Unduh Laporan Pendahuluan Tuberkulosis

 

I.           DEFINISI KASUS :

 

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Kemenkes, 2023)  

Menurun World Health Organization (2021) tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang  disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA), yang dapat menyebar ketika penderita batuk atau bersin sehingga mengeluarkan percikan cairan (droplet). Penularan bakteri melalui droplet ini akan berterbangan di udara yang disebut dengan istilah air-bone infection yang dapat menginfeksi seseorang. (WHO, 2022)  

Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis ini biasanya menyerang organ paru-paru dan dapat menginfeksi orang lain yang ditularkan melalui udara saat penderita tuberkulosis batuk atau bersin yang disebut droplet.

 Menurut Kemenkes (2020) bahwa klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, keadaan ini terutama ditujukan pada TB

Paru:

a.                   Tuberkulosis paru BTA positif

1)        Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (sewaktu pagisewaktu) hasilnya BTA positif

2)        1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberculosis

3)        spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif 4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT


 

b.                  Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

1)        Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

2)        Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberculosis

3)        Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien dengan HIV negatif

4)        Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. 

 

II.                ETIOLOGI

                        Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberculosis. Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet (Resi, 2020). Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan menyebar kenodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui alir an darah ini dapat menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun (Resi, 2020)

 

III.             MANIFESTASI KLINIS

 

Gejala utama pasien tuberculosis paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah/batuk darah, hal ini dikarenakan pembuluh darah yang pecah pada kavitas atau bisa juga terjadi pada ulkus dinding bronkus (Kemenkes, 2018).

1)             Sesak napas, penderita yang sesak napas sering kali tampak sakit dan berat badannya turun. Kadang-kadang terdengar mengi setempat, hal ini disebabkan bronchitis tuberculosis atau akibat tekanan darah kelenjar getah bening pada broncus (Kemenkes, 2018).

2)             Nyeri dada, bukan hal yang jarang ditemukan pada tuberculosis. Kadang- kadang hanya berupa nyeri menetap yang ringan yang disebabkan regangan otot karena batuk, kadang-kadang lebih sakit sewaktu menarik napas. Hal ini timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura hingga menimbulkan pleuritis (Kemenkes, 2018).

3)             Demam biasanya subfebris menyerupai influenza kadang panas dapat mencapai 40-41˚C. Panas menjadi lebih tinggi bila proses penyakitnya berkembang (pogresif) (Kemenkes, 2018).

4)             Malaise (rasa kurang enak badan), TB paru bersifat radang menahun, gejala malaise sering ditemukan disertai anoreksia. Badan semakin kurus (BB turun), sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam. Hal ini terjadi hilang timbul secara tidak teratur (Kemenkes, 2018).

5)             Wheezing, terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan oleh sekret, bronkostenosis, peradangan, jaringan granulasi, ulserasi dan lain- lain (pada tuberkulosis lanjut) (Resi, 2020).

Dispnea merupakan late symptoms dari proses lanjut tuberkulosis paru akibat adanya restriksi dan obstruksi saluran pernafasan serta loss of vascular bed/vascular trombosis yang dapat mengakibatkan gangguan difusi, hipertensi pulmonal dan korpulmonal (Resi, 2020) 

 

IV.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK :

        Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang mempu untuk menegakan diagnosa tuberkulosis (Fitri Mailani, 2023):  

a         Pemeriksaan dahak mikroskopis 

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagisewaktu (SPS). 

1)      S (Sewaktu) Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua 

2)      P (pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas. 

3)      S (sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi hari 

Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Zieh Nielsen dan pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana pewarnaannya dilakukan dengan auramin-rhodamin (khususnya untuk penapisan) 

1)             Jika tiga kali positif atau 2 kali positif, 1 kali BTA + negatif 

2)             Jika satu kali  positif, 2 kali negatif maka ulangi BTA 3 kali 

3)             Jika 1 kali positif dua kali negatif BTA positif 

4)             Jika 3 kali negatif BTA – 

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (International Union Against Tuberculosisand lung Tuberculosis) yang merupakan rekomendasi dari WHO. 

