UNDUH LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI
LAPORAN PENDAHULUAN
I.
DEFINISI
Hiper diartikan sebagai
berlebihan dan tensi diartikan sebagai tekanan atau tegangan, jadi dapat
diketahui bahwa hipertensi merupakan gangguan pada sistem peredaran darah,
sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan dari tekanan darah diatas nilai
normalnya (Anam Khairul, 2017). Menurut Pratiwi 2020, Hipertensi merupakan
keadaan kronis yang membuat tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri
meningkat, sehingga menyebabkan jantung bekerja secara lebih keras dalam
mengedarkan darah melalui pembuluh darah dan dialirkan ke seluruh tubuh.
Hipertensi atau tekanan
darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg yang diukur paling tidak pada tiga
kesempatan yang berbeda (Kementerian Kesehatan RI, 2018; European Society of
Cardiology, 2018). Sedangkan menurut World Health Organization (2017),
hipertensi Stage I ditegakkan bila tekanan darah sistole ≥130mmHg dan/atau
tekanan darah diastole ≥80 mmHg pada pengukuran di klinik atau fasilitas
layanan kesehatan. Maka dari itu, dapat disimpulkan hipertensi merupakan
peningkatan tekanan darah sistolik ≥140mmHg dan tekanan darah diastolik ≥90mmHg
pada 3 kali hasil pengukuran yang tidak menurun dengan waktu istirahat yang
telah diberikan.
Sementara itu pada kasus
tertentu, terdapat peningkatan tekanan darah dengan nilai tekanan sistolik
>180mmHg dan tekanan diastolik >120mmHg, kondisi ini disebut sebagai
hipertensi krisis (Unger et al., 2020). Hipertensi krisis ini dibagi menjadi
dua yakni hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Hipertensi emergensi
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang berat (>180/120 mmHg)
disertai dengan bukti kerusakan organ target yang akut. Sementara itu, hipertensi
urgensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang berat (>180/120
mmHg) tanpa disertai dengan bukti kerusakan organ target yang akut. Organ
target yang dimaksud adalah organ otak, jantung, renal, liver, mata, dan
vaskular (Unger et al, 2020).
II. ETIOLOGI
Penyebab hipertensi dibagi menjadi 2
golongan (Ardiansyah M., 2012)
1) Hipertensi
primer (esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi
esensial atau hiperetnsi yang 90% tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor
yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial diantaranya :
1. Faktor
keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa
seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi
jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
2. Ciri
perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi
timbulnya hipertensi adalah:
a. Umur (jika umur bertambah maka TD
meningkat)
b. Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi
dari perempuan)
c. Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari
kulit putih )
d. Kebiasaan hidup
3. Kebiasaan
hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi
dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress
d. Merokok
e. Minum alcohol
f. Minum obat-obatan (ephedrine,
prednison, epineprin)
2) Hipertensi
sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi
yang penyebab dan patofisiologinya diketahui. Penyebab hipertensi sekunder
diakibatkan oleh beberapa hal berikut, yakni hipertensi renal (kelainan
parenkim ginjal, pembuluh darah ginjal, adanya tumor, retensi natrium, dan
peningkatan pembuluh darah ginjal), hipertensi akibat penyakit endokrin
(akromegali, hipertiroidisme, hipotiroidisme, sindrom metabolik,
pheokromositoma), hipertensi akibat pengaruh obat-obatan, hipertensi akibat
kelainan neurologis (peningkatan tekanan intrakranial, guillain-barre syndrome,
dan stroke), hipertensi disertai Obstructive Sleep Apnea (OSA), hipertensi
akibat kelainan pembuluh aorta (koarktasio aorta), serta hipertensi yang
diinduksi oleh kehamilan (preeklamsia dan eklamsia) (Kotchen., 2012).
III. MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi klinik yang
dapat ditemukan pada penderita hipertensi yaitu: bagian belakang kepala terasa
sakit, leher kaku, Sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah
bekerja keras atau mengangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur,
wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari,
telinga berdenging (tinnitus), vertigo, mual, muntah, gelisah (Anam Khairul,
2017).
Manifestasi Klinis pada
Hipertensi Urgensi Manifestasi klinik pada hipertensi urgensi yakni (Mancia et
al, 2018):
a. Tekanan
darah sistolik >180 mmHg dan tekanan darah diastolik >120 mmHg
b. Tidak
terdapat tanda-tanda kerusakan organ target
c. Pada
jantung dapat ditemukan adanya suara jantung 3 atau 4, murmur, atau aritmia
d. Pada
arteri perifer dapat ditemukan pulsasi nadi yang menurun, ekstremitas yang
dingin, atau lesi iskemik kulit
e. Pada
arteri karotis dapat ditemukan adanya murmur sistolik
IV. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi
Hipertensi berdasarkan Derajat Hipertensi Klasifikasi hipertensi berdasarkan
derajat hipertensi dapat dibagi dalam beberapa kategori menurut 2 klasifikasi.
