DOWNLOAD LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL
LAPORAN
PENDAHULUAN
DENGAN
JUDUL GAGAL GINJAL DI RUANGAN BOUGENVIL
DAFTAR
ISI
Halaman
sampul.................................................................................................................................................... i
Halaman
pengesahan............................................................................................................................................ ii
Daftar
isi.............................................................................................................................................................. iii
Kata
pengantar..................................................................................................................................................... iv
BAB
I PENDAHULUAN.................................................................................................................................... 1
A. Latar
Belakang.......................................................................................................................................... 1
B. Tujuan....................................................................................................................................................... 1
C. Manfaat..................................................................................................................................................... 2
BAB
II TINJAUN TEORI.................................................................................................................................... 3
A. KONSEP
PENYAKIT.............................................................................................................................. 3
1. Defenisi......................................................................................................................................... 3
2. Etiologi......................................................................................................................................... 3
3. Klasifikasi .................................................................................................................................... 5
4. Patofisilogi.................................................................................................................................... 6
5. Pathway........................................................................................................................................ 7
6. Manifestasi
Klinis......................................................................................................................... 8
7. Pemeriksaan
penunjang................................................................................................................ 9
8. Penatalaksanaan.......................................................................................................................... 10
B. KONSEP
ASKEP................................................................................................................................... 11
1. Pengkajian.................................................................................................................................. 11
2. Diagnosa..................................................................................................................................... 12
3. Intervensi.................................................................................................................................... 13
4. Implementasi.............................................................................................................................. 20
5. Evaluasi...................................................................................................................................... 20
BAB
III PENUTUP............................................................................................................................................ 21
A. Kesimpulan............................................................................................................................................. 21
B. Saran....................................................................................................................................................... 21
Daftar
pustaka..................................................................................................................................................... 22
BAB
I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Penyakit
ginjal kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia dan
sekarang dikenal sebagai kondisi umum yang dikaitkan dengan peningkatan risiko
penyakit jantung dan gagal ginjal kronis. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi
dua kategori yang luas yakni kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan
perkembangan gagl ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung
beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau
beberapa minggu.
Pada
kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan
volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Meskipun
ketidakmampuan fungsional terminal sama pada kedua jenis gagal ginjal ini,
tetapi gagal ginjal akut mempunyai gambaran khas dan akan dibahas secara
terpisah. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak massa nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit
parenkim ginjal difus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus
urinarius juga dapat menyebabkan gagal ginjal kronik.
Pada
awalnya, beberapa penyakit ginjal terutama menyemng glomerulus
(glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain terutama menyerang tubuls ginjal
(pielonefritis atau penyakit polikistik ginajl) atau dapat juga mengganggu
perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis). Namun, bila proses
penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur
dan diganti dengan jaringan parut. Meskipun penyebabnya banyak, manifestasi
klinis gagal ginjal kronik sangat mirip satu sama lain karena gagal ginjal
progresif dapat didefinisikan secara sederhana sebagai defisiensi jumlah total
nefron yang berfungsi dan kombinasi gangguan yang tidak pasti tidak adapat dielakkan
lagi.
B.Tujuan
1. Untuk
mengetahui dan memahami definisi dari gagal ginjal kronik.
2. Untuk
mengetahui dan memahami etiologi dari gagal ginjal kronik.
3. Untuk
mengetahui dan memahami patofisiologi dari gagal ginjal kronik.
4. Untuk
mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik.
5. Untuk
mengetahui dan memahami komplikasi dari gagal ginjal kronik.
6. Untuk
mengetahui dan memahami saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
pasien dengan gagal ginjal kronik.
7. Untuk
mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari gagal ginjal kronik.
8. Untuk
mengetahui dan memahami pencegahan dari gagal ginjal kronik Untuk mengetahui
dan memahamai konsep keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik..
C.Manfaat
1. Sebagai
sumber referensi mengenai asuhan keperawatan gagal ginjal kronik
2. Sebagai
sumber pedoman dalam memahami penyakit gagal ginjal kronik
BAB
II
TINJAUAN
REORI
A.Konsep
penyakit
1.
