download file laporan pendahuluan konstipasi

 

I.          DEFINISI KASUS

       Konstipasi adalah kondisi saluran pencernaan di mana orang mengalami kesulitan untuk mengeluarkan feses, yang menjadi keras dan membutuhkan tenaga untuk dikeluarkan. (Sitorus & Malinti, 2019)

       Konstipasi adalah penurunan frekunsi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum. (Claudina dkk., 2018)

       Menurut Tumanggor (2014), mengatakan bahwa konstipasi memiliki beberapa gejala seperti sulit buang air besar, kembung atau keras atau kecil. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses defekasi/ buang air besar antara lain : diet atau pola nutrisi, misalnya asupan serat yang tidak adekuat, dehidrasi, obat-obatan, penyakit, kurang latihan fisik atau imobilisasi, psikologis atau kondisi kurang nyaman. Vazquez (2010) mengklasifikasikan konstipasi menjadi konstipasi akibat kelainan struktural dan konstipasi fungsional. Komplikasi konstipasi mulai dari mual, muntah, penurunan nafsu makan, hemoroid hingga menjadi fisura ani, inkontinensia alvi, perdarahan pada rektum, fecal impacted dan prolapsus uteri (Vivian, 2012).

       Konstipasi merupakan kesulitan dalam pengeluaran tinja lebih dari dua minggu, konsistensi tinja bersifat keras, kering dan kecil yang dapat menyebabkan nyeri ketika dikeluarkan. (Wiwit dkk.. 2020). Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan frekunsi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum. (Potter & Perry, 2005). Normalnya pola defekasi yang biasanya setiap 2 sampai 3 hari sekali tanpa ada kesulitan, nyeri, atau perdarahan dapat dianggap normal.

 

II.       KLASIFIKASI

Konstipasi atau sembelit dibedakan menjadi 2 yaitu:

1.      Konstipasi Akut dikatakan sebagai konstipasi akut bila keluhan dirasakan kurang dari tiga bulan.

2.      Konstipasi Kronis jika sudah terjadi lebih dari 3 bulan, kondisi ini dikenal dengan konstipasi kronik.

 

III.    ETIOLOGI

Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005 adalah sebagai berikut :

1.      Asupan serat dan cairan kurang

Asupan serat dan cairan yang tidak mencukupi dapat menyebabkan dehidrasi serta kelemahan pada otot-otot perut. Serat dapat mengikat air di dalam usus besar, membuat volume tinja menjadi lebih besar, dan merangsang syaraf di rektum, yang menyebabkan orang ingin buang air besar. Seluruh cairan yang masuk ke dalam tubuh awal dari makanan dan minuman. Air digunakan sebagai pelumas yang membantu metabolisme sisa bergerak di dalam kolon. (Claudina dkk., 2018

2.      Kurangnya beraktifitas atau olahraga

Berolahraga secara teratur adalah cara alami untuk BAB lancar secara alami. Berolahraga membantu mencegah sembelit dengan mempercepat pergerakan makanan melewati usus besar. Olahraga juga dapat merangsang kontraksi otot usus besar secara alami, yang mempercepat pengeluaran feses.

 

3.      Kehamilan

Pada usia kehamilan trimester I dan III, akan mengalami masalah konstipasi. Konstipasi disebabkan menurunnya peristaltik yang muncul kearena relaksasi otot polos saat peningkatan progesteron pada usus besar. Selama kehamilan, tubuh cenderung menahan cairan dan absorbsi cairan di usus meningkat sehingga masa feses cenderung kering dan keras yang memudahkan terjadinya konstipasi. Uterus yang makin membesar seiring perkembangan janin juga memberi dekagay usus esar sehingga evakuasi feses terhambat.

4.      Kebiasaan menahan buang air besar

Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi dapat menyebabkan konstipasi. Ketika menahan BAB, usus besar akan menyerap air dari tinja yang menumpuk di rektum, yang membuat feses menjadi lebih keras. Akibatnya, tinja menjadi lebih sulit untuk keluar

5.      Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani (misalnya daging, produk-produk susu, telur) dan karbohidrat murni (makanan penutup yang berat) sering mengalami masalah konstipasi, karena bergerak lebih lambat didalam saluran cerna. Asupan cairan yang rendah juga memperlambat peristaltik.

6.      Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur menyebabkan konstipasi.