Pertama, dari Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), dan kedua
dari European Society of Cardiology (ESC) and European Society of Hypertension
(ESH) guidelines tahun 2013. Untuk pembagian hipertensi berdasarkan
klasifikasinya dibagi berdasarkan tabel dibawah ini:
Tabel
: Klasifikasi Hipertensi berdasarkan Derajat Hipertensi menurut JNC 7
Sumber : Kotchen (2012)
Tabel
: Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Derajat Hipertensi Menurut ESC and ESH
Guidelines Tahun 2013
Mean
Arterial Pressure (MAP) adalah hasil rata-rata tekanan darah arteri yang
dibutuhkan untuk sirkulasi darah sampai ke otak. Supaya pembuluh darah elastis
dan tidak pecah, serta otak tidak mengalami kekurangan oksigen/normal, MAP yang
dibutuhkan yaitu 70-100 mmHg. Apabila < 70 atau > 100 maka tekanan darah
rerata arteri itu harus diseimbangkan yaitu dengan meningkatkan atau menurunkan
tekanan darah pasien tersebut (Wahyuningsih, 2016). Rumus menghitung MAP :
Hipertensi
juga dapat dikategorikan berdasarkan MAP (Mean Arterial Pressure). Rentang
normal MAP adalah 70-100 mmHg (Wahyuningsih, 2016).
2. Klasifikasi
Hipertensi Lainnya
a. Krisis
Hipertensi (Emergency Hypertension)
Krisis Hipertensi merupakan keadaan
peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan tekanan darah diastolik
>120 mmHg. Menurut klasifikasi JNC 7, krisis hipertensi tidak ikut
disertakan dalam 3 stadium klasifikasi hipertensi. Akan tetapi, krisis
hipertensi merupakan keadaan yang khusus dan bersifat gawat darurat sehingga
memerlukan tatalaksana yang lebih agresif. Hal ini disebabkan karena Krisis
hipertensi disertai dengan kerusakan organ target sehingga harus ditanggulangi
segera dalam waktu 1 jam. Kerusakan organ target meliputi ensefalopati,
perdarahan intrakranial, UAP (Unstable Angina Pectoris), infark miokard akut,
gagal jantung kiri akut dengan atau tanpa edema paru, diseksi atau aneurisma
aorta, gagal ginjal, dan eklamsia (pada ibu hamil) (Firdaus., 2013).
b. Hipertensi
Urgensi (Urgency Hypertension)
Hipertensi Urgensi merupakan suatu keadaan
yang mirip dengan krisis hipertensi (tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan
tekanan darah diastolik > 120 mmHg), akan tetapi tanpa disertai kerusakan
organ target. Hipertensi Urgensi tidak dimasukkan juga ke dalam klasifikasi JNC
7, akan tetapi juga merupakan suatu keadaan yang khusus dimana tekanan darah
ini harus diturunkan dalam waktu 24 jam dengan pemberian obat antihipertensi
(Firdaus., 2013).
V. PATOFISIOLOGI
Hipertensi
urgensi adalah kondisi di mana tekanan darah meningkat sangat tinggi secara
tiba-tiba tanpa disertai kerusakan organ target secara langsung. Proses ini
dapat terjadi karena adanya riwayat hipertensi sebelumnya yang tidak
terkontrol, dengan faktor predisposisi seperti usia, jenis kelamin, kebiasaan
merokok, stres, faktor genetik, kurang olahraga, konsumsi alkohol,
ketidakteraturan minum obat antihipertensi, konsumsi garam berlebih, serta
obesitas.
Ketika
hipertensi tidak terkontrol, akan terjadi kerusakan vaskular pada pembuluh
darah akibat tekanan yang terus-menerus tinggi. Hal ini menyebabkan perubahan
struktur pembuluh darah, seperti penebalan dan kekakuan dinding arteri, yang
memicu vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah). Vasokonstriksi ini akan
mengganggu sirkulasi darah ke berbagai organ tubuh.
Pada otak, vasokonstriksi dan peningkatan
tekanan menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah otak, yang berujung
pada penurunan suplai oksigen ke jaringan otak. Dampak klinis yang dapat muncul
termasuk sakit kepala, mual, dan muntah akibat peningkatan tekanan
intrakranial. Hal ini menimbulkan diagnosis keperawatan seperti gangguan rasa nyaman:
nyeri (D.0079) dan nausea (D.0076). Selain itu, penurunan perfusi otak
meningkatkan risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017), dan gangguan
tersebut dapat mengganggu pola tidur pasien (D.0055), ditandai dengan keluhan
sulit tidur atau sering terbangun di malam hari.
Pada sistem kardiovaskular, vasokonstriksi
pada pembuluh darah sistemik menyebabkan peningkatan afterload atau beban
jantung, sehingga jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah. Hal
ini menimbulkan kelelahan (fatigue) dan berkontribusi pada intoleransi
aktivitas (D.0005). Jika vasokonstriksi terjadi di pembuluh darah koroner, maka
suplai oksigen ke jantung menurun, memicu iskemia miokard dan menyebabkan
penurunan curah jantung (D.0008).
