UNDUH FILE LAPORAN PENDAHULUAN PENURUNAN CURAH JANTUNG PADA CHF
LAPORAN
PENDAHULUAN PENURUNAN CURAH JANTUNG PADA CHF
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Konsep Dasar Penurunan
Curah Jantung
1.1.1
Definisi
Penurunan curah jantung adalah suatu kondisi
ketidak adekuatan jantung dalam memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2016).
1.1.2
Etiologi
Etiologi
penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif menurut Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, (2016), adalah sebagai berikut :
a.
Perubahan irama jantung
b.
Perubahan frekuensi jantung
c.
Perubahan kontraktilitas
d.
Perubahan preload
e.
Perubahan afterload
1.1.3
Patofisiologi
Gagal
jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium yang
terjadi ketika kemampuan jantung dalam berkontraksi berkurang sehingga
menimbulkan gerakan abnormal pada
dinding jantung. Daya kembang pada ruang jantung menjadi berubah dan ventrikel
tidak mampu memompa darah keluar sesuai banyak darah yang masuk selama diastol
(Wilson, 2022).
Hal
ini menyebabkan volume akhir diastolik atau preload pada ventrikel secara
progresif meningkat. Tegangan yang dihasilkan menjadi berkurang karena
ventrikel teregang oleh darah. Semakin berlebih beban awal ventrikel maka
semakin sedikit darah yang mampu dipompa keluar sehingga afterload menurun.
Akibatnya volume sekuncup, curah jantung dan tekanan darah menurun (Corwin, 2016)
1.1.4
Tanda Dan Gejala
Menurut
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017) gejala dan tanda penurunan curah jantung dibagi
dua yaitu gejala dan tanda mayor dan minor:
Gejala dan Tanda Mayor |
|
Subjektif |
Objektif |
1.
Perubahan irama jantung 1).
Palpitasi |
1.
Perubahan irama jantung 1).
Bradikardia/takikardia
2). Gambaran EKG aritmia atau gannguan
konduksi |
2.
Perubahan preload 1).
Lelah |
2. Perubahan Preload 1). Edema 2). Distensi vena jugiralis 3). Central venous pressure 4). Hepatomegali |
3.
Perubahan afterload 1).
Dispnea |
3 . Perubahan Afterload 1). Tekanan darah meningkat/menurun 2). Nadi perifer teraba lemah 3). Capilary repil time >3 detik 4). Oliguria 5). Warna kulit pucat dan/atau sianosis |
4.
Perubahan Kontraktilitas 1). Paroxymal
nocturnal dyspnea (PND) 2).
Ortopnea 3).
Batuk |
4. Perubahan Kontraktilitas 1). Terdengar suara jantung S3 dan /atau
S4 2). Ejection fraction (EF) menurun |
Gejala dan Tanda Minor |
|
Subjektif |
Objektif |
1.
Perubahan preload (
tidak tersedia) |
1.Perubahan preload 1).
Mur-mur 2)
Berat badan bertambah 3)
Pulmonary artery wedge pressure (PAWP) menurun |
2.
Perubahan afterload (tidak
tersedia) |
2.
Perubahan afterload 1).pulmonary vaskular resistance (PVR)
meningkat/menurun, 2). systemic vascular resistence (SVR) meningkat/menurun) |
3.
Perubahan kontraktilitas (
tidak tersedia) |
3. Perubahan kontraktilitas 1). perubahan kontraktilitas (cardiac
index (CI) menurun, 2). left ventricular stroke work index
(LVSWI) menurun 3). stroke volume index (SVI) menurun) |
4.
Perilaku / emosional 1)
Cemas 2)
Gelisah |
5.
perilaku emosional (tidak
tersedia) |
1.1.5
Kondisi Klinis
Menurut SDKI (2019) kondisi klinis
terkait penurunan curah jantung
meliputi:
1. Gagal jantung kongestif
2. Sindrom coroner akut
3. Stenosis mitral
4. Regurgitasi mitral
5. Stenosis aorta
6. Regurgitasi aorta
7. Stenosis trikuspidal
8. Regurgitasi trikuspidal
9. Stenosi pulmonal
10. Regurgitasi pulmonal
11. Aritmia
12. Penyakit jantung bawaan
2.2
Konsep Dasar CHF ( Gagal
Jantung Kongestif)
2.2.1
Definisi
Menurut Brunner & Suddarth
(2017). CHF atau sering di sebut dengan gagal jantung kongestif adalah keadaan
dimana jantung tidak mampu untuk memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi, sehingga penderita biasanya akan
mengalami sesak napas karena tidak ada oksigen yang dapat di terima oleh tubuh.
