LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA ( KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT)

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

( KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT)

 

 

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN

1.1  Definisi

 

Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan pertikel- partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan (Abdul H, 2008).

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis dal lingkungan (Tarwoto dan Wartonah, 2004).

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamika karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologi dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan ketidakseimbangan yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan atau kekurangan (Tarwoto, 2006).

Cairan adalah volume air bisa berupa kekurangan atau kelebihan air. Air tubuh lebih banyak meningkat tonisitus adalah terminologi guna perbandingan osmolalitas dari salah satu cairan tubuh yang normal. Cairan tubuh terdiri dari cairan eksternal dan cairan internal. Volume cairan intrasel tidak dapat diukur secara langsung dengan prinsip difusi oleh karena tidak ada bahan yang hanya terdapat dalam cairan intrasel. Volume cairan intrasel dapat diketahui dengan mengurangi jumlah cairan ekternal, terdiri dari cairan tubuh total.

 

1.2  Etiologi

 

Risiko ketidak seimbangan elektrolit dapat terjadi karena beberapa kondisi klinis seperti gagal ginjal, anoreksia nervosa, diabetes mellitus, penyakit chron, gastroenteritis,

 

pankreatitis, cedera kepala, kanker, trauma multiple, luka bakar, dan anemia sel sabit (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

Kehilangan air dan elektrolit merupakan salah satu akibat dari direa. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik dan gangguan sekresi di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Penyakit saluran pencernaan seperti gastroenteritis akan menyebabkan kehilangan cairan, kalium, dan ion- ion klorida (Pranata, 2013).

1.3  Manifestasi Klinik

 

a.      Hipovolemia

1.      Pusing

2.      Kelemahan

3.      Keletihan

4.      Sinkope

5.      Anoreksia

6.      Mual

7.      Muntah

8.      Haus

9.      Kekacauan mental

10.  Konstipasi

11.  Oliguria

12.  Hipovolemia akut dapat menyebabkan gagal ginjal

b.      Hipervolemia

1.      Sesak nafas

2.      Ortopena

3.      Peningkatan filtrasi dan ekskresi

4.      Hypervolemia dapat menimbulkan gagal jantung

 

1.4  Patofisiologi

 

Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial masuk kedalam sel. Pembuluh darah kapiler dan membrane sel yang merupakan membran semipermiabel mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen dalam cairan tubuh ikut berpindah. Metode perpindahan dari cairan dan elektrolit tubuh dengan beberapa cara yaitu:

1.      Difusi

 

Merupakan proses di mana partikel yang terdapat di dalam cairan bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan elektrolit di difusikan menembus membran sel. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh ukuran molekul, konsentarsi larutan dan temperature.

2.      Osmosis

 

Merupakan bergeraknya pelarut bersih seperti air, melaui membrane semipermiabel dan larutan yang berkosentrasi lebih rendah ke kosentrsi yang lebih tinggi yang sifatnya menarik.

3.      Transport aktif

 

Partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke lebih tinggi karena adanya daya aktif dari tubuh seperti pompa jantung.


PHATWAY Ckd


 

Sumber: Smeltzer & Bare (2015)


1.5  Pemeriksaan Penunjang

 

1.      Pemeriksaan elektrolit untuk menentukan status hidrasi. Elektrolit yang sering diukur adalah ion natriun,kalian,klorida,dan bikarbonat.

2.      Pemeriksaan darah lengkap khususnya hematokrit untuk melihat respon dehidrasi

 

3.      Penetapan PH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam dan basa

 

4.      Pemeriksaan berat jenis urin untuk mengukur derajat konsentrasi urin.

 

5.      Analisa gas darah.

 

1.6  Komplikasi

 

1.      Kejang

 

2.      Permasalahan pada ginjal dan saluran kemih

 

3.      Cedera akibat suhu tinggi (heat injury)

 

4.      Syok hipovolemik

 

5.      Dehidrasi

 

6.      Hipokalemi

 

7.      Alkosit metabolic

 

 

1.7  Penatalaksanaan

 

1.      Penatalaksanaan medis menurut Biddulp and Stace (1999) adalah pengobatan dengan cara pengeluaran dan pemberian cairan.