Definisi
Penyakit gagal ginjal kronik
merupakan istilah yang digunakan oleh teanga kesehatan untuk menggambarkan
terjadinya kerusakan pada organ ginjal yang telah berlangsung 3 bulan dan
bersifat progresif. Kerusakan yang terjadi bisa berupa gangguan bentuk dari
ginjal ataupun gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan penurunan laju
penyaringan ginjal dengan nilai 60 ml/menit yang memberikan komplikasi kepada
kesehatan (Rasyid, 2017).
Gagal ginjal kronik merupakan perburukan
fungsi ginjal yang lembat, progresif dan irreversible yang menyebabkan
ketidakmampuan ginjal untuk membuang produk sisa dan mepertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit (Onainor, 2019)
Gagal ginjal kronik adalah gangguan
fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak
mampu memelihara metabolism, gagal memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit yang berakibat pada peningkatan. ureum (Erna Kasumayanti, 2020).
2.
Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal
kronik adalah penurunan laju filtrasi glomerulus atau yang disebut juga
penurunan glomerulus filtration rate (GFR).
Penyebab
gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013):
1. Gangguan
pembuluh darah berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik ginjal
dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang paling sering adalah Aterosklerosis
pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik progresif pada
pembuluh darah. Hyperplasia fibromaskular pada satu atau lebih artieri besar yang
juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi
yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati, dikarakteristikkan
oleh penebalan, hilangnya elastistisitas system, perubahan darah ginjal
mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan
imunologis: seperti glomerulonephritis
3. Infeksi
dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang berasal dari
kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal
melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden dari
traktus urinarius bagiab bawah
lewat ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversible ginjal
yang disebut pielonefritis.
4. Gangguan
metabolik seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat sehingga
terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi
endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang disebabkan oleh endapan
zat-zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius merusak
membrane glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer terjadinya nefrotoksis
akibat analgesik atau logam berat.
6. Obstruksi
traktus urinarius oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi uretra.
7. Kelainan
kongenital dan herediter penyakit polikistik sama dengan kondisi keturunan yang
dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan. didalam
ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat
konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.
Menurut
(Rendi & TH. 2019) penyebab gagal ginjal kronik adalah
a.
Infeksi saluran kemih/pielonefritis kronis
b.
Penyakit peradangan glumerulonefritis
c.
Penyakit vaskuler hipertensi (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
d.
Gangguan jaringan penyambung (SLE poliarteritis nodusa skelrosi sistemik)
c.
Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik asidosis tubulus
ginjal)
f.
Penyakit metabolic (DM, Gocit, Hiperparatirorisme)
g.
Netropati toksik
h.
Nofropati Obstruksi (Batu saluran kemih)
Selain itu, menurut (Arif & Kumala,
2014) adapun kondisi klinis yang mungkin dapat menyebabkan gagal ginjal kronik
adalah dari organ ginjal itu sendiri dan luar organ ginjal. Berikut penyebab
gagal ginjal kronik:
a.
Gagal ginjal kronik dari penyakit ginjal
1)
Infeksi kuman
2)
Kista dalam ginjal
3)
Glomerulonefritis yaitu peradangan pada glomerulus
4)
Batu ginjal
5)
Keganasan pada organ ginjal
b.
Gagal ginjal kronik dari luar ginjal
1)
Diabetes Melitus
2)
Hipertensi
3)
Tinggi kolestrol
4)
Infeksi di badan antara lain: TBC Paru, Sifilis, Hepatitis, Malaria
5)
Preeklamsia
6)
SLE
7)
Dyslipidemia
8)
Tubuh banyak kehilangan cairan yang mendadak contohnya luka bakar
3.
Klasifikasi
Menurut
(IUs. Cut Husna, 2010) terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronik yaitu
a) Stadium
1 (Glomerulo filtrasi rate/GFR normal (>90ml/min) Seseorang perlu waspada
akan kondisi ginjalnya berada pada satidum 1 apabila kadar ureum atau kreatinin
berada di atas normal, didapati darah atau protein dalam urin, adanya bukti
visual kerusakan ginjal melalui pemeriksaan MRI, CT Scan, ultrasound atau
contrast xray, dan salah satu keluarga menderita penyakit ginjal polikistik.
