UNDUH FILE WORD LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA FRAKTUR

 

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA FRAKTUR

( AKTIFITAS DAN MOBILITAS )


1.1      KONSEP DASAR MOBILITAS FISIK

 

1.1.1        Definisi

Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak dan melakukan kegiatan secara mudah, bebas dan teratur guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik secara mandiri, dengan bantuan orang lain, maupun hanya dengan bantuan alat (Wulandari, 2018).

Gangguan mobilitas atau imobilitas merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya (Wulandari, 2018). Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.

1.1.2        Etiologi

Menurut Tim Pokja DPP PPNI (2017), faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan mobilitas fisik, adalah sebagai berikut :

1.2  Penurunan kendali otot

1.3  Penurunan kekuatan otot

1.4  Kekakuan sendi

1.5  Kontraktur

1.6  Gangguan muskoloskeletal

1.7  Gangguan neuromuskular

1.8  Keengganan melakukan pergerakan

1.1.3  Patofisiologi

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi system otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontraindikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi parukronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.

Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.

1.1.4  Manifestasi klinis

Adapun tanda dan gejala pada gangguan mobilitas fisik menurut tim pokja DPP PPNI ( 2017 ) yaitu:

1.      Gejala tanda mayor

a.       Subjektif

1.)    Mengeluh menggeraakan ekstremitas

b.      Objektif

1). Kekuatan otot menurun

2). Rentang gerak ( ROM ) menurun

2.      Gejala tanda minor

a.       Subjektif

1). Nyeri saat bergerak

2). Enggan melakukan pergerakan

3). Merasa cemas saat bergerak

b.      Objektif

1). Sendi kaku

2). Gerakan tidak koordinasi

3). Gerak terbatas

4). Fisik lemah

 

 

1.1.5        Manifestasi Klinis

Menurut SDKI ( 2019 ) kondisi klinis terkait gangguan mobilitas fisik meliputi:

1.      Stroke

2.      Cedera medulaspinalis

3.      Trauma

4.      Fraktur

5.      Osteoarthritis

6.      Ostemalasia

7.      Keganasan

 

1.1.6        Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Saputra (2013) dalam Adha (2017), ada beberapa penatalaksanaan gangguan mobilisasi secara umum diantaranya, yaitu :

a.       Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien

Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan dengan tingkat gangguan, seperti posisi fowler, sim, trendelenburg, dorsal recumbent, lithotomi, dan genu pectoral.

a.       Posisi Fowler

Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, di mana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.

b.      Posisi Sim

Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria).

c.       Posisi Trendelenburg

Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.

d.      Posisi Dorsal Recumbent

Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa genitalia serta pada proses persalinan.

e.       Posisi Lithotomi

Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.

 

f.        Posisi Genu Pectoral

Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa daerah rektum dan sigmoid.

b.      Latihan ROM Pasif dan Aktif

Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas. Menurut Junaidi (2011) dalam Adha (2017) setelah keadaan pasien membaik dan kondisinya telah stabil baru diperbolehkan dilakukannya mobilisasi.

Berikut beberapa gerakan latihan ROM yang dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot serta memelihara mobilitas persendian :

a.       Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan

b.      Fleksi dan Ekstensi Siku

c.       Pronasi dan Supinasi Lengan

d.      Pronasi Fleksi Bahu

e.       Abduksi dan adduksi

f.        Rotasi bahu

g.      Fleksi dan efersi kaki

h.      Infersi dan efersi kaki

i.        Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki

j.        Fleksi dan ekstensi lutut

k.      Rotasi pangkal paha

l.        Abduksi dan adduksi pangkal paha

c.       Latihan Ambulasi

                                                                                   a.      Duduk di atas tempat tidur

                                                                                  b.      Turun dari tempat tidur, berdiri, kemudian duduk di kursi roda

                                                                                   c.      Membanru berjalan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan sistem atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi lima tahap yaitu

pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

1.      Pengkajian

a.       Anamnesis menurut (Padila, 2012)

1.)    Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,

status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,

nomer register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosis medis (Padila,

2012).