Selain
itu, hipertensi urgensi sering kali terjadi pada pasien dengan defisit
pengetahuan (D.0111) karena memiliki informasi yang minim tentang kondisi dan
penanganan penyakitnya. (Haidar Alatas, 2018)
VI. PATHWAY
VII. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang disebabkan
oleh penyakit hipertensi yaitu :
a. Mata
: pada mata terjadi penyempitan pembulu darah yang menghambat darah untuk
sampai ke retina yaitu lapisan dibelakang bola mata. Pada tekanan darah tinggi
yang berlangsung lama menyebabkan kerusakan pembuluh darah retina, sehingga menyebabkan
penyakit retinopati dan memiliki efek pandangan mata terlihat kabur (Amin et
al., 2020).
b. Jantung
: ketika terjadinya vasokontriksi vaskuler pada jantung dalam jangka waktu yang
lama, dapat menyebabkan kelemahan pada jantung, sehingga menimbulkan rasa sakit
dan dapat menyebabkan kematian secara mendadak (Anam Khairul, 2017).
c. Ginjal
: jika pada ginjal suplai darah vaskulernya turun, maka dapat terjadi kerusakan
fungsi ginjal akibat dari penumpukan produksi sampah berlebih. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya sakit pada ginjal (Nurhaedah, 2018).
d. Otak
: apabila aliran darah pada otak dan suplai O2 berkurang dapat menyebabkan
terjadinya pusing. Terjadinya penyempitan pembuluh darah yang parah berakibat
pada pecahnya pembuluh darah di otak dikarenakan stroke, sehingga dapat
menyebabkan kematian (Silaen & Ramadhani, 2019).
VIII. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan dilakukan
dengan memperhatikan penyakit dasarnya, penyakit penyerta, dan kerusakan target
organ. Pemeriksaan yang sering dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan
tekanan darah : Biasanya tekanan darah sistolik > 180 mmHg, dan atau
diastolic >120 mmHg
b. Pemeriksaan
Laboratorium
1) Hb/Ht
: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volumecairan (viskositas) dan
dapat hipokoagulabilitas, anemia. mengindikasikan factor resiko seperti :
2) BUN
/ Kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
3) Glucosa
: Hiperglikemi (DM) adalah pencetus hipertensi, dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa
: darah, protein,dan glukosa mengindikasikan disfungsi ginjal dan adanya
penyakit DM.
c. CT
Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
d. EKG
: Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
e. IUP
: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan
ginjal.
f.
Foto rontgen thorax :
Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung
IX. PENATALAKSANAAN
MEDIS
a. Non Farmakologis
1) Modifikasi
gaya hidup, seperti pengontrolan berat badan, pembatasan konsumsi alkohol,
latihan fisik yang teratur, dan berhenti merokok.
2) Untuk
pasien yang mengalami hipertensi sekunder, perbaikan penyebab yang mendasari
dan pengendalian efek hipertensi.
3) Diet
rendah lemak jenuh dan rendah natrium.
4) Diet
kalsium, magnesium, dan kalium yang adekuat.
b. Farmakologis
1) Angiotensin
Converting Enzym (ACE) Inhibitor
Obat golongan Angiotensin Converting
Enzyme Inhibitor (ACE-I) bekerja dengan cara menghambat perubahan angiotensin I
menjadi angiotensin II. Dengan begitu, akan terjadi penghambatan pada aktivitas
saraf simpatis dengan menurunkan pelepasan noradrenalin, menghambat pelepasan
endotelin, meningkatkan produksi substansi vasodilatasi seperti NO, bradikinin,
prostaglandin dan menurunkan retensi sodium dengan menghambat produksi
aldosteron. Efek samping yang mungkin terjadi adalah batuk batuk, skin rash,
hiperkalemia. Hepatotoksik. glikosuria dan proteinuria merupakan efek samping
yang jarang. Contoh golongan ACEI adalah captopril, enlapril dan Lisinopril.
2) Angiotensin
Receptor Blocker (ARB)
Golongan obat Angiotensin Receptor Blocker
(ARB) menyebabkan vasodilatasi, peningkatan ekskresi Na+ dan cairan (mengurangi
volume plasma), menurunkan hipertrofi vaskular sehingga dapat menurunkan
tekanan darah. Efek samping yang dapat muncul meliputi pusing, sakit kepala,
diare, hiperkalemia, rash, batuk-batuk (lebih kurang dibanding ACE- inhibitor),
abnormal taste sensation (metallic taste). Contoh golongan ARB adalah candesartan,
losartan dan valsartan.
3) Angiotensinreseptor
Beta/ Beta-Blocker (BB)
Beta blocker merupakan obat pilihan
pertama dalam tatalaksana hipertensi pada pasien dengan penyakit jantung
koroner terutama yang menyebabkan timbulnya gejala angina. Obat ini akan
bekerja mengurangi iskemia dan angina, karena efek utamanya sebagai inotropik
dan kronotropik negative. Dengan menurunnya frekuensi denyut jantung maka waktu
pengisian diastolik untuk perfusi koroner akan memanjang. Betablocker juga
menghambat pelepasan renin di ginjal yang akan menghambat terjadinya gagal
jantung. Betablocker cardioselective (β1) lebih banyak direkomendasikan karena
tidak memiliki aktifitas simpatomimetik intrinsic. Contoh golongan beta bloker
adalah atenolol dan metoprolol.