7.      Pemakaian laksatif yag berat menyebabkan hilangnya reflex defekasi normal. Selain itu, kolon bagian bawah yang dikosongkan dengan sempurna, memerlukan waktu untuk diisi kembali oleh masa feses.

8.      Obat penenang, opiat, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang), diuretik, antasid dalam kalsium atau aluminium, dan obat-obatan antiparkinson dapat menyebabkan konstipasi.

9.      Lansia mengalami perlambatan peristaltic, kehilangan elastisitas otot abdomen, dan penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering mengonsumsi makanan rendah serat.

10.  Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran Gl (gastrointestinal), seperti obstruksi usus, ileus paralitik, dan divertikulitus.

11.  Kondisi neurologis yang menghambat implus saraf ke kolon (misalnya cedera pada medula spinalis, tumor) dapat menyebabkan konstipasi.

12.  Penyakit-penyakit organik, seperti hipotirodisme, hipokalsemia, atau hypokalemia dapat menyebabkan konstipasi.

13.  Peningkatan stres psikologi. Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare dan konstipasi.

14.  Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang tua turut berperan menyebabkan konstipasi.

 

IV.         MANIFESTASI KLINIS

   Manifestasi klinis mencakup distensi abdomen, borborigimus (gemuruh usus), rasa nyeri dan tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat makan, sensasi pengosongan tidak lengkap, mengejan saat defekasi, dan eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering.

   Pemeriksaan fisik pada kontipasi sebagian besar tidak mendapatkan kelainan yang jelas. Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan yang berpotensi mempengaruhi fungsi usus besar. Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliput gigi geligi, adanya luka pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan. Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau tonjolan. Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut.

   Perabaan lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran batang nadi. Pada pemeriksaan bentuk dicari pengumppulan gas berlebihan, pembesaran organ, cairan dalam rongga perut atau adanya massa tinja. Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedangkan pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang bisa menganggu proses buang air besar. Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja, atau adanya darah. Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor risiko konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya darah dari dubur.

   Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran cerna, tukak, wasir, dan tumor. Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi untuk mendekteksi adanya pemadatan tinja atau tinja keras yan yang menyumbat bahkan melubangi usus. Jika ada penurunan nurunan berat badan, anemia, keluarnya daerah dari dubur atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu dilakukan kolonoskopi. Bagi sebagian orang kontipasi hanya sekadar mengganggu, tapi bagi sebagian kecil dapat menimbulkan komplikasi serius. Tinja dapat mengeras sekeras batu di poros usus (70%), usus besar (20%), dan pangkal usus besar (10%).

 

V.       PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK :

Pemeriksaan penunjang pasien dengan konstipasi menurut Pittara (2022) :

1.      Tes darah, untuk memeriksa kadar hormon dalam tubuh, seperti hormon tiroid, dan kadar kalsium.

2.      Foto Rontgen, untuk mendeteksi tinja di dalam usus atau penyumbatan dalam usus.

3.      Kolonoskopi, untuk memeriksa kondisi usus dan rektum menggunakan selang lentur berkamera (kolonoskop).

4.      Manometri anorektal, untuk memeriksa koordinasi otot yang menggerakkan anus, dengan memasukan balon kecil menggunakan selang lentur, kemudian menariknya kembali

5.      Defecography atau foto Rontgen rektum dengan barium, untuk mendeteksi gangguan pada fungsi otot rektum dengan memasukkan barium ke dalam rektum kemudian meminta pasien mengeluarkannya seperti sedang BAB.

6.      MRI defecography, yaitu sama dengan defecography tetapi menggunakan bantuan teknologi MRI

7.      Pemeriksaan waktu transit kolon, untuk mengukur waktu pergerakan makanan di dalam usus, dengan meminta pasien menelan pil yang dilengkapi perekam atau zat penanda yang pergerakannya di dalam usus akan diamati selama 24–48 jam menggunakan foto Rontgen

8.      Elektrokardiografi (ECG)

Pemeriksaan EKG digunakan yntuk mengetahui aktivitas listrik jantung dan akan direkam untuk menunjukkan ritme abnormal atau aritmia.

