download Laporan Pendahuluan CVA ICH format ms word

 

Laporan Pendahuluan CVA ICH

1.1 Konsep CVA ICH

1.1.1  Pengertian

Cerebro Vascular Accident Intracerebral Hemorrhage atau disingkat CVA ICH atau stroke hemoragik pada bagian intraserebral adalah suatu keadaan pecahnya pembuluh darah secara tiba-tiba yang mengakibatkan aliran darah menjadi tidak lancar. CVA ICH adalah kondisi yang diakibatkan oleh pecahnya satu atau lebih pembuluh darah pada bagian intraserebral otak. Darah yang mengalir dari pecahnya pembuluh darah dapat terkumpul dan memberikan tekanan pada jaringan otak di sekitarnya. Terbentuknya bekuan darah juga dapat memutus alirah darah ke otak (Broderick et al., 2021).

1.1.2 Etiologi

Stroke dengan perdarahan intraserebral terjadi karena adanya kebocoran atau pecahnya pembuluh darah otak bagian intraserebral. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah intraserebral, yaitu:

1.      Hipertensi atau peningkatan tekanan darah yang terlalu tinggi dan tidak terkontrol

2.      Aneurisma atau pembengkakan atau melemahnya suatu area di dinding pembuluh darah

3.      Pengencer darah atau adanya pengobatan berlebih menggunakan antikoagulan (Broderick et al., 2021).

Selain etiologi diatas, menurut (Kim et al., 2020), CVA ICH juga dapat terjadi karena beberapa hal berikut, meliputi:

1.      Hipertensi yaitu karena adanya peningkatan tekanan darah

2.       Trauma atau cedera kepala

3.      Malforasi arteri vena atau berkembangnya pembuluh darah secara abnormal

4.       Aneurisma yaitu pelebaran pembuluh darah pada otak karena lemahnya dinding pembuluh darah

5.      Angiopati amiloid yang merupakan sebuah penyakit yang menyerang pembuluh darah pada jaringan otak

6.      Tumor otak, penyalahgunaan obat

7.      Diskrasia darah atau adanya kelainan pada sel darah

8.       Trombolitik adalah metode pengobatan untuk memecah gumpalan darah

9.      Vaskulitis (peradangan pembuluh darah) mengakibatkan perubahan pada dinding pembuluh darah.

 

1.1.3 Manifestasi Klinis

Menurut (Kim et al., 2020) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :

1.      Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom.

2.      Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.

3.       Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.

4.       Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.

5.       Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.

6.       Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan intra cranium.

1.1.4 Penatalaksanaan

Menurut (Broderick et al., 2021), tindakan medis pada stroke dengan perdarahan intraserebral bertujuan agar para penderita tetap dalam keadaan sehat dan stabil dengan harapan perdarahan dapat dikurangi atau bahkan diberhentikan. Saat terjadi stroke dengan perdarahan penalataksanaan dengan medikamentosa saja tidak akan cukup untuk menghentikan perdarahan. Ada beberapa tindakan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan stroke perdarahan intraserebral, yaitu:

1.      Tindakan Operatif

Dilakukan pertimbangan untuk melakukan tindakan operasi, biasanya saat pedarahan berada di daerah superfisial (lobar) hemisfer serebri. Penentuan waktu saat operasi masih belum memiliki standar. Berdasarkan data mortalitas pasca operasi dapat ditarik kesimpulan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk operasi adalah 7-9 jam setelah terjadinya perdarahan. Operasi yang dilakukan segera setelah terjadinya perdarahan adalah tindakan berbahaya dan tidak dianjurkan karena otak terjadi retraksi dalam keadaan membengkak. Disisi lain, operasi yang dilakukan kurang dari kurun waktu 7 jam setelah perdarahan akan meningkatkan risiko komplikasi berupa iskemi pada jaringan otak. Tindakan operassi yang dilakukan pada pasien dengan CVA ICH adalah trepanasi atau kraniotomi merupakan tindakan pembedahan bagian otak yang bertujuan untuk mengatasi masalah pada otak seperti adanya perdarahan, tumor, abses hidrosefalus dan penyakit lain yang mengganggu kinerja otak. Pada kasus CVA ICH operasi dilakukan dengan indikasi adanya hasil CT scan yang menunjukkan ada daerah hiperdens, single, diameter perdarahan lebih dari 3cm, adanya perubahan posisi garis tengah dan secara klinis hematoma dapat menyebabkan masalah neurologis, kraniotomi dilakukan untuk mengevakuasi perdarahan di dalam otak disertai dekompresi dari tulang kepala.

