DOWNLOAD LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS CVA
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS CVA
BAB
I
LAPORAN
PENDAHULUAN CVA
1.1 Definisi
Stroke
atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang
sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan
kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya
gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja
(Muttaqin, 2008).
CVA
Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi
karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi
di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak
disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis.
Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta).
(Suzanne, 2002).
Stroke
iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% strokeadalah
stroke iskemik. Stroke iskemik penyebab infark yang paling sering
terjadi,merupakan keadaan aliran darah tersumbat atau berkurang di dalam arteri
yang memperdarahi daerah otak tersebut (Kowalak, 2011).
1.2 Etiologi
Beberapa penyebab
CVA infark (Muttaqin, 2014).
- Trombosis
serebri
Terjadi
pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan
otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini
disebabkan karena adanya:
a. Aterosklerostis:
mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding pembuluh darah.
b. Hiperkoagulasi:
darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas hematokrit
meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis:
radang pada arteri.
- Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan
yang dapat menimbulkan emboli:
a. Penyakit
jantung, reumatik.
b. Infark
miokardium.
c. Endokarditis
: menyebabkan gangguan pada endokardium.
1.3 Manifestasi
Klinis
Menurut
(Hudak dan Gallo, 2011) dalam bukunya Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik ,
terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:
- Defisit
Motorik
a. Hemiparese
: jika satu tangan atau satu kaki atau satu sisi wajah menjadi lemah, namun tak
sepenuhnya lumpuh
b. Hemiplegia
: jika satu tangan atau satu kaki atau bahkan satu sisi wajah menjadi lumpuh
dan tak dapat bergerak.
c. Distria
(kerusakan otot-otot bicara).
d. Disfagia
(kerusakan otot-otot menelan).
e. Kerusakan
motorik halus dan kasar.
- Defisit
Sensori
a. Defisit
visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer
serebri).
b. Hemianopsia
homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah bidang pandang pada sisi yang
sama).
c. Diplopia
(penglihatan ganda).
d. Penurunan
ketajaman penglihatan.
- Defisit
Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi
diri dan/atau lingkungan).
a. Gangguan
skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang mengalami
paralise; kelainan unilateral).
b. Disorientasi
(waktu, tempat, orang).
c. Apraksia
(kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan tepat).
d. Agnosia
(ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indera).
e. Kerusakan
memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat.
- Defisit
Bahasa/Komunikasi.
a. Afasia
ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat
difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu kata.
b. Afasia
reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk berbicara,
tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar tentang
kesalahan ini).
c. Afasia
global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) – tidak mampu berkomunikasi
pada setiap tingkat.
d. Aleksia
(ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan).
e. Agrafasia
(ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).
- Defisit
Intelektual.
a. Kehilangan
memori.
b. Rentang
perhatian singkat.
c. Peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar).
d. Penilaian
buruk.
e. Ketidakmampuan
untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara abstrak.
- Disfungsi
Aktivitas Mental dan Psikologis.
a. Labilitas
emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat).
b. Kehilangan
kontrol diri dan hambatan social.
c. Penurunan
toleransi terhadap stress.
d. Ketakutan,
permusuhan, frustasi, marah.
- Gangguan
Eliminasi (Kandung kemih dan usus).
a. Lesi
unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial kandung
kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan dan inkontinensia
urine.
b. Kemungkinan
untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat baik.
c. Konstipasi
dann pengerasan feses.
Manifestasi klinis
stroke non hemoragik menurut Misbach (2013) adalah:
- Hipertensi.
- Gangguan
motorik (kelemahan otot, gangguan mobilitas fisik).
- Gangguan
sensorik.
- Gangguan
visual.
- Gangguan
keseimbangan.
- Nyeri
kepala (migrain, vertigo).
- Muntah.
- Disartria
(kesulitan berbicara).
1.4 Patofisiologi
Patofisiologi
Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis yang
memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari pembuluh darah diluar
otak yang tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya plak fibrosis (ateroma)
di lokasi yang terbatas seperti di tempat percabangan arteri. Trombosit
selanjutnya melekat pada permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan
trombosit secara perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk
trombus (Sudoyo, 2011).
Trombus
dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa hingga
terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan pengurangan aliran
darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan mengalami kekurangan nurisi
dan juga oksigen, sel otak yang mengalami kekurangan oksigen dan glukosa akan
menyebabkan asidosis lalu asidosis akan mengakibatkan natrium, klorida, dan air
masuk ke dalam sel otak dan kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema
setempat. Kemudian kalsium akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas
sehingga terjadi perusakan membran selalu mengkerut dan tubuh mengalami defisit
neurologis lalu mati (Esther, 2010).