a.       Diare tanpa dehidrasi memerlukan cairan tambahan berupa apapun misalnya air gula, sari buah segar, air teh segar, kuah sup, air tajin, ASI. Jangan


memberikan air kembang gula, sari buah air dalam botol karena cairan yang terlalu banyak mengundang gula akan memperburuk diare.

b.      Diare dengan dehidrasi sedang memerlukan cairan khusus yang mengundang campuran gula dan garam yang disebut larutan dehidrasi oral (LRO). LRO ini disebut dengan mencampurkan sebungkus garam rehidrasi kedalam satu liter air bersihutama.

1.8  Pengkajian Keperawatan

 

Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :

 

1.      Identitas

 

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya

2.      Keluhan utama

 

Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.

Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.


3.      Riwayat penyakit saat ini

 

Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time. Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn apa.

4.      Riwayat Penyakit Dahulu

 

Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab.Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.

5.      Riwayat Penyakit Keluarga

 

Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga.

6.        Pemeriksaan Fisik

 

a)    Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital

 

-         Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.


-         Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat.

-         TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

b)   Pemeriksaan Fisik :

 

1)      Pernafasan B1 (breath)

 

Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan adanya pernafasan kussmaul.Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.

2)      Kardiovaskuler B2 (blood)

 

Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.

Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.

Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system rennin- angiostensin- aldosteron.Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.


3)      Persyarafan B3 (brain)

 

Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.

4)      Perkemihan B4 (bladder)

 

Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.

 

5)      Pencernaan B5 (bowel)

 

Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

6)      Musculoskeletal/integument B6 (bone)

 

Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi.Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

1.9  Diagnosa Keperawatan

 

Diagnosis adalah ungkapan yang menggambarkan respons aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang disahkan oleh otoritas yang berwenang. Tanggapan klien aktual dan potensial yang diperoleh dari penilaian dasar, tinjauan literatur yang relevan, catatan klien sebelumnya dan konsultasi profesional lainnya, semua dikumpulkan selama penilaian (Potter & Perry, 2015). Diagnosa keperawatan menurut SDKI meliputi:


1.      Hipervolemi Berhubungan dengan Kelebihan Asupan natrium (D.0022) di tandai dengan Ortopnea, dispnea, berat badan meingkat dalam waktu singkat. Kadar hb/ht turun, terdengar suara nafas tambahan.

2.      Risiko perfusi renal tidak efektif Berhubungan dengan Disfungsi Ginjal ( D.0016) ditandai dengan penuunan sirkulasi darah.

3.      Gangguan Integritas kulit Berhubungan dengan kekurangam atau kelebihan volume cairan(D.0129) di tandai dengan nyeri, perdarahan, kemarahan, kerusakan jaringan kulit.

4.      Intoleransi aktivitas Berhubungan dengan ketidakseimbngan atara suplai dan kebutuhan oksigen ( D.0056) di tandai dengan mengeluh lelah, dispnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak nyaman setelah aktivitas.


1.10                      Rencana Keperawatan/Intervensi

 

Rencana perawatan atau intervensi perawatan didasarkan pada analisis penilaian untuk mengembangkan serangkaian tujuan, tindakan, dan penilaian bagi pasien/klien untuk menangani kesehatan dan perawatan pasien (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016).

 

N

O

Diagnosa

Keperawatan

SLKI

SIKI

1

Hipervolemi Berhubungan dengan Kelebihan Asupan natrium (D.0022)          di

tandai       dengan Ortopnea, dispnea,       berat badan   meingkat dalam         waktu

singkat.  Kadar

hb/ht turun, terdengar suara nafas tambahan.