VI.    MASALAH KEPERAWATAN:

1.      Konstipasi (D.0049)

2.      Nyeri akut (D.0077)

3.      Pola nafas tidak efektif (D.0005)

 

VII.   MASALAH KOLABORATIF:

1.   Kolaborasi dengan dokter DPJP sebagai penentu diagnosa medis pasien.

2.   Kolaborasi dengan ahli gizi sebagai pemberian diit pasien.

3.   Kolaborasi dengan farmasi sebagai palayanan obat untuk pasien.


VIII.       PATOFISIOLOGI :

A       SKEMA

Asupan serat dan cairan yang kurang, kurang berktifitas, kehamilan (peningkatan hormon progesteron)

Gangguan fungsi utama kolon (transport mukosa, aktivasi mioelektrik, proses defekasi)

Relaksasi sfingter interna dan eksterna

Rangsangan reflek penyekat rekto anal

Motalitas (peristaktik kolon)

Feses mengeras

Membran mukosa & muskulator tidak peka terhadap rangsangan fekal

Gangguan defekasi  

Tinja tertahan didalam usus

Tinja tertahan di dalam usus

KONSTIPASI (D.0049)

Absorsi cairan elektrolit

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Tekanan intra abdomen

                                                                                                                       

Diperlukan rangsangan yang lebih kuat untuk mendorong feses

Pola nafas tidak efektif (D.0005)

Nyeri akut (D.0077)

Spasme setelah makan, nyeri kolik pada abdomen

Nyeri pada abdomen dapat menyebabkan tekanan pada diafragma

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


B       URAIAN

          Konstipasi adalah kondisi yang ditandai dengan sulit buang air besar atau frekuensi BAB yang lebih sedikit daripada biasanya. Faktor penyebab dari konstipasi diantaranya seperti asupan serat dan cairan yang kurang, kurang beraktivitas, serta kehamilan (yang menyebabkan peningkatan hormon progesteron). Faktor-faktor ini kemudian memicu masalah pada absorpsi cairan, yang selanjutnya mempengaruhi motilitas (peristaltik) usus. Terganggunya motilitas usus ini dapat menyebabkan terbentuknya feses yang keras atau tinja yang tertahan di dalam. Jika tinja tertahan di dalam, hal ini dapat langsung mengarah pada diagnosis konstipasi. Selain itu, gangguan motilitas usus juga dapat mempengaruhi fungsi utama kolon, termasuk transport mukosa, aktivitas mioelektrik, dan proses defekasi. Kondisi ini menyebabkan gangguan pada rangsangan refleks untuk buang air besar (rektal). Akibatnya, terjadi relaksasi sfingter interna dan peningkatan tekanan intra. Peningkatan tekanan intra dan relaksasi sfingter ini menunjukkan bahwa membran mukosa dan muskular tidak lagi peka terhadap rangsangan normal, sehingga dibutuhkan rangsangan yang lebih kuat untuk mendorong feses keluar. Kondisi ini dapat menyebabkan spasme setelah makan, nyeri kolik, serta nyeri pada abdomen yang dapat menyebabkan tekanan pada diafragma. Dari kondisi spasme setelah makan dan nyeri kolik, dapat muncul diagnosis nyeri akut. Sementara itu, nyeri pada abdomen yang menyebabkan tekanan pada diafragma dapat berujung pada pola napas tidak efektif.

 

IX.        PROSES ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN:

Menurut Mubarak & Chayatin (2007), pengkajian keperawatan pada klien denan gangguan eliminasi alvi difokuskan pada riwayat keperawatan, pemriksaan fisik, dan pemeriksaan diangostik.

a.       Identitas, seperti : nama, tempat tanggal lahir/umur, pendidikan, pekerjaaan, alamat, agama, jenis kelamin, nomer registrasi, dan diagnosa medis.

b.       Riwayat kesehatan

a) Keluhan utama

Didapat dengan menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan pasien sampai perlu pertolongan. (misal Nyeri, diare, mual, muntah, kembung. ketidaknyamanan abdomen, konstipasi).

 

b) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pengkajian riwayat kesehatan dilakukan dengan anamnesis atau wawancara untuk menggali masalah keperawatan lainnya sesuai dengan keluhan utama dari pasiennya. Perawat memperoleh data subyektif dari pasien mengenai awitan masalahnya dan bagaimana penanganan yang sudah dilakukan. Persepsi dan harapan pasien sehubungan dengan masalah kesehatan dapat mempengaruhi masalah kesehatan. Yang perlu dikaji dalam sistem gastrointestinal: Pengkajian rongga mulut, Pengkajian esofagus, Pengkajian lambung, Pengkajian intestinal, Pengkajian anus dan feses, Pengkajian organ aksesori.