 

 

 

2.      Tindakan Konservatif

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial (TIK) lebih lanjut merupakan salah satu cara untuk mengendalikan tekanan darah tinggi dan pengobatan untuk kejang. Peningkatan tekanan darah yang menetap akan meningkatkan edema dan tekanan intrakranial. Dalam mengendalikan tekanan darah harus hati-hati karena jika terjadi penurunan darah secara drastis akan mengakibatkan otak terancam iskemia dan kerusakan saraf. Farmakologi yang dianjurkan dalam menurunkan risiko peningkatan TIK yaitu penyekat beta atau obat dengan kandugan penyekat alpha dan beta (contohnya labetolol) yang diberikan secara IV (intravena) yang dikolaborasikan dengan penggunaan deuretika. Keadaan kejang dapat terjadi pada perdarahan lobar sehingga pemberian obat antikonvulsan tidak dianjurkan diberikan secara rutin. Pada kondisi gula darah tinggi atau hiperglikemia pemberian difenilhidantoin tidak dianjurkan karena akan meningkatkan kadar glukosa dalam darah dan menyebabkan kejang tidak terkontrol. Pemberian antikonvulsan yang dianjurkan dalam keadaan ini adalah difenilhidantoin secara intravena dan diazepam.

3.      Pengendalian Peningkatan Tekanan Intrakranial

Pada keadaan umum terapi untuk tekanan darah tinggi intrakranial yaitu hiperventilasi, diuretik dan kortikosteroid. Terapi hiperventilasi yang paling dianjurkan untuk menurunkan hipertensi intrakranial secara cepat yaitu dengan menggunakan cairan manitol (0,25-1,0 gr/KgBB)

 

1.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pasien CVA ICH

1.1.2 Fokus Pengkajian 

Menurut (Broderick et al., 2021), tahap awal dari proses keperawatan adalah

pengkajian, proses pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status pasien. Data yang dikumpulkan meliputi bio-psiko-sosio

spritual. Fokus pengkajian yang termaksud adalah sebagai berikut: 

1.      Identitas Klien 

Kondisi pasien dengan diagnosa medis CVA ICH umumnya sering menyerang pada

laki-laki,karena dipengaruhi oleh pekerjaan dengan mobilitas yang tinggi, dan juga

faktor usia (semakin tua akan menimbulkan komplikasi lebih parah).

2.      Identitas Klien 

Kondisi pasien dengan diagnosa medis CVA ICH umumnya sering menyerang pada

laki-laki,karena dipengaruhi oleh pekerjaan dengan mobilitas yang tinggi, dan juga

faktor usia (semakin tua akan menimbulkan komplikasi lebih parah).

3.      Riwayat Kesehatan Sekarang 

Klien mengatakan bahwa keluhan dialami secara mendadak baik saat beraktivitas

maupun sedang beristirahat. Gejala yang muncul pada klien meliputi mual, muntah,

nyeri kepala, kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan anggota badan salah satu sisi atau adanya gangguan fungsi otak yang lain.

4.      Riwayat Kesehatan Dahulu 

Biasanya klien yang menderita CVA ICH memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, riwayat penyakit jantung, anemia, trauma kepala, riwayat kontrasepsi oral jangka panjang, penggunaan obat antikogulasi, aspirin, vasodilator, berat badan berlebih atau obesitas serta penggunaan obat adiktif.