1)      Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang maka hasil negatif 

2)      Ditemukan1-9  BTA dalam 100 lapang pandang mka ditulis dalam jumlah kuman yang ditemukan 

3)      Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang maka +(1+) 

4)      Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang maka ++ (2+) 

5)      Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang maka +++ (3+) 

 

b         Pemeriksaan Bactec 

            Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan. Bentuk lain teknik ini adalah dengan memakai 

Mycobacteria GrowthIndicator Tube (MGIT). 

 

c         Polymerasechainreaction (PCR) 

            Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi  DNA, termasuk DNA Mycobacterium Tuberculosis. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi  Mycobacterium Tuberculosis tersebut diatas, bahan/spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru sesuai dengan organ yang terlibat. 

 

d         Pemeriksaan serologi dengan berbagai metode diantaranya 

1)      Enzym linked immunosorbent assay (ELISA) 

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan anti bodi menetap dalam waktu yang cukup lama. 

2)      Mycodot  

Uji ini mendeteksi antibodi antimikro bakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabino mannan (LAM) yang  direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah. 

3)      ICT 

Uji Immuno chromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membrane sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membrane immune kromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 µl diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran. 


 

e         Pemeriksaan Cairan Pleura  

            Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah. 

 

f          Pemeriksaan histopatologi jaringan 

            Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsy paru dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsy paru terbuka, biopsi pleura, biopsy kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH = biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru. Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan. 

 

g         Pemeriksaan darah 

            Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah( LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologi penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu responder hadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/daya tahan tubuh penderita ,yaitu dalam keadaan supresi/tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapilajuendapdarah yang normal tidak menyingkirkan  tuberkulosis. 

 

h         Uji Tuberkulin 

            Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satubulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberculin kadang negatif, terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian. Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog  dengan ; 

1)      Reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ yang terkena infeksi.

2)      Status respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agen dari basil tahan asam yang bersangkutan.

V.        MASALAH KEPERAWATAN :

1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001) 

2.      Pola napas tidak efektif (D.0005)

3.      Hipetermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130) 

4.      Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)

5.       Resiko Defisit Nutrisi (D.0032)

6.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)

7.      Resiko Infeksi (D.014

 

VI.     TINDAKAN KOLABORATIF :

1.      Kolaborasi dengan Dokter

Tujuan: Penegakan diagnosis dan penatalaksanaan pengobatan.

Tindakan:

Memberikan informasi perkembangan klinis pasien secara berkala.

Kolaborasi dalam pemberian terapi anti-TB (OAT).

Diskusi dalam perubahan regimen jika ada efek samping atau kegagalan terapi.

2.      Kolaborasi dengan Apoteker

Tujuan: Pengelolaan obat dan kepatuhan minum obat pasien.

Tindakan:

Konsultasi terkait efek samping obat dan pengelolaan interaksi obat.

Edukasi bersama pasien tentang pentingnya kepatuhan minum OAT.

Monitoring ketersediaan obat TBC.

3.      Kolaborasi dengan Ahli Gizi

Tujuan: Menunjang nutrisi pasien untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Tindakan:

Penilaian status gizi dan penyusunan rencana diet.

Pemantauan asupan makan pasien.

Edukasi gizi kepada pasien dan keluarga.

4.      Kolaborasi dengan Petugas Laboratorium

Tujuan: Pemantauan infeksi dan evaluasi keberhasilan terapi.

Tindakan:

Pemeriksaan dahak (BTA), GeneXpert, dan tes lainnya secara berkala.

Kolaborasi dalam pengambilan dan pengiriman spesimen.

Komunikasi hasil laboratorium ke tim medis dan perawat.

5.      Kolaborasi dengan Petugas Rekam Medis

Tujuan: Dokumentasi dan pelaporan pasien TBC.

Tindakan:

Pengumpulan data pasien TBC untuk dilaporkan ke dinas kesehatan.

Menjaga kerahasiaan data pasien.

Menyusun dokumentasi untuk evaluasi program DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse).


 

VII.  PATOFISIOLOGI :

A       SKEMA

 


 


B       URAIAN

               Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil Micobacterium Tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat tertumpuk. Perkembangan bakteri ini juga dapat menjangkau sampai ke arah lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neurotrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri (Wijaya et al., 2021).

