DOWNLOAD LP CVA - LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA CVA (AKTIFITAS DAN MOBILITAS)
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA CVA
(AKTIFITAS DAN MOBILITAS)
BAB 1
1.1 Konsep
Dasar Gangguan Mobilitas Fisik
1.1.1
Definisi
Gangguan mobilitas fisik
merupakan keterbatasan dalam Gerakan fisik yang terjadi pada satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017). Menurut Syabariyah (2020) gangguan
mobilitas fisik atau imobilitas adalah keadaan dimana seseorang memiliki
keterbatasan geraj secara mandiri dan terarah yang terjadi pada ekstremitas
bawah. Gangguan mobilitaa fisik juga diartikan sebagai suatu kondisi di mana
seseorang tidak hanya kurang mampu beraktivitas, tetapi juga tidak mampu bergerak
secara total atau Sebagian (Ernawati, 2012). Perubahan mobilitas fisik dapat
mengakibatkan perbatasan gerakan seperti istirahat di tempat tidur, perbatasan Gerakan
fisik saat menggunakan alat bantu eksternal, membatasi gerakan secara sukarela,
atau hilangnya fungsi motoric atau pergerakan. Hal ini menyebabkan seseorang
tidak dapat bergerak dengan bebas karena situasi yang menganggu pergerakan.
Imobilitas yang berhubungan dengan stroke iskemia menyebabkan penderitaan
fisiologis dan psikologis pada pasien.
1.1.2
Etiologi
Penyebab gangguan
mobilitas fisik disebabkan oleh :
1. Kerusakan
integritas struktur tulang
2. Perubahan
metabolisme
3. Ketidakbugaran
fisik
4. Penurunan
kendali otot
5. Penurunan
massa otot
6. Keterlambatan
perkembangan
7. Kekakuan
sendi
8. Keengganan
melakukan pergerakan
9. Efek
agen farmakologis
10. Mainutrisi
1.1.3
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang
sering terjadi pada pasien dengan diagnosa “Gangguan Mobilitas Fisik” sesuai
dengan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) dapat dilihat pada table
berikut ini :
|
Gejala
dan Tanda Mayor |
Gejala dan Tanda Minor |
|
Subjektif |
Subjektif |
|
Mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas |
1. Nyeri
saat bergerak 2. Enggan
melakukan pergerakan 3. Merasa
cemas saat bergerak |
|
Objektif |
Objektif |
|
1. Kekuatan
otot menurun 2. Rentang
gerak (ROM) menurun |
1. Sendi
kaku 2. Gerakan
tidak terkoordinasi 3. Gerakan
terbatas 4. Fisik
lemah |
1.1.4
Manifestasi Klinis
Menurut SDKI 2019 kondisi
klinis terkait gangguan mobilitas fisik meliputi :
1. Stroke
2. Cedera
medulla spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthritis
6. Ostemalasia
7. Keganasan
1.1.5
Patofisiologi
Stroke merupakan penyakit
atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf akibat terhambatnya
aliran darah ke otak. Stroke terjadi karena sumbatan (Stroke Iskemik) atau perdarahan (Stroke Hemoragik).
Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan terjadinya stroke hemoragik,
sehingga perlu untuk mengobservasi dan melakukan pengukuran tekanan darah untuk
mencegah terjadinya stroke hemogarik serta mengurangi angka kematian (Rahmadani
& Rustandi, 2019)
2.2
2.3 Konsep
Dasar CVA
2.3.1
Definisi
Stroke atau Cerebro
Vaskuler Accident (CVA) adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian
otak. Sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesif, cepat berupa
deficit neurologis vocal atau global yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
dan bisa berlangsung menimbulkan kematian. Kondisi ini semata-mata disebabkan
oleh peredaran darah ke otak non traumatic (Wijaya & putri, 2017).
Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh stroke bagi kehidupan manusia sangatlah
kompleks. Adanya gangguan-gangguan seperti halnya fungsi vital otal seperti
gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan, gangguan control postur, gangguan
sensasu, dan gangguan gerak yang dapat menghambat aktivitas sehari-hari pada
penderita stroke. (Irfan, 2016)
2.3.2
Etiologi
Penyebab terjadinya
penyakit stroke yang banyak terjadi adalah pecahnya pembuluh darah otak yang
Sebagian besar diakibatkan oleh rendahnya kualitas pembuluh darah otak.
Sehingga dengan adanya tekanan darah yang tinggi pembuluh darah menjadi rentan
pecah (Padila, 2015)
Stroke dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Thrombosis
serebri
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi
serebral adalah penyebab yang paling umum terjadi pada penyakit stroke.
Trombosis lebih sering ditemukan sebanyak 40% dari banyaknya kasus stroke, hal
ini telah dibuktikan oleh para ahli patologi. Pada kasus thrombosis secebri
biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local pada dinding pembuluh darah
akibat aterosklerosis.
2. Emboli
serebri
Embolisme serebri kondisi dimana aliran darah
terhambat akibat benda asing (embolus), seperti bekuan darah yang berada didalam
aliran darah yang dapat menghambat pembuluh darah. Emboli serebri termasuk
dalam urutan ke dua dari berbagai peyebab utama stroke.
3. Hemoragi
(pendarahan)
Hemoragi atau perdarahan saat pecahnya salah satu
arteri sehingga aliran darah pada Sebagian otak berkurang atau terputus yang
mengakibatkan pasokan oksigen ke otak menjadi berkurang sehingga fungsi otak
dapat terganggu. Hemoragi dapat terjadi di luar durameter (hemoragi ekstra
dural atau spidural) dibawah durameter (hemoragi subdural), diruang
subarachnoid (hemoragi subaraccchnoid atau dalam substansi intra serebral)
2.3.3
Klasifikasi CVA
Besarnya CVA
(CerebroVaskuler Accident) ada 2
tipe menurut gejala kliniknya, yaitu :
1. Stroke
Hemoregik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas, atau bisa juga terjadi
pada saat beristirahat. Pada stroke hemoregik umumnya kesadaran pasien akan
menurun.
2. Store
non hemoregikk (stroke Iskemi)
Stroke non hemoregik biasannta berupa iskemia atau
emboli dan thrombosis serebral yang terjadi pada saat beristirahat, naru bangun
tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan pada stroke non hemoregik
atau stroke iskemik, namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
mengakibatkan edema sekunder. Menurut
perjalanan penyakit atau stadium pada stroke iskemik :
a. TIA (Trans iskemik attack)
Gangguan neurologis yang terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam dengan gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dalam
waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke
Involusi
Stroke yang dapat terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses involusi ini
dapat berjalan selama 24 jam atau beberapa hari.
2.2.4
Manifestasi Klinis
Pada Cva
atau stroke non hemoregik gejala utama yang sering muncul adalah timbulnya
deficit neurologis secara mendadak atau subakut, yang didahului dengan
timbulnya gejala prodromal yang terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi,
yang timbul tanpa disertai dengan penurunan kesadaran.
Menurut WHO, stroke dapat dibagi atas :
1. Perdarahan
Intraserebral (PIS)
Stroke akibat dari perdarahan intraserebral mempunyai
gejala yang tidak jelas, kecuali penderita stroke merasakan nyeri kepala akibat
dari Hipertensi. Gejala ini seringkali ini seringkali timbul setiap hari pada
saat aktivitas dan pada saat emosi atau marah, sifat nyeri yang dutimbulkan
oleh perdarahan intrasebral sangat hebat. Mual dan muntah seringkali terjadi
pada saat awal serangan. Kesadaran mengalami penurunan sangat cepat dan
mengarah pada kondisi koma 65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara ½
sampai dengan 2 jam dan 12% terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari.