5.      Riwayat Penyakit Keluarga 

Jika klien tidak memiliki riwayat kesehatan, ada faktor risiko yaitu riwayat penyakit keluarga meliputi hipertensi, diabetes mellitus, riwayat keluarga yang menderita stroke.

6.      Riwayat Psikososial dan Spiritual 

Terdapat keadaan dimana kondisi klien dengan stroke perdarahan intraserebral membutuhkan biaya yang lebih untuk pemeriksaan dan pengobatan secara komprehensif yang mungkin memakan biaya lebih banyak sehingga dapat mempengaruhi emosi dan mekanisme koping klien dan keluarga. Mengkaji apakah ada gangguan atau masalah spiritual yang dialami klien selama sakit.

7.      Aktivitas Sehari-hari 

1.      Nutrisi

Mengkaji apakah klien sering mengonsumsi makanan yang meningkatkan risiko terjadinya stroke yaitu mengonsumsi makanan berlemak, tinggi kolesterol, mengkaji makanan apa yang sering dikonsumsi. frekuensi makan, apakah ada masalah selama makan, bagaimana solusi dari masalah tersebut, apakah ada alergi makanan dan bagaimana nafsu makan klien. Mengkaji pola minum klien, berapa banyak biasanya klien minum dalam sehari (intake), apa jenis minuman yang biasa dikonsumsi klien, apakah mengonsumsi alkohol atau tidak.

2.      Eliminasi 

Dalam pola eliminasi klien dengan CVA ICH biasanya terjaadi gangguan eliminasi berupa konstipasi karena adanya gangguan mobilitas fisik serta dapat terjadi nkontinensia urine karena adanya konfusi yang disebabkan oleh kerusakan kontrol motorik dan postural yang mengakibatkan klien tidak dapat mengontrol kandung kemih, mengkaji frekuensi BAB/BAK klien, berapa jumlah (output) klien dalam sehari, bagaimana warna dan bau, apakah ada masalah dengan eliminasi dan bagaimana cara mengatasinya selama ini.

8.      Pemeriksaan fisik

1.       Kepala

Inspeksi : Biasanya tidak ditemukan masalah

Palpasi : Kepala simetris, terkadang ada nyeri tekan

2.       Wajah

Inspeksi : Umumnya tidak simetris (miring pada salah satu sisi), mata dan alis simetris terkadang wajah pucat

3.       Mata

Inspeksi : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata tidak ada edema

4.       Mulut

Inspeksi : Amati adanya kelainan konginetal, warna bibir, bibir pecah, keutuhan gigi dan gusi, adanya perdarahan atau abses

5.       Telinga

Inspeksi : Amati bentuk, ukuran dan warna telinga, cek ada lesi atau tidak, nyeri tekan, peradangan dan perdarahan

6.        Leher

Inspeksi : Bentuk leher, peradangan, jaringan parut, perubahan warna, massa

 Palpasi : Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, posisi trakea simetris atau tida, ada pembesaran vena jugularis atau tidak

7.        Paru

 Inspeksi : Amati bentuk thorax, susunan ruas tulang, bentuk dada, keadaan kulit, retraksi dinding dada, pola nafas

 Palpasi : Pemeriksaan taktil/ vocal fremitus

Perkusi : Sonor / Hipersonor / dullnes

 Auskultasi : Suara nafas, Suara Ucapan, Suara tambahan,

8.        Jantung

Inspeksi : Ictus cordis

Palpasi : Pulsasi pada dinding torak

Perkusi : Batas-batas jantung

Auskultasi : Apakah ada suara jantung tambahan

9.        Abdomen

Inspeksi : Kesimetrisan, bentuk abdomen dan adanya massa

 Auskultasi : Frekuensi peristaltic usus

Palpasi : Palpasi Hepar, palpasi Lien, palpasi Appendik, palpasi Ginjal

Perkusi : Timpani / Hipertimpani

10.   Genetalia

Inspeksi : Rambut pubis, lesi, benjolan, lubang uretra, ada peradangan/tidak

Palpasi : Nyeri tekan, benjolan, cairan

11.   Punggung & Tulang Belakang

Inspeksi : Periksa ada tidaknya lesi pada kulit punggung, apakah ada kelainan tulang belakang