               Bila bakteri Tuberkulosis terhirup dari udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagaian terminal saluran pernapasan. Jika pada proses ini bakteri ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini, dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik monosit (makrofag) dari aliran darah membentuk tuberkel. Sebelum menghancur bakteri, makrofag harus diaktifkan terlebih dahulu oleh limfoksin yang dihasilkan limfosit T. Bakteri Tuberkulosis menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah bening regional (hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler terhadap bakteri Tuberkulosis. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin. Hipersensitivitas seluler terlihat sebagai akumulasi lokal dari limfosit dan makrofag (Muttaqin, 2018).

               Peradangan terjadi di dalam alveoli (parenkim) paru, dan pertahanan tubuh alami berusaha melawan infeksi itu. Makrofag menangkap organism itu, lalu dibawa ke sel T. proses radang dan reaksi sel menghasilkan sebuah nodul pucat kecil yang disebut tuberkel primer. Dibagian tengah nodul terdapat basil tuberkel.Bagian luarnya mengalami fibrosis, bagian tengahnya kekurangan makanan, mengalami nekrosis. Proses terakhir ini dikenal sebagai perkijuan. Bagian nekrotik tengah ini dapat mengapur atau mencair (Muttaqin, 2018).

               Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronchus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respons berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Wijaya et al., 2021).

 

VIII.       PROSES ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN

1)      Identitas

a         Identitas pasien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk, nomer register, dan diagnosa medis.

b         Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, alamat, hubungan dengan pasien, dan pekerjaan.

2)      Status Kesehatan

a         Keluhan utama

Keluhan yang paling dirasakan pasien pada saat pengkajian biasanya mengalami batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise. (Muttaqin, 2018).

b         Riwayat kesehatan sekarang

Menurut Muttaqin (2018) keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan, mula- mula nonproduktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah terjadi kerusakan jaringan. Jika keluhan utama adalah sesak napas, maka pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST yaitu:

a)      Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila beristirahat ?

b)      Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan pasien. Sifat keluhan (karakter), dalam hal ini perlu ditanyakan kepada pasien apa maksud dari keluhan-keluhannya. Apa rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam melakukan pernapasan?

c)      Region: dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan? Harus ditunjukkan dengan tepat oleh pasien

d)      Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. Sifat mula timbulnya (onset), tentukan apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga. Tanyakan apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul (intermiten).

c         Riwayat kesehatan dahulu

Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.

d         Riwayat kesehatan keluarga

Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah. (Muttaqin, 2018).

e         Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien tuberculosis seperti dikutip dari  Muttaqin (2018) adalah:

a)      B1 (Breathing)

-       Inspeksi: Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang disertai penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit).

-       Palpasi: Palpasi trachea. Adanya pergeseran trachea menunjukkan-meskipun tetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atas paru. Pada TB paru yang disertai adanya efusi pleura massif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trachea ke arah berlawanan dari sisi sakit.

-       Perkusi: Pada pasien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada pasien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.

-                   Auskultasi: Pada pasien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Pasien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.

b)      B2 (Blood)

-          Inspeksi: Inspeksi tentang adanya perut dan kelemahan fisik

-          Palpasi: denyut nadi perifer melemah

-          Perkusi: batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura massif mendorong kesisi sehat

-          Auskultasi: tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan

c)      B3 (Brain)

Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat.Pada pengkajian objektif, pasien tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe massif dan kronis, dan sclera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.

d)      B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya  dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria, karena itu merupakan tanda awal syok.

e)      B5 (Bowel)

Pada saat inspeksi, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu diinspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada pasien biasanya didapatkan indikasi mual dan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.

f)       B6 (Bone)

Hal yang perlu diperhatikan adalah adakah edema peritiabel, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat fungsi perifer, serta dengan pemeriksaan capillary refill time. Selanjutnya dilakukan           pemeriksaan      kekuatan otot untuk kemudian dibandingkan antara bagian kiri dan kanan

B.     DIAGNOSIS KEPERAWATAN (SDKI) :

Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya, baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons pasien secara individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehata (SDKI, 2018).