4) Calcium
Channel Blocker (CCB) Golongan obat calcium channel bloker (CCB) memiliki efek
vasodilatasi, memperlambat laju jantung dan menurunkan kontraktilitas miokard
sehingga menurunkan tekanan darah. Efek samping yang mungkin timbul adalah
pusing, bradikardi, flushing, sakit kepala, peningkatan SGOP dan SGPT, dan
gatal gatal juga pernah dilaporkan. Contoh golongan CCB adalah nifedipine,
amlodipine dan diltiazem.
5) Diuretik
(Thiazide Dan Thiazide-Like)
Golongan obat Thiazid diuretic bekerja
dengan meningkatkan ekskresi air dan Na+ melalui ginjal yang menyebabkan
berkurangnya preload dan menurunkan cardiac output. Selain itu, berkurangnya
konsentrasi Na+ dalam darah menyebabkan sensitivitas adrenoreseptor–alfa
terhadap katekolamin menurun, sehingga terjadi vasodilatasi atau resistensi
perifer menurun. Efek samping yang mungkin timbul meliputi peningkatan asam
urat, gula darah, gangguan profil lipid dan hiponatremia. Contoh golongan
Thiazid diuretic adalah hidroclorotiazid dan indapamide.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Anamnesis
1) Identitas
(Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan
terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, tanggal pengkajian)
2) Riwayat
Kesehatan
a. Keluhan
utama : Berisi tentang alasan utama pasien datang ke rumah sakit atau pelayanan
kesehatan
b. Riwayat
Kesehatan sekarang : Berisi tentang keluhan pasien yang dirasakan saat melakukan
pengkajian
c. Riwayat
penyakit dahulu : Biasanya penyakit hipertensi adalah penyakit yang sudah lama
dialami oleh pasien dan biasanya dilakukan pengkajian tentang riwayat minum
obat klien.
d. Riwayat
Penyakit Keluarga : Mengkaji riwayat keluarga apakah ada yang menderita riwayat
penyakit yang sama
e. Riwayat
sosial
f.
Riwayat alergi
g. Faktor
risiko: Kebiasaan merokok, Persepsi dan pemeliharaan kesehatan, Riwayat
personal dan sosialisasi, Kebiasaan sehari-hari
h. Riwayat
spiritual
i.
Pengkajian nyeri secara
komprehensif
Pemeriksaan
Fisik (Head To Toe)
a. Keadaan
umum, tingkat kesedaran, berat badan, tinggi badan, tanda tanda vital.
b. Pemeriksaan
kepala: rambut; wajah: amati ekspresi wajah; mata: konjungtiva pucat/anemis,
pupil isokor, sclera (biasanya ikterus pada gagal jantung kanan, penyakit hati,
dll), kornea (adanya arku senilis dan reflek kornea pada mata normal), gerakan
bola mata, dan dilakukan pemeriksaan fundoskopi untuk penyempitan retinal
arteriol, perdarahan, eksudat, dan pupil edema; pada hidung: dapat dilihat
bentuk, fungsi penciuman, ada/atau tidak ada riwayat sinusitis, maupun epitaksis;
Telinga: bentuk dan fungsi pendengaran.
c. Pemeriksaan
leher: JVP dan pembesaran thyroid
d. Pemeriksaan
thoraks: bentuk dada, pernapasan (irama, frekuensi, jenis suara napas), palpasi
vocal fremitus, perkusi keadaan dan batas paru, auskultasi jenis suara napas
e. Pemeriksaan
kardiovaskular: denyut jantung, suara jantung, bising jantung. TD diukur
minimal 2 kali dengan tenggang waktu 2 menit dalam posisi berbaring atau duduk,
dan berdiri sekjrangnya setelah 2 menit. Pengukuran menggunakan yang sesuai dan
sebaiknya dilakukan pada kedua sisi lengan, dan jika nilainya berbeda maka
nilai yang tertinggi yang diambil.
f.
Abdomen: bising usus dan
pembesaran hepar
g. Pemeriksaan
genetourinaria: warna, frekuensi, tidak merasakan sakit, pada saat buang air
kecil
h. Pemeriksaan
Ekstremitas: lemahnya atau hilangnya nadi perifer dan edema
i.
Pemeriksaan Neurologi:
melihat adanya tanda thrombosis cerebral dan perdarahan
j.
Hematopoetik: riwayat
perdarahan atau mudah terjadi perdarahan
k. Endokrin:
riwayat DM
Pemeriksaan
Penunjang
a.
EKG: adanya pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, adanya penyakit
jantung koroner atau aritmia
b.