Palpasi : Apakah terdapat kelainan bentuk tulang belakang, apakah terdapat deformitas pada tulang belakang, nyeri tekan

12.   Ekstremitas

Inspeksi : Otot antar sisi kanan dan kiri, deformitas, fraktur

Palpasi : Oedem, mengkaji kekuatan otot

13.   Neurologis

Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran adalah salah satu pengkajian yang utama dalam masalah stroke dengan perdarahan intraserebral. Pengkajian ini perlu dilakukan secara teliti dan menyeluruh agar mengetahui tingkat kesadaran klien dengan CVA ICH. Tingkat kesadaran seseorang ditentukan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) untuk mengukur tingkat kesadaran dengan cepat. Berikut adalah skor dari setiap kategori :

Respon membuka mata

Skor

Spontan membuka mata

4

Membuka mata dengan perintah (suara, sentuhan)

3

Membuka mata dengan rangsang nyeri

2

Tidak membuka mata dengan rangsang apapun

1

Respon Verbal :

 

Berorientasi dengan baik

5

Bingung, bicara kacau, disorientasi tempat & waktu

4

Dapat membuat kata, tidak dapat membuat kalimat

3

Mengeluarkan suara tanpa arti (mengerang)

2

Tidak ada respon

1

Respon Motorik :

 

Mengikuti perintah

6

Melokalisir nyeri (menunjuk tempat nyeri)

5

Menarik tubuh saat diberi rangsang nyeri

4

Menjauhi rangsang nyeri

3

Ekstensi spontan

2

Tidak ada respon

1

Ada beberapa macam tingkat kesadaran berdasarkan total skor GCS dari setiap kategori, yaitu :

-          Composmentis (GCS 14-15) : Tingkat kesadaran seseorang dalam keadaan normal (sadaar sepenuhnya), seseorang yang sadar akan diri sendiri dan lingkungannya serta mampu mengikuti perintah dengan baik dan menjawab pertanyaan dengan baik.

-          Apatis (GCS 12-13) : Kondisi seseorang yang acuh tak acuh dengan lingkungannya.

-          Delirium (GCS 10-11) : Kesadaran seseorang yang mengalami hal yang tidak terkoordinir seperti gerakan yang tidak beraturan, siklus tidur yang terganggu, tampah gaduh, gelisah, disorientasi dan meronta.

-          - Samnolen (GCS 7-9) : Keadaan seseorang yang mengantuk tetapi akan sadar saat ada rangsangan dan akan kembali tertidur saat rangsangan tidak ada.

-          Sopor (GCS 5-6) : Kondisi seseorang dengan rasa ngantuk yang mendalam tetapi dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat (rangsang nyeri) tetapi tidak dapat terbangun sepenuhnya dan tidak mampu menjawab pertanyaan dengan baik.

-          - Semi-Coma (GCS 4) : Penurunan kesadaran yang tidak dapat memberikan respon dari pertanyaan dan tidak tersadar sama sekali, ada respon terhadap nyeri sedikit, refleks kornea dan pupil masih baik.

-          Coma (GCS 3) : Tingkat kesadaran yang paling turun dan sangat dalam, tidak dapat memberikan respon apapun terhadap rangsang nyeri dan tidak ada gerakan sama sekali. Saraf Kranial.

-          - Nervus I (Olfactory) : Saraf kranial I terdapat serabut sensorik untuk indera penciuman. Biasanya tidak ada masalah pada penciuman, tetapi pada beberapa kasus klien ada yang dapat menyebutkan bau yang diberikan ada juga klien yang tidak mempu menyebutkan. Dan juga ada beberapa orang yang memiliki ketajaman penciuman yang berbeda antara kanan dan kiri.

