download Laporan Pendahuluan CVA ICH format ms word
Laporan Pendahuluan CVA ICH
1.1 Konsep CVA ICH
1.1.1 Pengertian
Cerebro Vascular Accident Intracerebral Hemorrhage
atau disingkat CVA ICH atau stroke hemoragik pada bagian intraserebral adalah
suatu keadaan pecahnya pembuluh darah secara tiba-tiba yang mengakibatkan
aliran darah menjadi tidak lancar. CVA ICH adalah kondisi yang diakibatkan oleh
pecahnya satu atau lebih pembuluh darah pada bagian intraserebral otak. Darah
yang mengalir dari pecahnya pembuluh darah dapat terkumpul dan memberikan
tekanan pada jaringan otak di sekitarnya. Terbentuknya bekuan darah juga dapat
memutus alirah darah ke otak (Broderick et al., 2021).
1.1.2 Etiologi
Stroke dengan perdarahan intraserebral terjadi karena
adanya kebocoran atau pecahnya pembuluh darah otak bagian intraserebral. Ada
beberapa kondisi yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah intraserebral, yaitu:
1. Hipertensi
atau peningkatan tekanan darah yang terlalu tinggi dan tidak terkontrol
2. Aneurisma
atau pembengkakan atau melemahnya suatu area di dinding pembuluh darah
3. Pengencer
darah atau adanya pengobatan berlebih menggunakan antikoagulan (Broderick et
al., 2021).
Selain
etiologi diatas, menurut (Kim et al., 2020), CVA ICH juga dapat terjadi karena
beberapa hal berikut, meliputi:
1. Hipertensi
yaitu karena adanya peningkatan tekanan darah
2. Trauma atau cedera kepala
3. Malforasi
arteri vena atau berkembangnya pembuluh darah secara abnormal
4. Aneurisma yaitu pelebaran pembuluh darah pada
otak karena lemahnya dinding pembuluh darah
5. Angiopati
amiloid yang merupakan sebuah penyakit yang menyerang pembuluh darah pada
jaringan otak
6. Tumor
otak, penyalahgunaan obat
7. Diskrasia
darah atau adanya kelainan pada sel darah
8. Trombolitik adalah metode pengobatan untuk
memecah gumpalan darah
9. Vaskulitis
(peradangan pembuluh darah) mengakibatkan perubahan pada dinding pembuluh darah.
1.1.3 Manifestasi Klinis
Menurut
(Kim et al., 2020) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :
1. Kesadaran
mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom.
2. Pola
pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi
abnormal.
4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan
tekanan intra cranium.
5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan
fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara
lambat.
6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap
seiring dengan peningkatan tekanan intra cranium.
1.1.4 Penatalaksanaan
Menurut (Broderick et al., 2021), tindakan medis pada
stroke dengan perdarahan intraserebral bertujuan agar para penderita tetap
dalam keadaan sehat dan stabil dengan harapan perdarahan dapat dikurangi atau
bahkan diberhentikan. Saat terjadi stroke dengan perdarahan penalataksanaan
dengan medikamentosa saja tidak akan cukup untuk menghentikan perdarahan. Ada
beberapa tindakan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan stroke
perdarahan intraserebral, yaitu:
1.
Tindakan
Operatif
Dilakukan pertimbangan untuk
melakukan tindakan operasi, biasanya saat pedarahan berada di daerah
superfisial (lobar) hemisfer serebri. Penentuan waktu saat operasi masih belum
memiliki standar. Berdasarkan data mortalitas pasca operasi dapat ditarik
kesimpulan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk operasi adalah 7-9 jam setelah
terjadinya perdarahan. Operasi yang dilakukan segera setelah terjadinya
perdarahan adalah tindakan berbahaya dan tidak dianjurkan karena otak terjadi
retraksi dalam keadaan membengkak. Disisi lain, operasi yang dilakukan kurang
dari kurun waktu 7 jam setelah perdarahan akan meningkatkan risiko komplikasi
berupa iskemi pada jaringan otak. Tindakan operassi yang dilakukan pada pasien
dengan CVA ICH adalah trepanasi atau kraniotomi merupakan tindakan pembedahan
bagian otak yang bertujuan untuk mengatasi masalah pada otak seperti adanya
perdarahan, tumor, abses hidrosefalus dan penyakit lain yang mengganggu kinerja
otak. Pada kasus CVA ICH operasi dilakukan dengan indikasi adanya hasil CT scan
yang menunjukkan ada daerah hiperdens, single, diameter perdarahan lebih dari
3cm, adanya perubahan posisi garis tengah dan secara klinis hematoma dapat
menyebabkan masalah neurologis, kraniotomi dilakukan untuk mengevakuasi
perdarahan di dalam otak disertai dekompresi dari tulang kepala.
