unduh laporan pendahuluan abses
I. DEFINISI KASUS :
Abses
(Latin: ebsosssus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telan mati yang
terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya
oleh bakteri atau parast) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan,
luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan olah
jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infoksi ke bagian tubuh yang lain.
Abhisas adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi
nanah (Siregar 2004).
Abses
adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi yang
melibatkan organisme plogenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan
nekotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim
autolitik (Morison, 2003 dalam Nurarif & Kusuma, 2013)
Plantar
fasciitis adalah kondisi umum yang disebabkan oleh penggunaan yang
berlebihan atau terlalu banyak memberikan tekanan pada kaki. Pada kondisi ini,
terjadi peradangan pada jaringan bawah kaki yang disebut dengan plantar fascia
sehingga timbul rasa nyeri pada tumit dan foot arch (lengkungan kaki)
Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan abses plantar adalah infekar kulit yang
disebabkan oleh bakteri parasit atau karena adanya benda asing (misalnya luka
peluru maupun jarum suntik) dan mengandung nanah yang merupakan campuran dari
janngan nekrotik, hakten, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicarkan
oleh enzim autolitik yang timbul di kaki.
II.
ETIOLOGI
Menurut
Siregar (2004) abses dapat disebabkan karena adanya :
1.
Infeksi
mikrobial
Salah satu penyebab yang paling sating ditemukan
pada proses radang salah infeksi mikrobial. Vinus menyebabkan kematian sel
dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakton melepaskan eksotoksin yang
spesifik yatu suanı sintesis kinkawi yang secara spesifik mengawasi proses
radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan diriding sel.
2.
Reaksi
hipersentivitas
Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan
kondisi respons imunolog mengakibatkan tidak sesuainya atau bedebihannya reaksi
imun yang akan merusak jaringan.
3.
Agen
fisik
Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang
dapat melalui traurna fisik, ultraviolet atau radiasiion, terbakar otau dingin
yang berlebih (frosbine).
4.
Bahan
kimia intan dan korosif
Bahan lumiawi yang menyebabkan korosif (bahan
oksidan, asam, basa) akar merusak jaringan yang kemudian akan memprovokasi
terjadinya proses radang. Disamping itu, egen penyebab infeksi dapat melepaskan
bahan kimiawi spesifik yang mengintasi dan langsung mengakibatkan radang.
III. MANIFESTASI KLINIS
Abses
bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk di kaki. Menurut Smeltzer &
Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya
terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:
1.
Nyeri
2.
Nyeri
tekan
3.
Teraba
hangat
4.
Pembengakakan
5.
Kemerahan
6.
Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit
biasanya tampak sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antara lain keliak,
telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan
akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh,
sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Paling
sering, abses akan menimbulkan Nyeri tekan dengan massa yang berwarna merah,
hangat pada permukaan abses, dan lembut.
1.
Abses yang progresif, akan timbul "litik"
pada kepala abses sehingga Anda dapat melihat materi dalam dan kemudian secara
spontan akan terbuka (pecah).
2.
Sebagian besar akan terus bertambah buruk tanpa
perawatan, Infeksi dapat menyebar ke jaringan di bawah kulit dan bahkan ke
aliran darah.
Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih
dalam, Anda mungkin mengalami demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam mungkin
lebih menyebarkan infeksi keseluruh tubuh
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
-
Pemeriksaan laboratorium.
1. Pada
pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan peningkatan sel darah
putih(leukosil) yang diakibatkan oleh terjadinnya inflamasi atau infeksi pada
skrotum,
2. Selain itu
dapat dilakukan Kultur urin dan pewarnaan gram untuk mengetahui kuman penyebab
infeksi
3. Analisa
urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
4. Kultur
darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita
-
Pemeriksaan pencitraan
1. USG, CT
Scan, atau MRI dan rongsen dilakukan untuk menentukan lokasi dan ukuran
.