-          Nervus II (Opticus) : Adanya gangguan hubungan visual parsial terlihat pada klien yang memiliki masalah hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat menggunakan pakaian jika tanpa bantuan karena tidak mampu mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

-          Nervus III (Oculomotorius) : Melihat sebagian besar otot mata klien. Dalam keadaan umum biasanya diameter pupil normal, kadang ada pasien dengan pupil isokor maupun anisokor, reflek kedip mata klien dapat dinilai saat klien mampu membuka mata.

-          Nervus IV (Trochlear) : Klien dapat menggerakkan beberapa otot mata, biasanya klien mampu mengikuti arah tangan perawat.

-          Nervus V (Trigeminus) : Pada saraf trigeminal memiliki 3 bagian yaitu optalmikus, maksilaris, dan madibularis. Saraf bagian ini mengontrol sensori pada kornea dan wajah seseorang. Bagian motorik untuk mengontrol otot mengunyah. Saraf ini dinilai dengan melihat reflek kornea klien, jika klien dalam keadaan normal maka mata otomatis tertutup saat kornea diusap kapas halus, serta kemampuan mengunyah dan menutup rahang juga dikaji.

-          Nervus VI (Abducens) : Saraf kranial VI dinilai dengan bersamaam karena semuanya berhubungan dengan otot ekstraokular. Tes ini dikaji dengan menyuruh klien untuk mengikuti jari perawat ke segala arah.

-          Nervus VII (Facialis) : Bagian saraf ini berhubungan dengan pengecapan pada dua pertiga anterior lidah. Pada umumnya lidah dapat mengarah ke kanan dan kiri untuk mendorong pipi dan bibir yang simetris serta mengontrol otot ekspresi.

-          - Nervus VIII (Acustikus) : Saraf bagian ini dibagi menjadi 2 cang yaitu koklearis dan vestibular. Dalam keadaan tertentu klien biasanya kurang bisa mendengar karena klien hanya dapat mendengar ucapan atau suara yang keras.

-          Nervus IX (Glossopharyngeal) : Pada saraf glosofaringeal menerima rangsang dari bagian depan lidah untuk diproses otak sebagai sensasi rasa. Biasanya liidah bisa terangkat tetapi tidak simetris atau miring ke salah satu arah tubuh yang melemah, tetapi pada indra perasa dapat bekerja klien mampu mengucapkan rasa yang ada di lidahnya.

-          Nervus X (Vagus) : Saraf kranial ini menjadi saraf bagian faring, laring dan sangit-langit lunak dalam mulut. Adanya masalah pada saraf ini dapat diketahui jika tidak mampu batuk secara kuat, kemampuan menelan tidak lancar, sulit membuka mulut dan serak pada suara klien.

-          Nervus XI (Accessorius) : Saraf asesoris spinal mengontrol otot sternokliedomostoid dan otot trapesius. Perawat mengkaji dengan menyuruh klien mengangkat bahu atau memutar kepala. Biasanya pada pasien dengan CVA ICH klien tidak mampu melawan tekanan pada bahu yang diberikan oleh perawat

-          Nervus XII (Hypoglosus) : Saraf ini mengontrol gerakan lidah yang dinilai dengan kemampuan klien dalam menjulurkan lidah, biasanya klien mampu menjulurkan llidah dan mampu menggerakkan ke kanan dan ke kiri tetapi saat berbicara artikulasi menjadi kurang jelas.