1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan (D.0001) 

2.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru (D.0005)

3.      Hipetermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130) 

4.      Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan  Perubahan membran alveolus-kapiler (D.0003)

5.      Defisit Nutrisi berhubungan dengan faktor fisiologis (D.0019)

6.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)

7.      Resiko Infeksi (D.0142)

 

 


 

C.     INTERVENSI KEPERAWATAN  (SLKI dan SIKI):

 

 

No   

Standar Diagnosa

Keperawatan Indonesia (SDKI)

Standar Luaran

Keperawatan Indonesia  (SLKI)

Standar 

Intervensu Keperawatan Indonesia  (SIKI)

1.  

Bersihan nafas tidak efektif (D.0001)

Definisi           :             Ketidak mampuan membersihkan              sekret   atau obstruksi         jalan nafas untuk   mempertahankan jalan nafas tetap paten. 

 

Penyebab :  

1.     Spasme jalan nafas 

2.     Sekresi yang tertahan 

3.     Proses infeksi 

 

Situasional  

1.     Merokok aktif 

2.     Merokok pasif

 

Gejala tanda mayor   Subjektif : -  Obektif : 

1. Batuk tidak efektif

2.   Tidak mampu batuk 

3.   Sputum berlebih 

4.   Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering

 

Gejala tanda minor : 

Subjektif :  

1.       Dispnea 

2.       Sulitbicara 

3.       Ortopnea  Objektif :  

1.                   Gelisah 

2.                   Sianosis  3. Bunyi nafas menurun 

4.                   Frekuensi nafas berubah

Pola nafas berubah 

Setelah dilakukan tindakan keprawatan  diharapkan bersihan jalan nafas (L.01001) meningkat dengan kriteria hasil:  1. Batuk Efektif meningkat 

2.     Produksi sputum menurun 

3.     Whezing, mengi menurun 

4.     Frekuensi nafas membaik  

5.     Pola nafas membaik  

6.     Dispnea menurun  

Menejemen Jalan Nafas (I.01011)  

Definisi : mengidentfikasi dan mengelola kepatenan jalan nafas  Tindakan :  

Observasi :  

1.    Monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman, usaha napas) 

2.    Monitor bunyi nafas tambahan ( mis, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering) 

3.    Monitor sputum ( jumlah, warna, aroma)  Teraupeutik :  

1.    Pertahankan kapatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin- lift (jaw-thrust jika curiga trauma  Servikal ) 

2.    Posisikan semi-fowler atau fowler 

3.    Berikan minum hangat 

4.    Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik  5. Berikan oksigen , jika perlu  Edukasi :  

1.    Anjurkan asupan cairan 2000  ml/hari, jika tidak kontraindikasi 

2.    Ajarkan teknik batuk efektif 

 

Kolaborasi :  

1. Kolaborasi  pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik, jika perlu 

 

 

 

 

 

2

Pola napas tidak efektif (D.0005)

Definisi: Pola napas tidak efektif adalah adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.

Penyebab :

Setelah dilakukan tindakan keprawatan      diharapkan pola nafas (L.01004) membaik dengan kriteria hasil: 

1.     Dispnea menurun

2.     Penggunaan otot bantu napas menurun

3.     Pemanjangan fase ekspirasi menurun

Frekuensi napas membaik

Manajemen Jalan Napas (I.01011)

Observasi

1.    Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

2.    Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)

3.    Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

1.    Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga trauma fraktur servikal)

Posisikan semi-fowler atau fowler

 

1.   Depresi pusat pernapasan

2.   Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)

3.   Deformitas dinding dada

4.   Deformitas tulang dada

5.   Gangguan neuromuskular 6. Gangguan neurologis (mis.

elektroensefalogram [EEG] positif, cidera kepala, gangguan kejang)

7.        Imaturitas neurologis

8.        Penurunan energi

9.        Obesitas

10.    Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru

11.    Sindrom hipoventilasi

12.    Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 keatas)

Cidera pada medula spinalis

5. Kedalaman napas membaik

 

3.    Berikan minum hangat

4.    Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

5.    Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

6.    Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal

7.    Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

1.    Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi

2.    Ajarkan teknik  pursed lips breathing

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

 

14.    Efek agen farmakologis

15.    Kecemasan

 

Gejala tanda mayor :

Subjektif :  

Mengeluh sesak (dispnea) Objektif :

1.    Penggunaan otot bantu pernapasan

2.    Fase ekspirasi memanjang

3.    Pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea,

hiperventilasi, kussmaul, cheynestokes)

4.    Adanya bunyi napas tambahan (mis.

wheezing, rales)

 

Gejala tanda minor :  Subjektif :  

1. Ortopnea Objektif :

1.      Pernapasan pursed  -

lip

6.   Pernapasan cuping hidung

 

8.     

