DOWNLOAD FILE WORD - LAPORAN PENDAHULUAN GEA

 

LAPORAN PENDAHULUAN GEA (CASTROENTERITIS AKUT )

( ELIMINASI )

1.1 KONSEP DASAR   CASTROENTERITIS AKUT

1.1.1 DEFINISI

Gastroenteritis akut (GEA) merupakan suatu perubahan konsistensi tinja atau feses yang terjadi secara tiba-tiba akibat kandungan air di dalamnya melebihi normal (10/ml/KgBB/hari) dengan frekuensi defikasi yang meningkat lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari (Tanto et al., 2018). Sudoyo et al. (2017) juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan gastroenteritis akut adalah diare dengan onset yang mendadak di mana frekuensinya lebih dari 3 kali dalam sehari yang disertai dengan muntah dan biasanya berlangsung kurang dari 14 hari

1.1.2 ETIOLOGI

Etiologi menurut Arda et al (2020) menyatakan bahwa ada sejumlah faktor penyebab terjadinya gastroenteritis akut, antara lain:

1.      Faktor infeksi merupakan faktor utama gastroenteritis akut, khususnya pada anak, adalah infeksi saluran pencernaan oleh beberapa hal, antara lain:

Tabel 2.1 Mikroorganisme Penyebab Diare Akut Karena Infeksi

Virus

Bakteri

Protozoa

Rotavirus

Shigella

Giardia Lamblia

Norwalk virus

Salmonella

Entamoeba

Enteric adenovirus

Campylobacter

Histolytica

Calicivirus

Eschersia

Cryptosporidium

Astrovirus

Yersinina

 

Small round viruses

Clostridium difficile

 

Coronavirus

Staphylococcus

 

 

Aureus

 

2.      Faktor malabsorsi makanan seperti malabsorsi karbohidrat; malabsorsi lemak; dan malabsorsi protein

3.      Faktor keracunan makanan. Makanan yang dimaksud dalam hal ini adalah makanan beracun, makanan basi, dan makanan yang bisa menyebabkan alergi bagi yang mengkonsumsinya.

4.      Faktor lainnya di mana bisa berupa obat-obatan (antibiotik), antacid yang mengandung magnesium, psikologis, laksatif, dan kelainan anatomi.

1.1.3         TANDA DAN GEJALA

1.      Diare: Feses menjadi cair atau berlendir dan lebih sering dari biasanya. 

2.      Mual dan Muntah: Penderita merasa mual dan seringkali muntah, terutama setelah makan. 

3.      Nyeri Perut atau Kram: Perut terasa sakit atau kram. 

4.      Demam: Suhu tubuh dapat meningkat, meskipun seringkali hanya demam ringan. 

5.      Kehilangan Nafsu Makan: Penderita kehilangan nafsu makan atau mengalami penurunan berat badan. 

6.      Malaise: Merasa tidak enak badan secara umum atau lemas. 

7.      Sakit Kepala: Sakit kepala bisa menyertai gejala lain. 

1.1.4  PATOFISIOLOGI

Hidayat (2014) sebagaimana dikutip Mujassaroh (2019) mengatakan bahwa proses terjadinya gastroenteritis kemungkinan disebabkan oleh sejumlah faktor: Pertama, faktor infeksi. Proses terjadinya penyakit gastroenteritis melalui faktor ini berawal dari adanya mikoroorganisme atau kuman yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Kemudian mikroorganisme tersebut bekembang di dalam usus serta merusak sel mukosa usus yang pada akhirnya bisa menurunkan daerah permukaan usus itu sendiri. Selanjutnya, terjadi perubahan kapasitas usus yang bisa mengakibakan gangguan fungsi usus dalam absorbs cairan dan elektrolit. Bisa juga dikatakan bahwa adanya toksin bakteri bisa menyebaban sistem tansport aktif di dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. Kedua, faktor malabsorsi. Kegagalan dalam melakukan absorsi mengakibatkan tekanan osmotik meningkat, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus, sehingga terjadilah gastroenteritis. Ketiga, faktor makanan. Hal ini bisa terjadi jika toksik yang ada tidak bisa atau tidak mampu disrap dengan baik, sehingga terjadi peningkatan perisaltik usus yang mengakibakan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan gastroenteritis.