2.)    Keluhan utama

Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu klien juga

akan kesulitan beraktivitas. Menurut (Padila, 2012) untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri, digunakan:

a.       Provoking incident: Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri

b.      Quality of pain: Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk

c.       Region: radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

d.      Severity (scale) of pain: Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya

e.       Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari

3.)    Riwayat penyakit sekarang

4.)    Riwayat penyakit dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang menyebabkan fraktur

patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit

diabetes dengan luka sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut

maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan

tulang (Padila, 2012).

5.)    Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan

salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,

osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker

tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Padila, 2012).

b.      Pemeriksaan fisik menurut (Suratun dkk, 2008) antara lain:

1.      Keadaan umum:

a.       Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, composmentis tergantung pada keadaan klien.

b.      Tanda-tanda vital: kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan pembedahan: tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara nafas, pernafasan infeksi kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.

c.       Nutrisi dan metabolisme. klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin untuk membantu proses penyembuhan tulang dan pantau keseimbangan cairan (Padila, 2012).

d.      Eliminasi. Pantau pengeluaran urine frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah apakah terjadi retensi urine. Retensi urine dapat disebabkan oleh posisi berkemih yang tidak alamiah, pembesaran prostat dan adanya tanda infeksi saluran kemih kaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.

e.       Kepala. Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

f.        Leher. Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada

g.      Muka. Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak edema

h.      Mata. Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis

i.        Telinga. Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.

j.        Hidung. Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

k.      ut dan faring. Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

l.        Thoraks. Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris

m.    Paru. 

Inspeksi: Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada

riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru

Palpasi: Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama

Perkusi: Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya

Auskultasi: Suara nafas normal, tak ada wheezing atau suara tambahan

lainnya seperti stridor dan ronkhi

n.      Abdomen

o.      Sistem muskuloskeletal Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan, darah merembes atau tidak

c.       Pemeriksan Penunjang

d.      Pemeriksan Diagnostik menurut Istianah (2017) antara lain:

1.)    Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur

2.)    Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

3.)    Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan

4.)    vaskuler. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai respon terhadap peradangan

2. Diagnosa Keperawatan yang muncul menurut (SDKI, 2017)

a.       Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, ketidaknyamanan,kerusaka muskuloskeletal, pembatasan aktivitas, dan dan penurunan kekuatan ketahanan

b.      Nyeri akut berhubungan dengan jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema, dan cedera jaringan, alat traksi atau imobilisasi, stress, ansietas

c.       Nyeri akut berhubungan dengan jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema, dan cedera jaringan, alat traksi atau imobilisasi, stress, ansietas

3.Intervensi Keperawatan

Intervensi Keperawatan Menurut (SDKI, 2017; SLKI, 2018; SIKI, 2018)

a.       Nyeri akut D.0077 berhubungan dengan agen pencedera fisik Tujuan: L. 08066. Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka nyeri akut teratasi dengan kriteria hasil: kemampuan menuntaskan aktifitas meningkat, keluhan nyeri menurun (dari 7 ke 3) ditandai dengan pasien tidak meringis, ketegangan otot menurun, tekanan sistole dalam batas normal (100-130) mmhg, tekanan diastole dalam batas normal (70-90) mmhg, frekuensi nadi normal (60-100) kali per menit, pernapasan normal (16-20) kali per menit. Tindakan: I.08238

1.      lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

2.       Identifikasi skala nyeri

3.       Identifikasi respon nyeri non verbal

4.      Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

5.      dentifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

6.      Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

7.      Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

8.       Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

9.      Monitor efek samping penggunaan analgetik

10.   Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)

11.   Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)

12.  1Fasilitasi istirahat dan tidur

13.   Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi

14.   meredakan nyeri Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

15.  Jelaskan strategi meredakan nyeri

16.  Anjurkan memonitor nyri secara mandiri

17.  Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

18.   Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

19.  Kolaborasi pemberian analgetik

b.      Gangguan mobilitas fisik D.0054 berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang Tujuan l.05042. Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: pergerakan ekstermitas kekuatan otot meningkat (0 ke 3-5), ROM (Range Of Motion) meningkat, nyeri menurun (dari 7 ke 3), kaku sendi menurun, gerakan terbatas menurun, kelemahan fisik menurun. Tindakan: I.06171