 

3.      Diameter thorax anterior-posterior meningkat

4.      Ventilasi semenit menurun

5.      Tekanan inspirasi menurun

6.      Tekanan ekspirasi menurun

16.    Ekrusi dada berubah

 

9.     

3

Hipertermi (D.0130)   Definisi : Suhu tubuh meningkat  diatas rentang normal. 

 

Penyebab :  

1.      Dehidrasi 

2.      Proses penyakit (mis infeksi, kanker) 

3.      Peningkatan laju metabolisme 

4.      Aktivitas berlebihan 

5.      Penggunaan incubator 

 

Gejala dan tanda mayor  Subjektif :   (Tidak Tersedia )  Objektif : 

1.      Kulit merah 

7.      Kejang 

Setelah dilakukan intervensi keperawatan  diharapkan termoregulasi (L.1434) mambaik dengan kriteria hasil: 

1.          Menggigil menurun  

2.          Pucat menurun  

3.          Suhu    kulit

membaik/normal  36,5°C 37,5

°C 

4.          Nadi normal 

5.          Kulit    teraba  hangat berkurang 

Tekanan dah membaik  

Manajemen Hipertermia (I.15506)  Tindakan :  

Observasi :   

1.                  Identifikasi penyebab hipertermia  

2.                  Monitor suhu tubuh  

3.                  Monitor kadar elektrolit  

4.                  Monitor haluaran urine  

5.                  Monitor komplikasi akibat hipertermia   Terapeutik : 

1.      Sediakan lingkungan yang dingin  

2.      Longgarkan atau lepaskan pakaian  

3.      Basahi dan kipas permukaan tubuh  

4.      Berikan cairan oral

5.      Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih)

6.      Lakukan pendinginan eksternal (mis: selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)

7.      Hindari pemberian antipiretik atau aspirin

10.                        Berikan oksigen, jika perlu

 

3.      Takikardi 

4.      Takipnea 

Kulit terasa hangat

 

Edukasi

1. Anjurkan tirah baring Kolaborasi

1.Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

4.

Gangguan Pertukaran

Gas (D.0003) 

 Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada  membran alveolus - kapiler 

 

Penyebab  

1.      Ketidakseimbangan ventilasi perfusi

2.      Perubahan membran alveolus kapiler 

 

Gejala & Tanda Mayor :

Subjektif :  

1. Dispnea

 

Objektif :

3.      PCO2 meningkat/menurun 

4.      PO2 menurun 

5.      Takikardia 

Setelah            dilakukan             tindakan keperawatan  diharapkan

pertukaran  gas (L.01003) meningkat dengan Kriteria Hasil: 

1.    Bunyi nafas tambahan meningkat 

2.    Dispnea menurun 

3.    Nafas cuping hidung menurun 

4.    PCO2 membaik 

5.    PO2 Membaik  

6.    Pola nafas membaik  

 

Pemantauan Respirasi (I.12413)

Definisi : Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan napas dan keefektifan

pertukaran gas 

Tindakan 

Observasi  

1.    Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-Stokes, biot, ataksik) 

2.    Monitor kemampuan bantuk efektif 

3.    Monitor adanya produksi sputum 

4.    Monitor adanya sumbatan jalan napas 

5.    Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 

6.    Auskultasi bunyi napas 

7.    Monitor saturasi oksigen 

8.    Monitor nilai AGD 

9.    Monitor hasil x-ray toraks 

Teraupetik  

1.      Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien  

2.      Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi  

1.      Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan  

Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

 

6.      pH arteri meningkat/menurun 

7.      Bunyi napas tambahan 

 

Gejala & Tanda Minor : Subjektif :

1.                  Pusing 

2.                  Penglihatan kabur  Objektif :

1.     Sianosis 

2.     Diaforesis 

3.     Gelisah 

4.     Napas cuping hidung 

5.     Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/ierguler, dalam/dangkal) 

6.     Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan) 

Kesadaran menurun

 

 

5.  

