Laporan pendahuluan Fraktur atau patah tulang
I.
DEFINISI KASUS :
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
tulang atau tulang rawan umumnya dikarenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Fraktur adalah rupturnya
kontinuitas struktur dari tulang atau kartilago dengan tanpa disertai subluksasi fragmen yang
terjadi karena trauma atau aktivitas fisik dengan tekanan yang berlebihan
(Ningsih, 2011).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tualng, retak atau
patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan rudakpaksa/tenaga fisik
yang ditentukan jenis dan luasnya (Lukman & Ningsih, 2009). Fraktur tulang
adalah patah pada tulang. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan berbagai
jenis fraktur tulang antara lain fraktur inkomplit, fraktur simple dan fraktur
compound ( Elizabet J. Crowin, Phd, MSN, CNP, 2008).
Fraktur dibedakan menjadi:
1. Fraktur Tertutup adalah
fraktur dengan kulit yang tidak tembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat
fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
2. Fraktur Terbuka adalah
fraktur dengan kulit ekstremitas yang terlibat telah tembus, dan terdapat
hubungan antara fragmen tulang dan dunia luar. Karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu:
a. Grade I : sakit jelas dan
sedikit kerusakan kulit, luka <1 cm, kerusakan jaringan, tidak ada tanda
luka remuk, fraktur sederhana, komunikatif ringan, kontaminasi minimal.
b. Grade II : Fraktur terbuka
dan sedikit kerusakan kulit, laserasi <1 cm, kerusakan jaringan lunak tidak
luas, flap, komunikatif sedang, kontaminasi sedang.
c. Garde III : Banyak sekali
jenis kerusakan kulit, otot jaringan saraf dan pembuluh darah serta luka
sebesar 6-8 cm.
(Sjamsuhidayat, 2010 dalam wijaya & putri, 2013).
Fraktur radius dextra (patah tulang
radius di sisi kanan) adalah kondisi di mana tulang radius di lengan bawah
kanan mengalami patah atau retak. Radius adalah salah satu dari dua tulang
lengan bawah, yang lain adalah ulna.
Fraktur radius distal, yang terjadi
dekat pergelangan tangan, adalah jenis fraktur radius yang paling umum.
Penyebab utamanya adalah jatuh dengan tangan yang terentang
II.
ETIOLOGI
Fraktur disebabkan
oleh :(Arif Muttaqin, 2008, hal 70)
a)
Trauma Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang.
Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan.
Fraktur yangterjadi biasanya bersifat komuniti dan jaringan lunak ikut
mengalami kerusakan.
b) Trauma tidak langsung
Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah
fraktur,trau ma tersebut disebut
trauma tidak langsung.
Misalnya jatuh dengan tangan
ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.Fraktur juga dapat disebabkan oleh pukulan langsung gaya meremuk
gerakan puntir mendadak, dan kontraksi otot ekstrim.
(Brunner & Suddart, 20
02).Fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan
yang berlebih oleh tulang (
lukman 2007)
III.
MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner dan Suddart (2002; 2358) Manifestasi klinis
fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus,
pembengkakan lokal, dan
perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya
sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untum meminimalkan gerakan antar fragmen tulang
2. Setelah
terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terliahat maupun teraba)
ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstermitas yang normal.
Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada
fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragnien sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5-5cm (1-2 inchi).
4. Saat
ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
kreptus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang lebih berat
5. Pembengkakan
dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa
jam atau cedera.
IV.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK :
a. Pemeriksaan rontgen : Untuk mengetahui lokasi fraktur
dan garis fraktur secara langsung dan Mengetahui tempat atau tipe fraktur.
Biasanya diambil sebelum dan sesudah serta selama proses penyembuhan secara
periodik.
b. Scan tulang,
tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur secara keseluruhan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram :
dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menurun(
pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma). e.Kreatinin
: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
V.
MASALAH KEPERAWATAN :
Masalah
keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan post op fraktur cruris ialah
:
a. Nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik.
b. Hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan kerusakan
musculoskeletal akibat fraktur
c.
Resiko infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh primer
menurun.
VI. MASALAH KOLABORATIF :
1.
Kolaborasi dengan dokter DPJP
sebagai penentu diagnose medis pasien.
2.
Kolaborasi dengan ahli gizi sebagai
pemberian diit pasien
3.