Luaran Utama Kesimbangan           cairan L.03020

Setelah               dilakukan Tindakan       keperawatan selama 1 x 5 jam diharapkan

keseimbangan cairan meningkat,      dengan kriteria hasil :

1.      Asupam cairan

2.      Haluaran urin

3.      Kelembaban membran mukosa

Keterangan: Menurun (1)

Cukup Menurun (2)

Sedang (3)

Cukup meningkat (4)

Meningkat (5)

1.      Edema

2.      Dehidrasi

3.      Asites

4.      Konfusi Ket:

Meningkat (1)

Cukup meningkat (2)

Sedang (3)

Cukup Menurun (4)

Menurun (5)

1.      Tekanan darah

2.      Denyut nadi radial

Manajemen Hipervolemia (I.03114)

Manajemen hipervolemia adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi               dan mengelola kelebihan volume cairan intravaskuler dan ekstraseluler serta mencegah terjadinya komplikasi.

1.       Periksa tanda dan gejala hypervolemia (mis:             ortopnea, dispnea,           edema, JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, suara napas tambahan)

2.       Identifikasi penyebab hypervolemia

3.       Monitor              status hemodinamik (mis: frekuensi jantung, tekanan darah, MAP, CVP,  PAP,  PCWP,

CO, CI) jika tersedia

4.       Monitor    intake    dan output cairan

5.       Monitor              tanda hemokonsentrasi (mis: kadar natrium, BUN,        hematokrit,

berat jenis urine)


 

 

3.      Tekanan         arteri rata-rata

4.      Membran mukosa

5.      Mata cekung

6.      Turgor kulit

7.      Berat badan.

6.       Monitor              tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (mis: kadar protein dan albumin meningkat)

7.       Monitor kecepatan infus secara ketat

8.       Monitor efek samping diuretic               (mis: hipotensi     ortostatik, hypovolemia, hipokalemia, hiponatremia)

Terapeutik

1.       Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama

2.       Batasi asupan cairan dan garam

3.       Tinggikan    kepala

tempat tidur 30 – 40 derajat

Edukasi

1.       Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam

2.       Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari

3.       Ajarkan                cara membatasi cairan

Kolaborasi

1.       Kolaborasi pemberian diuretic

2.       Kolaborasi penggantian kehilangan       kalium akibat diuretic

3.       Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy

(CRRT) jika perlu


2

Risiko      perfusi renal tidak efektif Berhubungan dengan Disfungsi Ginjal ( D.0016) ditandai   dengan penuunan sirkulasi darah.

Luaran Utama

Perfusi Renal ( L02013) Setelah               dilakukan Tindakan       keperawatan selama 1 x 5 jam diharapkan            Kondisi paisen membaik/meningkat

dengan       kriteria

hasil :

1.       Jumlah Urine

2.       Nyeri abdomen

3.       Mual

4.       Muntah

5.       Distensi abdomen

6.       Tekanan         arteri rata0rata

7.       Kadar              urea nitrogrn darah

8.       Kadar      kreatinin plasma

9.       Tekanan         erteri rata-rata

10.    Kadar              urea nitrogen darah

11.    kadar       kreatinin plasma

12.    Tekanan        darah sistolik

13.    Tekanan        darah diastolik

14.    Kadar elektrolit

15.    Keseimbangan asadm basa

16.    Bising usus

17.    Fungsi hati

Pencegahan Syok (I.02068) Pencegahan      syok     adalah intervensi     yang    dilakukan oleh          perawat          untuk

mengidentifikasi               dan menurunkan risiko terjadinya ketidakmampuan           tubuh menyediakan oksigen dan nutrient untuk mencukupi kebutuhan jaringan.

 

 

Observasi

1.       Monitor              status kardiopulmonal (frekuensi              dan

kekuatan             nadi, frekuensi napas, TD, MAP)

2.       Monitor              status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)

3.       Monitor status cairan (masukan               dan haluaran, turgor kulit, CRT)

4.       Monitor            tingkat kesadaran dan respon pupil

5.       Periksa Riwayat alergi

Terapeutik

1.       Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi     oksigen     > 94%

2.       Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu

3.       Pasang jalur IV, jika perlu

4.       Pasang  kateter  urin

untuk               menilai


 

 