V. MASALAH KEPERAWATAN :
1. Gangguan integritas jaringan
2.
Gangguan
pola tidur
3.
Gangguan
aman dan nyaman (nyeri)
4.
Resiko
infeksi
5.
Ansietas
6.
Gangguan
suhu tubuh (hipertermi)
VI. MASALAH KOLABORATIF :
1. Kolaboratif
dengan dokter DPJP sebagai penentu diagnosa medis pasien.
2. Kolaboratif
dengan ahli gizi sebagai pemberian diit pasien.
3. Kolaboratif
dengan farmasi sebagai pelayanan obat untuk pasien
VII.
PATOFISIOLOGI
A. URAIAN
Menurut Guyton (2012),
patofisiologi abses merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran atau perluasan infeksi ke bagian lain dari tubuh. Cedera jaringan
yang disebabkan oleh infeksi microbial, reaksi sensitivitas, agen fisik, bahan
kimia korosif, dan nekrosis menyebabkan peradangan atau inflamasi. Sehingga
oleh jaringan dilepaskan histamin, bradikin, seratonin ke cairan sekitarnya.
Zat-zat ini khususnya histamin meningkatkan aliran darah lokal dan juga
meningkatkan permebilitas kapiler, vena dan vanula, memungkinkan sejumlah besar
cairan dan protein, termasuk fibrinogen bocor masuk kedalam jaringan. Terjadi
edema eksternal lokal serta cairan ekstrasel dari cairan limfe keduanya membeku
karena efek koagulasi eksudat jaringan atas fibrinogen yang bocor. Lalu
mengakibatkan edema hebat dalam ruang sekitar, hal ini mengakibatkan regangan
dan distorsi jaringan yang menyebabkan nyeri (dolor) memperlihatkan tanda rubor
dan kolor. Masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan pemenuhan kebutuhan
kenyamanan (nyeri). Magrofag dapat mengfagositosis jauh lebih banyak
bakteri dari pada neutrofil dan mereka dapat juga memakan banyak jaringan
nekrotik. Bila neutrofil dan magrofag menelan bakteri dan jaringan nekrotik
dalam jumlah besar, maka neutrofil dan magrofag akan mati dan menyebabkan
terbentuknya rongga dalam jaringan yang meradang yang berisi berbagai bagian
jaringan nekrotik, neutrofil yang mati dan makrofag yang mati. Campuran ini
disebut nanah. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan
terdorong. Jaringan pada sekitarnya tumbuh dikeliling abses dan menjadi dinding
pembatas abses, nekrosis jaringan dan kulit menyebabkan abses pecah dan
menyebabkan kerusakan jaringan. Masalah keperawatan yang muncul Kerusakan Integritas Jaringan.
Setelah peradangan
dimulai area yang radang diinvasi oleh netrofil dan makrofag serta memulai
melakukan fungsi skavengernya membersihkan jaringan dari agen infeksi atau
toksik. Makrofag yang telah berada dalam jaringan mulai kerja fagositiknya.
Akibatnya leukosit dalam darah meningkat dan mengeluarkan pirogen. Pirogen
endogen akan mengalir dalam darah dan akan bergerak dari tempat produksinya
menuju pusat termogulator dihipotalamus. Pirogen endogen yang sudah berada pada
hipotalamus, akan merangsang sel-sel hipotalamus untuk mensekresikan asam
arakhidonat. Pensekresian asam arakhidonat akan menstimulasi pengeluaran
prostaglandin E2 yang menyebabkan demam. Masalah keperawatan yang muncul adalah
hipertermi
B. SKEMA
Tertusuk benda tajam (kayu, paku, besi dll)

Merangsang sel endotel
hipotalamus


VIII.
PROSES
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
FOKUS
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamt, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register dan diagnosa medis.
b.