Gagal jantung kongestif adalah suatu
keadaan dimana jantung tidak mampu atau mengalami kegagalan dalam memompa darah
keseluruh tubuh untuk mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan oksigen dan
nutrien secara adekuat sehingga mengakibatkan dilatasi (peregangan ruang
jantung) atau mengakibatkan kaku dan terjadi penebalan pada otot jantung
(Udjianti, 2012).
Menurut Nurkhalis and Adista, (2020)
gagal jantung merupakan keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah ke
seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi
dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure) atau dapat pula
keduanya.
2.2.2
Etiologi
Menurut
Lumi, Joseph, and Polii, (2021) gagal jantung disebabkan oleh 4 faktor,
diantaranya :
1.
Faktor penyebab terjadinya gagal jantung yang sering terjadi pada pasien gagal jantung
diantaranya seperti cedera iskemik, hipertensi, sindrom metabolic (diabetes
mellitus, obesitas, hiperlipidemia).
2.
Faktor kedua yaitu genetik. berasal dari mutasi autosom dominan atau kelompok keluarga
dengan frekuensi alel yang jarang
3.
Faktor yang ketiga yaitu mekanik yang disebabkan karena disfungsi katup yang biasanya
menyebabkan tekanan berlebih di ventrikel kiri pada lansia yaitu stenosis aorta
4.
Serta faktor yang ke empat yaitu imunitas yang mencakup autoimun dan infeksi
baik
virus ataupun bakteri.
2.2.3
Klasifikasi
Dalam
Buku Ajar Keperawatan Gangguan Sistem Kardiovaskuler yang ditulis oleh Kasron
(2016) menjelaskan bahwa gagal jantung terbagi antara lain:
a. Gagal
Jantung Akut-Kronik
1.
Gagal jantung akut
terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan cardiac output dan tidak
adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps
pembuluh darah.
2.
Gagal jantung kronik
terjadinya secara perlahan ditandai dengan penyakit jantung iskemik, penyakit
paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada
ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan
hipertrofi.
b. Gagal
Jantung Kiri-Kanan
1.
Gagal jantung kiri
terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga
menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katup aorta/mitral.
2.
Gagal jantung kanan
disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung
cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara secara
sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura dan lain-lain.
c. Gagal
Jantung Sistolik-Diastolik
1.
Sistolik terjadi karena
penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak mampu
memompa darah akibatnya cardiac output menurun dan ventrikel hipertrofi.
2.
Diastolik karena
ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stroke volume cardiac
output menurun.
Adapun,
klasifikasi gagal jantung menurut NYHA dalam buku yang ditulis oleh Muttaqin
(2016) sebagai berikut:
Tabel 2.1
Klasifikasi Gagal Jantung Menurut NYHA
Kelas |
Definisi |
Istilah |
I |
Klien dengan
kelainan jantung tetapi tanpa pembatasan aktivitas fisik |
Disfungsi
ventrikel kiri yang asimtomatik |
II |
Klien dengan
kelainan jantung yang menyebabkan sedikit pembatasan aktivitas fisik |
Gagal jantung
ringan |
III |
Klien dengan
kelainan jantung yang menyebabkan banyak pembatasan aktivitas fisik |
Gagal jantung
sedang |
IV |
Klien dengan
kelainan jantung yang segala bentuk aktivitas fisiknya akan menyebabkan
keluhan |
Gagal jantung
bera |
2.2.4
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala gagal jantung
dapat diperhatikan secara relatif dari derajat latihan fisik yang diberikan.