Laboratorium :
·
Hemoglobin/ hematokrit:
bukan diagnostik, tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor seperti
hiperkoagulabilitas, anemia
·
BUN/kreatinin: memberikan
informasi tetang perfusi/ fungsi ginjal
·
Glukosa/ hiperglikemia
(DM) adalah pencetus hipertensi dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar
katekolamin (meningkatkan hipertensi)
·
Kalium serum: hipokalemia
dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab atau efek samping dari
terapi diuretik)
·
Kalsium serum:
peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi
·
Kolesterol dan
trigliserida serum: peningkatan kadar dapat mengindikasikan encetus adanya
pementukan plak ateromatosa (efek kardiovaskular)
·
Asam urat: hiperurisemia
telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi
c.
Foto rontgen: adanya pembesaran jantung, perluasan vaskularisasi, atau aorta
yang melebar
d.
Echocardiogram: tampak adanya penebalan dinding ventrikel kiri, mungkin juga
sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sistolik dan diastolic
Terapi
Berisikan
daftar terapi pemberian obat dan tindakan yang akan diberikan kepada pasien
sesuai anjuran dokter setelah hasil pengkajian.
B. DIAGNOSIS
KEPERAWATAN
Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada penyakit bronkopneumonia, diantaranya:
(SDKI, 2016)
1. Penurunan
Curah Jantung (D.0008)
2. Risiko
perfusi serebral tidak efektif (D.0017)
3. Gangguan
pola tidur (D.0055)
4. Intoleran
aktivitas (D.0056)
5. Gangguan
rasa nyaman (D.0074)
6. Nausea
(D.0076)
7. Defisit
pengetahuan (D.0111)
C. INTERVENSI
KEPERAWATAN
NO |
DX
KEP |
LUARAN |
INTERVENSI |
1. |
Penurunan Curah Jantung (D.0008) |
Curah Jantung (L.02008) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, maka curah jantung meningkat dengan kriteria hasil: 1.
Kekuatan
nadi perifer meningkat 2.
EJection
fractian (EF) meningkat 3.
Cardiec
todex (CI) meningkat 4.
Left
Ventricular stroke work index (LVSWI) meningkat 5.
Stroke
volume index (SVI) meningkat 6.
Palpitasi
menurun 7.
Bradikardia
menurun 8.
Takikardia
menurun 9.
Gambaran
EKG aritmia menurun 10.
Lelah
menurun 11.
Edema
menurun 12.
Distensi
vema Jugularis menurun 13.
Dispnea
menurun 14.
Oliguria
menurun 15.
Pucat/sianosis
menurun 16.
Paroxysmal
nocturnal dyspnea (PND) menurun 17.
Ortopnea
menurun 18.
Batuk
menurun 19.
Suara
jantung S3 menurun 20.
Suara
jantung S4 menurun 21.
Murmur
jantung menurun 22.
Berat
badan menurun 23.
Hepatomegali
menurun 24.
Pulmonary
vascular menurun resistance (PVR) 25.
Systernic
vascular resitance menurun 26.
Tekanan
darah membaik 27.
Capillary
refill time (CPT) membaik 28.
Pulmonary
artery wedge pressure (PAWP) membaik 29.
Central
venous pressure membaik |
Perawatan Jantung (I.2075) Definisi Mengidentifikasi, merawat, dan
membatasi komplikasi akibat ketidakseimbangan antara suplai dan konsumsi
oksigen miokard Tindakan Observasi ·
Identifikasi
tanda atau gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dispnea,
kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, peningkatan CVP) ·
Identifikasi
tanda atau gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi peningkatan
berat badan, hepatomegali, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah,
oliguria, batuk, kulit pucat) ·
Monitor
tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu) ·
Monitor
intake dan output cairan ·
Monitor
berat badan setiap hari pada waktu yang sama ·
Monitor
saturasi oksigen ·
Monitor
keluhan nyeri dada (mis. intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presivitasi
yang mengurangi nyeri) ·
Monitor
EKG 12 sadapan ·
Monitor
aritmia (kelainan irama dan frekuensi) ·
Monitor
nilai laboratorium jantung (mis. elektrolit, enzim jantung, BNP, NTpro-BNP) ·
Monitor
fungsi alat pacu jantung ·
Periksa
tekanan darah dan fungsi nadi sebelum dan sesudah aktivitas ·
Periksa
tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian obat (mis. beta blocker,
ACE inhibitor, calcium channel blocker, digoksin) Terapeutik ·
Posisikan
pasien semi-Fowler atau Fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman ·
Berikan
diet jantung yang sesuai (mis. batasi asupan kafein, natrium, kolesterol, dan
makanan tinggi lemak) ·
Gunakan
stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai indikasi ·
Fasilitasi
pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat ·
Berikan
terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu ·
Berikan
dukungan emosional dan spiritual ·
Berikan
oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94% Edukasi ·
Anjurkan
beraktivitas fisik sesuai toleransi ·
Anjurkan
beraktivitas fisik secara bertahap ·
Anjurkan
berhenti merokok ·
Ajarkan
pasien dan keluarga mengukur berat badan harian ·
Ajarkan
pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian Kolaborasi ·
Kolaborasi
pemberian antiaritmia, jika perlu ·
Rujuk
ke program rehabilitasi jantung |
2. |
Risiko perfusi serebral tidak efektif
(D.0017) |
Perfusi Serebral (L.02014) Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan perfusi serebral meningkat dengan
kriteria hasil: 1. Tingkat
kesadaran meningkat 2. Kognitif
meningkat 3. Sakit
kepala menurun 4. Gelisah