2.
Tindakan
Konservatif
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) lebih lanjut merupakan salah satu cara
untuk mengendalikan tekanan darah tinggi dan pengobatan untuk kejang.
Peningkatan tekanan darah yang menetap akan meningkatkan edema dan tekanan
intrakranial. Dalam mengendalikan tekanan darah harus hati-hati karena jika
terjadi penurunan darah secara drastis akan mengakibatkan otak terancam iskemia
dan kerusakan saraf. Farmakologi yang dianjurkan dalam menurunkan risiko
peningkatan TIK yaitu penyekat beta atau obat dengan kandugan penyekat alpha
dan beta (contohnya labetolol) yang diberikan secara IV (intravena) yang
dikolaborasikan dengan penggunaan deuretika. Keadaan kejang dapat terjadi pada perdarahan
lobar sehingga pemberian obat antikonvulsan tidak dianjurkan diberikan secara
rutin. Pada kondisi gula darah tinggi atau hiperglikemia pemberian
difenilhidantoin tidak dianjurkan karena akan meningkatkan kadar glukosa dalam
darah dan menyebabkan kejang tidak terkontrol. Pemberian antikonvulsan yang
dianjurkan dalam keadaan ini adalah difenilhidantoin secara intravena dan
diazepam.
3.
Pengendalian
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Pada keadaan umum terapi untuk tekanan
darah tinggi intrakranial yaitu hiperventilasi, diuretik dan kortikosteroid.
Terapi hiperventilasi yang paling dianjurkan untuk menurunkan hipertensi
intrakranial secara cepat yaitu dengan menggunakan cairan manitol (0,25-1,0
gr/KgBB)
1.2
Konsep Asuhan Keperawatan Pasien CVA ICH
1.1.2 Fokus
Pengkajian
Menurut
(Broderick et al., 2021), tahap awal dari proses keperawatan adalah
pengkajian, proses
pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi
status pasien. Data yang dikumpulkan meliputi bio-psiko-sosio
spritual. Fokus
pengkajian yang termaksud adalah sebagai berikut:
1.
Identitas Klien
Kondisi
pasien dengan diagnosa medis CVA ICH umumnya sering menyerang pada
laki-laki,karena
dipengaruhi oleh pekerjaan dengan mobilitas yang tinggi, dan juga
faktor
usia (semakin tua akan menimbulkan komplikasi lebih parah).
2.
Identitas Klien
Kondisi
pasien dengan diagnosa medis CVA ICH umumnya sering menyerang pada
laki-laki,karena
dipengaruhi oleh pekerjaan dengan mobilitas yang tinggi, dan juga
faktor
usia (semakin tua akan menimbulkan komplikasi lebih parah).
3.
Riwayat Kesehatan
Sekarang
Klien
mengatakan bahwa keluhan dialami secara mendadak baik saat beraktivitas
maupun
sedang beristirahat. Gejala yang muncul pada klien meliputi mual, muntah,
nyeri
kepala, kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan anggota badan salah satu sisi
atau adanya gangguan fungsi otak yang lain.
4.
Riwayat Kesehatan
Dahulu
Biasanya
klien yang menderita CVA ICH memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes
mellitus, riwayat penyakit jantung, anemia, trauma kepala, riwayat kontrasepsi
oral jangka panjang, penggunaan obat antikogulasi, aspirin, vasodilator, berat
badan berlebih atau obesitas serta penggunaan obat adiktif.
5.