1.5 Klasifikasi
- Stroke
dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
a. Stroke
Haemorhagi
Stroke
hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler (Mansjoer, 2007).
Tabel 2.1.
Perbedaan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.
Gejala Klinis |
Stroke Hemoragik |
Stroke on Hemoragik |
|
PIS |
PSA |
||
Gejala defisit
lokal |
Berat |
Ringin |
Berat/Ringan |
SIS sebelumnya |
Amat jarang |
- |
+/Biasa |
Permulaan(onset) |
Menit/Jam |
1-2 menit |
Pelan(jam/hari) |
Nyeri kepala |
Hebat |
Sangat hebat |
Ringan/tidak ada |
Muntah pada
awalnya |
Sering |
Sering |
Tidak, kecuali
lesi dibatang o tak |
Hipertensi |
Hampir selalu |
Biasanya tidak |
Seing kali |
Kesadaran |
Bisa hilang |
Bisa hilang
sebentar |
Dapat hilang |
Kaku kuduk |
Jarang |
Bisa hilang
sebentar |
Dapat hilang |
Hemiparesis |
Sering sejak
awal |
Tidak ada |
Sering dari awal |
Deviasi mata |
Bisa ada |
Tidak ada |
Mungkin ada |
Gangguan bicara |
Sering |
Jarang |
Sering |
Likour |
Sering berdarah |
Selalu berdarah |
Jernih |
Perdarahan subhialod |
Tidak ada |
Bisa ada |
Tidak ada |
Paresis/gangguan
N III |
- |
Mungkin (+) |
- |
b. Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)
Dapat
berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik. Apabila terjadi
kekurangan darah atau kurangnya perfusi suatu jaringandisebabkan kurangnya atau
tidak adanya suplai darah, maka keadaan inidisebut iskemia. Stroke iskemik
merupakan penyakit yang diawali denganterjadinya serangkaian perubahan dalam
otak yang terserang yang apabilatidak ditangani maka akan berakhir dengan
kematian bagian otak tersebut, halini terjadi karena suplai darah ke otak
terhambat atau terhenti disebabkanpenyumbatan pembuluh darah oleh thrombus
ataupun embolus. (Junaidi, 2011), di kutip dari Sidabutar, 2011.
1.6 Komplikasi
Ada beberapa
komplikasi CVA infark (Muttaqin, 2008)
- Dalam
hal imobilisasi: Infeksi pernafasan (Pneumoni), nyeri tekan pada
decubitus, Konstipasi.
- Dalam
hal paralisis: Nyeri pada punggung, Dislokasi sendi, deformitas.
- Dalam
hal kerusakan otak: Epilepsy, Sakit kepala.
- Hipoksia
serebral.
- Herniasi
otak.
- Kontraktur.
1.7 Pemeriksaan
penunjang
Periksaan
penunjang pada pasien CVA infark :
- Laboratorium
Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada pasien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic
(AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008:
249-252).
- Pemeriksaan
sinar X toraks 24 Dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan
infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif
(Prince,dkk,2006:1122).
- Ultrasonografi
(USG) karotis Evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran darah
karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Prince, dkk,
2006:1122).
- Angiografi
serebrum Membantu menentukan penyebab dari stroke secara Spesifik seperti
lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena,
vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk,
2006:1122).
- Ekokardiogram
transesofagus (TEE) Mendeteksi sumber kardioembolus potensial (Prince,
dkk, 2006:1123).
- CT
scan Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak
(Muttaqin, 2014:140).
- MRI
Menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar / luasnya
daerah infark (Muttaqin, 2014:140
1.8 Penatalaksanaan
dn pencegahan
Ada bebrapa
penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin, 2008:14):
- Untuk
mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan:
a. Mempertahankan
saluran nafas yang paten.
b. Kontrol
tekanan darah.
c. Merawat
kandung kemih, tidak memakai keteter.
d. Posisi
yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
- Terapi
Konservatif
a. Bila
terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
1) Hiperventilasi
dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg.
2) Osmoterapi
antara lain: Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu
15-30 menit, 4-6 kali/hari. Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4
kali/hari.
3) Posisi
kepala head up (15-30⁰).
4) Menghindari
mengejan pada BAB.
5) Hindari
batuk.
Terapi
pada penderita stroke non hemoragik menurut Esther (2010) bertujuan untuk
meningkatkan perfusi darah ke otak, membantu lisis bekuan darah dan mencegah
trombosis lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih aktif dan mencegah
cedera sekunder lain, beberapa terapinya adalah :
(1) Terapi
trombolitik
Menggunakan
recombinant tissue plasminogen activator (rTPA) yang berfungsi memperbaiki
aliran darah dengan menguraikan bekuan darah, tetapi terapi ini harus dimulai
dalam waktu 3 jam sejak manifestasi klinis 26 stroke timbul dan hanya dilakukan
setelah kemungkinan perdarahan atau penyebab lain disingkirkan.