 

c) Riwayat kesehatan dahulu

Pengkajian kesehatan masa lalu bertujuan untuk menggali berbagai kondisi yang memberikan berbagai kondisi saat ini. Perawat mengkaji riwayat MRS (masuk rumah sakit) dan penyakit berat yang pernah diderita, penggunaan obat2 dan adanya alergi.

 

d) Riwayat kesehatan keluarga

Pengkajian ini dilakukan karena ada beberapa faktor jika ada keturunan yang memiliki riwayat yang sama

 

c.       Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik keperawatan pada sistem GI dimulai dari survei umum terhadap setiap kelainan yang terlihat atau mengklarifikasi dari hasil pengkajian anamnesis.

 

a) Bibir

Keadaan kulit: warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya (menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan lokasinya), striace (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi portal).

 

b) Rongga mulut

menggunakan senter dan spatel lidah atau kasa tunggal segi empat.

 

c) Abdomen

- Inpeksi: Amati abdomen untuk melihat bentuknya, simetrisitas, adanya distensi atau gerak peristaltik.

- Palpasi : Lakukan palpasi untuk mengetahui konsistensi abdomen serta adanya nyeri tekan atau massa di permukaan abdomen (perut terasa keras, ada impaksi feses).

- Perkusi: Lakukan perkusi pada abdomen untuk mengetahui adanya distensi berupa cairan, massa, atau udara. Mulailah pada bagian kanan atas dan seterusnya.

- Auskultasi: Dengarkan bising usus, lalu perhatikan intensitas, frekuensi, dan kualitasnya.

 

d) Rektum dan anus.

Pemeriksaan dilakukan pada posisi litotomi atau sims.

-          Inspeksi. Amati daerah perianal untuk melihat adanya tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, lecet, fistula, konsistensi, hemoroid.

-          Palpasi. Palpasi dinding rektum dan rasakan adanya nodul, massa, nyeri tekan. Tentukan lokasi dan ukurannya.

 

e)   Feses.

Amati feses klien dan catat konsistensi, bentuk, bau, warna, dan jumlahnya. Amati pula unsur abnormal yang terdapat pada feses.

 

B.     DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan (SDKI, 2017). Diagnosa keperawatan yang muncul pada penderita konstipasi berdasarkan SDKI adalah:

1.      Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan serat

Definisi : Penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta feses kering dan banyak.

Penyebab :

Fisiologis

1. Penurunan motilitas gastrointestinal

 

2. Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi

3. Ketidakcukupan diet

4. Ketidakcukupan asupan serat

5. Ketidakcukupan asupan cairan

6. Aganglionik (mis. penyakit Hircsprung)

7. Kelemahan otot abdomen

Psikologis

1. Konfusi

2. Depresi

3. Gangguan emosional

Situasional

1. Perubahan kebiasaan makan (mis, jenis makanan, jadwal makan)

2. Ketidakadekuatan toileting

3. Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan

4. Penyalahgunaan laksatif

5. Efek agen farmakologis

6. Ketidakteraturan kebiasaan defekasi

7. Kebiasaan menahan dorongan defekasi

8. Perubahan lingkungan

 

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif :

1. Defekasi kurang dari 2 kali seminggu

2. Pengeluaran feses lama dan sulit

Objektif :

1. Feses keras.

2. Peristaltik usus menurun

 

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif :

1. Mengejan saat defekasi

Objektif :

1. Distensi abdomen

2. Kelemahan umum

3. Teraba massa pada rektal

 

2.      Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencendera fisiologis

Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab :

1. Agen pencedera fisiologis (mis, inflamasi, iskemia, neoplasma)

2. Agen pencedera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimia iritan)

3. Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

 

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif :

1. Mengeluh nyeri

Objektif :

1. Tampak meringis

2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)

3. Gelisah

4. Frekuensi nadi meningkat

5. Sulit tidur

 

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif :

(tidak tersedia)

Objektif :

1. Tekanan darah meningkat

2. Pola napas berubah

3. Nafsu makan berubah

4. Proses berpikir terganggu

5. Menarik diri

6. Berfokus pada diri sendiri

7. Diaforesis

 

3.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas

Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.