Cek serum kreatinin dan protein dalam urin secara berkala dapat menunjukan
sampai berapa jauh kerusakan ginjal penderita.
b) Stadium
2 (Penurunan GFR Ringan atau 60 s/d 89 ml/min) Seseorang perlu waspada akan
kondisi ginjalnya berada pada stadium 2 apabila kadarureum atau kreatinin
berada di atas normal, didapati darah atau protein dalam urin, adanya bukti
visual kerusakan ginjal melalui pemeriksaan MRI, CT Scan, ultrasound atau
contrast xray, dan salah satu keluarga menderita penyakit ginjal polikistik..
c) Stadium
3 (Penurunan GFR moderat atau 30 s/d 59 ml/min) Seseorang yang menderita gagal
ginjal kronik stadium 3 mengalami penurunan GFR moderat yaitu diantara 30 s/d
59 ml/min. Dengan penurunan pada tingkat ini akumulasi sisa-sisa metabolisme
akan menumpuk dalam darah yang disebut uremia. Pada stadium ini muncul
komplikasi seperti hipertensi, anemia, atau keluhan pada. tulang. Penderita
stadium ini biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein namun tetap
mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga kadar
fosfor dalam darah tetap rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain
itu, penderita juga harus membatasi asupan kalium apabila kandungan dalam darah
terlalu tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah
diatas normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita
yang mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan sodium
untuk penderita hipertensi.
d) Stadium
4 (Penurunan GFR Parah atau 15-29 ml/min) Pada stadium ini fungsi ginjal hanya
sekitar 15-30% saja dan apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat
mungkin dalam waktu dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal dialisis
atau melakukan transplantasi ginjal. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun
dalam darah atau uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu, besar
kemungkinan muncul komplikasi seperti hipertensi, anemia, penyakit tulang,
masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskuler lainnya. Rekomendasi untuk
memulai terapi pengganti ginjal adalah apabila fungsi ginjal hanya tinggal 15%
ke bawah.
e) Stadium
5 (Penyakit ginjal stadium akhir/terminal atau 15 ml/min) Pada level ini ginjal
kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja secara optimal. Untuk itu
diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau transplantasi ginjal
agar penderita dapat bertahan hidup.
4.
Patofisiologis
Patofisiologis gagal ginjal kronik
melibatkan kerusakan dan menurunnya nefron dengan kehilangan fungsi ginjal yang
progresif Ketika laju filtmsi glomerulus menurun dan bersihan menurun, nitrogen
urea serum meningkat dan kreatinin meningkat. Sisa nefron yang masih berfungsi
mengalami hipertrofi ketika menyaring zat terlarut yang besar. Akibatnya,
ginjal kehilangan kemampuan untuk mengonsentrasi urin secara adekuat. Untuk
melanjutkan ekskresi zat terlarut, maka volume urin yang keluar akan meningkat
sehingga pasien rentan mengalami kehilangan cairan. Selain itu, tubulus
kehilangan kemampuan untuk mereabsorpsi elektrolit secara bertahap. Terkadang
hasilnya adalah pembuangan garam yang menyebabkan urine mengandung banyak
natrium dan memicu terjadinya poliuria. berat. Pada saat kerusakan ginjal
berlanjut dan jumlah nefron yang masih berfungsi mengalami penurunan maka laju
glomerulus total akan menurun lebih jauh dan menyebabkan tubuh tidak mampu
mengeluarkan kelebihan air, garam, dan produk limbah lainnya melalui ginjal.
Pada saat laju filtrasi glomerulus kurang dari 10- 20ml/min, maka tubuh
mengalami keracunan ureum. Apabila penyakit gagal ginjal kronik tidak diatasi
dengan dialisis atau transplantasi ginjal, maka terjadi stadium akhir yang
menyebabkan uremia dan kematian (Yasmara, 2016).
5.
Pathway

6.
Manifestasi Klinis
Menurut
(Padila, 2019) manifestasi klinis pasien gagal ginjal kronik yaitu:
a.
Kardiovaskuler
1)
Hipertensi
2)
Pitting edema
3)
Edema periorbital
4)
Pembesaran vena leher
b.
Pulmoner
1)
Nafas dangkal
2)
Kusmaul
3)
Sputum kental
c.