menurun 5. Cemas
menurun 6. Agitasi
menurun 7. Demam
menurun 8. Tekanan
arteri rata-rata membaik 9. Tekanan
intrakranial membaik 10. Tekanan
darah sistolik membaik 11. Takanan
darah diastolik membaik 12. Refkeks
saraf membaik |
Manajemen Peningkatan Tekanan
Intrakranial (I.09325) Definisi Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan tekanan
dalam rongga kranial Tindakan Observasi ·
Identifikasi penyebab
peningkatan TIK (mis. lesi, gangguan metabolisme, edema serebral) ·
Monitor tanda atau
gejala peningkatan TIK (mis. tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar,
bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun) ·
Monitor MAP (Mean
Arterial Pressure) ·
Monitor CVP (Central
Verious Pressure), jika perlu ·
Monitor PAWP, jika
perlu ·
Monitor PAP, jika perlu ·
Monitor ICP (Intra
Cranial Pressure), jika tersedia ·
Monitor CPP (Cerebral
Perfusion Pressure) ·
Monitor gelombang ICP ·
Monitor status
pernapasan ·
Monitor intake dan
output cairan ·
Monitor cairan
serebro-spinalis (mis. warna, konsistensi) Terapeutik ·
Minimalkan stimulus
dengan menyediakan lingkungan yang tenang ·
Berikan posisi semi
Fowler ·
Hindari manuver Valsava ·
Cegah terjadinya kejang ·
Hindari penggunaan PEEP ·
Hindari pemberian
cairan IV hipotonik ·
Atur ventilator agar
PaCO2 optimal ·
Pertahankan suhu tubuh
normal Kolaborasi ·
Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti konvulsan, jika perlu ·
Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika perlu ·
Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu |
3. |
Gangguan pola tidur (D.0055) |
Pola Tidur (L.05045) Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, maka pola tidur membaik dengan
kriteria hasil : 1. Kemampuan
beraktivitas Meningkat 2. Keluhan
sulit tidur Menurun 3. Keluhan
sering terjaga Menurun 4. Keluhan
tidak puas tidur Menurun 5. Keluhan
pola tidur berubah Menurun 6. Keluhan
istirahat tidak cukup Menurun |
Dukungan Tidur (I.09265) Definisi Memfasilitasi siklus tidur dan terjaga
yang teratur Tindakan Observasi ·
Identifikasi pola
aktivitas dan tidur ·
Identifikasi faktor
pengganggu tidur (fisik atau psikologis) ·
Identifikasi makanan
dan minuman yang mengganggu tidur (mis. kopi, teh, alkohol, makan mendekati
waktu tidur, minum banyak air sebelum tidur) ·
Identifikasi obat tidur
yang dikonsumsi Terapeutik ·
Modifikasi lingkungan
(mis. pencahayaan, kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur) ·
Batas waktu tidur
siang, jika perlu ·
Fasilitasi
menghilangkan stress sebelum tidur ·
Tetapkan jadwal tidur
rutin ·
Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan (mis. pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur) ·
Sesuaikan jadwal pemberian
obat atau tindakan untuk menunjang siklus tidur terjaga Edukasi ·
Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama sakit ·
Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur ·
Anjurkan menghindari
makanan atau minuman yang mengganggu tidur ·
Anjurkan penggunaan
obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap tidur REM ·
Ajarkan faktor-faktor
berkontribusi terhadap gangguan pola tidur (mis. psikologis, gaya hidup,
sering berubah shift bekerja) Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya |
4. |
Intoleran aktivitas (D.0056) |
Toleransi Aktivitas (L.05047) Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan
kriteria hasil: 1.
Frekuensi
nadi meningkat 2.
Saturasi
oksigen meningkat 3.
Kemudahan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat 4.
Kecepatan
berjalan meningkat 5.
Jarak
berjalan meningkat 6.
Kekuatan
tubuh bagian atas meningkat 7.
Kekuatan
tubuh bagian bawah meningkat 8.
Toleransi
dalam menaiki tangga meningkat 9.
Keluhan
lelah menurun 10.
Dispnea
saat aktivitas menurun 11.
Dispnea
setelah aktifitas menurun 12.
Perasaan
lemah menurun 13.
Aritmia
saat aktivitas menurun 14.
Aritmia
setelah aktivitas menurun 15.
Sianosis
menurun 16.
Warna
kulit membaik 17.
Tekanan
darah membaik 18.
Frekuensi
napas membaik EKG iskemia membaik |
Manajemen Energi (I.05178) Definisi Mengidentifikasi dan mengelola
penggunaan energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan
proses pemulihan Tindakan Observasi ·
Identifikasi
gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan ·
Monitor
kelelahan fisik dan emosional ·
Monitor
pola dan jam tidur ·
Monitor
lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas Terapeutik ·
Sediakan
lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan) ·
Lakukan
latihan rentang gerak pasif dan atau aktif ·
Berikan
aktivitas distraksi yang menenangkan ·
Fasilitasi
duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan Edukasi ·
Anjurkan
tirah baring ·
Anjurkan
melakukan aktivitas secara bertahap ·
Anjurkan
menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang ·
Ajarkan
strategi koping untuk mengurangi kelelahan Kolaborasi Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan makanan |
5. |
Gangguan rasa nyaman (D.0074) |
Status
Kenyamanan (L. 08064) Setelah diberikan
Asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan status kenyamanan meningkat
dengan kriteria hasil : 1.