Keluhan
utama
Nyeri, panas, bengkak, dan
kemerahan pada area abses.
c. Riwayat keluhan utama:
-
Abses
kulit atau bawah kulit sangat mudah dikenal, sedangkan abses dalam seringkali
sulit ditemui.
-
Riwayat
trauma, seperti tertusuk jarum tidak steril atau terkena peluru.
-
Riwayat
infeksi (suhu tinggi) yang secara cepat menunjukkan rasa sakit yanng diikuti
adanya eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit yang sedang dialalami sekarang.
e. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat penyakit menular dan kronis serta riwayat konsumsi obat- obatan
rutin.
f.
Riwayat
kesehatan keluarga
Riwayat penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus.
g. Aktivitas istirahat
Gejala: malaise.
h. Sirkulasi
Tanda: tekanan darah normal atau sedikit dibawah jangkauan normal. Denyut
perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamika): lemah atau lambat atau mudah
hilang, takikardi ekstrem (syok), kuku hangat, vasodilatasi, pucat lembab,
burik (vasokontraksi).
i.
Makanan
dan cairan
Gejala:
anoreksia, mual, muntah
Tanda: penurunan berat badan,
penurunan lemak subkutan atau masa otot (malnutrisi). Penurunan haluaran
konsentrasi urin.
j.
Neurosensori
Gejala: sakit kepala dan pusing.
Tanda: gelisah, kacau mental, ketakutan.
k. Nyeri atau kenyamanan
Gejala: lokalisasi rasa sakit atau ketidaknyamanan.

l.
Pernapasan
Tanda: takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
m. Keamanan
Tanda: suhu umumnya meningkat (37,9°C atau lebih) tetapi mungkin normal,
kadang abnormal (dibawah 36,6°C), menggigil, lokalisasi nyeri.
n. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik klien dengan abses ditemukan:
-
Luka
terbuka atau tertutup.
-
Organ
atau jaringan terinfeksi.
-
Massa
eksudat dengan bermata.
-
Peradangan
dan berwarna pink hingga kemerahan.
-
Abses
superficial dengan ukuran berpariasi.
-
Rasa
sakit dan bila dipalpasi aan terasa fluktuatif.
Diagnosis yang muncul pada pasien dengan abses
menurut Nurarif & Kusuma (2015), adalah sebagai berikut:
1.
Nyeri akut
Pengalaman
sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab
1.
Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia,
neoplasma).
2.
Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia
iritan)
3.
Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi,
terbakar, terpotong. mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
1.
mengeluh nyeri
Objektif :
1.
Tampak meringis
2.
Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari
nyeri)
3.
Gelisah
4.
Frekuensi nadi meningkat
5.
Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif (tidak
tersedia)
Objektif :
1.
Tekanan darah meningkat
2.
Pola napas berubah
3.
Nafsu makan berubah
4.
Proses berpikir terganggu
5.
Menarik diri
6.
Berfokus pada diri sendiri
7.
Diaforesis
Kondisi Klinis Terkait
1.
Kondisi pembedahan
2.
Cedera traumatis
3.
Infeksi
4.
Sindrom koroner akut
5.
Glaukoma
2.
Hipertermi
Suhu tubuh
meningkat di atas rentang normal tubuh.
Penyebab
1.
Dehidrasi
2.
Terpapar lingkungan panas
3.
Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
4.
Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5.
Peningkatan laju metabolisme
6.
Respon trauma
7.
Aktivitas berlebihan
8.
Penggunaan inkubator
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif (tidak
tersedia)
Objektif:
1.
Suhu tubuh diatas nilai normal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif (tidak tersedia)
Objektif :
1.
Kulit merah
2.
Kejang
3.
Takikardi
4.
Takipnea
5.
Kulit terasa hangat
Kondisi Klinis Terkait
1.
Proses infeksi
2.
Hipertiroid
3.
Stroke
4.
Dehidrasi
5.
Trauma
6.