 

produksi urin, jika perlu

5. Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi

Edukasi

1.       Jelaskan

penyebab/faktor risiko syok

2.       Jelaskan    tanda    dan gejala awal syok

3.       Anjurkan melapor jika menemukan/merasak an tanda dan gejala awal syok

4.       Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

5.       Anjurkan menghindari alergen

Kolaborasi

1.       Kolaborasi pemberian IV, jika perlu

2.       Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu

3.       Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu

3

Gangguan Integritas     kulit Berhubungan dengan kekurangam atau kelebihan volume cairan(D.0129) di tandai dengan nyeri, perdarahan,

kemarahan,

Luaran Utama

Integritas Kulit dan jaringan L.14125, Setelah dilakukan            Tindakan keperawatan selama 1 x 5 jam

diharapkan kondisi pasien meningkat dengan kriteria hasil :

1.       Elastisitas

2.       Hidrasi

3.       Perfusi jaringan

Perawatan Integritas kulit L 11353

Perawatan    integritas    kulit adalah       intervensi       yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi               dan merawat kulit pasien untuk menjaga                   keutuhan, kelembaban, dan mencegah perkembangan mikroorganisme.

Observasi


 

kerusakan jaringan kulit.

4.       Kerusakan jaringa n

5.       Kerusakan lapisan kulit

6.       Nyeri

7.       Perdarahan

8.       Kemerahan

9.       Hematoma

10.    Pigmentasi abnormal

11.    Jaringan parut

12.    Nekrosis

13.    Abrasi kornea

14.    Suhu kulit

15.    Sensasi

16.    Tekstur

17.    Pertumbuhan rambut

1.      Identifikasi    penyebab gangguan       integritas kulit (mis: perubahan sirkulasi,       perubahan status                 nutrisi, penurunan kelembaban,          suhu lingkungan       ekstrim, penurunan mobilitas)

Terapeutik

1.       Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring

2.       Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu

3.       Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama           selama periode diare

4.       Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering

5.       Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitive

6.       Hindari            produk

berbahan             dasar alkohol pada kulit kering

Edukasi

1.       Anjurkan menggunakan pelembab (mis: lotion, serum)

2.       Anjurkan minum air yang cukup

3.       Anjurkan meningkatkan asupan

nutrisi


 

 

 

4.       Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur

5.       Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim

6.       Anjurkan menggunakan      tabir surya SPF minimal 30 saat     berada     diluar rumah

7.       Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

4

Intoleransi aktivitas Berhubungan dengan ketidakseimbnga n atara suplai dan kebutuhan oksigen              (

D.0056) di tandai dengan mengeluh    lelah, dispnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak       nyaman setelah aktivitas

Luaran Utama

Toleransi aktivitas ( L.05047),               Setelah

dilakukan            Tindakan keperawatan selama 1 x 5 jam

diharapkan kondisi pasien meningkat dengan kriteria hasil :

1.       rekuensi nadi

2.       Kemudahan dalam melakukan aktivitas      sehari- hari

3.       Kecepatan berjalan

4.       Jarak berjalan

5.       Kekuatan      tubuh bagian atas

6.       Kekkuatan    tubuh bagian bwah

7.       Toleransi      dalam menaiki tangga

8.       Keluhan lelah

9.       Dispnea           saat aktivitas

10.    Dispnea      setelah

aktifitas

Manajemen                Energi (I.05178)

Manajemen energi adalah intervensi yang dilakukan oleh    perawat    untuk

mengidentifikasi               dan mengelola penggunaan energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan           proses pemulihan.

Observasi

1.       Identifikasi gangguan fungsi     tubuh    yang mengakibatkan kelelahan

2.       Monitor        kelelahan fisik dan emosional

3.       Monitor pola dan jam tidur

4.       Monitor    lokasi    dan ketidaknyamanan selama        melakukan aktivitas

Terapeutik

1.       Sediakan lingkungan nyaman dan rendah


 

 

11.    Perasaan lemah

12.    Aritmia            saat aktivitas

13.    Aritmia       setelah aktivitas

14.    Sianosis

15.    Warna kulit

16.    Tekanan darah

17.    Frekuensi napas

18.    EKG lskemia

stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)

2.       Lakukan           latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif

3.       Berikan    aktivitas

distraksi               yang menenangkan

4.       Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan

Edukasi

1.       Anjurkan tirah baring

2.       Anjurkan melakukan aktivitas            secara bertahap

3.       Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan             tidak berkurang