Gastrointestinal
1)
Anoreksia, mual dan muntah
2)
Perdarahan saluran GI
3)
Ulserasi dan perdarahan pada mulut
4)
Konstipasi/diare 5) Nafas bau amonial
d.
Muskuloskeletal
1)
Kram otot
2)
Kehilangan kekuatan otot
3)
Fraktur tulang
e.
Integumen
1)
Wama kulit abu-abu mengkilat
2)
Kulit kering, bersisik
3)
Pruritus
4)
Ekismosis
5)
Kuku tipis dan rapuh
6)
Rambut tipis dan kasar
f.
Reproduksi
1)
Amenore
2) Atrofi testis.
7.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut
(Arif & Kumala, 2014) Pemeriksaan penunjang pasien gagal ginjal kronik
terdiri
dari:
a.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Laju
Endap Darah Laju endap darah meninggi yang diperberat olch adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer nomokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah
2. Ureum
dan Kreatinin Ureum dan kreatinin meninggi biasanya perbandingan antara ureum
dan kreatinin kurang lebih 20 1. Perbandingan bisa meninggi yang disebabkan
oleh perdarahan saluran cema, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang yaitu ureum lebih kecil.
dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang
menurun.
3. Hiponatermi
Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia Biasanya terjadi pada pasien
gagal ginjal lanjut dengan menurunnya diuresis
4. Hipokalsemia
dan Hiperfosfatemia Terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3 pada gagal
ginjal kronik
5. Phospat
Alkaline Meninggi Phospat alkaline meninggi akibat. gangguan metabolisme
tulang, terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
6. Hipoalbuminemia dan Hipokolesterolemia Umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
7. Peninggian
Gula Darah Akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal
(resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)
8. Hipertrigliserida
Akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian hormon insulin dan
menurunnya lipoprotein lipase
9. Asidosis
Metabolik Dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun, HCO3 yang
menurun, PCO2 yang menurun semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada
gagal ginjal.
b.
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab
itu penderita tidak puasa.
c.
Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai risiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya: usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat
d.
USG untuk menilai besar dan bentuk gginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih,
dan prostat
e.
Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
f.
EKG untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
8.
Penatalaksanaan
Menurut
(Rendi & TH, 2019) penatalaksanaan pada pasien gagal ginjal kronis adalah
a) Optimalisasi
dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Biasanya diusahakan hingga
tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan.
Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan
cairan.
b) Diet
tinggi kalori dan rendah protein. Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi
kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan
penurunan uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari
masukan berlebih dari kalium dan garam.
c) Kontrol
hipertensi Pada pasien hipertensi dengan penyakit gagal ginjal, keseimbangan
garam dan cairan diatur sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering
diperlukan diuretik loop, selain obat antihipertensi.
d) Kontrol
ketidakseimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan
asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang
besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obat yang
berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya penghambat ACE dan obat
antiinflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekeurangan garam yang
menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi
melalui kadar kalium plasma dan EKG.
e) Mencegah
dan tatalaksana penyakit tulang ginjal. Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat
yang mnegikat fosfat seperti aluminium hidroksida (300-800 mg) atau kalsium karbonat
(500-3.000mg) pada setiap makan
f) Deteksi
dini dan terapi infeksi. Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien
imunosupresif dan diterapi lebih ketat.
g) Modifikasi
tempi obat dengan fungsi ginjal Banyak obat-obatan yang harus diturunkan
dosisinya karena metabolitnya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal.
h) Deteksi
dini dan terapi komplikasi. Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia,
perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan
yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga
diperlukan dialisis.
i) Persiapkan
dialisis dan program transplantasi ginjal. Segera dipersiapkan setelah gagal
ginjal kronik dideteksi, indikasi dilakukan dialisis biasanya adalah gagal
ginjal dengan gejala klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif
atau terjadi komplikasi.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang
pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan
kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan
menurut Effendy (Dermawan, 2012).
a) Identitas
Diri Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,
sukubangsa, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor rekam
medis, diagnosis medis dan alamat.