2. Perdarahan
subrachnoid (PSA)
Pada pasien dengan perdarahan subarachnoid didapatkan
gejala yang timbul berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering
terganggu dan gejala yang timbul sangat bervariasi. Ada gejala atau tanda
rangsangan meningeal dan edema pupil dapat terjadi apabila ada perdarahan
subharachnoid karena pechanya aneeurisma pada arteri komunikasi anterior atau
artei karotisinterna. Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat
ringannta gangguan pembuluh darah dan lokasinya.
Manifestasi stroke atau CVS dapat berupa :
a. Kelumpuhan
anggota badan atau anggota gerak yang terjadi secara mendadak.
b. Gangguan
sensibilitas pada satu atau lebih pada anggota badan
c. Terjadi
perubahan secara mendadak pada status mental.
d. Afrasia
(bicara tidak lancar, kurangnya ucapan dan kesulitan memahami ucapan)
e. Ataksia
anggota badan yang mengakibatkan kesulitan untuk berjalan, berbicara, terganggu
fungsi penglihatan, dan gangguan menelan.
f.
Vertigo, mual, muntah dan nyeri kepala
3. Gejala
khusus yang timbul pada penderita stroke :
a. Kehilangan
motoric
Stroke adalah penyakit motor neuron atas yang
mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadaop Gerakan motoric
b. Hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi tubuh)
c. Hemiparesis
(kelemahan pada salah satu sisi tubuh)
d. Menurunnya
tonus otot abnormal.
2.2.5
Komplikasi CVA
1. Berhubungan
dengan imobilisasi
a. Infeksi
pernafasan
b. Timbulnya
rasa nyeri pada daerah yang tertekan
c. Konstipasi
d. Tromboflebitis
2. Berhubungan
dengan mobilisasi
a. Nyeri
pada daerah panggung
b. Dislokasi
sendi
c. Hambatan
mobilitas fisik
3. Berhubungan
dengan kerusakan Otak
a. Epilepsy
b.Sakit
kepala
c. Kraniotomi
d.Hidocefalus
2.2.6
Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan Umum CVA fase akut
a.
Posisi kepala dan badan atas 20-3-
derajat, posisi lateral bila di sertai dengan
muntah
b.
Bebaskan jalan napas dan usahakan
ventilasi adekuat bila perlu berikan oksigen 1-2 liter/menit
c.
Memasangkan kateter untuk jalan buang air
kecil
d.
Control tekanan darah pertahankan dalam
konsisi stabil dan normal
2.
Penatalaksaan setelah fase akut
a. Berikan
nutrisi per oral setelah tes fungsi menelan baik. Bila terdapat gangguan
menelan atau pasien mengalami penurunan kesadaran menurun, anjurkan pasang NGT
b. Mobilisasi
dan rehabilitasi dini jika ada kontrakasi
3.
Penatalaksanaan Medis
a. Obatantihipertensi
– pada penderita stroke baru, biasanya tekanan darah tidak diturunkan terlalu
rendah untuk menjaga suplai darah ke otak
b. Anti
platelet untuk mencegah pembekuan darah, digunakan obat antiplatet, seperti
aspirin
c. Antiloagulan
untuk mencegah pembekuan darah, pasien dapat diberikan obat-obatan
antikoagulan. Seperti heparin yang bekerja dengan cara mengubah komposisi
faktor pembekuan dalam darah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan
keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan
baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di
rumah sakit (Widyorini, 2017)
a. Identitas
pasien
Perlu ditanyakan: nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, tanggal masuk RS, no.
RM, alamat.
b. Keluhan
utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat
penyakit sekarang
Serangan sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada
tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi
letargi, tidak responsif, dan konih.
d. Riwayat
penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, dan kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi.
e. Riwayat
penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
f.
Pengkajian psikosospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa
dimensi yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan
fisik
1. B1
(Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada
klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya
tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan
dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan ronkhi (Muttaqin,
2008).
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah
>200 mmHg) (Muttaqin, 2008).
3. B3
(Brain)
Kesadaran biasanya menurun dan perdarahan otak, adanya
sumbatan pembuluh darah otak, vasospasme serebral, edema otak, terhambatnya
sirkulasi serebral. Pada sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit.