Selanjutnya, respon patologis yang penting dari kejadian gastroenteritis dengan gejala diare berat adalah dehidrasi. Lebih lanjut, dehidrasi berat yang tidak ditangani dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik. Syok dalam konteks ini maksudnya kondisi yang disebabkan oleh defisiensi sirkulasi sebagai akibat dari disparittas atau ketidakseimbangan antara volume darah dan ruang vaskuar. Disparitas yang terjadi pada gastroenteritis disebabkan oleh volume darah yang kurang sebagai akibat dari permiabilitas yang bertambah secara menyeluruh. Maka kemudian darah keluar melalui pembbuluh- pembuluh dan masuk ke dalam jaringan yang pada akhirnya bisa mengakibatkan pengantalan darah (Muttaqin, 2017).

1.1.5 MANIFESTASI KLINIS

Infeksi yang terjadi pada usus menyebabkan gejala gastrointestinal serta gejala lain apabila terjadi komplikasi ekstra-intestinal, termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa gastroenteritis akut, kram perut, mual dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya. Penderita gastroenteritis akut cair mengeluarkan feses atau tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bisa bertambah apabila ada muntah dan keilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini menyebabkan dehidrasi, asidosis metaboli dan hipovolemia (Parera, 2019)

Dehidrasi merupakan kondisi paling berbahaya oleh karena bisa menyabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kemayian apabila tidak diobati secara tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma bisa berupa dehidrasi isotonik, hipertonik atau hipotonik. Derajat dehidrasi bisa berupa ringan, sedang, bahkan berat (Jufrie et al., 2017)

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2021), tanda dan gejala diare pada anak adalah sebagai berikut: a. Diare akut 1) Diare dehidrasi berat: letargi/tidak sadar, mata cekung, tidak bisa minum/malas minum, cubitan kulit perut kembali sangat lambat.2) Diare dehidrasi ringan/sedang: gelisah, rewel, mudah marah, mata cekung, cubitan kulit perut kembali lambat, selalu ingin minum/ada rasa haus. 3) Diare tanpa dehidrasi: keadaan umum baik dan sadar, mata tidak cekung, tidak ada rasa haus berlebih, turgor kulit normal. b. Diare persisten atau kronis dengan dehidrasi/tanpa dehidrasi c. Diare disentri: ada darah dalam tinja

1.1.6  PENATALAKSANAAN

Kemenkes (2011) menyatakan ada program lima langkah untuk menuntaskan gastroenteritis akut pada anak-balita, antara lain:

1.      Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah.

Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolitdalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare. Sejak tahun 2004, WHO/UNICEF merekomendasikan oralitdengan osmolaritas rendah. Berdasarkan penelitian dengan oralit osmolaritas rendah yang diberikan kepada penderita diare, maka efeknya akan mengurangi volume tinja hingga 25%; mengurangi mual muntah hingga 30%; dan mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena sampai 33%. Aturan pemberian oralit menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan: Pertama, tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5% Umur < 1 tahun: ¼- ½ gelas setiap kali anak mencret Umur 1 – 4 tahun: ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret Umur diatas 5 Tahun: 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret. Kedua, ehidrasi ringan bia terjadi penurunan berat badan 2,5%-5%. Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kgbb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi. Ketiga, dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%. Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas. Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikandulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti.

 

2.      Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap sehat. Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetapsehat. Obat Zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu sekitar30 detik. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan dosis sebagai berikut: balita umur < 6 bulan: 1/2 tablet (10 mg)/ hari dan balita umur ≥ 6 bulan: 1 tablet (20 mg)/ hari.

3.      Pemberian Makanan

Memberikan makanan selama diare kepada balita (usia 6 bulan ke atas) penderita diare akan membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Sering sekali balita yang terkena diare jika tidak diberikan asupan makanan yang sesuai umur dan bergiziakan menyebabkan anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi akan meningkatkan risiko anak terkena diare kembali. Oleh karena itu, perlu diperhatikan bahwa: Pertama, bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menyusui bahkan meningkatkan pemberian ASI selama diare dan selama masapenyembuhan (bayi 0 – 24 bulan atau lebih); Kedua, dukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi berusia 0-6 bulan, jika bayinya sudah diberikan makanan lain atau susu formulaberikan konseling kepada ibu agar kembali menyusui eksklusif. Dengan menyusu lebih sering maka produksi ASI akan meningkat dan diberikan kepada bayi untuk mempercepat kesembuhan karena ASI memiliki antibodi yang penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh bayi; Ketiga, anak berusia 6 bulan ke atas, tingkatkan pemberian makan. Makanan Pendamping ASI (MP ASI) sesuai umur pada bayi 6 – 24 bulan dan sejak balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan makanan keluarga secara bertahap; dan Keempat, setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.