b) Keluhan
Utama Biasanya badan terasa lemah, mual, muntah, dan terdapat edema. Hal yang
perlu dikaji pada penderita gagal ginjal kronis adalah tanda atau gejala
seperti pucat, hiperpigmentasi, hipertensi, kardiomegali, edema, nefropati
perifer, mengantuk, bau nafas uremik. Dilihat dari penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG) tanda dan gejala yang timbul yaitu laju filtrasi glomerulus
60%, pasien masih belum memsakan keluhan, namun sudah terjadi peningkatan kadar
ureum dan kreatinin. Kemudian pada LFG sebesar 30%, pasien mulai mengalami
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan
(Suwirta, 2009).
c) Riwayat
Kesehatan Sekarang Keluhan lain yang menyerta biasanya gangguan pemapasan,
anemia, hiperkalemia, anoreksia, turgor pada kulit jelek, gatal-gatal pada
kulit, asidosis metabolik.
d) Riwayat
kesehatan Dahulu Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi
saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, dan
prostattektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes militus, dan penyakit hipertensi
pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk mengkaji
mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat.
e) Riwayat
Kesehatan Keluarga Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit vascular
hipertensif, penyakit metabolik, riwayat keluarga mempunyai penyakit gagal
ginjal kronis, penyakit menular seperi TBC, HIV, infeksi saluran
kemih, dan penyakit menurun seperti diabetes militus, asma, dan lain- lain.
f) Aktivitas
Sehari-hari Biasanya pada pasien gagal ginjal kronis terjadi kelelahan ekstrim,
kelemahan, malaise. Kaji adanya kelemahan otot, kehilangan tonus, dan biasanya
terjadi penurunan rentang gerak.
g) Pola
Nutrisi Kaji adakah pantangan dalam makan, kaji peningkatan berat badan
(edema), penurunan berat badan (malnutrisi), kaji adakah rasa mual, muntah,
anoreksia, nyeri ulu hati.
h) Pola
Eleminasi Kaji ada penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen
kembung. Kaji adanya konstipasi atau diare. Kaji adakah perubahan warna urine
atau tidak.
i) Pola
Aktivitas Biasanya pada pasien gagal ginjal kronis terjadi kelelahan ekstrim,
kelemahan, malaise. Kaji adanya kelemahan otot, kehilangan tonus, dan biasanya
terjadi penurunan rentang gerak.
j) Pola
Istirahat Tidur Biasanya pada pasien gagal ginjal kronis mengalami gangguan pola
tidur (insomnia/gelisah / somnolen), gelisah karena adanya nyeri panggul, sakit
kepala dan kram otot kaki.
k) Pemeriksaan
Fisik
1) Kepala Apakah pasien pemah mengalami trauma kepala,
adanya hematoma atau riwayat operasi.
2) Mata Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya
gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata
(nervus III), gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam
menggerakkan boal mata kalateral (nervus VI).
3) Hidung Adanya gangguan pada penciuman kama
terganggu pada nervus olfatorius (nervus I).
4) Mulut Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat
kerusakan nervus vagus adanya kesulitan dalam menelan.
5) Dada Inspeksi kesimetrisan bentuk, dan kembang
kempis dada, palpasi ada tidaknya nyeri tekan dan massa, perkusi mendengar
bunyi hasil perkusi, auskultasi untuk mengetahui suara nafas,
cepat dan dalam.
6) Abdomen Inspeksi bentuk, ada tidaknya pembesaran,
auskultasi bising usus, perkusi dengar bunyi hasil perkusi, palpasi ada
tidaknya nyeri tekan pasca operasi
7) Eksternitas
a) Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
b) Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak
ada gerakan pada sendi.
c) Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak
bisa melawan gravitasi.
d) Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak
dapat melawan tekanan pemeriksaan.
e) Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan
tetapi kekuatanya berkurang.
f) Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan
dengan kekuatan penuh.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi- perfusi
b. Nyeri akut b.d agen pecedera fisiologis
c. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan
cairan
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan
makanan
3. Intervensi Keperawatan
|
No |
Doagnosa Keperawatan |
Tujuan |
Intervensi |
|
1 |
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi- perfusi |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan.