1.      Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

2.       Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

3.      Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi

4.      Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

5.       Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)

6.      Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu

7.      Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi

8.      Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

9.      Anjurkan melakukan ambulasi dini

10.  Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)

c.       Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan maka perawatan diri meningkat dengan kriteria hasil: kemampuan mandi meningkat, kemampuan mengenakan pakaian meningkat, kemampuan ke toilet (BAB/BAK) meningkat, verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri meningkat, minat melakukan perawatan diri meningkat. Tindakan: dukungan perawatan diri: BAB/BAK, mandi berpakaian, makan/minum

1.      Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian dan makan

2.      Pantau makanan sesuai diet yaitu Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)

3.      Pantau kebersihan tubuh pasien

4.       jaga privasi pasien

5.      Bantu pasien menyeka badan

6.       Bantu pasien menutupi tubuh dengan pakaian atau selimut

7.      Berikan bantuan saat pasien makan dan minum

8.       Berikan bantuan saat membersihkan BAB

9.      Melibatkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan pasien

4,mplementasi Keperawatan

  Implementasi merupakan pengelolaan dan perwujudan dari intervensi keperawatan yang telah di susun pada tahap intervensi ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klienkeluarga atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari (Iqramulla, N, 2021). Implementasi keperawatan yang dilakukan kepada pasien ditulis menggunakan bahasa aplikatif dan bahasa sederhana. Proses pelaksanaan implementasi berpusat kepada kebutuhan klien faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan (Iqramulla, N, 2021). Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat. Sebelum melakukan tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Implementasi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga merupakan transmisiperawat dan pasien setelah implementasi keperawatan selesai dilakukan (Asmadi, 2008).

5. Evaluasi Keperawatan

 Evaluasi keperawatan merupakan suatu aktivitas tindakan keperawatan untuk mengetahui efektivitas tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawatan terhadap asuhan keperawatan yang di berikan. Dalam perumusan evaluasi 27 keperawatan menggunakan empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni S (subjective)merupakan data informasi berupa ungkapan keluhan pasien, O (objective) merupakan data berupa hasil pengamatan, penilaian, dan pemeriksaan, A (analisis/ assesment) merupakan interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam perencanaan keperawatan tercapai. Dikatakan tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan perilaku sesuai kondisi yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai apabila perilaku pasien tidak seluruhnya tercapai sesuai tujuan, sedangkan tidak tercapai apabila pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan, dan selanjutnya P (planning) merupakan rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa data. Jika tujuan telah tercapai, maka perawat akan menghentikan rencana dan apabila sebagian tercapai atau belum tercapai, perawat akan melajutkan atau melakukan modifikasi perencanaan keperawatan (Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, & Tutiany, 2013).

           

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Adha, S.A. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di IRNA C RSSN Bukittinggi. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.

Basuki, L. penerapan ROM (Range of Motion) Pada Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Di RSUD Wates Kulon Progo. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Yogyakarta.

Nurarif, A.H. dan Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC_NOC. Yogyakarta; MediAction.

Purwanto, H. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan Medikal Bedah

II. Jakarta Selatan; Pusdik SDM Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperaatan. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definis dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI

Widuri, H. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia (Aspek Mobilitas dan Istirahat Tidur). (Riyadi, S, Ed.) Yogyakarta; Gosyen Publishing.

Wulandari, N.K.V. gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pasca Stroke Non Hemoragik Dengan Gangguan Pemenuhan Mobilitas Fisik (Di Wilayah Keja UPT Kesmas Sukawati I) Tahun 2018. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Denpasar.

Ahern, N. R & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit Mediaction.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC.

 UNDUH FILENYA

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK SEPSIS DI RUANG ICU