Riwayat Penyakit
Keluarga
Jika
klien tidak memiliki riwayat kesehatan, ada faktor risiko yaitu riwayat
penyakit keluarga meliputi hipertensi, diabetes mellitus, riwayat keluarga yang
menderita stroke.
6.
Riwayat Psikososial dan
Spiritual
Terdapat
keadaan dimana kondisi klien dengan stroke perdarahan intraserebral membutuhkan
biaya yang lebih untuk pemeriksaan dan pengobatan secara komprehensif yang mungkin
memakan biaya lebih banyak sehingga dapat mempengaruhi emosi dan mekanisme
koping klien dan keluarga. Mengkaji apakah ada gangguan atau masalah spiritual
yang dialami klien selama sakit.
7.
Aktivitas
Sehari-hari
1. Nutrisi
Mengkaji apakah klien sering mengonsumsi
makanan yang meningkatkan risiko terjadinya stroke yaitu mengonsumsi makanan
berlemak, tinggi kolesterol, mengkaji makanan apa yang sering dikonsumsi.
frekuensi makan, apakah ada masalah selama makan, bagaimana solusi dari masalah
tersebut, apakah ada alergi makanan dan bagaimana nafsu makan klien. Mengkaji
pola minum klien, berapa banyak biasanya klien minum dalam sehari (intake), apa
jenis minuman yang biasa dikonsumsi klien, apakah mengonsumsi alkohol atau
tidak.
2. Eliminasi
Dalam pola eliminasi klien dengan CVA
ICH biasanya terjaadi gangguan eliminasi berupa konstipasi karena adanya
gangguan mobilitas fisik serta dapat terjadi nkontinensia urine karena adanya
konfusi yang disebabkan oleh kerusakan kontrol motorik dan postural yang
mengakibatkan klien tidak dapat mengontrol kandung kemih, mengkaji frekuensi
BAB/BAK klien, berapa jumlah (output) klien dalam sehari, bagaimana warna dan
bau, apakah ada masalah dengan eliminasi dan bagaimana cara mengatasinya selama
ini.
8. Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Inspeksi
: Biasanya tidak ditemukan masalah
Palpasi
: Kepala simetris, terkadang ada nyeri tekan
2. Wajah
Inspeksi
: Umumnya tidak simetris (miring pada salah satu sisi), mata dan alis simetris
terkadang wajah pucat
3. Mata
Inspeksi
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata
tidak ada edema
4. Mulut
Inspeksi
: Amati adanya kelainan konginetal, warna bibir, bibir pecah, keutuhan gigi dan
gusi, adanya perdarahan atau abses
5. Telinga
Inspeksi
: Amati bentuk, ukuran dan warna telinga, cek ada lesi atau tidak, nyeri tekan,
peradangan dan perdarahan
6. Leher
Inspeksi
: Bentuk leher, peradangan, jaringan parut, perubahan warna, massa
Palpasi : Pembesaran kelenjar limfe dan
tiroid, posisi trakea simetris atau tida, ada pembesaran vena jugularis atau
tidak
7. Paru
Inspeksi : Amati bentuk thorax, susunan ruas
tulang, bentuk dada, keadaan kulit, retraksi dinding dada, pola nafas
Palpasi : Pemeriksaan taktil/ vocal fremitus
Perkusi
: Sonor / Hipersonor / dullnes
Auskultasi : Suara nafas, Suara Ucapan, Suara
tambahan,
8. Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis
Palpasi
: Pulsasi pada dinding torak
Perkusi
: Batas-batas jantung
Auskultasi
: Apakah ada suara jantung tambahan
9. Abdomen
Inspeksi
: Kesimetrisan, bentuk abdomen dan adanya massa
Auskultasi : Frekuensi peristaltic usus
Palpasi
: Palpasi Hepar, palpasi Lien, palpasi Appendik, palpasi Ginjal
Perkusi
: Timpani / Hipertimpani
10.
Genetalia
Inspeksi
: Rambut pubis, lesi, benjolan, lubang uretra, ada peradangan/tidak
Palpasi
: Nyeri tekan, benjolan, cairan
11.