4.       Ajarkan           strategi

koping                untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi

1.    Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan

makanan


1.10 Evaluasi Keperawatan

 

Evaluasi Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009)Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak,dkk.,2011). Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam Wardani, 2013):

1.      S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

2.      O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang objektif.

3.      A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

 

4.      P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

 

Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati, 2011) Ada tiga alternative dalam menafsirkan hasil evaluasi yaitu :


a.       Masalah teratasi Masalah teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

b.      Masalah sebagian teratasi Masalah sebagian teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

c.       Masalah belum teratasi Masalah belum teratasi, jika pasien sama sekali tindak menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah yang baru.


BAB II

 

KONSEP HEMODIALISIS

 

1.1  Definisi

 

Hemodialis adalah terapi pengganti faal ginjal dengan tujuan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan air dan elektrolit antara kompertemen darah pasien dengan kompartemen larutan dialisat melalui selaput semipermeabel yang bertidak sebagai ginjal buatan. Hemodialisa adalah tindakan untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih (Smeltzer, 2002).

Berdasarkan diatas dari beberapa definisi disimpulkan hemodialisis merupakan tindakan mengeluarkan zat sisa metabolisme dan cairan berlebih melalui membran semi permiablel.

1.2  Tujuan

 

Tujuan dilakukan terapi hemodialisis yaitu untuk menurunkan kreatinin dan zat toksik yang lainnya dalam darah, Hemodialisis juga bertujuan untuk menghilangkan gejala yaitu mengendalikan uremia, kelebihan cairan dan ketidak seimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien penyakit ginjal tahap akhir (Markum, 2006)

Mansjoer (2000), menjelaskan tujuan hemodialisis sebagai berikut :

 

1.      Membuang kelebihan air dan nitrogen (toksin).

 

2.      Membuang produk metabolisme protein seperti urin, creatinin, dan asam urat.


3.      Mempertahankan atau mengendalikan guffer tubuh.

 

4.      Mempertahankan  atau  mengendalikan  kadar  elektrolit  tubuh.  e.

 

Memperbaiki status kesehatan penderita.

 

1.3  Jenis

 

Menurut Sudoyo (2009), menjelaskan tentang jenis terapi pengganti dialisis sebagai berikut :

a.      Cuci darah dengan mesih dializer (Hemodialisa)

 

Cara yang dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia adalah dengan menggunakan mesin cuci darah yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Darah tersebut di pompa keluar dari tubuh masuk kedalam mesin dializer untuk dibersihkan melalui proses difusi dan ultrafiltrasi dengan dialisat/cairan khusus untuk dialisis, kemudian dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses cuci darah ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit dan setiap kali melakukan cuci darah membutuhkan waktu sekitar 2-5 jam.

b.      Cuci darah melalui perut

 

Metode cuci darah ini dengan bantuan membran selaput rongga perut (peritonium), sehingga darah tidak perlu lagi dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin dialisis. CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis) merupakan pengembangan dari APD (Automate Peritoneal Dialysis), yang dapat dilakukan dirumah pada malam hari sewaktu tidur dengan bantuan mesin khusus yang sudah di program terlebih dahulu. Untuk melakukan pencucian (dialisis) darah mandiri perlu dibuat akses sebagai tempat keluar-masuknya cairan dialisat dari dan


kedalam rongga perut. Proses untuk melakukan ini membutuhkan waktu sekitar 4-6 jam sesuai dengan anjuran dokter.

1.4  Indikasi

 

Hemodialisis diindikasikan pada pasien dalam keadaan akut yang memerlukan terapi dialisis jangka pendek atau pasien dengan gagal ginjal tahap akhir yang memerlukan terapi jangka panjang permanen (Smeltzer et al. 2008). Indikasi dilakukan hemodialivás pada penderita gagal ginjal adalah:

1.      Laju filtrasi glomerulus kurang dari 15ml/menit;

 

2.      Hiperkalemia;

 

3.      Kegagalan terapi konservatif,

 

4.      Kadar ureum lebih dari 200mg/dl;

 

5.      Kelebihan cairan

 

6.      Anuria berkepanjangan lebih dari 5 kali.

 

1.5  Prinsip kerja

 

Smeltzer (2002), menjelaskan ada 3 prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu :

a.       Difusi, toksik dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah (konsentrasi tinggi) ke cairan dialisat (konsentrasi rendah).

b.      Osmosis, air yang berlebih dikeluarkan melalui proses osmosis, pengeluaran air dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan air yang bergerak dari


daerah dengan tekanan darah yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah.

c.       Ultrafiltrasi, gradien dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air.