4.      Antibiotik Selektif Antibiotik

hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Efek samping dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional adalah timbulnyagangguan fungsi ginjal, hati dan diare yang disebabkan olehantibiotik.

5.      Nasihat kepada orang tua/pengasuh

Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian oralit, zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak mengalami hal-hal beikut ini: buang air besar cair lebih sering, muntah berulang-ulang, mengalami rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam, tinjanya berdarah, dan tidak membaik dalam 3 hari.

1.2 Konsep Asuhan Keperawatan Gastroenteritis Akut

1.1.2 Pengkajian

            Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien. Pengkajian yang lengkap dan sistematis sesuai dengan fakta atau kondisi yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosis keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu (Utami, 2022).

1.      Anamnesis. Beberapa hal yang dikaji, antara lain: Pertama, identitas pasien. Perawat melakukan pengkajian pada identitas pasien atau kilen meliputi: nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, tempat tinggal, usia, suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua dan penghasilan orang tua. Kedua, Keluhan utama. Biasanya, pasien dengan gastroenteritis akan mengalami buang air besar (BAB) lebih dari tiga kali dalam sehari; BAB kurang dari 4 kali dengan konsentrasi cair (tanpa dehidrasi); BAB 4-10 kali dengan konsistensi cair (dehidrasi ringan/sedang); BAB lebih dari 10 kali (dehidrasi berat). Ketiga,riwayat kesehatan berupa riwayat penyait sekarang, riwayat penakit dahulu, dan iwayat penyakit keluarga.

2.      Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik meliputi bebeapa hal: Pertama, kondisi umum (baik, sadar (tanpa dehidrasi), gelisah, rewel (dehidasi ringan atau sedang), lesu, lunglai atau tidak sadar (dehidrasi berat). Kedua, berat badan. Biasanya berat menurun ketika anak mengalami dehidrasi denga tolak ukur BB sebagai berikut: dehidrasi ringan: 5% (50ml/Kg), dehidrasi sedang 5-10% (50-100ml/Kg), dan ehidrasi berat 10-15% (100-150 ml/Kg). Ketiga, kulit. apabila turgor kembali lebih cepat kurang dari dua detik, maka berarti diare tanpa dehidrasi. Apabila turgor kembali lambat bila cubitan kembali dalam dua detik dan ini, maka berarti diare dengan dehidrasi ringan atau sedang. Apabila turgor kembali sangat lambat bila cubitan kembali lebih dai dua detik, maka ini termasuk diare ringan dengan dehidrasi berat. Keempat, kepala. Biasanya anak di bawah usia dua tahun yang mengalami dehidrasi ubun-ubunnya biasanya cekung. Kelima, wajah. Perhatian wajah apakah simetris, pucat apakahh ada nyeri tekan, apakah ada edema, ada lesi dan luka, periksa apakah wajah pucat. Keenam, mata. Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi biasanya bentuk kelopak matanya normal. Tetapi bila dehidrasi ringan atau sedang, maka kelopak matanya cekung dan apabila dehidrasi berat, maka kelopak matanya sangat cekung. Ketujuh, telinga. Periksa penempatan telinga, amati penonjolan atau pendataran telinga, perisa truktur telinga luar teradap hygiene, amati apabila ada kotoran, masa, tada- tanda infeksi, apakah ada nyeri tekan. Kedelapan, hidung. Amati ukuran dabentuk hidung, adakah penapasan cuping hidung atau tidak, lakukan palpasi setiap sisi hidung untuk menentukan adakah nyeri tekan atau tidak, apakah ada pernapasan cuping hidung, apakah ada dospenea, apakahh ada sekret. Kesembilan, mulut dan lidah. Biasanya orang dengan GEA, maka mulut dan lidah basah (tannpa dehidrasi); mulut dan lidah kering (dehidrrasi ringan/sedang); dan mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat). Kesepuluh, leher. Gerakan kepala dan leher anak dengan ROM yang penuh.Palpasi apakah ada pembengkakan kelenjar getah bening atau pembesaran kelenjar toroid. Kesebelas, dada. Amati kesimetrisan dada terhadap retraksi atau tarikan dinding dada ke daam. Amati jenis penapasan, amati gerak pernapasan. Amati pergerakan dada palpasi apakah ada nyeri atau tidak, auskultasi suaa napas tambahan ronkhi atau wheezing. Keduabelas, abdomen. Kemunginan distensi, kram, bising usus meningkat. Ketigabelas, anus. Adakah iritasi pada kulitanya. Keempatbelas, periksa kelainan punggung apakah terdapat skoliosis, lordosis dan kifosis. Kelimabelas, ekstremitas. Kaji bentuk kesimetrisan bawah dan atas, kelengkapan jari, tonus otot meningkat, rentang gerak terbatas, kelemahan otot, dan gerak abnormal (PPNI, 2017).