Kesulitan berkomunikasi, pada kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan
proses berfikir. Status mental koma, kelemahan pada ekstremitas, paraliase otot
wajah, afasia, pupil dilatasi, penurunan pendengaran.
4. B4
(Bladder)
Setelah stroke
klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.Selama periode
ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.Inkontinensia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas (Muttaqin, 2008).
5. B5
(Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi
atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya gangguan syaraf
V yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus,
didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan
rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot – otot
pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik,
kesukaran membuka mulut.
6. B6
(Bone)
Stroke adalah
penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan
motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan oksigen kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi.
B. Diagnosa
Keperawatan
Pernyataan yang jelas tentang masalah
klien dan penyebab. Selain itu harus spesifik berfokus pada kebutuhan klien
dengan mengutamakan prioritas dan diagnosa yang harus muncul dapat di atasi
dengan tindakan keperawatan, (Muttaqin, 2008) Diagnosa yang mungkin muncul :
a. Gangguan
Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan massa otot
b. Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral
c. Hipervolemia
berhubungan dengan Gangguan mekanisme regulasi
C. Intervensi
Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan segala
bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan
pasien individu, keluarga, dan komunikasi (PPNI,2018)
|
No |
Diagnosa |
Tujuan/Kriteria
Hasil |
Intervensi |
|
1. |
Gangguan Mobilitas
Fisik |
Setelah dilakukan
Tindakan keperawatan diharapkan mobilitas fisik meningkat Kriteria hasil L.05042 ·
Pergerakan ekstermitas ·
Kekuatan otot ·
Rentang gerak sendi (ROM) ·
Kelemah fisik |
Dukungan Ambulasi I.
06171 Observasi : ·
Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya ·
Identifikasi toleransi fiisk
melakukan ambulasi ·
Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi Terapeutik
: ·
Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu ·
Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik, jika perlu Edukasi
: ·
Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi ·
Anjurkan melakukan ambulasi dini ·
Anjarkan ambulasi sederhana yang
harus di lakukan. |
|
2. |
Gangguan komunikasi
verbal |
Setelah di lakukan
Tindakan keperawatan diharapkan komunikasi verbal meningkat L.13118 Kriteria hasil : ·
Kemampuan berbicara ·
Kemampuan mendengar ·
Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh ·
Afasia ·
Disfasia |
Promosi Komunikasi :
Defisit bicara I. 13492 Observasi
: ·
Monitor kecepatan, tekanan,
kuantitas, volume, dan diksi bicara ·
Monitor proses kognitif, anatomis,
dan fisiologi yang berkaitan dengan bicara Terapeutik
: ·
Gunakan metode komunikasi
alternatif ·
Sesuaikan gaya komunikasi dengan
kebutuhan ·
Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan Edukasi
: ·
Anjurkan berbicara perlahan ·
Ajarkan pasien dan keluarga proeses
kognitif, anatomis, dan fisiolgis yang berhubungan dengan kemampuan berbicara Kolaborasi
: ·
Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis |
|
3. |
Hipervolemia |
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapakan keseimbangan cairan meningkat L.03020 Kriteria hasil : ·
Asupan makanan -
Menurun ·
Edema ·
Dehidrasi ·
Intake cairan ·
Output urine ·
Tekanan darah ·
Frekuensi darah ·
Kekuatan nadi ·
Tekanan arteri rata-rata |
Manajemen Hipervolemia
I.03114 Observasi
: ·
Periksa tanda dan gejala
hypervolemia ·
Identifikasi penyebab hypervolemia ·
Monitor status hemodinamik ·
Monitor intake dan output cairam Terapeutik
: ·
Timbang BB setiap hari pada waktu
yang sama ·
Batasi asupan cairan dan garam Edukasi
: ·
Anjurkan melapor jika haluaran urin
,0,5 ·
Ajarkan cara membatasi cairan Kolaborasi
: ·
Kolaborasi pemberian diuretic ·
Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretik |
D. Implementasi
Keperawatan
Implementasi keperawatan
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik
yang mengambarkan kriteria hasil yang di harapkan (Gordon, 1994 dalam potter
& perry, 2011)
E. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan setelah pasien memperoleh
asuhan keperawatan sesuai dengan rencana tujuan dalam perencanaan serta pasien
pulang (Doenges, 2012).