Kolaborasi dengan farmasi sebagai
palayanan obat untu pasien.
VII. PATOFISIOLOGI :
A
SKEMA
B
URAIAN
Fraktur disebabkan karena cedera/trauma/ruda paksa dimana
penyebab utamanya adalah trauma langsung yang mengenai tulang seperti
kecelakaan mobil, olah raga, jatuh/latihan berat. Trauma langsung yang mengenai
tulang radius dextra 1/3 mengakibatkan tulang tidak dapat menahan tahanan dan
menjadikan diformitas tulang radius dextra sehingga fraktur tertutup pergeseran
fragmen tulang yang terjadi akan menimbulkan permasalahan nyeri akut dan juga
keterbatasan melakukan gangguan motorik sehingga muncul keperawatan gangguan
mobilitas fisik fraktur tertutup mengakibatkan diskontinuitas tulang sehingga
terjadi perubahan jaringan sekitar terdapat laserasi kulit jika pertahanan
primer tidak ada kuat maka memunculkan masalah keperawatan resiko infeksi,
perubahan jaringan sekitar mengakibatkan spasme otot yang membuat pasien
mengalami nyeri akut
VIII.
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakitdan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Adanya
rasa nyeri pada daerah fraktur atau tidak
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah
tulang kruris, pertolongan apayang di
dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang. Selain itu,
denganmengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaanyang lainya. Adanya trauma
lutut berindikasi pada fraktur tibia proksimal.
Adanya traumaangulasi akan menimbulkan fraktur
tipe konversal atau oblik pendek,
sedangkan traumarotasi akan menimbulkan tipe spiral.
Penyebab utama fraktur
adalah kecelakaan lalu lintasdarat.
d) Riwayat Penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun
patah tulang sebelumnyasering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti
kanker tulang atau menyebabkanfraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan lukadi kaki sangat beresiko
mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetesmenghambat
penyembuhantulang.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang
cruris adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik.
f) Pola Kebiasaan
1) Pola Nutrisi
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan,
namun ada beberapa kondisidapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri
yang hebat, dampak hospitalisasiterutama bagi pasien yang merupakn pengalaman
pertama masuk rumah sakit.
2) Pola Eliminasi
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB
seperti konstipasi dangangguan
eliminasi urine akibat adanya program eliminasi dilakukan ditempat tidur
3) Pola Istirahat
Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak
mengalami perubahan yang berarti,
namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang
hebat dan dampak hospitalisasi.
4) Pola Aktivitas
Umumnya pasien tidak dapat melakukan
aktivitas (rutinitas) sebagaimana biasanya,yang hampir seluruh aktivitas
dilakukan ditempat tidur. Hal ini dilakukan karena ada perubahan fungsi anggota gerak serta program
immobilisasi untuk melaku kan aktivitasnya pasien harus dibantu oleh orang
lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat
melakukannya sendiri.
5) Personal Hygiene
Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun
harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien
ditempat tidur.
6) Riwayat Psikologis
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap
fraktur, selain itu dapat juga terjadiganggguan konsep diri body image, jika
terjadi atropi otot kulit pucat, kering dan
besisik. Dampak psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih
dalam perawatandirumah sakit.
Hal ini dapat
terjadi karena adanya program immobilisasi serta proses
penyembuhan yang cukup lama.
7) Riwayat Spiritual
Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya
tidak mengalami gangguanyang berarti, pasien masih tetap bisa bertoleransi
terhadap agama yang dianut, masih bisa
mengartikan makna dan tujuan serta harapan pasien terhadap penyakitnya.
8) Riwayat Sosial
Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain
dan sebaliknya pasiendapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna(terutama kalau ada program
amputasi).
g) Pemeriksaan Fisik
1) B1 ( Breathing
)
Pre
operasi: pada pemeriksaan sistem pernafasan tidak mengalami gangguan.
Post operasi: biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif
sehingga terjadi penurunanakumulasi sekret. Bisa terjadi apneu, lidah ke
belakang akibat general anastesi, RR meningkat karena nyeri.
2) B2 ( Blood )
Pre operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah,
peningkatan nadi dan respirasikarena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena
terjadi infeksi terutama pada frakturterbuka.