 Resiko Defisit nutrisi (D.0032) Definisi :

Beresiko mengalami asupan nutRisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Penyebab :  

8.      1. Ketidak  mampuan menelan makanan 

Setelah            dilakukan             tindakan keprawatan   status             nutrisi (L.03030) dapat terpenuhi dengan kreteria hasil. 

1.    Porsi makan yang di  habiskan meningkat 

Kekuatan otot mengunyah meningkat 

Menejemen Nutrisi (I.03119) Tindakan  

Observasi :  

1.                  Identifikasi statas nutrisi 

2.                  Identifikasi makanan yang disukai 

3.                  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis cairan 

4.                  Monitor asupan makan makanan 

Monitor berat bedan  Terapeutik : 

 

2.      Ketidak  mapuan mencerna makanan 

3.      Ketidak  mampuan mengabsorbsi nutrien 

4.      Peningkatan  kebutuhan metabolisme 

5.      Faktor ekonomi 

6.      Faktor pisikologis 

 

 

3.    Kekuatan otot menelan meningkat 

4.    Serum              albumin meningkat 

5.    Pengetahuan untuk memilih makanan dan minuman yang sehat meningkat 

6.    Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat  

7.    Perasaan cepat kenyang menurun 

8.    Nyeri abdomen menurun 

9.    Indek  masa  tubuh

(IMT)membaik 

10. Frekuensi  makan membaik 

11. Bising usus membaik

Membran mukosa membaik 

6.         Lakukan oral hygiene seblum makan ,  jika perlu 

7.         Fasilitasi menentukan  pedoman  diet, (mis. piramida makanan) 

8.         Berikan           makanan          tinggi  serat  untuk mencegah konstipasi 

9.         Berikan           makanan          tinggi  kalori  dan tinggi protein 

10.      Berikan suplemen makanan ,jikaperlu  Edukasi :  

11.      Anjurkan posisi duduk, jikamampu 

12.      Ajarkan diet yang diprogramkan  Kolaborasi :  

13.      Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan ( mis. Pereda nyeri, antiemetic), jika perlu

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan. 

6.  

Intoleransi aktivitas

(D.0056)

Definisi : Ketidak cukupan

7.      energi untuk melakukan aktivitas sehari hari  

12. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan toleransi aktivitas (L.05047) meningkat dengan Kriteria Hasil: 

Manajemen Energi  (I.05178) Tindakan :  

Observasi:   

14.      1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan 

 

Penyebab  

1.    Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen 

2.    Tirah baring 

3.    Kelemahan 

4.    Imobilitas 

5.    Gaya hidup monoton 

 

Gejala dan Tanda Mayor  

Subjektif  

1. Mengeluh lelah 

Objektif  

1. frekuensi jantung meningkat 

>20% dari kondisi sehat 

 

Gejala dan Tanda Minor  

Subjektif  

1.    Dispnea saat/setelah aktivitas 

2.    Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas 

3.    Merasa lemah  Objektif  

1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi

istirahat 

1.         Kemudahan dalam melakukan aktivitas 

sehari-hari meningkat  

2.         Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah meningkat  

3.         Keluhan lelah menurun  

4.         Dispnea saat aktivitas menurun 

5.         Kemudahan dalam melakukan

aktivitas 

sehari-hari meningkat 

6.         Dispnea  saat  setelah aktivitas menurun 

7.         Perasaan lemah menurun

8.         Frekuensi napas normal 12-20 x/menit 

13. Tekanan darah dalam batas normal sistolik 100- 140 mmHg diastolik < 89 mmHg 

2.     Monitor pola dan jam tidur 

3.     Monitor kelelahan fisik dan emosional  Edukasi :  

4.     Anjurkan tirah baring 

5.     Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap Terapeutik :   

6.     Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus 

7.     Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif 

8.     Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan 

9.     Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan  Kolaborasi :  

1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan 

 

 

2.    Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas 

3.    Gambaran EKG menunjukan iskemia 

2. Sianosis

 

9.          

10.  

7.  

Resiko Infeksi (D.0142)

Definisi  

Berisiko mengalami peningkatan  terserang organisme patogenik 

 

Faktor Risiko  

1.    Penyakit kronis (mis.

diabetes melitus, Tb paru) 

2.    Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan 

3.    Ketidakadekuatan pertahanan tubuh  

4.    Merokok 

5.    Penurunan hemoglobin 

4.      