Punggung & Tulang Belakang
Inspeksi
: Periksa ada tidaknya lesi pada kulit punggung, apakah ada kelainan tulang
belakang
Palpasi
: Apakah terdapat kelainan bentuk tulang belakang, apakah terdapat deformitas
pada tulang belakang, nyeri tekan
12.
Ekstremitas
Inspeksi
: Otot antar sisi kanan dan kiri, deformitas, fraktur
Palpasi
: Oedem, mengkaji kekuatan otot
13. Neurologis
Tingkat
Kesadaran
Tingkat kesadaran adalah salah satu pengkajian yang utama dalam masalah
stroke dengan perdarahan intraserebral. Pengkajian ini perlu dilakukan secara
teliti dan menyeluruh agar mengetahui tingkat kesadaran klien dengan CVA ICH.
Tingkat kesadaran seseorang ditentukan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
untuk mengukur tingkat kesadaran dengan cepat. Berikut adalah skor dari setiap
kategori :
Respon
membuka mata |
Skor
|
Spontan membuka mata |
4 |
Membuka mata dengan
perintah (suara, sentuhan) |
3 |
Membuka mata dengan
rangsang nyeri |
2 |
Tidak membuka mata
dengan rangsang apapun |
1 |
Respon Verbal : |
|
Berorientasi dengan baik |
5 |
Bingung, bicara kacau,
disorientasi tempat & waktu |
4 |
Dapat membuat kata,
tidak dapat membuat kalimat |
3 |
Mengeluarkan suara tanpa
arti (mengerang) |
2 |
Tidak ada respon |
1 |
Respon Motorik : |
|
Mengikuti perintah |
6 |
Melokalisir nyeri
(menunjuk tempat nyeri) |
5 |
Menarik tubuh saat
diberi rangsang nyeri |
4 |
Menjauhi rangsang nyeri |
3 |
Ekstensi spontan |
2 |
Tidak ada respon |
1 |
Ada beberapa macam tingkat
kesadaran berdasarkan total skor GCS dari setiap kategori,
yaitu :
-
Composmentis (GCS 14-15) : Tingkat
kesadaran seseorang dalam keadaan normal (sadaar sepenuhnya), seseorang yang
sadar akan diri sendiri dan lingkungannya serta mampu mengikuti perintah dengan
baik dan menjawab pertanyaan dengan baik.
-
Apatis (GCS 12-13) : Kondisi seseorang yang acuh tak acuh
dengan lingkungannya.
-
Delirium (GCS 10-11) : Kesadaran
seseorang yang mengalami hal yang tidak terkoordinir seperti gerakan yang tidak
beraturan, siklus tidur yang terganggu, tampah gaduh, gelisah, disorientasi dan
meronta.
-
- Samnolen (GCS 7-9) : Keadaan
seseorang yang mengantuk tetapi akan sadar saat ada rangsangan dan akan kembali
tertidur saat rangsangan tidak ada.
-
Sopor (GCS 5-6) : Kondisi
seseorang dengan rasa ngantuk yang mendalam tetapi dapat dibangunkan dengan
rangsang yang kuat (rangsang nyeri) tetapi tidak dapat terbangun sepenuhnya dan
tidak mampu menjawab pertanyaan dengan baik.
-
- Semi-Coma (GCS 4) : Penurunan
kesadaran yang tidak dapat memberikan respon dari pertanyaan dan tidak tersadar
sama sekali, ada respon terhadap nyeri sedikit, refleks kornea dan pupil masih
baik.
-
Coma (GCS 3) : Tingkat kesadaran
yang paling turun dan sangat dalam, tidak dapat memberikan respon apapun
terhadap rangsang nyeri dan tidak ada gerakan sama sekali. Saraf Kranial.
-
- Nervus I (Olfactory) : Saraf
kranial I terdapat serabut sensorik untuk indera penciuman. Biasanya tidak ada
masalah pada penciuman, tetapi pada beberapa kasus klien ada yang dapat
menyebutkan bau yang diberikan ada juga klien yang tidak mempu menyebutkan. Dan
juga ada beberapa orang yang memiliki ketajaman penciuman yang berbeda antara
kanan dan kiri.