1.1.3 Diagnosa

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.Nurarif & Kusuma (2016) dan PPNI (2017) menyataan bahwa diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus gastroenteritis adalah sebagai berikut: pola nafas tidak efektif, diare, hipovolemi, gangguan integritas kulit, defisit nutrisi, risiko syok, dan ansietas.

1.1.4 Perencanaan

Febrina & Muthe (2018) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perencanaan adalah penyusunan rencana keperawatan yang didasakan pada hasil diagnosa yang sebelumnya telah dilakukan perawat terhadap pasien tertentu, dalam hal ini pasien anak dengan gastroenteritis akut. Perencanaan ini memiliki sejumlah komponen, antara lain: Pertama, prioritas masalah dengan kiteria (pioritas utama berupa masalah yang mengancam kehidupan; prioritas kedua berupa masalah yang mengancam kesehatan; dan prioritas ketiga beupa masalah yang dapat mempengaruhi perilaku); Kedua, tujuan asuhan kepeawatan dengan kriteria: spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan ada batasan waktu; Ketiga, rencana tindakan.

1.1.5 Intervensi

PPNI (2018) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran(outcome) yang diharapkan. Adapun intervensi yang sesuai dengan penyakit diare adalah sebagai berikut:

1.      Diare b.d fisiologis (proses infeksi). Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan eliminasi fekal pasien membaik dengan kriteria hasil: konsistensi feses meningkat; frekuensi defekasi/bab meningkat; peristaltik usus meningkat; kontrol pengeluaran feses meningkat; dan nyeri abdomen menurun. Adapun intervensi keperawatan dalam kasus ini adalah sebagai beikut: Observasi (identifiksi penyebab diare; identifikasi riwayat pemberian makan; identifikasi gejala invaginasi; monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja; dan monitor jumlah pengeluaran diare), Terapeutik (berikan asupan cairan oral atau oralit; pasang jalur intravena; berikan cairan intravena; ambil sample darah untuk pemeriksaan darah lengkap; ambil sample feses untuk kultur, jik perlu), Edukasi (anjurkan manghindari makanan pembentuk gas, pedas, dan mengandung laktosa; anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap), Kolaborasi (kolaborasi pemberian obat pengeras feses dan olaborasi pemberian obat antimotilitas).

2.      Hipovolemi b.d kehilangan cairan aktif. Setelah dilakukan intervensi keperawatan dalam masalah keperawatan ini, diharapka status cairan pasien membaik dengan kriteria hasil): turgor kulit membaik; frekuensi nadi membaik; tekanan darah membaik; membran mukosa membaik; intake cairan membaik dan utput urine meningkat. Intevensi keperawatan dalam masalah keperawatan ini adalah sebagai beikut: Obsevasi (periksa tanda dan gejala hypovolemia sepeti halnya nadi teraba lemah, frekuensi nadi meningkat, tekanan nadi menyempit, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, haus, volume urin menurun, lemah; monitor intake dan output cairan), Terapeutik (hitung kebutuhan cairan, berikan asupan cairan oral), Edukasi (anjurkan memperbanyak asupan cairan oral; dan Anjurkan menghidari posisi mendadak), Kolaborasi (kolaborasi pemberian cairan isotonis [Nacl.RL], kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 ml/kg bbuntuk anak).

3.      Defisit nutrisi b.d penurunan intake makanan. Tujuannya setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan status nutrisi pasien membaik dengan kriteria hasil: porsi makanan yang dihabiskan meningkat, diare menurun, frekuensi makan membaik, nafsu makan membaik, bising usus membaik). Adapun intervensi keperawatan dalam masalah keperawatan ini adalah sebagai berikut: Observasi (identifikasi status nutrisi, identifikasi alergi dan intoleransi makanan, identifikasi makanan yang disukai, identifikasi keburuhan kalori dan nutrisi, monitor asupan makanan, monitor berat badan, monitor hasil pemeriksaan laboratorium), Terapeutik (berikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai, berikan makanan tinggi kalori dan protein), Edukasi (anjurkan diet yang diprogramkan), dan Kolaborasi (kolaborasi dengn ahli gizi untuk menetukan jumlh kaloridan jenis nutsisi yang dibutuhkan jika perlu, kolaborasi pemberian obat antimetik jika perlu).