Setelah dilakukan tindakan keperawatan  diharapkan kontrol resiko (L.14128)  meningkat dengan Kriteria Hasil: 

1.      Kemampuan mencari informasi              tentang            faktor   resiko meningkat 

2.      Kemampuan mengidentifikasi faktor resiko

3.      Kemampuan mengubah perilaku meningkat  

4.      Kemampuan    memodifikasi lingkungan meningkat

10.     Kemampuan memodifikasi gaya hidup meningkat

Pencegahan Infeksi (1.14539)   Tindakan  

Observasi :  

1.      Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik Terapeutik :  

2.      Batasi jumlah pengunjung 

3.      Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien 

4.      Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi 

Edukasi  

5.      Jelaskan tanda dan gejala infeksi 

6.      Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar 

7.      Ajarkan etika batuk 

8.      Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 

9.      Anjurkan meningkatkan asupan cairan

10.  Anjurkan bertanya jika ada sesuatu yang tidak dimengerti sebelum dan sesudah pengobatan dilakukan 

11.  Anjurkan kemampuan melakukan pengobatan mandiri (self-medication)

Kolaborasi

11. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

 

 


D.    IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi/pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang spesifik atas pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan dalam mengatasi masalah yang muncul pada pasien/keluarga. Ukuran intervensi yang diberikan kepada pasien/keluarga dapat berupa dukungan pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi baik kesehatan fisik maupun mental, pendidikan kesehatan dan lainnya untuk mencegah masalah keperawatan yang muncul. Kegiatan dalam pelaksanaan juga  meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons pasien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Hidayah, 2019) 

 

E.     EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, intervensi keperawatan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Evaluasi juga merupakan tahapan akhir dari proses keperawatan yang terjadi dari evaluasi proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif) (Hidayah, 2019).  

1)                  Evaluasi Formatif 

Evaluasi Formatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah selesai tindakan, berorientasi pada etiologi, dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai. 

 

2)                  Evaluasi Sumatif  

Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan  setelah akhir tindakan keperawatan secara  paripurna yang berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan keberhasilan/ketidakberhasilan, rekapitulasi, dan kesimpulan status kesehatan pasien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan, meliputi Subjek, Objek, Assesment, Planning (SOAP) atau Subjek, Objek, Assesment, Planning, Intervensi, Evaluasi-Revisi 

(SOAPIE-R) (Hidayah, 2019) 


 

IX.             DAFTAR PUSTAKA

Lobektomi Life Saving pada Hemoptisis Berulang Pada Tuberkulosis Paru. Jurnal Respirasi, 5(3), 79. https://doi.org/10.20473/jr.v5-i.3.2019.79-84 sugiyono. (2018). Metode Penelitian. Alfabeta.

Suparda, D. D. F. (2020). KOMBINASI PURSED LIP BREATHING. Dewa Publishing. WHO (2022).      Tuberkulosis. WHO. https://www.who.int/indonesia/news/campaign/tb-day-2022/fact-sheets

Wigiyanti, R., & Faradisi, F. (2022). The Implementation of semi fowler’s position and pursed lips breathing techniques to reduce respiratory disorders in patients with tuberculosis at Bendan Hospital Pekalongan. Jurnal University Research Colloqium, 779–783. https://repository.urecol.org/index.php/p Bachrudin & Najib, M. (2016). keperawatan medikal bedah I. kementrian kesehatan indonesia.

Febriwanti, U., Khairani, A. I., & Dewi, R. S. (2024). Asuhan Keperawatan pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Masalah Defisit Nutrisi di Rumah Sakit Tk.

II Putri Hijau Medan. PubHealth Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(3), 112–122. https://doi.org/10.56211/pubhealth.v2i3.464

Fitri Mailani. (2023). Tuberkulosis : Konsep, Pencegahan, dan Perawatan (R. Amalia (ed.); pertama). eureka media aksara.

Fradisa, L. (2022). Hubungan Pengetahuan Dan Self Efficacy Pasien Tb Paru Dengan Pencegahan Penularan Tb Paru Di Puskesmas Kota Bukittinggi.

Jurnal Kesehatan       Tambusai,       3(1),    149–156. https://doi.org/10.31004/jkt.v3i1.3963

Garut, D. K. (2024). Data TB Paru di Garut.