Kesejahteraan fisik
meningkat 2.
Kesejahteraan
psikologis meningkat 3.
Dukungan sosial dari
keluarga meningkat 4.
Dukungan sosial dari
teman meingkat 5.
Perawatan sesuai keyakinan
budaya meningkat 6.
Perawatan sesuai
kebutuhan meningkat 7.
Kebebasan melakukan
ibadah meningkat 8.
Rileks meningkat 9.
keluhan tidak nyaman
menurun 10.
Gelisah menurun 11.
Kebisingan menurun 12.
Keluhan sulit tidur
menurun 13.
Keluhan kedinginan
menurun 14.
Gatal menurun 15.
Mual menurun 16.
Lelah menurun 17.
Merintih menurun 18.
Menangis menurun 19.
Iritabilitas menurun 20.
Menyalahkan diri
sendiri menurun 21.
Konfusi menurun 22.
Konsumsi nalget menurun 23.
Penggunaan zat menurun 24.
Percobaan bunuh diri
menurun 25.
Memori masa lalu
membaik 26.
Suhu ruangan membaik 27.
Pola eliminasi membaik 28.
Postur tubuh membaik 29.
Kewaspadaan membaik 30.
Pola tidur membaik 31. Pola
hidup membaik |
Manajemen Nyeri (I.08238) Definisi Mengidentifikasi
dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan Tindakan Observasi ·
Identifikasi nalge, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri ·
Identifikasi skala nyeri ·
Identifikasi respon nyeri non verbal ·
Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri ·
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri ·
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri ·
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup ·
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan ·
Monitor efek samping penggunaan nalgetic Terapeutik ·
Berikan nalge nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS, nalgeti, akupresure, terapi nalg, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, nalge imajinasi terbimbing, kompres hangat atau dingin,
terapi bermain) ·
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) ·
Fasilitasi istirahat dan tidur ·
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi ·
Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri ·
Jelaskan strategi meredakan nyeri ·
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri ·
Anjurkan menggunakan nalgetic secara tepat ·
Ajarkan nalge nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri Kolaborasi Kolaborasi
pemberian nalgetic, jika perlu |
6. |
Nausea (D.0076) |
Tingkat Nausea (L.08065) Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan Tingkat nausea menurun dengan
kriteria hasil: 1. Perasaan
ingin muntah menurun 2. Perasaan
asam di mulut menurun 3. Sensasi
panas menurun 4. Sensasi
dingin menurun 5. Diaforesis
menurun 6. Takikardia
menurun 7. Pucat
membaik 8. Dilatasi
pupil membaik 9. Nafsu
makan membaik 10. Jumlah
saliva membaik 11. Frekuensi
menelan membaik |
Manajemen Mual (I.03117) Definisi Mengidentifikasi dan mengelola perasaan tidak enak
pada bagian tenggorokan atau lambung yang dapat menyebabkan muntah Tindakan Observasi ·
Identifikasi pengalaman
mual ·
Identifikasi isyarat
nonverbal ketidaknyamanan (mis. bayi, anak-anak, dan mereka yang tidak dapat berkomunikasi
secara efektif) ·
Identifikasi dampak
mual terhadap kualitas hidup (mis. nafsu makan, aktivitas, kinerja, tanggung
jawab peran, dan tidur) ·
Identifikasi faktor
penyebab mual (mis. pengobatan dan prosedur) ·
Identifikasi antiemetik
untuk mencegah mual (kecuali mual pada kehamilan) ·
Monitor mual (mis.
frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan) ·
Monitor asupan nutrisi
dan kalori Terapeutik ·
Kendalikan faktor
lingkungan penyebab mual (mis. bau tak sedap, suara, dan rangsangan visual
yang tidak menyenangkan) ·
Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual (mis. kecemasan, ketakutan, kelelahan) ·
Berikan makanan dalam
jumlah kecil dan menarik ·
Berikan makanan dingin,
cairan bening, tidak berbau dan tidak berwarna, Jika perlu Edukasi ·
Anjurkan istirahat dan
tidur yang cukup ·
Anjurkan sering
membersihkan mulut, kecuali jika merangsang mual ·
Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah lemak ·
Anjurkan penggunaan
teknik nonfarmakologi untuk mengatasi mual (mis. biofeedback, hipnosis,
relaksasi, terapi musik, akupresur) Kolaborasi Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu |
7. |
Defisit pengetahuan (D.0111) |
Tingkat Pengetahuan (L.12111) Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan tingkat pengetahuan meningkat dengan
kriteria hasil: 1. Perilaku
sesuai anjuran meningkat 2. Verbalisasi
minat dalam belajar meningkat 3. Kemampuan
menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat 4. Kemampuan
menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan topik meningkat 5. Perilaku
sesuai dengan pengetahuan meningkat 6. Pertanyaan
tentang masalah yang dihadapi menurun 7. Persepsi
yang keliru terhadap masalah menurun 8. Menjalani
pemeriksaan yang tidak tepat menurun 9. Perilaku
membaik |
Edukasi Kesehatan (I.12383) Definisi Mengajarkan pengelolaan faktor risiko penyakit dan
perilaku hidup bersih dan tertata sehat Tindakan Observasi ·
Identifikasi kesiapan
dan kemampuan menerima informasi ·
Identifikasi
faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku hidup
bersih dan sehat Terapeutik ·
Sediakan materi dan
media pendidikan kesehatan ·
Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan ·
Berikan kesempatan
untuk bertanya Edukasi ·
Jelaskan faktor risiko
yang dapat mempengaruhi kesehatan ·
Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat ·
Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat |
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan terdiri dari
melakukan dan mendokumentasikan tindakan yaitu tindakan keperawatan khusus yang
diperlukan untuk melaksanakan intervensi (Siregar, 2020).
Tahap pelaksaan terdiri atas tindakan
mandiri dan kolaborasi yang mencangkup kegiatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Agar kondisi klien cepat membaik
diharapkan bekerja sama dengan keluarga klien dalam melakukan pelaksanaan agar
tercapainya tujuan dan kriteria hasil yang sudah dibuat dalam intervensi
(Nursalam, 2017).
E. EVALUASI
Dalam proses keperawatan evaluasi
merupakan tahap kelima yang merupakan tahap yang tidak kalah penting dalam
proses keperawatan karena kesimpulan yang didapatkan dari evaluasi menentukan
apakah intervensi keperawatan harus dilanjutkan, diakhiri atau diubah (Siregar,
2020).
Evaluasi dilakukan terus menerus terhadap
respon pasien pada Tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses
atau promotif dilakukan setelah menyelesaikan tindakan. Evaluasi dapat
dilakukan menggunakan SOAP (Subjective, Objective, Assesment, and Planning)
sebagai pola fikirnya.
-
S: Respon subjektif
pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
-
O: Respon objektif pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
-
A: analisis ,
interpretasi dari data subyektif dan data objektif. Analsisis merupakan suatu
masalah atau diagnosis yang masih terjadi, atau masalah atau diagnosis yang
baru akibat adanya perubahan status kesehatan klien.
-
P: planning, yaitu
perencanaan yang akan dilakukan, apakah dilanjutkan, ditambah atau dimodifikasi
-
I: implementasi, artinya
pelaksanaan tindakan yang dilakukan sesuai instruksi yang ada dikomponen P
-
E: evaluasi, respon klien
setelah dilakukan tindakan.
-
R: Reassesment,
pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan setelah diketahui hasil
evaluasi. Apakah dari rencana tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi atau
dihentikan.
-
Adapun ukuran pencapaian
tujuan pada tahap evaluasi meliputi :
1) Masalah
teratasi, jika pasien menunjukan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
2) Masalah
teratasi sebagian, jika pasien menunjukan sebagian dari kriteria hasil yang ditetapkan.
3) Masalah
belum teratasi, jika pasien tidak menunjukan perubahan dan kemajuan sama 18
sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
4) Muncul
masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan kondisi atau munculnya
masalah baru
DAFTAR PUSTAKA
Angelina,
R., Nurmainah, N., & Robiyanto, R. (2018). Profil Mean Arterial Pressure
dan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Krisis dengan Kombinasi
Amlodipin. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 7(3),
172.
Luki,
Y. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Hipertensi Urgensi Di Ruang
Cemara Rumah Sakit Umum Kota Tarakan.
Nursalam,
2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Ed 4. Jakarta: Salemba Medika
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi).
Jakarta: PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II.
Jakarta: PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II.
Jakarta: PPNI.
Pramana, D. (2020). Penatalaksanaan krisis
hipertensi. Jurnal Kedokteran, 5(2), 91-96.
Susilowati,
P. (2022). Analisis Asuhan Keperawatan Pemberian Relaksasi Otot
Progresif Pada Klien Hipertensi Urgensi Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut
Di Igd Rs Pku Muhammadiyah Gombong (Doctoral Dissertation, Universitas
Muhammadiyah Gombong).
Ummu
Qaltsum Dini Anti, D. (2024). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi: Risiko
Perfusi Serebral Tidak Efektif Dengan Intervensi Kombinasi Aromaterapi Dan
Hidroterapi (Doctoral dissertation, Universitas Kusuma Husada Surakarta).
Wahyuni
Khabibah, W. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HIPERTENSI URGENSI DALAM
PEMENUHAN KEBUTUHAN SIRKULASI (Doctoral dissertation, Universitas
Kusuma Husada Surakarta).
Yusuf,
J., & Boy, E. (2023). Manifestasi Klinis pada Pasien Hipertensi
Urgensi. Jurnal Implementa Husada, 4(1), 1-9.
Comments
Post a Comment