Pada pasien gagal jantung, toleransi terhadap latihan fisik akan semakin
menurun dan gejala gagal jantung akan muncul lebih awal dengan aktivitas yang
ringan. Gejala awal yang umumnya terjadi pada penderita gagal jantung yakni
dyspnea (sesak napas), mudah lelah dan adanya retensi cairan. Paroxysmal
Nocturnal Dyspnea (PND) yaitu kondisi mendadak bangun karena dyspnea yang
dipicu oleh timbulnya edema paru interstisial. PND merupakan salah satu
manifestasi yang spesifik dari gagal jantung kiri. Backward failure pada sisi
kanan jantung dapat meningkatkan tekanan vena jugularis Penimbunan cairan dalam
ruang interstisial dapat menyebabkan edema dan jika berlanjut akan menimbulkan
edema anasarka. Forward failure pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda
berkurangnya perfusi ke organ tubuh seperti kulit pucat dan kelemahan otot
rangka. Semakin menurunnya curah jantung dapat disertai gejala insomnia,
kegelisahan, bahkan kebingungan. Bahkan pada gagal jantung kronis yang berat,
dapat terjadi kehilangan berat badan yang progresif.
Tanda dan Gejala CHF (Nurkhalis and
Adista, 2020).
·
Sesak napas
·
Ortopneu
·
Paroxymal Nocturnal
Dispnoe (PND) Toleransi aktifitas yang berkurang
·
Mudah lelah
·
Bengkak di pergelangan
kaki
·
Peningkatan JVP
·
Suara jantung S3 (gallop)
·
Edema perifer
·
perkusi Takikardia
·
Nadi irreguler
·
Nafas cepat
2.2.5
Patofisiologi
Menurut Purwowiyoto (2018),
terjadinya gagal jantung diawali dengan adanya kerusakan pada jantung atau
miokardium. Hal tersebut akan menyebabkan menurunnya curah jantung. Bila curah
jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, maka jantung akan
memberikan respon mekanisme kompensasi untuk mempertahankan fungsi jantung agar
tetap dapat memompa darah secara adekuat. Bila mekanisme tersebut telah secara
maksimal digunakan dan curah jantung normal tetap tidak terpenuhi, maka setelah
akan itu timbul gejala gagal jantung.
Aktivasi sistem renin angiotensin
aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan
volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah
kontraktilitas miokardium sesuai dengan mekanisme Frank Starling. Respon
kompensatorik yang terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium
atau bertambahnya ketebalan otot jantung.
Hipertrofi akan meningkatkan
jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium. Sarkomer dapat bertambah secara
paralel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan
gagal jantung. Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi ini memiliki efek yang
menguntungkan. Namun, pada akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan
gejala dan meningkatkan kerja jantung yang mengakibatkan meningkatnya beban
miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.
2.2.6
Komplikasi Congestive
Heart Failure (CHF)
Komplikasi Congestive Heart Failure (CHF)
menurut Kasron (2016)
1. Syok kardiogenik
2.
Episode tromboemboli karena pembentukan bekuan vena karena statis darah
3.
Efusi dan tamponade jantung
4. Toksisitas digitalis akibat pemakaian
obat – obatan digitalis.
2.2.7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada pasien dengan kasus gagal jantung kongestive diantaranya:
1. Elektrokardiogram
Pada pemeriksaan EKG untuk klien dengan gagal jantung dapat ditemukan kelainan
EKG seperti berikut ini.
a.
Left bundle branch block,
kelainan segmen ST/T menunjukan disfungsi ventrikel kiri kronis.
b.
Gelombang Q menunjukkan
infark sebelumnya dan kelainan segmen ST menunjukkan penyakit jantung iskemik.
c.
Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang
terbalik, menunjukkan stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi.
d.
Aritmia
e.
Deviasi aksis ke kanan,
right bundle branch block, dan hipertrofi vertikel kanan menunjukkan disfungsi
ventrikel kanan.
2. Pemeriksaan
Laboratorium: meliputi pemeriksaan elektrolit serum yang mengungkapkan kadar
natrium yang rendah.
3. Ekokardiografi
Gambaran yang paling sering ditemukan pada gagal jantung akibat penyakit
jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi, dan beberapa kelainan katup adalah
dilatasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh dinding ventrikel.