Dapat disimpulkan dari penjelasan diatas bahwa proses hemodialisis menggunakan mesin yang dilengkapi dengan membran penyaring ginjal buatan yang memindahkan limbah yang terakumulasi dari darah kedalam mesin dialisis. Pada mesin tersebut cairan di pompa melalui salah satu sisi membran filter, sementara darah keluar dari sisi yang lain.

1.6  Komplikasi

 

Smeltzer (2002), menjelaskan ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada hemodialisis yaitu :

1.      Hipotensi, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan.

 

2.      Emboli udara, merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.

3.      Nyeri dada, dapat terjadi karena pco2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh.

4.      Pruritus, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit.

5.      Gangguan keseimbangan dialisis, terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang.


6.      Kram otot yang nyeri, terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel.

1.7  Peralatan Hemodialisasi

 

Peralatan Hemodialisis meliputi mesin hemodialisis, dialiser dan dialisat

 

1.      Mesin Hemodialisis

 

Mesin hemodialisis merupakan perpaduan dan komputer dan pompa, yang mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor. Pompa dalam mesin hemodialisis berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialiser dan mengembalikan kembali ke tubuh (homas, 2003), Mesin hemodialisis dilengkapi dengan monitor dan parameter kritis, diantaranya memonitor kecepatan dialisat dan darah, konduktivitas cairan dialisat, temperatur dan pH, aliran darah, tekanan darah, dan memberikan informasi vital lainnya. Mesin Hemodialisis juga mengatur ultrafiltrasi, mengatur cairan dialisat, dan memonitor analisis dialisat terhadap kebocoran serta dilengkapi detektor udara ultrasonic untuk mendeteksi udara atau busa dalam vena (Thomas, 2003). Sistem monitoring sangat penting untuk efektifitas proses dialisis dan keselamatan pasien.

2.      Dialiser atau ginjal buatan

 

Dialiser adalah tempat dimana proses hemodialisis berlangsung. tempat terjadinya pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat Dialiser merupakan kunci utama proses bemodalisis, karena yang dialakukan oleh dialiser sebagian besar dikerjakan oleh ginjal yang normal. Dialiser terdiri dari 2 kompartemen masing-masing untuk cairan dialisat dan darah. Kedua


kompartemen dipisahkan membran semipermeabel yang mencegah cairan dialisat dan darah bercampur jadi satu (Lemone & Burke 2008).

3.      Dialisat

 

Dialisat adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari seram normi yang dipompakan melewati dialiser ke darah pasien (Thomas & Smith, 2003), Komposisi cairan dialisat diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit pasien ESRD, Dialisat dibuat dengan mencampurkan konsentrat elektrolit dengan buffer (bikarbonat) dan air murni. Dialisis terdiri dari dialisat astut dan dialisat bikarbonat. Dialisat asetat terdiri dari jumlah sodium, kalsium, magnesium, kalim, klorida dan sejumlah kecil asam asetat. Dialiasat asetat dipakai untuk mengoreksi asidosis dan mengimbangi kehilangan bikarbonat secara difusi selama hemodialisis. Sementara itu dialisat bikarbonat terdiri dari larutan asam dan larutan bikarbonat. Dialisat bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun relatif tidak stabil (kallenbach, 2005). Merekomendasikan unit dialisis menggunakan dialisat bikarbonat untuk mengurangi komplikasi.