-
Nervus II (Opticus) : Adanya
gangguan hubungan visual parsial terlihat pada klien yang memiliki masalah
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat menggunakan pakaian jika tanpa
bantuan karena tidak mampu mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
-
Nervus III (Oculomotorius) :
Melihat sebagian besar otot mata klien. Dalam keadaan umum biasanya diameter
pupil normal, kadang ada pasien dengan pupil isokor maupun anisokor, reflek
kedip mata klien dapat dinilai saat klien mampu membuka mata.
-
Nervus IV (Trochlear) : Klien
dapat menggerakkan beberapa otot mata, biasanya klien mampu mengikuti arah
tangan perawat.
-
Nervus V (Trigeminus) : Pada saraf
trigeminal memiliki 3 bagian yaitu optalmikus, maksilaris, dan madibularis.
Saraf bagian ini mengontrol sensori pada kornea dan wajah seseorang. Bagian
motorik untuk mengontrol otot mengunyah. Saraf ini dinilai dengan melihat
reflek kornea klien, jika klien dalam keadaan normal maka mata otomatis
tertutup saat kornea diusap kapas halus, serta kemampuan mengunyah dan menutup
rahang juga dikaji.
-
Nervus VI (Abducens) : Saraf
kranial VI dinilai dengan bersamaam karena semuanya berhubungan dengan otot
ekstraokular. Tes ini dikaji dengan menyuruh klien untuk mengikuti jari perawat
ke segala arah.
-
Nervus VII (Facialis) : Bagian
saraf ini berhubungan dengan pengecapan pada dua pertiga anterior lidah. Pada
umumnya lidah dapat mengarah ke kanan dan kiri untuk mendorong pipi dan bibir
yang simetris serta mengontrol otot ekspresi.
-
- Nervus VIII (Acustikus) : Saraf
bagian ini dibagi menjadi 2 cang yaitu koklearis dan vestibular. Dalam keadaan
tertentu klien biasanya kurang bisa mendengar karena klien hanya dapat
mendengar ucapan atau suara yang keras.
-
Nervus IX (Glossopharyngeal) :
Pada saraf glosofaringeal menerima rangsang dari bagian depan lidah untuk
diproses otak sebagai sensasi rasa. Biasanya liidah bisa terangkat tetapi tidak
simetris atau miring ke salah satu arah tubuh yang melemah, tetapi pada indra
perasa dapat bekerja klien mampu mengucapkan rasa yang ada di lidahnya.
-
Nervus X (Vagus) : Saraf kranial
ini menjadi saraf bagian faring, laring dan sangit-langit lunak dalam mulut.
Adanya masalah pada saraf ini dapat diketahui jika tidak mampu batuk secara
kuat, kemampuan menelan tidak lancar, sulit membuka mulut dan serak
pada suara klien.
-
Nervus XI (Accessorius) : Saraf
asesoris spinal mengontrol otot sternokliedomostoid dan otot trapesius. Perawat
mengkaji dengan menyuruh klien mengangkat bahu atau memutar kepala. Biasanya
pada pasien dengan CVA ICH klien tidak mampu melawan tekanan pada bahu yang
diberikan oleh perawat
-
Nervus XII (Hypoglosus) : Saraf
ini mengontrol gerakan lidah yang dinilai dengan kemampuan klien dalam
menjulurkan lidah, biasanya klien mampu menjulurkan llidah dan mampu
menggerakkan ke kanan dan ke kiri tetapi saat berbicara artikulasi menjadi
kurang jelas.
Diagnosa
Diagnosa
keperawatan pada pasien dengan CVA ICH menurut Black dan Hawks 2014, yaitu :
a.
Perfusi Serebral Tidak Efektif
b. Gangguan Mobilitas Fisik (Black et al.,
2014)
Intervensi
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan : Perfusi Serebral Tidak Efektif
a.
Luaran
-
Tekanan sistol dan diastole dalam
rentang yang diharapkan
-
- Tidak ada ortostatik hipertensi
-
Komunikasi jelas
-
Menunjukkan konsentrasi dan
orientasi
-
Pupil seimbang dan reaktif - Bebas
dari aktivitas kejang
b.
