LP ASKEP ANEMIA

 

LAPORAN PENDAHULUAN

  I.            PENGERTIAN

Anemia yaitu suatu keadaan dimana berkurangnya hemoglobin dalam tubuh. Hemoglobin yaitu metaloprotein di dalam sel darah merah yang mengandung zat besi yang fungsinya sebagai pengangkut oksigen dari paru - paru ke seluruh tubuh (Nidianti dkk., 2019).

Anemia adalah ketika jumlah darah merah yang berfungsi membawa oksigen mengalami penurunan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh. Kebutuhan fisiologis spesifik bervariasi pada manusia dan tergantung dari usia dan jenis kelamin (Dianita dkk., 2024).

Anemia dalam bahasa Yunani : anaimia yang artinya Av-an (tidak ada) dan haima (darah). Anemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam darah merah berada dibawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru – paru dan mengantarnya ke seluruh bagian tubuh (Dianita dkk., 2024).

Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari normal. Hemoglobin adalah salah satu komponen dalam sel darah merah/eritrosit yang berfungsi untuk mengikat oksigen dan menghantarkannya ke seluruh sel jaringan tubuh. Oksigen diperlukan oleh jaringan tubuh untuk melakukan fungsinya. Kekurangan oksigen dalam jaringan otak dan otot akan menyebabkan gejala antara lain kurangnya konsentrasi dan kurang bugar dalam melakukan aktivitas. Hemoglobin dibentuk dari gabungan protein dan zat besi dan membentuk sel darah merah/eritrosit. Anemia merupakan suatu gejala yang harus dicari penyebabnya dan penanggulangannya dilakukan sesuai dengan penyebabnya (Sari dkk., 2020).

 

II.             ETIOLOGI

Etiologi dari anemia yaitu (Kulsum, 2020):

1. Gangguan Produksi Sel Darah Merah

Untuk membuat sel darah merah dan hemoglobin yang normal dibutuhkan bahan baku seperti zat besi, vitamin B12, asam folat, mineral dan vitamin. Selain itu tubuh juga memerlukan hormon eritropoetin yang memacu sumsum tulang untuk membuat sel darah merah.

2. Penghancuran berlebihan Sel Darah Merah

Usia sel darah merah adalah 120 hari, namun pada beberapa keadaan, sel darah merah dihancurkan atau dipecah dalam jumah yang banyak sehingga sumsum tulang tidak mampu memproduksi sel darah merah dalam jumlah banyak untuk mengganti sehingga terjadilah anemia

3. Kehilangan Sel Darah Merah atau Perdarahan

Jika tubuh mengalami perdarahan kronis maka sel darah merah akan keluar dari tubuh dan menyebabkan anemia. Selain sel darah merah yang keluar zat besi juga akan terbawa keluar sehingga zat besi dalam tubuh menurun. Zat besi yang dibutuhkan untuk pembuatan sel darah merah menurun sehingga mengakibatkan kadar hemoglobin akan lebih rendah.

        Anemia terjadi karena berbagai sebab, seperti defisiensi besi, defisiensi asam folat, vitamin B12 dan protein. Secara langsung anemia terutama disebabkan karena produksi/kualitas sel darah merah yang kurang dan kehilangan darah baik secara akut atau menahun. Berbagai kondisi medis bisa menjadi penyebab anemia. Beberapa hal tersebut antara lain (Meliliyanti, 2020) :

a. Pendarahan Aktif

Perdarahan aktif baik bersifat akut atau kronis bisa menyebabkan anemia. Bahkan perdarahan fisiologis seperti menstruasi merupakan salah satu faktor yang meningkatkan resiko anemia khusunya pada wanita. Kondisi lain yang bisa menimbulkan perdarahan aktif seperti Ulkus gaster, ulkus peptikum, atau kanker seperti kanker usus besar juga dapat menyebabkan anemia.