4. Analisa
gas darah: Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory ringan
(dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
5. Blood
ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin: Peningkatan BUN menunjukkan penurunan
fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan
tiroid: Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai
pencetus gagal jantung (Rahmadhani, 2020).
2.2.8
Penatalaksanaan Congestive
Heart Failure (CHF)
Terapi bagi penderita gagal jantung
berupa terapi non-farmakologis, terapi farmakologis, prosedur pembedahan, dan
pemasangan alat mendis. Terapi yang diberikan berguna untuk merelaksasikan,
nyaman saat melakukan aktivitas fisik dan bisa memperbaiki kualitas hidurp
serta meningkatkan harapan hidup pada pasien dengan gagal jantung. Tujuan dari
adanya terapi diantaranya untuk meredakan gejala, memperlambat perburukan
penyakit, dan memperbaiki harapan.
1. Terapi
non-farmakologis
Terapi non-farmakologi pada penderita
gagal jantung berbentuk manajemen perawatan mandiri yang artinya sebagai
tindakan yang bertujuan untuk menjaga kestabilan fisik serta menghindari
perilaku yang mungkin dapat memperburuk kondisi dan juga mendeteksi gejala awal
saat perburukan gagal jantung. Manajemen perawatan mandiri ini ada beberapa
terapi seperti kepatuhan minum obat, pemantauan berat badan, pemantauan asupan
nutrisi, dan latihan fisik.
1. Heart
Failure (CHF) kronik
a.
Meningkatkan oksigenasi
dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau
pembatasan aktivitas.
b.
Diet pembatasan natrium ( <4 gr/ hari ) untuk menurunkan edema.
c.
Menghentikan obat-obatan
yang memperparah seperti
d.
NSAIDs karena efek
prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium.
e.
Pembatasan cairan (kurang
1200 – 1500 cc/ hari).
f.
Olahraga secara teratur.
g.
Heart Failure (CHF) akut
a.
Meningkatkan oksigenasi
dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau
pembatasan aktivitas.
b.
Diet pembatasan natrium (
< 1,5 liter/ hari )
1. Terapi
farmakologis
Sedangkan terapi farmakologis memiliki
tujuan untuk mengatasi gejala akibat penyakit gagal jantung, seperti kongesti
dan mengurangi kompensasi. Selain untuk mengurangi gejala akibat gagal jantung,
terapi farmakologis juga digunakan untuk memperlambat perburukan kondisi
jantung dan mengatasi terjadinya kejadian akut akibat respon kompensasi
jantung.
1. Memberikan
oksigen
Pemenuhan oksigen akan kebutuhan
miokardium dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen yang dibutuhkan tubuh.
2. First
line drugs : diuretic
Tujuan :
mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal
pada disfungsi diastolic.
Obatnya :
Thaizide diuretic untuk Congestive Heart Failure(CHF) sedang,loop diuretic,
maltolazon (kombinasi dari lop siuretic untuk meningkatkan pengeluaran cairan),
kalium– sparing diuretic.
3. Second
line drungs : ACE inhibitor
Tujuan :
membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung.
Obatnya
adalah :
·
Digoxin Meningkatkan
kotraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan diastolik yang mana
dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi.
·
Hidralazin Menurunkan
afterload pada fungsi sistolik.
·
Isobarbiten dinitrat
Mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik, hindari vasodilator
pada disfungsi sistolik.
4.
Prosedur pembedahan
a.
Penggantian atau
perbaikan katup jantung
Valvuloplasti
(perbaikan katup) ataupun penggantian katupdengan katup prostetik apabila
valvuloplasti tidak memungkinkan untuk dilakukan. Tindakan bedah ini dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita.
b. Transplatasi jantung
c.
Myectomy
Ahli bedah akan mengeluarkan otot septal
yang berkembang dengan cepat di jantung untuk menurunkan sumbatan yang terjadi
karena gagal jantung akibat dari hipertrofikardiomiopati
5. Pemasangan
alat medis
a.
VAD (Ventricular
Assisting Devices)
Digunakan sebagai pompa yang dapat digunakan
untuk memompa darah. Pasien yang menggunakan alat ini biasanya adalah pasien
yang sedang menunggu untuk transplantasi jantung atau untuk terapi permanen
bagi orang yang tidak ingin transplantasi jantung.
b.