1.1.6 Implementasi

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai data yang baru (PPNI, 2019). Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain: kemampuan intelektual, teknikal, dan interpersonal; kemampuan menilai data baru; kreativitas dan inovasi dalam membuat modifikasi rencana tindakan; penyesuaian selama berinteraksi dengan klien; kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi pelaksanaan; kemampuan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan serta efektivitas tindakan (PPNI, 2019


 

1.1.7 Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakankeperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik (Utami & Luthfiana, 2016).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Amalia. (2018). Pengaruh Susu Bebas Laktosa Terhadap Masa Perawatan Pasien Anak dengan Diare Akut Dehidrasi Tidak Berat. Jurnal Kedokteran Diponegoro 1.1 (2018): 110542.

Arda, D., Hartaty, H., & Hasriani, H. (2020). Studi Kasus Pasien dengan Diare Rumah Sakit di Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 461–466. https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.324

Ali, Z. (2017). Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan (Edisi Revi). Penerbit EGC.

American Academy of Pediatric. (2015). Dehydration: Isonatremic, Hyponatremic, and Hypernatremic Recognition and Management. Pediatr Rev, 36(7), 83.

BPS Kota Surabaya. (2021). Kota Surabaya dalam Angka 2022. Badan Pusat StatistikKota Surabaya.

Dinkes Jatim. (2021). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2020. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Febrina, A., & Muthe, F. (2018). Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Elsi Evayanti, N. K., Nyoman Purna, I., & Ketut Aryana, I. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita yang berobat ke Badan Rumah Sakit Umum Tabanan. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 4(2), 134.

IDI. (2017). Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas Tingkat Pertama. Penerbit EGC.

Kemenkes. (2011). Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Balita. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes.(2017). Kenali Diare pada Anak dan cara             Pencegahannya. htps://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/tips-   sehat/201040310/kenali-diare-anak-dan-cara-pencegahannya/

Kemenkes. (2020). Profil Kesehatan  Indonesia Tahun 2019. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes. (2021a). Buku Saku: Hasil Studi Status Gizi Indonesia (Tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota Tahun 2021). Balitbang Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes. (2021b). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Masganti. (2015). Psikologi Perkembangan Anak. UINSU.

Muttaqin, A. (2017). Gangguan Gastroentestinal: Aplikasi Asuan Kepeerawawatn Medikal Bedah. Salemba Medik Nursalam. (2013). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Salemba Medika.

Olfah, Y., & Ghofur, A. (2016). Dokumentasi Keperawatan. Penerbit EGC

Parera, I. (2019). Asuhan Keperawatan pada An. E. T. A. D. dengan Diagnosa Medis Gastroenteriis di Ruangan Instalasi gawat Darurat RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang. Karya Tulis Ilmiah DIII Prodi Kepeerawatan Politeknik Kesehatan Kupang, 12–13. http://repository.poltekeskupang.ac.id/1452/

 

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Penerbit EGC.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Penerbit EGC.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Penerbit EGC.

Santi, D. E. (2017). Perbedaan efektifitas pemberian ASI dan susu formula rendah laktosa terhadap durasi penyembuhan gastro enteritis akut pada anak usia 2- 12 bulan. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 1(1).

Sari, R. S., Solihat, L. L., Febriyana, L., Mardianti, M., Pratama S., M., Sari, M. P., Mirqotussyifa, M., Caterina, M., Rustami, M., Daetun, M., Ridwanul P., M., Yusup, M., Farhani F., N., Ria O., N., Rosdiana, N., & Nurlaelah, N. (2021). Meningkatkan Pengetahuan Mengenai Penanganan Diare Pada Anak Melalui Penyuluhan Kesehatan. SELAPARANG Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan, 4(2), 70. https://doi.org/10.31764/jpmb.v4i2.3874

Tuang, A. (2021). Analisis Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(2), 534–542. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.643

Utami, N., & Luthfiana, N. (2016). Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak. Majority, 5, 101–106. https://www.mendeley.com/catalogue/fdd61f29-e548-30b4-9a02- 3d11c3c9b4aa

 

 DOWNLOAD

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK SEPSIS DI RUANG ICU