Intervensi
-
Monitor TTV Monitor AGD, ukuran
pupil, ketajaman, kesimetrisan dan reaksi mata
-
Monitor adanya diplopia, pandangan
kabur dan nyeri kepala
-
Monitor level kebingungan dan
orientasi
-
Monitor tonus otot
-
Monitor tekanan intrakranoal dan respon
neurologis
-
Monitor status cairan
-
Pertahankan parameter hemodinamik
-
Tinggikan kepala 0-45°, tergantung
pada kondisi pasien dan order medis
Diagnosa
keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik
a.
Luaran
-
Aktifitas fisik meningkat
-
Menegerti tujuan peningkatan
mobilitas fisik
-
Memverbalisasikan perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
-
Memperagakan penggunaan alat bantu
untuk mobilisasi
b.
Intervensi
-
Monitor TTV sebelum dan sesudah latihan dan
lihat respon pasien saat latihan
-
Konsultasikan dengan terapi fisik
tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
-
Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
berjalan dan cegah terhadap cedera
-
Ajarkan pasien atau tenaga
kesehatan lain tentang teknik ambulasi
-
Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi
-
Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADL secara mandiri sesuai kemampuan
-
Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan ADL
-
Berikan alat bantu jika klien
memerlukan
-
Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika diperlukan (Black et
al., 2014).
Implementasi keperawatan
Implementasi
keperawatan adalah tahap keempat dalam asuhan keperawatan dengan
mengaplikasikan rencana keperawatan yang sudah disusun. Dalam melakukan
implementasi keperawatan diperlukan beberapa pertimbangan, yaitu :
a.
Tingkat individualisme klien
dengan berkomunikasi tujuan dasar dari implementasi keperawatan yang akan
diberikan.
b.
Melibatkan klien dalam
implementasi keperawatan dengan mempertimbangkan penyakit klien, energi yang
dimiliki klien, stressor, keadaan psikososial dan intervensi.
c.
Melakukan pencegahan sedini
mungkin agar tidaka terjadi komplikasi selama melakukan implementasi.
d.
Mempertahankan keadaan tubuh klien
agar penyakit tidak menjadi lebih parah atau menurunkan keadaan yang sekarang.
e.
Mengupayakan rasa aman dan nyaman
pada klien selama melakukan implementasi dan memenuhi kebutuhan klien.
f.
Memperhatikan penampilan perawat
dan bijaksana dalam melakukan implementasi.
Evaluasi keperawatan
Evaluasi
keperawatan adalah tahap akhir dari proses asuhan keperawatan merupakan proses
evaluasi untuk mengetahui sejauh mana intervensi keperawatan tercapai yang
dilakukan dengan membandingkan hasil akhir keadaan klien dengan tujuan dan
kriteria hasil yang sudah direncanakan dalam intervensi keperawatan. Evaluasi
keperawatan dibagi menjadi dua yaitu evaluasi formatif atau evaluasi dari
setiap proses merupakan evaluasi yang didapatkan dari respon setelah
implementasi. Sedangkan evaluasi yang kedua yaitu evaluasi sumatif yang
merupakan evaluasi jangka panjang atau evaluasi yang dilakukan diakhir setalah
semua intervensi terlaksana. Format evaluasi keperawatan menggunakan pendekatan
SOAP :
A.
S (Subjektif) : Merupakan evaluasi
dari perkembangan klien berdasarkan apa yang dirasakan, dikeluhkan dan
disampaikan secara langsung oleh klien.
B.
O (Objektif) : Evaluasi secara
objektif adalah evaluasi yang didapatkan dari perkembangan yang hanya bisa
diamati dan diukur oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya.
C.
A (Analisis) : Merupakan
kesimpulan dari evaluasi subjektif dan objektif yang disimpulkan dengan
menyampaikan apakah ada kemajuan atau kemunduran atau keadaan yang stabil dari
sebelum dan setelah implementasi.
D.
P (Perencanaan) : Rencana yang
akan dilakukan berdasarkan hasil evaluasi secara keseluruhan yang didasari
hasil analisis dan berisikan perencanaan yang diberhentikan karena masalah
keperawatan sudah teratasi atau melanjutkan perencanaan karena masalah belum
teratasi (Ayundari Setiawan, 2021)..
Comments
Post a Comment