b. Defisiensi zat besi

Jika asupan zat besi kurang atau tidak memadai akibat asupan makanan yang buruk, anemia dapat terjadi sebagai akibatnya. Jenis ini disebut anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi juga dapat terjadi bila ada tukak lambung atau sumber lain yang yang menimbulkan perdarahan kronis yang bersifat masif seperti kanker usus besar, kanker uterus, polip usus, hemoroid, dan lain lain. Karena kehilangan darah secara perlahan dan kronis, zat besi juga hilang dari tubuh sebagai bagian dari darah. Dan pada tingkat yang lebih tinggi dari biasanya dan dapat mengakibatkan anemia defisiensi zat besi.

c. Penyakit kronis

Setiap penyakit kronis dalam jangka panjang biasanya dapat menyebabkan anemia. Mekanisme pasti dari proses ini tidak diketahui, tetapi kondisi medis yang berlangsung lama dan berkelanjutan seperti infeksi kronis atau kanker dapat menyebabkan jenis anemia ini. Contohnya adalah pada orang dengan gagal ginjal kronis (CKD atau ESRD), produksi hormon eritropoetin berkurang dan pada gilirannya mengurangi produksi sel darah merah dan menyebabkan anemia, Pada penderita penyakit infeksi kronis seperti TBC, HIV/AIDS, dan keganasan seringkali disertai anemia, karena kekurangan asupan zat gizi atau akibat dari infeksi itu sendiri.

d. Gizi buruk

Asupan zat gizi baik hewani dan nabati yang merupakan pangan sumber zat besi yang berperan penting untuk pembuatan hemoglobin sebagai komponen dari sel darahmerah/eritrosit. Zat gizi lain yang berperan penting dalam pembuatan hemoglobin antara lain asam folat dan vitamin B12. Asupan makanan yang buruk merupakan penyebab penting dari rendahnya Zat besi, folat dan kadar vitamin B12. Vitamin dan mineral ini diperlukan untuk memproduksi sel darah merah. Selain itu, zat besi, vitamin B12 dan asam folat diperlukan untuk produksi hemoglobin (HB). Kekurangan salah satu dari zat ini dapat menyebabkan anemia karena produksi sel darah merah yang tidak memadai.

e. Alkoholisme

Alkohol dapat bersifat toksik bagi sumsum tulang dan dapat memperlambat produksi sel darah merah. Sehingga orang yang mengkonsumsi alkohol secara rutin memiliki resiko mengalami anemia yang lebih tinggi.

f. Obat

Beberapa jenis obat teridentifikasi dapat menyebabkan anemia sebagai efek samping pada beberapa individu. Mekanisme terjadinya anemia adalah melalui hemolisis dan toksisitas sumsum tulang

 

III.            PATOFISIOLOGI

Anemia adalah kondisi di mana terjadi penurunan jumlah eritrosit atau kadar hemoglobin dalam darah, yang mengakibatkan berkurangnya kapasitas darah untuk mengangkut oksigen ke jaringan tubuh. Patofisiologi anemia melibatkan beberapa mekanisme utama: pertama, produksi eritrosit yang tidak adekuat akibat defisiensi zat besi, vitamin B12, atau asam folat, serta gangguan pada sumsum tulang seperti anemia aplastik atau mielodisplasia; kedua, kehilangan darah baik akut maupun kronis, seperti pada perdarahan saluran cerna atau menstruasi berat; dan ketiga, peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis) yang dapat disebabkan oleh kelainan genetik seperti anemia sel sabit atau talasemia, serta kondisi autoimun. Sebagai respons terhadap anemia, tubuh akan meningkatkan produksi eritropoietin untuk merangsang pembentukan eritrosit, mempercepat denyut jantung dan laju pernapasan untuk meningkatkan distribusi oksigen, serta memperluas pembuluh darah guna mengoptimalkan aliran darah ke organ vital. Namun, jika kompensasi ini tidak mencukupi, dapat timbul gejala seperti kelelahan, sesak napas, pusing, dan pada kasus kronis dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak serta komplikasi kehamilan pada ibu hamil. (Handayani & Andi, 2018).