CRT (Cardiac
Resynchronization Therapy)
Alat
ini berguna untuk mengirimkan impuls listrik ke ruang jantung. CRT cocok
digunakan oleh orang yang menderita gagal jantung kongestif dan konduksi
kelistrikan jantung yang abnormal.
3.
3. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Gagal Jantung Kongestif dengan
Penurunan Curah Jantung
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan salah satu dari bagian-bagian proses keperawatan
yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan klien yang meliputi
usaha untuk mengumpulkan data tentang
status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan
berkesinambungan(Muttaqin, 2016).
Dalam hal pengkajian pada gagal
jantung kongestif menggunakan pengkajian
mendalam mengenai penurunan curah jantung,
dengan kategori fisiologis dan sub kategori sirkulasi. Pemgkajian yang
dilakukan yaitu sesuai dengan tanda mayor penurunan curah jantung yang dilihat
dari data subjektif yaitu pasien mengalami
perubahan irama jantung yang
berupa palpitasi, perubahan preload berupa kelelahan , perubahan afterload
berupa dypsnea, perubahan kontraktilitas berupa proxymal nocturnal dypsnea
(PND), ortopnea, batuk. Kemudian diliahar dari data objektif yaitu pasien
mengalami perubahan iram ajntung berupa bradikardia atau takikardia, gambaran
EKG aritmia atau gangguan konduksi, perubahan afterload berupa edema, distensi
vena jugularis, Central Venous Pressure (CVP), perubahan afterload
berupa tekanan darah meningkat, nadi perifer teraba lemah, capillary refill
time >3 detik, oliguriia, warna kulit sianosis atau pucat, perubahan
kontraktilitas berupa terdengar suara jantung S3 atau S4 dan Ejection
Fraction(EF) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
2. Diagnosa
keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah bagian vital dalam menentukan asuhan
keperawatan yang sesuai untuk membantu kesehatan klien yang optimal yang dalam
hal ini adalah penilaian klinis terhadap respon individu, keluarga, atau komunitas
pada masalah kesehatan. Diagnosa keperawatan dibagi menjadi diua jenis , yaitu
diagnosa negatif dan diagnosa positif. Diagnosa negatif menunjukkan bahwa
pasien dalam kondisi sakit atau pasien beresiko mengalami sakit sehngga
penegakan diagnosis mengarah pada pemberian intervensi keperawatan yang
bersifat penyembuhan dan pencegahan. Diagnosis negatif terdiri atas diagnosis
aktual dan diagnosis risiko. Sedangkan diagnsis positif menunjukkan bahwa
pasien dalamm kondisi sakit atau beresiko mengalami sakit sehingga penegakan
diagnosis ini mengarah pada pemberian intervensi keperawatan yang bersifat
penyembuhan, pemulihan, dan pencegahan. Diagnosa positif terdiri dari promosi
kesehatan(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
Pada pasien gagal jantung
kongestif, diagnosa keperawatan yang dapat di tegakkan adalah penurunan curah
jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung (palpitasi, radikardia,
takikardi, gambaran EKG, aritmia atau gangguan konduksi), perubahan preload
(lelah, edema, distensi vena jugularis, central venous pressure (CVP) meningkat
atau menurun, hepatomegali, berat badan bertambah, Pulmonary Artery Wedge
Pressure (PAWP) menurun), perubahan afterload (dypsnea, tekanan darah
meningkat atau menurun, nadi perifer teraba lemah, cafillaary refill time >3
detik, oliguria, warna kulit pucat dan atau sianosis, pulmonary Vascular
Resistence (PVR) meningkat atau menurun, Sistem Vascular Resistence
(SVR) meningkat atau menurun), perubahan kontraktilitas (Proxymal Nocturnal
Dipsnea (PND), ortopnea, batuk, terdengar suara jantung S3 dan atau S4, Ejection
Fraction (EF) menurun, Cardiac Index (CI) menurun, Left Ventricular
Stroke Work Index (LVSWI) menurun, Stroke Volume Index (SVI) menurun) (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
3. Perencanaan
keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperaawatan, intervensi dan aktivitas perlu
ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan
serta mencegah masalah keperawatan pasien. Intervensi keperawatan adalah salah
satu proses asuhan keperawatan yang dilakukan untuk merencanakan tindakan
keperawatan apa saja yang harus diberikan yang didasarkan oleh pengetahuaan dan
penilaian klinis untuk mencapai outcome (luaran) yang diharapkan (Tim Pokja
SIKI DPP PPNI, 2018).
