ekstremitas
sinistra bawah umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa. Jaringan yang
terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang
berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Akibat penimbunan nanah ini maka
jaringan sekitarnya akan terdorong dan menjadi dinding pembatas abses (Rakhma
dan Untara, 2011).
Penyebab utama dari abses periapikal
yaitu infeksi bakteri. Bakteri yang berperan dalam pembentukan abses periapikal
ini yaitu. Streptococcus sp, Staphylococcus aureus dan Bacillus sp. Bakteri
yang paling banyak terdapat pada gigi nekrosis disertai abses periapikal adalah
bakteri anaerob fakultatif Staphylococcus aureus dan bakteri gram positif
(Ratu, 2016).
d. Tanda
dan Gejala abses ektremitas sinistra bawah.
-
Pembengkakan
(edema) di area yang mengalami abses.
-
Kemerahan (eritema) pada kulit sekitar abses.
-
Nyeri tekan (tenderness) terutama saat
disentuh.
-
Teraba hangat
(peningkatan suhu lokal).
-
Fluktuasi (terasa ada cairan bila ditekan).
-
Batas tegas lesi, biasanya membentuk benjolan.
-
Adanya pus/nanah bila
abses sudah pecah atau dilakukan insisi.
-
Gejala Sistemik
-
Demam (terutama bila
abses cukup besar atau infeksi menyebar).
-
Malaise (lemas, tidak
enak badan).
-
Anoreksia (penurunan
nafsu makan).
-
Leukositosis (jika
dilakukan pemeriksaan darah).
Jadi, pasien dengan abses
ekstremitas bawah sinistra biasanya mengeluh nyeri hebat, ada benjolan merah
bengkak, terasa panas, kadang bernanah, serta bisa disertai demam.
3. Komplikasi
Abses Sinistra Ekstremitas Bawah
Apabila abses pada tungkai kiri (sinistra)
tidak ditangani dengan tepat, bisa
menimbulkan beberapa komplikasi
serius, baik lokal maupun sistemik
a. Komplikasi
Lokal
- Penyebaran
infeksi ke jaringan sekitarnya → selulitis, fasciitis, atau miositis.
- Pembentukan
fistula → saluran abnormal dari abses menuju kulit atau jaringan lain.
- Kerusakan
jaringan (nekrosis) akibat tekanan pus dan inflamasi.
- Gangguan
fungsi ekstremitas → nyeri, keterbatasan gerak, hingga kelemahan.
- Rekurensi
abses → abses bisa muncul kembali jika drainase tidak adekuat.
b. Komplikasi
Regional
-
Limfangitis → peradangan
pembuluh limfe, ditandai garis kemerahan sepanjang tungkai.
- Limfadenitis
→ pembengkakan dan nyeri pada kelenjar getah bening regional (inguinal).
c. Komplikasi
Sistemik
-
Sepsis → bila infeksi
menyebar ke darah, dapat menyebabkan demam tinggi, hipotensi, hingga syok
septik.
-
Bakteremia → penyebaran
bakteri dalam aliran darah yang berisiko menimbulkan abses di organ lain
(misalnya paru, ginjal, otak).
- Gangguan
penyembuhan luka kronis → terutama pada pasien dengan komorbid seperti DM.
Dengan demikian, abses
sinistra ekstremitas bawah harus segera ditangani (insisi, drainase,
antibiotik, perawatan luka) agar tidak berkembang ke komplikasi berbahaya.
4. Penatalaksanaan
1) Medis
a.
Drainase abses
-
Tindakan utama → insisi dan drainase untuk
mengeluarkan pus.
-
Membersihkan rongga abses, lalu dipasang drain jika
diperlukan.
2)
Antibiotik
-
Diberikan bila abses luas, ada tanda sistemik
(demam, leukositosis), atau pasien dengan imunokompromais/DM.
-
Jenis: biasanya golongan sefalosporin, penisilin,
atau sesuai hasil kultur.
3)
Analgesik / antipiretik
-
Untuk mengurangi nyeri dan menurunkan demam.
4)
Perawatan luka
-
Membersihkan luka dengan teknik aseptik, mengganti
balutan secara berkala.
B. KONSEP
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
a.
Pengkajian
Menurut Wijaya danPutri
(2014) pengkajian yang digunakan pada pasien dengan
asma yaitu :
a)
Identitas klien : Meliputi
nama, Usia, Jenis Kelamin,
ras, dll
b)
Informasi dan diagnosa medik
penting
c)
Data riwayat kesehatan pernah menderita penyakit
abses 6 tahun yang lalu sebelumnya,
menderita kelelahan yang amat sangat dengan sakit
kepala.
b.
Riwayat kesehatan sekarang
-
Biasanya klien sakit
kepala dengan suhu yang tinggi di sertai pusing dan lemas.
c.
Anamnesa
Identitas diri pasien dan penanggung
jawab
Yang terdiri dari nama pasien, umur,
jenis kelamin, agama dan lain-lain
d.
Keluhan utama
Keluhan utama pada masalah vertigo yaitu
pusing seperti terputar-putar, nyeri kepala.
1) Proboking
insiden : apa ada peristiwa faktor nyeri
2) Quality
of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien. Apakah panas,
berdenyut / menusuk
3) Region
Radiation of pain : apakah sakitbisa reda dalam sekejap, apa terasa sakit
menjalar, dan dimana posisi sakitnya.