Prematuritas
Definisi
Berisiko
mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
Faktor Risiko :
1.
Penyakit kronis (mis. diabetes melitus)
2.
Efek prosedur invasif
3.
Malnutrisi
4.
Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5.
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:
-
Gangguan peristaltik
-
Kerusakan integritas kulit
-
Perubahan sekresi pH
-
Penurunan kerja siliaris
-
Ketuban pecah lama
-
Ketuban pecah sebelum waktunya
-
Merokok
-
Statis cairan tubuh
6.
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:
-
.Penurunan hemoglobin
-
Imununosupresi
-
Leukopenia
-
Supresi respon inflamasi
-
Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi Klinis Terkait
1.
AIDS
2.
Luka bakar
3.
Penyakit paru obstruktif kronis
4.
Diabetes melitus
5.
Tindakan invasif
6.
Kondisi penggunaan terapi steroid
7.
Penyalahgunaan obat
8.
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)
9.
Kanker
10. Gagal ginjal
11. Imunosupresi
12. Lymphedema
13. Leukositopenia
14. Gangguan fungsi
hati
4. Kerusakan integritas jaringan
Definisi
Kerusakan kulit
(dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot,
tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen).
Penyebab
1.
Perubahan sirkulasi
2.
Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3.
Kekurangan/kelebihan volume cairan
4.
Penurunan mobilitas
5.
Bahan kimia iritatif
6.
Suhu lingkungan yang ekstrem
7.
Faktor mekanis (mis. penekanan pada tonjolan tulang,
gesekan) atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)
8.
Efek
samping terapi radiasi
9.
Kelembaban
10. Proses penuaan
11. Neuropati
perifer
12. Perubahan
pigmentasi
13. Perubahan
hormonal
14. Kurang terpapar
informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif (tidak tersedia)
Objektif :
1.
Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif (tidak tersedia)
Objektif :
1.
Nyeri
2.
Perdarahan
3.
Kemerahan
4.
Hematoma
Kondisi Klinis Terkait
1.
Imobilisasi
2.
Gagal jantung kongestif
3.
Gagal ginjal
4.
Diabetes melitus
5.
Imunodefisiensi (mis. AIDS)
C. INTERVENSI
|
Diagnosa keperawatan |
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) |
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) |
|
|
1. |
Nyeri akut b.d agen pencedera fsiologi (inflamasi) |
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan …..x 24 jam
diharapkan nyeri akut
menurun, dengan kriteria hasil : (L.08066) 1.
Keluhan nyeri
menurun 2.
Meringis menurun 3.
Sikap protektif menurun 4.
Kesulitan tidur
menurun 5.
Frekuensi nadi membaik |
Manajeman Nyeri (I. 1.08238) Observasi 1.
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,intensitas nyeri. 2.
Identifikasi skala
nyeri. 3.
Identifikasi respons nyeri nonverbal 4.
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri. 5.
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri 6.
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri. 7.
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup 8.
Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan. 9.
Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik 10. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (Mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,terapi 11. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan). 12. Fasilitasi
istirahat tidur 13. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri. Edukasi 14. Jelaskan
penyebab, periode, dan
pemicu nyeri 15. Jelaskan strategi meredakan nyeri 16. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri 17. Anjurkan mengguankan analgesic secara tepat 18. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri. Kolaborasi 19. Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu. |
|
2. |
Hipertermi
b.d proses penyakit |
Setelah diberikan asuhan keperawatan
selama ..x24 jam, diharapkan Termoregulasi (L.14134) membaik, dengan kriteria hasil: 1. Menggigil menurun 2. Kulit menurun. Merah 3. Kejang menurun 4. Akrosianosis menurun 5. Konsumsi oksigen menurun 6. Piloereksi menurun 7. Vasokontriksi perifer menurun 8. Kutis menurun memorata 9. Pucat
menurun 10. Takikardi menurun 11. Takipnea
menurun 12. Bradikardi menurun 13. Dasar kuku sianolik menurun. 14. Hipoksia menurun 15. Suhu membaik tubuh 16. Suhu membaik kulit |
Manajemen Hipertermia 1.15506) Observasi 1.