Garut, R. D. S. (n.d.). Data TB Paru di RSUD Dr. SLamet Garut.

Griffin,            W.       A.        (2020).            The      Therapist.        Family             Therapy,          105–116. https://doi.org/10.4324/9780203765760-9

Hidayah,  voni nur. (2019). Proses Keperawatan. Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia Cerdas.

Hidayat, W., Yusuf, S., Erika, K. A., Kadar, K., & Juhelnita, J. (2019). Pendidikan Evidence-Based Practice Melalui Mentoring Program oleh Perawat di Rumah Sakit: A Literature Review. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 4(2). https://doi.org/10.30651/jkm.v4i2.2983

Kemenkes. (2020). TATALAKSANA TUBERCULOSIS. kementrian kesehatan indonesia.

Kemenkes. (2023). Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan. https://ayosehat.kemkes.go.id/topik-penyakit/infeksi-pernapasan-tb/tuberkulosis#:~:text=Tuberkulosis%2C sering disingkat TB atau TBC%2C adalah penyakit,belakang%2C kulit%2C otak%2C kelenjar getah bening%2C dan jantung.

Kementrian Kesehatan. (2024). Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia 2024: Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis (GIAT). Kementrian Kesehatan. https://tbindonesia.or.id/peringatan-hari-tuberkulosis-sedunia-2024-gerakanindonesia-akhiri-tuberkulosis-giat/

Marchiana, D., & Silaen, H. (2023). Pemberian Teknik Pernapasan Pursed Lips Terhadap Derajat Dispnea Pada Pasien Tuberkulosis Paru Rawat Jalan. Indonesian Trust Nursing Journal, 1(3), 70–75.

Muttaqin, A. (2018). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem 107 Pernafasan. Salemba Medika.

PPNI, P. D. (2018). STANDAR DIAGNOSA KEPERAWATAN INDONESIA. PPNI.

Puspitarini, D. P. (2018). Penerapan Posisi Semi Fowler Terhadap Status Pernapasan (Pola Napas, Frekuensi, SPo2) Pada Pasien Tuberkulosis Di RSUD dr r. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Jurnal Keperawatan Unversitas Muhammadiyah Purwokerto.

Putriani, Y. (2019). Asuhan Keperawatan Dalam Penatalaksanaan Nyeri Reumatoid Athritis Dengan Kompres Jahe Merah Pada Bp. A Di Wisma Anggur Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2019. Jurnal Keperawatan STIKes Perintis Padang.

Resi. (2020a). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tb Paru Berbasis Teori Transcultural Nursing Di Daerah Pesisir Wilayah Kerja

Puskesmas       Rukunlima      Kabupaten       Ende.   Skripsi. https://repository.unair.ac.id/110268/

Resi, Y. I. (2020b). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tb Paru Berbasis Teori Transcultural Nursing Di Daerah Pesisir Wilayah Kerja Puskesmas Rukunlima Kabupaten Ende. Jurnal Keperawatan Universitas Airlangga.

Revi Lestari. (2022). Kadinkes: Jawa Barat Berhasil Obati Kasus TBC Sebesar  72%.      Dinas   Kesehatan      Jawa    Barat.

https://diskes.jabarprov.go.id/informasipublik/detail_berita/WWd2OVMrb3Z0aXc1YWpkVWxaeExXQT09#:~:text=Laporan dari TB global tahun 2021 memperkirakan terdapat,dengan Agustus 60%25 dan target per tahun 90%25. RI, K. K. (2018). Infodatin Tuberkulosis. Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

SDKI. (2018). STANDAR DIAGNOSA KEPERAWATAN INDONESIA. TIM POKJA DPP PPNI.

Smeltzer & Bare. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC. In Egc (8th ed.). EGC

SLKI. (2018). STANDAR LUARAN KEPERAWATAN INDONESIA. TIM POKJA DPP PPNI.

SIKI. (2018). STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN INDONESIA. TIM POKJA DPP PPNI.

Soedarsono, S., & Astuti, T. P. (202roceeding/article/view/2382 Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar. KnE Life Sciences, 2021, 545–552. https://doi.org/10.18502/kls.v6i1.8649

 

 

 Unduh Laporan Pendahuluan Tuberkulosis

 

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DIARE