pertukaran gas pasien meningkat (L.01003).Kriteria hasil: 1. Tingkat
kesadaran meningkat 2. Dyspnea/nafas
pendek mengalami penurunan 3. Bunyi
napas tambahan menurun 4. Pusing
menurun 5. Gelisah
menurun 6. Napas
cuping hidung menurun 7. PCO2
membaik 8. Pola
napas membaik 9. Warna
kulit membaik |
Terapi
oksigen (L01026) ·
Monitor kecepatan aliran
oksigen. ·
Monitor posisi alat
terapi oksigen. ·
Monitor aliran oksigen
secara periodik dan pastikan fraksi yang diberikan cukup. ·
Monitor efektifitas
terapi oksigen (Mis analisa gas darah, oksimetri). ·
Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat makan. ·
Monitor tanda tanda
hipoventilasi (adanya nyeri kepala, pusing, letargi/kelelahan, sesak, kantuk
disiang hari, depresi) ·
Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi oksigen (verbal maupun non verbal: Ekspresi mimik
wajah dan keluhan pasien ·
Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan oksigen (apakah ada iritasi) ·
Pertahankan kepatenan
jalan nafas (Teknik batuk efektif, suction, insersi jalan nafas buatan). ·
Siapkan dan atur
peralatan pemberian oksigen (Nasal kanul rebreathing mask, & non
rebreathing mask), oksigen, regulator. ·
Berikan oksigen
tambahan, jika perlu (naikan kecepatan aliran sesuai kebutuhan). ·
Tetap berikan oksigen
saat pasien ditransportasi (Tabung oksigen yang mudah dibawa). ·
Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien. ·
Ajarkan pasien dan
keluarga cara menggunakan oksigen di rumah. ·
Kolaborasi penentuan
dosis oksigen ·
Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas atau saat tidur |
|
2 |
Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan
cairan. |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
keseimbangan cairan pasien meningkat (L.03020). Kriteria Hasil: 1. Haluaran
urin meningkat 2. Kelembapan
membrane mukosa meningkat 3. Asupan
makanan meningkat 4. Edema
menurun 5. Asites/penumpukan
cairan dirongga perut menurun 6. Konfusi/penurunan
berfikir sehingga bingung disorientasi menurun 7. Tekanan darah membaik 8. Denyut
nadi radial membaik 9. Tekanan
arteri rata-rata membaik 10. Berat
badan membaik |
Manajemen Hipervolemia (I.03114). ·
Periksa tanda dan
gejala hypervolemia (Mis.edema, dyspnea, suara napas tambahan). ·
Identifikasi penyebab
hypervolemia. ·
Monitor status
hemodinamik (Mis. Frekuensi jantung, tekanan darah). ·
Monitor intake dan
output cairan ·
Monitor tanda
hermokonsentrasi (Mis. Blood Urea Nitrogen, kadar natrium, berat jenis urin) ·
Monitor tanda peningkatan
onkotik plasma (mis.kadar protein dan albumin meningkat) ·
Monitor kecepatan infus
secara ketat ·
Monitor efek samping
diuretik (mis, hipotensi ortorstatik. hipovolemia, hypokalemia,
hiponatremia). ·
Timbang berat badan
setiap hari pada waktu yang sama ·
Batasi asupan cairan
dan garam ·
Tinggikan kepala tempat
tidur 30-40 derajat ·
Anjurkan melapor jika
haluaran urin <0,5 ml/kg/jam dalam 6 jam ·
Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan dan haluaran cairan ·
Ajarkan cara membatasi
cairan ·
Kolaborasi pemberian diuretic ·
Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat diuretic ·
Kolaborasi pemberian
continuous renal replacement therapy (CRRT), bila perlu |
|
3 |
Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan
makanan. |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
status nutrisi pasien meningkat (L.03030). Kriteria hasıl: 1. Porsi
makanan yang di habiskan meningkat 2. Verbalisasi
keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat 3. Pengetahuan
tentang pilihan makanan yang sehat meningkat 4. Pengetahuan
tentang pilihan minuman yang sehat meningkat 5. Pengetahuan
tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat 6. Sikap
terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan kesehatan 7. Berat
badan membaik 8. Indeks
massa tubuh membaik 9. Frekuensi
makan membaik 10. Nafsu
makan membaik 11. Bising
usus membaik |
Manajemen nutrisi (I.03119). ·
Identifikasi status
nutrisi (apakah ada penurunan BB > 10% serta IMT dibawah normal) ·
Identifikasi
intoleransi alergi makanan ·
Identifikasi makanan
yang disukai ·
Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrisi ·
Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastrik ·
Monitor asupan makanan ·
Monitor berat badan ·
Monitor hasil
pemeriksaan laboratorium (Tes darah urea & kreatinin, Tes urine protein
& uremia) ·
Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu ·
Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis piramida makanan) ·
Sajikan makanan secara
menarik dan suhu sesuai ·
Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah konstipasi ·
Ajarkan diet yang
diprogramkan, yang boleh dan tidak ·
Berikan suplemen
makanan, jika perlu Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastric jika
asupan oral dapat ditoleransi ·
Anjurkan posisi duduk,
jika perlu ·
Ajarkan diet yang
diprogramkan (rendah protein, rendah garam) ·
Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis.antimetik), jika perlu ·
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan |
|
4 |
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
tingkat nyen pasien menurun (L.08066). Kriteria hasil: 1. Kemampuan
menuntaskan aktivitas meningka 2. Keluhan
nyeri menurun 3. Meringis
menurun 4. Sikap
protektif menurun 5. Gelisah
menurun 6. Kesulitan
tidur menurun 7. Berfokus
pada diri sendiri menurun 8. Perasaan
depresi menurun 9. frekuensi
nadi membaik 10. focus
membaik 11. perilaku
membaik 12. pola
tidur membaik |
Manajemen nyeri (I.08238) ·
Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri ·
Identifikasi skala
nyeri. ·
Identifikasi respons
nyeri non verbal. ·
Identifikasi faktor
yang memperberat dan memperingan nyeri. ·
Identifikasi
pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri. ·
Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon nyeri. ·
dentifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup. ·
Fasilitasi istirahat
dan tidur (atur lingkungan pasien dengan batasi pengunjung untuk mengurangi
kebisingan, tanyakan kepasien apakah suka mendengarkan musik yang menengkan,
menutup tirai, matikan lampu jika perlu). ·
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri (Misalnya nyeri akut
dikarenakan retensi Na yang menyebabkan asam laktat meningkat, maka dapat
dilakukan diit rendah garam). ·
Jelaskan penyebab,
periode/kurun waktu, dan pemicu nyeri ·
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu. |
4.
Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah
direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan
tindakan kolaborasi (Wartonah, 2015). Implementasi keperawatan adalah tahap
ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk
intervensi keperawatan. guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Asmadi, 2008). Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa
komponen:
a. Tanggal
dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis
keperawatan
c. Tindakan
keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda
tangan perawat pelaksana
5.
Evaluasi Keperawatan
Menurut Mahyar (2010) evaluasi keperawatan
terdiri dalam beberapa komponen yaitu, tanggal dan waktu dilakukan evaluasi
keperawatan, diagnosa keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Evaluasi
keperawatan ini dilakukan dalam bentuk subjektif, objektif, assessment, dan
planning (SOAP). Evaluasi yaitu penilaian hasil dari proses. Penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari
tindakan, Penilaian ini merupakan proses untuk menentukan apakah ada atau tidak
kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian hingga pelaksanaan.
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses
keperawatan mulai dari tahap pengkajian hingga pelaksanaan.
Menurut Dermawan D. (2012) evaluasi adalah
proses keberhasilan tindakan keperawatan yang membandingkan antara proses
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan menilai efektif tidaknya dari proses
keperawatan yang dElaksanakan. serta hasil dari penilaian keperawatan tersebut
digunakanuntuk bahan perencanaan selanjutnya apabila masalah belum teratasi.
Setelah
melakukan tindakan keperawatan maka hasil evaluasi yang diharapkan untuk pasien
Gagal Ginjal Kronik yaitu:
a.
Pertukaran gas efektif
b.
Tidak ada nyeri
c.
Kelebihan cairan atau edema tidak terjadi
d.
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
c.
Perfusi jaringan efektif
f.
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
g.
Tidak terjadi pendarahan
h.
Tidak terjadi infeksi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gagal
ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang berjalan progresif dan lambat
(berlangsung dalam beberapa tahun), dimulai dengan: penurunan cadangan ginjal,
insufisiensi ginjal, gagal ginjal, penyakit ginjal tingkat akhir yang disertai
dengan komplikasi-komplikasi target organ, dan akhirnya menyebabkan kematian.