Identifikasi
penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar lingkungan penggunaan
inkubator) panas. 2.
Monitor
suhu tubuh 3.
Monitor
elektrolit kadar 4.
Monitor
urine haluaran 5.
Monitor
komplikasi akibat hipertermia Terapeutik 6.
Sediakan
lingkungan. yang dingin 7.
Longgarkan
lepaskan pakaian atau 8.
Basahi
dan kipasi permukaan tubuh 9.
Berikan
cairan oral 10. Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih) 11. Lakukan pendinginan eksternal (mis.
selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,
aksila) 12. Hindari pemberian. antipiretik aspirin
atau 13.
Berikan
oksigen, jika perlu Edukasi 14. Anjurkan baring tirah Kolaborasi 15.
Kalaborasi pernberian dan cairan elektrolit
intravena, jika perlu |
|
3. |
Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan sekunder |
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam maka infeksi
dapat membaik dengan kriteria hasil : 1. Demam menurun 2. Kemerahan menurun 3. Nyeri menurun 4. Bengkak menurun |
Pencegahan infeksi Observesi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
dan sistemik Terapeutik 2.
Batasi
jumlah pengunjung 3.
Berikan
perawatan kulit pada area edema Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien 4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
berisiko tinggi Edukasi 5.
Jelaskan
tanda dan gejala infeksi 6.
Ajarkan
cara mencuci tangan dengan benar 7.
Ajarkan
etika batuk 8.
Ajarkan
cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi 9.
Anjurkan
meningkatkan asupan nutrisi 10. Anjurkan meningkatkan asupan cairan Kolaborasi 11. Kolaborasi pemberian imunisasi jika
perlu |
|
4. |
Kerusakan intregitas jaringan b.d trauma jaringan |
Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125) Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam maka
Integritas kulit dan jaringan pada pasien dapat membaik dengan kriteria
hasil: 1.
Perfusi
jaringan meningkat 2.
Kenisakan
jaringan menurun 3.
Kerusakan
lapisan kulit menurun 4.
Hematoma
menurun 5. Tekstur membaik |
Perawatan Integritas Kulit (1.11353) Observasi: 1. Identifikasi penyebab gangguan
integritas kulit (mis, perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi,
penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas) Terapeutik: 2.
Ubah
posisi tiap 2 jam jika tirah baring 3.
Lakukan
pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu 4.
Bersihkan
perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare 5.
Gunakan
produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering 6.
Gunakan
produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif 7. Hindari produk berbahan dasar alcohol
pada kulit kering Edukasi: 8.
Anjurkan
menggunakan pelembab (mis. lotion, serum) 9.
Anjurkan
minum air yang cukup 10.
Anjurkan
meningkatkan asupan nutrisi 11.
Anjurkan
meningkatkan asupan buah dan sayur 12.
Anjurkan
menghindari terpapar suhu ekstrem 13.
Anjurkan
menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada di luar rumah 14. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya |
D.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall &
Moyet, Buku Saku; Diagnosis Keperawatan, 13th Edition, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 2013
Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam. Editor dalam bahasa Inggris kurt J. Lessebacher. Et. Al editor bahasa
Indnesia Ahmad H. Asdie. Edisi 13. jakarta: EGC. 2005.
Nanda
International, Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2012
Nurarif,
Amin Huda & Hardi Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA; NIC-NOC, Mediaction Publishing, Jakarta, 2013
Siregar,
R, S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC,2004.
Suzanne,
C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner and
Suddarth. Ali Bahasa Agung
Waluyo. (et,al) Editor bahasa Indonesia Monica Ester. Edisi 8 jakarta:
EGC,2007.
Komentar
Posting Komentar