(2) Terapi
antikoagulan
Terapi
ini diberikan bila penderita terdapat resiko tinggi kekambuhan emboli, infark
miokard yang baru terjadi, atau fibrilasi atrial.
(3) Terapi
antitrombosit
Seperti
aspirin, dipiridamol, atau klopidogrel dapat diberikan untuk mengurangi
pembentukan trombus dan memperpanjang waktu pembekuan.
(4) Terapi
suportif
Yang
berfungsi untuk mencegah perluasan stroke dengan tindakannya meliputi
penatalaksanaan jalan nafas dan oksigenasi, pemantauan dan pengendalian tekanan
darah untuk mencegah perdarahan lebih lanjut, pengendalian hiperglikemi pada
pasien diabetes sangat penting karena kadar glukosa yang menyimpang akan
memperluas daerah infark.
Dalam penceghan
CVA adalah :
- Hipertensi
adalah salah satu faktor resiko paling penting yang bisa dimodifikasi,
lebih dari setengah CVA dapat dicegah dengan pengontrolan hipertensi
- Berhenti
merokok dan mengurangi asupan alcohol dpat menurunkan resiko.
- Penanganan
kolesterol menurunkan resiko, terutama menggunakan inhibitor reduktase
(misalnya pravastatin
1.9 Konsep
Pengkajian Keperawatan CVA
Pengkajian
merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Semua data dikumpulkan secara
sistematis dan komprehensif dengan aspek biologis, psikologis, sosial, maupun
spiritual pasien
- Data
umum
Tanyakan
pada pasien tentang nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, suku, tanggal
masuk RS dan lainnya mengenai identitas klien.
- Keluhan
Utama
Keluhan
utama stroke infark yang sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
- Riwayat
Penyakit Sekarang
Riwayat
kesehatan sekarang meliputi pertanyaan berupa kapan gejala mulai muncul, apakah
mendadak atau bertahap, berapa kali masalah terjadi, lokasi gangguan yang
pasti, karakter keluhan. Serangan stroke infark sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.
Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi.
- Riwayat
Penyakit Dahulu
Adanya
riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan
- Riwayat
Penyakit Keluarga
Biasanya
ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
- Pemeriksaan
Fisik
a. B1
(Breath)
Pada
inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat
kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.
Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2
(Blood)
Pengkajian
pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering
terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
c. B3
(Brain) Pemeriksaan 12 Saraf kranial :
1) Saraf
Olfaktorius (N. I) : saraf sensorik, untuk penciuman.
2) Saraf
Optikus (N. II) : saraf sensorik, untuk penglihatan.
3) Saraf
Okulomotorius (N. III) : saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata dan
kontraksi pupil.
4) Saraf
troklearis (N. IV) : saraf motorik, untuk pergerakan bola mata.
5) Saraf
Trigeminalis (N. V) : saraf motorik, gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah
dan gigi, reflek kornea dan reflek berkedip.
6) Saraf
Abdusen (N. VI) : saraf motorik, pergerakan bola mata kesamping melalui otot
lateralis.
7) Saraf
Fasialis (N. VII) : saraf motorik, untuk ekspresi wajah.
8) Saraf
Vestibulokoklear (N. VIII) : saraf sensorik, untuk pendengaran dan
keseimbangan.
9) Saraf
Glosofaringeus (N. IX) : saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa.
10) Saraf
Vagus (N. X) : saraf sensorik dan motorik, reflek muntah dan menelan.
11) Saraf
Asesorius (N. XI) : saraf motorik, untuk menggerakan bahu
12) Saraf
Hipoglosus (N. XII) : saraf motorik, untuk menggerakan lidah.
d. B4
(Bladder) Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5
(Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi
asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f.
B6 (Bone) Adanya
kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat.
1.10
Diagnosa Keperawatan
- Resiko
perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan embolisme (SDKI D.0017)
- Defisit
nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan (SDKI D.0019)
- Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan massa otot (SDKI D.0054)
ditandai dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, nyeri saat
bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak.