Untuk memperlambat gagal ginjal kronik. menjadi gagal ginjal terminal, perlu
dilakukan diagnosa dini, yaitu dengan melihat gambaran klinis, laboratorium
sederhana, dan segera memperbaiki keadaan komplikasi yang terjadi. Jika sudah
terjadi gagal ginjal terminal, pengobatan yang sebaiknya dilakukan adalah:
dialisis dan transplantasi ginjal. Pengobatan ini dilakukan untuk mencegah atau
memperlambat tejadinya kematian.
B. Saran
Dengan
mengetahui permasalahan penyebab penyakit gagal ginjal kronik, diharapkan
masyarakat lebih berhati-hati dan menghindari penyebab penyakit ini serta
benar-benar menjaga kesehatan melalui makanan maupun berolaharaga yang benar.
Para tenaga ahli juga sebaiknya memberikan penyuluhan secara jelas mengenai
bahayanya penyakit ini serta tindakan pengobatan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Arif,
M., & Kumala, S. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Salemba Medika.
Erma
Kasumayanti, M. (2020). JURNAL NERS Research & Learning in Nursing Science.
Jurnal ners,4(23),47-55.
IUs.
Cut Husna, M. (2010). GAGAL GINJAL KRONIS DAN PENANGANANNYA: LITERATUR REVIEW.
Jurnal Keperawatan, Vol. 3 No
Onainor.
E. R. (2019). TERAPI THOUGHT STOPPING, RELAKSASI PROGRESIF DAN PSIKOEDUKASI
TERHADAP PENURUNAN ANSIETAS PASIEN GGK YANG MENJALANI HEMODIALISA. 1, 105-112.
Padila.
(2019). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika.
Rasyid,
H. (2017). Ginjalku Ginjalmu Mengenal Lebih Jauh Penyakit Ginjal Kronik dan
Pengaturan Gizinya (Bakri Syakib (Ed.)). PT. KABAR GRUP INDONESIA.
Rendi,
C., & TH. M. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DAN PENYAKIT DALAM
(IV). Nuha Medika.
Wartonah,
T. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan (5th ed.). Salemba
Medika.
Yasmara,
D. (2016). Rencana asuhhan keperawatan medikal-bedah Diagnosis NANDA 2015- 2017
Intervensi NIC Hasil NOC (Nursiswati (Ed.)). EGC.
Agustian,
D., Wahyudi, K., Riono, P., & Roesli, R. M. A. (2020). Survival Analysis of
Chronic
Kidney
Disease Patients with Hemodialysis in West Java Indonesia Year 2007-2018
Ketahanan Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronis dengan Hemodialisis di Jawa Barat
Indonesia tahun 2007-2018. 52(38).
Rohimah,
S. (2020). The Role Of Family Support In Hemodialysis Patient Anxiety Siti
Rohimah Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Gahth, Indonesia, 2(2),
Resmita,
E. A. M. (2010). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kecemasan Pasien Gagal
Ginjal Kronik Di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Royal Prima Medan, 2(1), 9-16.
IRR.
(2018). 11 th Report Of Indonesian Renal Registry 2018 11 th Report Of
Indonesian Renal Registry 2018. 1-40.
PERNEFRI
(2020). Integrated Collaboration for Excellent Kidney Care.
Suddarth,
B. &. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. In Ege (Ed.), 12 (12th Ed., P.
595), EGC.
Zasra,
R. (2018). Indikasi dan Persiapan Hemodialis Pada Penyakit Ginjal Kronis
Tinjauan Pustaka. 2(Supplement 2). 183-186.
Dr.
Bambang Pujianto, M. K. (2014). Buku Panduan Hemodialisa.
Ns.
Fida Husain, S. K. (2019). Buku Panduan Peer Support Program dan Manajemen Diri
Pasien Hemodialisis.
Handi
Rustandi. Hengky Tranado. T. P. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kualitas Hidup Pasien Chronic Kidney Disease (Ckd) Yang Menjalani
Hemodialisa 1,32-46.
DOWNLOAD FILENYA
Comments
Post a Comment