Tabel 1
: Perencanaan keperawatan gagal jantung kongestif dengan penurunan curah
jantung
Masalah keperawatan |
Tujuan keperawatan |
Intervensi keperawatan |
1 |
2 |
3 |
Penurunan curah jantung Berhubungan dengan perubahan preload, afterload kontraktilitas, irama dan frekuensi jantung ditandai dengan §
kelelahan, palpitasi, dipsnea, §
tekanan darah meningkat/menurun, §
edema, nadi perifer teraba lemah, warna kulit pucat/
sianosis |
Setelah dilakukan intervensi keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan curah jantung meningkat dengan kriteria hasil: a.
Kekuatan nadi perifer meningkat b.
Palpitasi menurun c.
Lelah menurun d.
Edema menurun e.
Dipsnea menurun f.
Oligurua menurun g.
Pucat/sianosis menurun h.
Ortopnea menurun i.
Batuk menurun j.
Tekanan darah membaik |
Intervensi utama : perawatan jantung 1. Tindakan Obeservasi a.
Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (mis.
Dipsnea, kelelahan, edema, ortopnea, proxysmal nocturnal dypsnea, peningkatan
CVP) b.
Identifikasi tanda/gejala skunder
penurunan curah jantung (mis. Peningkatan berat hepatomegali, distensi badan,
vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oligurua, batuk, kulit pucat) c.
Monitor tekanan darah d.
Monitor intake dan output cairan e.
Monitor berat badan setiap hari pada
waktu yang sama f.
Monitor saturasi oksigen g.
Monitor EKG 12 sedapan h.
Monitor aritmia (kelainan irama dan
frekuensi) i.
Monitor nilai laboraturium jantung (mis.
Elektrolit, enzim jantung, BNP, Ntpro-BNP) j.
Monitor fungsi alat jantung k.
Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah aktivitas l.
Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah pemberian obat 2.
Tindakan Terapeutik a.
Posisikan pasien semi-fowler atau fowler
dengan kaki kebawah atau posisi nyaman b.
Berikan diet jantung yang sesuai (mis.
Batasi asupan kafein, natrium, kolestrol, dan makanan tinggi lemak) c.
Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi setres, jika perlu d.
Berikan dukungan emosional dan spritual e.
Berikan Oksigen mempertahankan oksigen
>94% 3.
Tindakan edukasi a.
Anjurkan beraktivitas untuk saturasi fisik
sesuai toleransi b.
Anjurkan aktivitas fisik secara bertahap
4.
Tindakan kolaborasi a.
Kolaborasi pemberian anti aritmia, jika
perlu b.
Rujuk ke program rehabilitasi jantung |
4.
Implementasi keperawatan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
(2016). Implementasai atau Tindakan keperawatan adalah perilaku atau
aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh
perawat
untuk
mengimplementasikan intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan kemudian
mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan
dan
respon klien terhadap tindakan yang diberikan.
Implementasi keperawatan berdasarkan
intervensi utama yang digunakan untuk pasien dengan penurunan curah jantung
berdasarkan standar intervensi keperawatan Indonesia (SIKI) adalah sebagai
berikut :
Intervensi
utama :Perawatan jantung
1.
Tindakan Observasi
a. Mengidentifikasi
tanda/gejala primer penurunan curah jantung (mis. Dipsnea, kelelahan, edema,
ortopnea, proxysmal nocturnal dypsnea, peningkatan CVP)
b. Mengidentifikasi
tanda/gejala skunder penurunan curah jantung (mis. Peningkatan berat badan,
hepatomegali, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oligurua,
batuk, kulit pucat)
c. Memonitor tekanan darah
d. Memonitor
intake dan output cairan
e. Memonitor
berat badan setiap hari pada waktu yang sama
f.