Post operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah,
peningkatan nadi dan respirasikarena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena
terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
3) B3 ( Brain)
Pre
operasi: tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
Post operasi: dapat terjadi penurunan
kesadaran akibat tindakan
anastesi, nyeri akibat pembedahan.
4) B4 ( Bladder )
Pre operasi: biasanya
klien fraktur tidak mengalami kelainan
pada sistem ini. Post operasi: terjadi retensi urin
akibat general anastesi.
5) B5 (Bowel )
Pre operasi: pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal,
pola defekasi tidak adakelainan.
Post operasi: penurunan gerakan peristaltic akibat general anastesi.
6) B6 ( Bone)
Pre operasi: adanya
deformitas, nyeri tekan
pada daerah trauma. Post operasi: gangguan mobilitas
fisik akibat pembedahan
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN :
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian
klinis mengenai respon pasienterhadap
masalah kesehatan (SDKI, 2017). Diagnosa berdasarkan SDKI adalah :
1. Gangguan
mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitar
fraktur, kerusakan rangka
neuromuskuler ditandai dengan pasien mengeluh sulit menggerakkan ekstremitsas
Definisi : Keterbatasan dalam
gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas
secara mandiri
Penyebab
1. Kerusakan integritas
struktur tulang
2. Perubahan metabolisme
3. Ketidakbugaran fisik
4. Penurunan kendali otot
5. Penurunan massa otot
6. Penurunan kekuatan otot
7. Keterlambatan perkembangan
8. Kekakuan sendi
9. Kontraktur
10. Malnutrisi
11. Gangguan muskuloskeletal
12. Gangguan neuromuskular
13. Indeks masa tubuh
diatas persentil ke-75 sesuai usia
14. Efek agen farmakologis
15. Program pembatasan gerak
16. Nyeri
17. Kurang terpapar
informasi tentang aktivitas fisik
18. Kecemasan
19. Gangguan kognitif
20. Keengganan melakukan
pergerakan
21. Gangguan sensoripersepsi
Gejala dan Tanda Mayor Subjektif
-
Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas Objektif
-
Kekuatan otot menurun
-
Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan Tanda Minor Subjektif
-
Nyeri saat bergerak
-
Enggan melakukan pergerakan
-
Merasa cemas saat bergerak
Objektif
-
Sendi kaku
-
Gerakan tidak terkoordinasi
-
Gerakan terbatas
-
Fisik lemah
2. Nyeri Akut D.0077 berhubungan dengan agen pencederaan fisik (prosedur operasi)
Definisi
: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lamat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang 3 bulan.
Penyebab
1.
Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi,
lakemia, neoplasma)
2.
Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3.
Agen
pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
DS : Mengeluh nyeri DO :
1)
Tampak meringis
2)
Bersikap protektif (misal : waspada, posisi
menghindari nyeri)
3)
Gelisah
4)
Frekuensi nadi meningkat
5)
Sulit tidur
a. Gejala dan Tanda Minor DS : -
DO :
1)
Tekanan darah meningkat
2)
Pola napas berubah
3)
Nafsu makan berubah
4)
Proses berpikir terganggu
5)
Menarik diri
6)
Berfokus pada diri sendiri
7)
Diaforesis.
A. Risiko Infeksi
b.d Efek prosedur
invasive, penurunan kadar hemogoblin (PPNI, 2017)
Definisi :
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik Faktor Risiko
1 Penyakit kronis
(mis, diabetes melitus)
2. Efek prosedur invasif
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan
organisme patogen lingkungan
5. Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer
1) Gangguan peristaltik
2) Kerusakan integritas
kulit
3) Perubahan sekresi pH
4) Penurunan kerja siliari
5) Ketuban pecah lama
6) Ketuban pecah
sebelum waktunya
7) Merokok
8) Statis cairan tubuh
6. Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder
1) Penurunan hemoglobin
2) Imununosupresi
3) Leukopeni
4) Supresi respon inflamasi
5) Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi Klinis Terkait
1. AIDS
2. Luka bakar
3. Penyakit paru
obstruktif kronis
4. Diabetes melitus
5. Tindakan invasif
6. Kondisi penggunaan
terapi steroid
7. Penyalahgunaan obat
8. Ketuban Pecah
Sebelum Waktunya (KPSW)
9. Kanker
10. Gagal ginjal
11. Imunosupresi
12. Lymphedema
13. Leukositopenia
14. Gangguan fungsi hati
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN :
Intervensi
Keperawatan berdasarkan (PPNI, 2018)
Diagnosa 1 : Gangguan mobilitas fisik b.d cedera
jaringan sekitar fraktur,
kerusakan rangka neuromuskuler ditandai dengan pasien mengeluh
sulit menggerakkan ekstremitsas
Tujuan : Gangguan mobilitas
fisik dapat berkurang
setelah dilakukan tindakan
keperaawatan 2x24 jam dengan
Kriteria hasil:
1) Pergerakann ekstemitas meningkat (5)
2) Kekuatan otot
meningkat (5)
3) Rentang gerak (ROM) meningkat(5)
4) Kelemahan fisik
menurun
Intervensi
Observasi
1. Identifikasi adanya
nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi
toleransi fisik melakukan mobilisasi
3. Monitor frekuensi
jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
4. Monitor kondisi umum
selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
1.