 

Diagnosa

Diagnosa keperawatan pada pasien dengan CVA ICH menurut Black dan Hawks 2014, yaitu :

a. Perfusi Serebral Tidak Efektif

 b. Gangguan Mobilitas Fisik (Black et al., 2014)

Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan : Perfusi Serebral Tidak Efektif

a.       Luaran

-          Tekanan sistol dan diastole dalam rentang yang diharapkan

-          - Tidak ada ortostatik hipertensi

-          Komunikasi jelas

-          Menunjukkan konsentrasi dan orientasi

-          Pupil seimbang dan reaktif - Bebas dari aktivitas kejang

b.       Intervensi

-          Monitor TTV Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman, kesimetrisan dan reaksi mata

-          Monitor adanya diplopia, pandangan kabur dan nyeri kepala

-          Monitor level kebingungan dan orientasi

-          Monitor tonus otot

-           Monitor tekanan intrakranoal dan respon neurologis

-          Monitor status cairan

-           Pertahankan parameter hemodinamik

-          Tinggikan kepala 0-45°, tergantung pada kondisi pasien dan order medis

Diagnosa keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik

a.       Luaran

-          Aktifitas fisik meningkat

-          Menegerti tujuan peningkatan mobilitas fisik

-          Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah

-          Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi

b.       Intervensi

-           Monitor TTV sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan

-          Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan

-           Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera

-          Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi

-          Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

-          Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai kemampuan

-           Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADL

-          Berikan alat bantu jika klien memerlukan

-          Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan (Black et

al., 2014).


 

Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah tahap keempat dalam asuhan keperawatan dengan mengaplikasikan rencana keperawatan yang sudah disusun. Dalam melakukan implementasi keperawatan diperlukan beberapa pertimbangan, yaitu :

a.       Tingkat individualisme klien dengan berkomunikasi tujuan dasar dari implementasi keperawatan yang akan diberikan.

b.       Melibatkan klien dalam implementasi keperawatan dengan mempertimbangkan penyakit klien, energi yang dimiliki klien, stressor, keadaan psikososial dan intervensi.

c.       Melakukan pencegahan sedini mungkin agar tidaka terjadi komplikasi selama melakukan implementasi.

d.       Mempertahankan keadaan tubuh klien agar penyakit tidak menjadi lebih parah atau menurunkan keadaan yang sekarang.

e.       Mengupayakan rasa aman dan nyaman pada klien selama melakukan implementasi dan memenuhi kebutuhan klien.

f.        Memperhatikan penampilan perawat dan bijaksana dalam melakukan implementasi.

Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses asuhan keperawatan merupakan proses evaluasi untuk mengetahui sejauh mana intervensi keperawatan tercapai yang dilakukan dengan membandingkan hasil akhir keadaan klien dengan tujuan dan kriteria hasil yang sudah direncanakan dalam intervensi keperawatan. Evaluasi keperawatan dibagi menjadi dua yaitu evaluasi formatif atau evaluasi dari setiap proses merupakan evaluasi yang didapatkan dari respon setelah implementasi. Sedangkan evaluasi yang kedua yaitu evaluasi sumatif yang merupakan evaluasi jangka panjang atau evaluasi yang dilakukan diakhir setalah semua intervensi terlaksana. Format evaluasi keperawatan menggunakan pendekatan SOAP :

A.      S (Subjektif) : Merupakan evaluasi dari perkembangan klien berdasarkan apa yang dirasakan, dikeluhkan dan disampaikan secara langsung oleh klien.

B.      O (Objektif) : Evaluasi secara objektif adalah evaluasi yang didapatkan dari perkembangan yang hanya bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya.

C.      A (Analisis) : Merupakan kesimpulan dari evaluasi subjektif dan objektif yang disimpulkan dengan menyampaikan apakah ada kemajuan atau kemunduran atau keadaan yang stabil dari sebelum dan setelah implementasi.

D.      P (Perencanaan) : Rencana yang akan dilakukan berdasarkan hasil evaluasi secara keseluruhan yang didasari hasil analisis dan berisikan perencanaan yang diberhentikan karena masalah keperawatan sudah teratasi atau melanjutkan perencanaan karena masalah belum teratasi (Ayundari Setiawan, 2021)..

 download file

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK SEPSIS DI RUANG ICU