1.8  Proses Hemodialisis

 

Ginjal buatan (Dialyzer), mempunyai 2 kompartemen, yaitu kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Kedua kompartemen tersebut, selain dibatasi oleh membran semi-permeabel, juga mempunyai perbedaan tekanan yang disebut sebagai trans-membranpressure (TMP) (Swartzendruber et al, 2008). Selanjutnya, darah dari dalam tubuh dialirkan kedalam kompartemen darah, sedangkan cairan pembersih (dialisat), dialirkan ke dalam


kompartemen dialisat. Pada proses hemodialisis, terjadi 2 mekanisme yaitu, mekanisme difusi dan mekanisme ultrafiltrasi.

Mekanisme difusi bertujuan untuk membuang zat-zat terlarut dalam darah (blood purification), sedangkan mekanisme ultrafiltrasi bertujuan untuk mengurangi kelebihan cairan dalam tubuh (volume control) (Roesli, 2006). Kedua mekanisme dapat digabungkan atau dipisah, sesuai dengan tujuan awal hemodialisisnya. Mekanisme difusi terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi antara kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Zat-zat terlarut dengan konsentrasi tinggi dalam darah, berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat, sebaliknya zat-zat terlarut dalam cairan dialisat dengan konsentrasi rendah, berpindah dari kompartemen dialisat ke kompartemen dialisat.

Proses difusi ini akan terus berlangsung hingga konsentrasi pada kedua kompartemen telah sama. Kemudian, untuk menghasilkan mekanisme difusi yang baik, maka aliran darah dan aliran dialisat dibuat saling berlawanan (Rahardjo et al, 2006). Kemudian pada mekanisme ultrafiltrasi, terjadi pembuangan cairan karena adanya perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Tekanan hidrostatik akan mendorong cairan untuk keluar, sementara tekanan onkotik akan menahannya. Bila tekanan di antara kedua kompartemen sudah seimbang, makamekanisme ultrafiltrasi akan berhenti (Suwitra, 2006)

1.9  Dosis hemodialisis dan Kecukupan Dosis

 

1.      Dosis Hemodialisis


Dosis Hemodialisis yang diberikan pada umumnya sebanyak 2 kali seminggu dengan setiap Hemodialisis selama 5 jam atau 14 sebanyak 3 kali seminggu dengan setiap hemodialisis selama 4 jam (Suwitra, 2006). Lamanya hemodialisis berkaitan erat dengan efisiensi dan adekuasi hemodialisis, sehingga lama hemodialisis juga dipengaruhi oleh tingkat uremia akibat progresivitas perburukan fungsi ginjalnya dan faktor-faktor komorbiditasnya, serta kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat (Swartzendruber et al, 2008). Namun demikian, semakin lama proses hemodialisis, maka semakin lama darah berada diluar tubuh, sehingga makin banyak antikoagulan yang dibutuhkan, dengan konsekuensi sering timbulnya efek samping (Roesli, 2006).

2.      Kecukupan Dosis Hemodialisis

 

Kecukupan dosis hemodialisa yang diberikan disebut dengan adekuasi hemodialisis. Adekuasi hemodialisis diukur dengan menghitung urea reduction ratio (URR) dan urea kinetic modeling (Kt/V). Nilai URR dihitung dengan mencari nilai rasio antara kadar ureum pradialisis yang dikurangi kadar ureum pasca dialisis dengan kadar ureum pasca dialisis. Kemudian, perhitumgan nila Kt/V juga memerlukan kadar ureum pradialisis dan pasca dialisis, berat badan pradialisis dan pascadialisis dalam satuan kilogram, dan lama proses hemodialisis dalam satuan jam. Pada hemodialisis dengan dosis 2 kali seminggu, dialisis dianggap cukup bila nilai URR 65-70% dan nilai Kt/V 1,2-1,4 (Swartzendruber et al, 2008).


DAFTAR PUSTAKA

 

Brunner, & Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 . Jakarta.

Tim, pokja, PPNI, DPP, & SDKI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.

Tim, pokja, PPNI, DPP, & SLKI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.

Tim, pokja, PPNI, DPP, & SIKI. (2018). Standar Intervensi keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.

Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global Rights

Doenges, Marilynn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapore: Elsevier Global Rights


download file Lp Cairan elektrolit


Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK SEPSIS DI RUANG ICU