Penyebab :

1. Depresi pusat pernapasan

2. Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)

3. Deformitas dinding dada

4. Deformitas tulang dada

5. Gangguan neuromuskular

6. Gangguan neurologis (mis. elektroensefalogram [EEG] positif, cedera kepala, ganguan kejang)

7. Imaturitas neurologis

8. Penurunan energi

9. Obesitas

10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru

11. Sindrom hipoventilasi

12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)

13. Cedera pada medula spinalis

14. Efek agen farmakologis

15. Kecemasan

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif :

1. Dispnea

Objektif :

1. Penggunaan otot bantu pernapasan

2. Fase ekspirasi memanjang

3. Pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)

 

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif :

1. Ortopnea

Objektif :

1. Pernapasan pursed-lip

2. Pernapasan cuping hidung

3. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat

4. Ventilasi semenit menurun

5. Kapasitas vital menurun

6. Tekanan ekspirasi menurun

7. Tekanan inspirasi menurun

8. Ekskursi dada berubah


C.    INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Dx

Diagnosa Keperawatan

Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

1.

Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan serat

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan eliminasi fekal membaik dengan kriteria hasil:

1.      Kontrol pengeluaran meningkat (5)

2.      Keluhan saat defekasi menurun (5)

3.      Mengejan saat defekasi menurun (5)

4.      Distensi abdomen menurun (5)

5.      Teraba massa pada rektal menurun (5)

6.      Nyeri abdomen menurun (5)

7.      Kram abdomen menurun (5)

8.      Konsistensi feses membaik (5)

9.      Frekuensi BAB membaik (5)

10.  Peristaltik usus membaik (5)

Manajemen eliminasi fekal (I. 04151)

Observasi:

1.      Identifikasi masalah usus dan penggunaan obat pencahar

2.      Identifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi gastrointestinal

3.      Monitor buang air besar (mis. Warna, frekuensi, konsistensi, volume)

4.      Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, atau impaksi

Terapeutik:

5.      Berikan air hangat setelah makan

6.      Jadwalkan waktu defekasi bersama pasien

7.      Sediakan makanan tinggi serat

Edukasi:

8.      Jelaskan Jenis makanan yang membantu meningkatkan keteraturan peristaltik usus

9.      Anjurkan mencatat warna, frekuensi, konsistensi, volume feses

10.  Anjurkan meningkatkan aktifitas fisik, sesuai toleransi

11.  Anjurkan pengurangan asupan makanan yang meningkatkan pembentukan gas

12.  Anjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi serat

13.  Anjurkan meningkatkan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi

Kolaborasi:

14.  Kolaborasi pemberian obat supositoria anal, jika perlu.

 

 

2.

Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencendera fisiologis

Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, diharapkan nyeri akut menurun dengan kriteria hasil:

1.      Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat (5)

2.      Keluhan nyeri menurun (5)

3.      Meringis menurun (5)

4.      Sikap protektif menurun (5)

5.      Gelisah menurun (5)

6.      Kesulitan tidur menurun (5)

7.      Frekuensi nadi membaik (5)

8.      Pola nafas membaik (5)

9.      Tekanan darah membaik (5)

10.  Nafsu makan membaik (5)  

Pola tidur membaik (5)

Manajemen Nyeri

Observasi:

1.      Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

2.      Identifikasi skala nyeri

3.      Identifikasi respons nyeri non verbal

4.      Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

5.      Identifikasi tentang nyeri pengetahuan dan keyaninan

6.      Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

7.      Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

8.      Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

9.      Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik:

10.  Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

11.  Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

12.  Fasilitasi istirahat dan tidur

13.  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi:

14.  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

15.  Jelaskan strategi meredakan nyeri

16.  Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

17.  Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

18.  Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi:

19.  Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

3.

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan pola nafas membaik dengan kriteria hasil:

1.      Dispneu menurun (5)

2.      Penggunaan otot bantu nafas menurun (5)

3.      Pernafasan cuping hidung menurun (5)

4.      Frekuensi nafas membaik (5)

5.      Kedalaman nafas membaik (5)

Manajemen Jalan Nafas (I.01012)

Observasi:

1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

2.      Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)

3.      Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Теrapeutik:

4.      Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)

5.      Berikan minum hangat

6.      Posisikan semi-Fowler atau Fowler

7.      Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

8.      Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

9.      Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal

10.  Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill

11.  Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi:

12.  Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

13.  Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi:

14.  Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu


D.    IMPLEMENTASI KEPERAWATAN:

Implementasi merupakan suatu proses keperawatan yang dilakukan setelah perencanaan keperawatan. Implementasi keperawatan adalah langkah keempat dari proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk membantu pasien yang bertujuan mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak ataupun respon yang dapat ditimbulkan oleh adanya masalah keperawatan serta kesehatan. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat (Debora, 2013).