Memonitor saturasi
oksigen
g. Memonitor
EKG 12 sedapan
h. Memonitor aritmia (kelainan irama dan
frekuensi)
i.
Memonitor nilai laboraturium jantung 9mis.
Elektrolit, enzim jantung, BNP, Ntpro-BNP)
j.
Memonitor fungsi alat
jantung
k. Melakukan
pemeriksan tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah aktivitas
pasien
l.
Melakukan permeriksaan
tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah pasien minum obat
2. Tindakan
Terapeutik
a. Memberikan
posisi semi-fowler atau fowler dengan kaki kebawah atau posisi nyaman
b. Memberikan
diet jantung yang sesuai (mis. membatasi asupan kafein, natrium, kolestrol, dan
makanan tinggi lemak)
c. Memberikan
terapi relaksasi untuk mengurangi setres, jika perlu
d. Memberikan
pasien dukungan emosional dan spritual
e. Memberikan
oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
3. Tindakan
edukasi
a. Menganjurkan
pasien beraktivitas fisik sesuai toleransi
b. Menganjurkan
pasien beraktivitas fisik secara bertahap
4. Tindakan
kolaborasi
a. Mengkolaborasikan
pemberian anti aritmia, jika perlu
b. Melakukan
rujukan pasien ke program rehabilitasi jantung
5. Evaluasi
keperawatan
Evaluasi adalah proses akhir dalam asuhan keperawatan yang
merupakaperbandingan
sistematis dan terncana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan dan menilai apakah masalah
yang terjadi sudah teratasi sepenuhnya, hannya sebagian, atau bahkan belum teratasi semua(Asmadi, 2018).
Evaluasi yang diharapkan
sesuai dengan masalah yang pasien hadapi yang telah dibuat pada perencanaan
tujuan dan kriteria hasil(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Evaluasi yang
diharapkan yang dapat dicapai pada pasien gagal jantung kongestif dengan
penurunan curah jantung adalah :
a.
Kekuatan nadi perifer (Skala; 5 meningkat)
b.
Palpitasi (Skala; 5 menurun)
c.
Lelah (Skala; 5 menurun)
d.
Edema (Skala; 5 menurun)
e.
Dipsnea (Skala; 5 menurun)
f.
Oligurua (Skala; 5 menurun)
g.
Pucat/sianosis (Skala; 5 menurun)
h.
Ortopnea (Skala; 5 menurun)
i.
Batuk (Skala; 5 menurun)
j.
Tekanan darah (Skala; 5 membaik)
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2018). Konsep dasar keperawatan. Buku Kedokteran
EGC.
Corwin,
E. J. (2016). Buku saku patofisiologi (E. A. Wijaya, Trans.;
Ed. 3). EGC. (Karya asli diterbitkan 2014).
Kasron.
(2016). Buku ajar keperawatan gangguan sistem kardiovaskuler.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Lumi,
F. F., Joseph, A. M., & Polii, J. I. (2021). Gambaran faktor resiko gagal jantung
di Poli Jantung RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal Keperawatan,
9(2), 1-8.
Muttaqin,
A. (2016). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardiovaskular. Rajawali Pers.
Nurkhalis,
& Adista, N. F. (2020). Gambaran faktor risiko kejadian gagal jantung
kongestif pada pasien rawat inap. Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan
Universitas Jambi, 4(2), 143-150
Purwowiyoto,
S. (2018). Penatalaksanaan klinis
penyakit kardiovaskular. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Rahmadhani,
W. (2020). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal jantung. Jurnal
Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia, 10(04), 28-35.
Tim
Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar
diagnosis keperawatan Indonesia: Definisi dan indikator diagnostik (Edisi
1). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim
Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Standar
diagnosis keperawatan Indonesia: Definisi dan indikator diagnostik.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Udjianti,
W. J. (2012). Keperawatan kardiovaskular.
Salemba Medika.
Wilson, L. M. (2022). Buku ajar keperawatan
medikal-bedah (E. A. Wijaya, Trans.). EGC. (Karya asli diterbitkan
2019).
Comments
Post a Comment