- Gangguan
menelan berhubungan dengan gangguan saraf kranialis (SDKI D.0063)
- Nyeri
akut berhubungan den gan
agen pencedera fisiologis (SDKI D.0077)
- Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral (SDKI
D.0119)
- Resiko
gangguan intregitas berhubungan dengan penurunan mobilitas(SDKI D.0129) ditandai
degan kemerahan. Turgor kulit
- Resiko
jatuh ditandai dengan penurunan kekuatan otot (SDKI D.0143)
1.11
Standar Luaran
Keperawatan Indonesia
NO |
Diagnosa
Keperawatan |
Luaran
Keperawatan |
1 |
Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan massa otot (SDKI D.0054) ditandai
dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, nyeri saat bergerak, enggan
melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak.
|
L.05042-Mobilitas Fisik Definisi : Kemampuan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri. Ekspetasi : Meningkat Kriteria Hasil :
|
2 |
Resiko gangguan
intregitas berhubungan dengan penurunan mobilitas(SDKI D.0139) ditandai
dnegan kemerahan. Turgor kulit.
|
L.14125-Integritas Kulit dan Jaringan. Definisi Keutuhan kulit (dermis dan/ atau epidermis) atau
jaringan (membran mukosa,kornea,fasia,otot,tendon,tulang,kartilago,kapsul
sendi dan/atau ligamen). Ekspetasi : Meningkat Kriteria Hasil :
|
3 |
Resiko perfusi
serebral tidak efektif berhubungan dengan hipertensi (SDKI D.0017) ditandai
dengan tekanan darah meningkat.
|
L.02014-Perfusi Serebral Keadekuatan aliran darah serebral untuk menunjang
fungsi otak. Ekspektasi : Meningkat. Kriteria Hasil :
|
1.12
Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia
No |
Diagnosa
Keperawatan |
Intervensi
Keperawatan |
1 |
Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan massa otot (SDKI D.0054) ditandai
dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, nyeri saat bergerak, enggan
melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak.
|
1.05173 Dukungan Mobilisasi hal. 30 Definisi Tindakan
Terapeutik
Edukasi
|
2 |
Resiko gangguan
intregitas berhubungan dengan penurunan mobilitas(SDKI D.0139) ditandai
dnegan kemerahan. Turgor kulit.
|
Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I.06194) Manajemen peningkatan
tekanan intrakranial adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk
mengidentifikasi dan mengelola peningkatan tekanan dalam rongga kranial. Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen
peningkatan tekanan intrakranial berdasarkan SIKI, antara lain: Observasi
Terapeutik
Kolaborasi
|
3 |
Resiko gangguan
intregitas berhubungan dengan penurunan mobilitas(SDKI D.0139) ditandai
dnegan kemerahan. Turgor kulit.
|
Perawatan Integritas Kulit (I.11353) Perawatan integritas kulit adalah intervensi
yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan merawat kulit pasien
untuk menjaga keutuhan, kelembaban, dan mencegah perkembangan mikroorganisme. Tindakan yang dilakukan pada intervensi perawatan
integritas kulit berdasarkan SIKI, antara lain: Observasi 1.
Identifikasi
penyebab gangguan integritas kulit (mis: perubahan sirkulasi, perubahan
status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrim, penurunan
mobilitas) Terapeutik
Edukasi
|
1.13
Implementasi
Tahap
implementasi atau pelaksanaan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan
dengan melaksanakann berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Pada tahap ini, perawat
harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.
1.14
Evaluasi
Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali,
2009)Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai
efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan (Mubarak,dkk.,2011). Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana:
(Suprajitno dalam Wardani, 2013):
1. S:
Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan.
2. O:
Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan
yang objektif.
3. A:
Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
4. P:
Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Tugas
dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai dengan
kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk membuat keputusan
dalam memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati, 2011) Ada tiga alternative
dalam menafsirkan hasil evaluasi yaitu :
a. Masalah teratasi Masalah teratasi apabila
pasien menunjukkan perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai
dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
b. Masalah
sebagian teratasi Masalah sebagian teratasi apabila pasien menunjukkan
perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan.
c. Masalah
belum teratasi Masalah belum teratasi, jika pasien sama sekali tindak
menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul
masalah yang baru.
.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner,
& Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 . Jakarta.
Tim, pokja, PPNI, DPP,
& SDKI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.
Tim, pokja, PPNI, DPP,
& SLKI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.
Tim, pokja, PPNI, DPP,
& SIKI. (2018). Standar Intervensi keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1
Cetakan 2. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.
Bulechek, G.M. Butcher,
H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global Rights
Doenges, Marilynn, E.
2000. Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC
Moorhead, S. Johnson, M.
Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Singapore: Elsevier Global Rights
Berman, A., Snyder. S.
& Fradsen, G. (2016). Kozier & Erb's Fundamentals of Nursing (10"
ed.). USA: Pearson Education
Dougherty,
L. & Lister. S. (2015). Manual of Clinical Nursing Procedures (9"
ed.). UK: The RoyalMarsden NHS Foundation Trust.
Perry,
A.G. & Potter, P. A. (2014). Nursing Skills & Procedures (8th ed.). St
Louis: Mosby Elsevier
Wilkinson,
J. M., Treas. L. S., Barnett K. & Smith, M. H. (2016). Fundamentals of
Nursing (3" ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company.
Comments
Post a Comment