4) Severity/scale
of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien berdasarkan skala
nyeri
5) Time
: berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada waktu malam hari
atau pagi hari.
e.
Riwayat Kesehatan
1) Riwayat
Kesehatan sekarang
Biasanya pasien abses kronis cenderung
mengeluh pusing seperti terputar-putar, nyeri kepala , mual dan muntah dan
tidak bisa melakukan aktivitas.
f.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah pasien mempunyai riawayat penyakit
seperti infeksi telinga, labirintitis,
g.
Riwayat kesehatan
Keluarga Adakah penyakit turun-temurun yang diderita oleh anggota keluarga yang
mungkin ada hubungannya dengan
penyakit klien sekarang
- Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan Pola Fungsi
Kesehatan
- Aktivitas
dan latihan kelemahan, kelelahan
h.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri
kronis berhubungan dengan kondisi muskuloskeletal kronis (D.0078)
2. Risiko
infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit (D.0142)
3. Gangguan
pola tidur berhubungan dengan Proses penyakit (D.0055)
4. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
5. Defisit
Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar infromasi (D.111)
INTERVENSI KEPERAWATAN
No.
|
Diagnosa
keperawatan |
Luaran keperawatan |
Intervensi
|
1 2. |
risiko
infeksi (D.0142) Nyeri
kronis |
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka mobilitas fisik
meningkat, dengan kriteria hasil: 1. Pergerakan ekstremitas
meningkat 2. Kekuatan
otot meningkat 3. Rentang
gerak (ROM) meningkat L.08066-Tingkat Nyeri Setelah dilakukan
intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat nyeri menurun, dengan
kriteria hasil:
|
(I.06171). Dukungan ambulasi adalah
intervensi yang dilakukan
oleh perawat dalam memfasilitasi pasien untuk meningkatkan
aktivitas berpindah.Tindakan yang dilakukan pada intervensi dukungan ambulasi
berdasarkan SIKI, antara lain: Observasi 1.
Identifikasi adanya
nyeri atau keluhan fisik lainnya 2.
Identifikasi toleransi
fisik melakukan ambulasi 3.
Monitor frekuensi
jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi 4.
Monitor kondisi umum
selama melakukan ambulasi Terapeutik 1.
Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat bantu (mis: tongkat, kruk) 2.
Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu 3.
Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi Edukasi 1.
Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi 2.
Anjurkan melakukan
ambulasi dini 3.
Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus dilakukan (mis: berjalan dari tempat tidur ke kursi
roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi) Tindakan yang dilakukan
pada intervensi manajemen nyeri berdasarkan SIKI, antara lain: Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
|
i.
Implementasi
Implementasi merupakan realisasi rencana keperawatan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, kegiatan pada tahap ini yaitu
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan sesudah
diberi tindakan (Kozier, 2016). Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup penigkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan manifestasi koping.
j.
Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteriahasil
yang di buat pada tahap perencanaan (Potter & Perry, 2016). Meskipun tahap
evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan tetapitahap ini merupakan
bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu
direvisi untuk menentukan kecukupan data yang telah di kumpulkan dan kesesuaian
perilaku yang diobservasi. Evaluasi diperlukan pada tahap intervensi untuk
menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif
(Nursalam, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, D., Pramudianto, A., & Novitasari, D.
(2022).PPOK dengan masalah gangguan oksigenasi. JKM: Jurnal Keperawatan
Merdeka, 2(1), 30-35.
Aprilia, Syerina. Asuhan Keperawatan Gangguan
Kebutuhan Oksigenasi Pada Prasekolah Anak A Dengan Penyakit Ispa Keluarga Bapak
R Di Kelurahan Tanjung Aman Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara
Tahun 2021. Diss. Poltekkes Tanjungkarang, 2021.
Pranciska, Sella. Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat Pasien Dengan Gangguan Oksigenasi Padakasus Cidera Kepala Sedang
Terhadap Tn. Gdiruang Igd Rsud Jend Ahmad Yani Metro Tanggal 02 April 2021.
Diss. Poltekkes Tanjungkarang, 2021.
Hutabarat, Naomi Isabella, et al. "KEPERAWATAN
DASAR: TEORI DAN PRAKTEK." Penerbit Tahta Media (2022).
Brunner &Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal
Bedah. EGC. Jakarta
Mubarak, Wahit
Iqbal & Cahyani, Nurul. 2007. Kebutuhan Dasar. Jakarta : EGC
Nanda
International (20013). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi.
Jakarta:EGC
Potter &
Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta:EGC
Tarwonto
dan Wartonah.2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan
Asuhan Keperaweatan. Jakarta: Salemba Medika.
Diamond,
M., Peniston, H. L., Sanghavi, D., & Mahapatra, S. (2022). Acute
Respiratory Distress Syndrome. National Library of Medicine. Retrieved from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK436002/
Widyawati,
Novia, and Binarti Dwi Wahyuningsih. Penerapan Latihan Batuk Efektif Pada
Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dengan Masalah Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif Di Rsu Anwar Medika Sidoarjo. Diss. Perpustakaan Universitas Bina
Sehat, 2023.
Comments
Post a Comment