 

E.     EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi keperawatan merupakan tahap kelima atau proses keperawatan terakhir yang berupaya untuk membandingkan tindakan yang sudah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditentukan. Evaluasi keperawatan bertujuan menentukan apakah seluruh proses keperawatan sudah berjalan dengan baik dan tindakan berhasil dengan baik (Debora, 2013). Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses keperawatan berlangsung atau menilai dari respons klien disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil (Hidayat,2008).

Tahapan evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen, yaitu kriteria hasil, keefektifan tahap-tahap proses keperawatan dan perbaikan rencana asuhan keperawatan. Kerangka pembuatan kriteriahasil dibuat dalam bentuk SOAP (Subyektif, Obyektif, Assessment, Planning). Adapun penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:

1)      S (Subyektif): yaitu keluhan-keluhan pasien (apa saja yang dikatakan pasien, keluarga pasien dan orang terdekat pasien).

2)      O (Obyektif): yaitu segala sesuatu yang dapat dilihat, dicium, diraba, dan diukur oleh perawat

3)      A (Analisis): yaitu suatu kesimpulan yang dirumuskan oleh perawat tentang kondisi pasien.

4)      P (Planning): yaitu rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah pasien selanjutnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

X.                DAFTAR PUSTAKA

 

Claudina, I., Rahayuning, D. P., Kartini, A., Gizi Kesehatan Masyarakat, B., & Kesehatan, F. (2018a).

HUBUNGAN ASUPAN SERAT MAKANAN DAN CAIRAN DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI FUNGSIONAL PADA REMAJA DI SMA KESATRIAN 1 SEMARANG (Vol. 6). http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Claudina, I., Rahayuning, D. P., Kartini, A., Gizi Kesehatan Masyarakat, B., & Kesehatan, F. (2018b).

HUBUNGAN ASUPAN SERAT MAKANAN DAN CAIRAN DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI FUNGSIONAL PADA REMAJA DI SMA KESATRIAN 1 SEMARANG (Vol. 6). http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Nurbadriyah, W. D. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN KONSTIPASI DENGAN PENDEKATAN 3S (SDKI, SLKI DAN SIKI) (M. Rosyiful Aqli, Ed.; 1 ed.).

Program, S. H., Diii, S., Stikes, K., & Negeri, P. (t.t.). PENGARUH KONSUMSI TABLET FE DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS PAYUNG SEKAKI PEKANBARU. Jurnal Medika Usada 1, 3.

Salsabila, Q. (t.t.). EFIKASI DAUN JATI CINA DALAM MENGATASI KONSTIPASI. http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP

Sibarani, M. V., Ulfah, R., & Afriyanti, E. (2019). Hubungan Aktivitas Fisik Terhadap Konstipasi pada Pasien Stroke di RS Islam Siti Rahmah Padang. Dalam Jurnal Kesehatan Andalas (Vol. 8, Nomor 4). http://jurnal.fk.unand.ac.id

Sitorus, M., & Malinti, E. (2019). AKTIVITAS FISIK DN KONSTIPASI PADA LANSIA ADVENT DI BANDUNG. Dalam Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis (Vol. 14).

Tim Pojka SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2 ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pojka SIKI DPP PNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (II). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wiwit, P., Nurbadriyah, D., & Kep, M. (2020a). ASUHAN KEPERAWATAN KONSTIPASI DENGAN PENDEKATAN 3S (SDKI, SLKI DAN SIKI). www.penerbitlitnus.co.id

Wiwit, P.:, Nurbadriyah, D., & Kep, M. (2020b). ASUHAN KEPERAWATAN KONSTIPASI DENGAN PENDEKATAN 3S (SDKI, SLKI DAN SIKI). www.penerbitlitnus.co.id


UNDUH FILE

 

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK SEPSIS DI RUANG ICU