Fasilitas aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu (mis.pagar tempat tidur
2. Fasilitas melakukan
pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga
untuk membatu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan
mobilisasi sederhana yang harus dilakukan ( mis. Duduk ditempat tidur, duduk
disisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi roda, miring kanan,
miring kiri)
Diagnosa 2 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur
operasi) ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada kaki sebelah kanan
Tujuan : Setelah
dilakukan Asuhan keperawatan selama 24 jam diharapkan tingkat nyeri menurun
Kriteria hasil :
-
Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
-
Keluhan nyeri menurun
-
Meringas menurun
-
Sikap protektif menurun
- Gelisah menurun Rencana tindakan :
Observasi
-
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
-
Identifikasi skala nyeri
-
Identifikasi respons nyeri non verbal
-
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
-
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
-
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
-
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Observasi
-
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
-
Identifikasi skala nyeri
-
Identifikasi respons nyeri non verbal
-
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
-
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
-
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
-
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
-
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
-
Monitor efek samping penggunaan analgetik
Teraupetik
-
Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
-
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
-
Fasilitasi istirahat dan tidur
-
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
-
Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
-
Jelaskan strategi meredakan nyeri
-
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
-
Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
-
Kolaborasi pemberian analgetik
Diagnosa 3 : Resiko Infeksi berhubungan dengan tindakan invansif
(PPNI, 2018) Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi Kriteria hasil :
1)
Demam menurun
2)
Bengkak menurun
3)
Kadar sel darah putih membaik
4)
Nafsu makan meningkat
c. Rencana
tindakan / Intervensi:
Pencegahan Infeksi
1) Observasi
Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal dan sistemik
2) Terapeutik
a) Batasi jumlah pengunjung
b) Berikan perawatan
kulit pada area edema
c) Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
d) Pertahankan teknik
aseptik pada pasien beresiko tinggi
3) Edukasi
a) Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
b) Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
c) Ajarkan etika batuk
d) Ajarkan cara
memeriksa kondisi luka atau luka operasi
e) Anjurkan
meningkatkan asupan nutrisi
f) Anjurkan
meningkatkan asupan cairan
4) Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian imunisasi, jika perlu
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan adalah langkah ke-empat
dari proses keperawatan. Tahapan implementasi dikembangkan setelah
mengembangkan rencana perawatan pasien. Ini melibatkan kinerja keperawatan dan
intervensi kolaboratif yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diharapkan diperlukan untuk mendukung atau meningkatkan status kesehatan
pasien. Intervensi keperawatan adalah dilaksanakan berdasarkan tindakan
penilaian klinis dan pengetahuan yang dilakukan perawat untuk meningkatkan
hasil pasien (Potter et al., 2021).
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan langkah terakhir
dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan
dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat
seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap
intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria
hasil. (Hidayat,2021)
IX.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mutaqin
2008. Asuhan Keperawatan Sistem Muskuloskeletal
Hidayat, A. A. (2021, Februari). Proses
Keperawatan;Pendekatan NANDA,NIC,NOC dan SDKI. Retrieved from https://www.google.co.id/books/edition/Proses_Keperawatan_Pendekatan_NANDA_
NIC/h3scEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=pengertian+evaluasi+keperawatan&pg=P
A109&printsec=frontcove
PPNI,
T.P.S.D. (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :Definisi
dan Tindakan Keperawatan. 1st edn. Jakarta: DPP PPNI.
Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G.
2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8.
Jakarta: EGC
unduh file nya disini
Comments
Post a Comment