BAB
III
PENUTUP
Setelah penulis melakukan pengamatan dan
proses asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosis medis CVA di Ruang 4D
Melati RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar.Maka penulis dapat menarik kesimpulan dan
sekaligus memberikan saran yang dapat bermanfaat untuk membantu meningkatkan
mutu asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa medis CVA.
3.1
Kesimpulan
1. Setelah
menguraikan berbagai persamaan dan kesenjangan antara tinjauan pustaka dan
tinjauan kasus, maka penulis dapat mengambil simpulan sebagai berikut: 1.
Pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis CVA dilakukan dengan pendekatan
persistem mulai dari B1-B6. Pada pengkajian B3 (brain) penulis menemukan data
Ada beberapa nervus pada sistem persyarafan yang mengalami masalah yaitu Nervus
asesorus N.XI Pasien kesulitan menggerakan lengan bagian kanan. Nervus
hipoglosus (N.XII) pasien tidak mampu menggerakan lidah, kemampuan begerak
pasien terbatas, ektremitas atas tangan kiri dapat menggenggam dan dapat
digerakan dengan bebas, tangan kanan tidak dapat digerakan, ektremitas bawah
kaki kiri dan aktivitas pasien dibantu secara total.
2. Dalam
penegakkan diagnosa keperawatan, tidak semua diagnosis yang ada di tinjauan
pustaka tercantum di tinjauan kasus.. Masalah keperawatan yang muncul adalah Gangguan
mobilitas fisik, Gangguan komunikasi verbal dan hypervolemia.
3. Intervensi keperawatan yang terdapat dalam
tinjauan pustaka tidak semuaya tercantum pada tinjauan kasus. Intervensi yang
disusun penulis menyesuaikan diagnosa yang ditemukan pada pasien secara
langsung.
4. Pelaksanaan
implementasi keperawatan, penulis melakukan pendelegasian tindakan keperawatan
kepada teman sejawat dan bekerja sama dengan perawat ruangan.
5. Keberhasilan
proses asuhan keperawatan pada pasien belum tercapai sepenuhnya. Hal ini
disebabkan karena terbatasnya waktu dan kondisi pasien yang meninggal dunia.
3.2
Saran
Adapun saran-saran yang ingin penulis sampaikan
setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan CVA adalah sebagai berikut:
1. Akademisi
Laporan
Pendahuluan ini dapat menjadi sumber referensi bagi akademisi untuk memperdalam
ilmu tentang proses asuhan keperawatan pada pasien CVA.
2. Bagi
Penulis
a. Dalam
menyusun studi kasus pada pasien dengan CVA
kerja sama antara tim kesehatan dalam melakukan proses asuhan
keperawatan, sangat dibutuhkan untuk mengetahui perkembangan kesehatan pasien.
b. Bagi
Keluarga
Pasien Partisipasi keluarga dengan tenaga kesehatan
dalam menangani kasus CVA sangat dibutuhkan untuk memudahkan tenaga kesehatan
melakukan proses asuhan keperawatan yang maksimal
DAFTAR
PUSTAKA
Esti, A. & Johan, T. (2020). Buku Ajar
Keperawatn Keluarga Askep Stroke. Padang: Pustaka Galeri Mandiri
Amanda, D.S.. (2018). Laporan Kasus Stroke
Infark. Klinik Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa.
Mutiarasari, Diah. (2019). Ischemic
Stroke: Symptoms, Risk Factors, And Prevention. Medika Tadulako, Jurnal Ilmiah
Kedokteran,
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2017).
Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa. Jogja: Nuha Medika.
Comments
Post a Comment