 

IV.            PATHWAY

(terlampir)

 

V.            KLASIFIKASI

1. Klasifikasi Berdasarkan Morfologi Sel Darah Merah

Klasifikasi ini didasarkan pada ukuran dan warna eritrosit, yang diukur melalui parameter Mean Corpuscular Volume (MCV) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)

·         Anemia Mikrositik Hipokromik: Ditandai dengan MCV < 80 fL dan MCHC < 30 g/dL. Penyebab umum termasuk anemia defisiensi besi, talasemia, dan anemia sideroblastik.​

·         Anemia Normositik Normokromik: MCV antara 80–100 fL dan MCHC normal. Dapat disebabkan oleh perdarahan akut, anemia penyakit kronis, atau gangguan sumsum tulang seperti anemia aplastik.​

·         Anemia Makrositik: MCV > 100 fL. Umumnya disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 atau folat, penyakit hati, hipotiroidisme, atau penggunaan obat-obatan tertentu seperti metotreksat.​

2. Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme Patogenetik

Klasifikasi ini mempertimbangkan kemampuan sumsum tulang dalam memproduksi eritrosit dan penyebab kehilangan atau destruksi sel darah merah:​

·      Anemia Hipoproliferatif: Terjadi akibat produksi eritrosit yang tidak adekuat oleh sumsum tulang. Penyebabnya meliputi defisiensi nutrisi (besi, vitamin B12, folat), penyakit ginjal kronis, dan gangguan sumsum tulang seperti anemia aplastik atau mielodisplasia.​

·      Anemia Regeneratif: Ditandai dengan peningkatan produksi eritrosit sebagai respons terhadap kehilangan darah atau hemolisis. Penyebabnya termasuk perdarahan akut atau kronis dan anemia hemolitik.

3. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

Anemia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab utamanya:​

·         Anemia Defisiensi Besi: Paling umum, disebabkan oleh asupan besi yang tidak adekuat, malabsorpsi, atau kehilangan darah kronis.​

·         -Anemia Megaloblastik: Disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 atau folat, yang mengganggu sintesis DNA dalam eritropoiesis.​

·         PMC

·         Anemia Hemolitik: Terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan, baik karena faktor intrinsik (misalnya, kelainan membran eritrosit) maupun ekstrinsik (misalnya, autoimun, infeksi).​

·         Anemia Aplastik: Kondisi di mana sumsum tulang gagal memproduksi sel darah secara adekuat, seringkali karena paparan toksin, radiasi, atau infeksi virus (Moreno Chulilla dkk., 2019).

4. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Keparahan

Derajat keparahan anemia dapat diklasifikasikan menjadi ringan, sedang, berat, dan mengancam nyawa, berdasarkan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah (Badireddy & Baradhi, 2023)

Klasifikasi anemia berdasarkan kadar Hb 

VI.            MANIFESTASI KLINIS      

Gejala Umum Anemia

1.      Kelelahan dan Lemah: Pasien sering mengeluhkan kelelahan yang tidak biasa dan kelemahan fisik, yang merupakan gejala paling umum dari anemia. ​

2.      Sesak Napas: Kesulitan bernapas, terutama saat beraktivitas, dapat terjadi akibat penurunan kapasitas darah dalam mengangkut oksigen. ​

3.      Pusing dan Sakit Kepala: Penurunan aliran oksigen ke otak dapat menyebabkan pusing dan sakit kepala. ​

4.      Palpitasi: Detak jantung yang cepat atau tidak teratur dapat terjadi sebagai respons tubuh terhadap kekurangan oksigen. ​

5.      Pucat: Kulit dan selaput lendir yang pucat merupakan tanda klasik anemia, terutama terlihat pada konjungtiva mata dan telapak tangan. ​

Gejala Khusus Berdasarkan Jenis Anemia

a.       Anemia Defisiensi Besi:

·      Pica: Keinginan untuk mengonsumsi zat non-nutrisi seperti es, tanah, atau kertas.

·      Koilonychia: Kuku berbentuk sendok yang tipis dan cekung.

·      Glositis dan Cheilitis Angularis: Peradangan pada lidah dan sudut mulut. ​

b.      Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 atau Folat):

·      Neuropati Perifer: Kesemutan atau mati rasa pada tangan dan kaki.

·      Gangguan Kognitif: Kesulitan konsentrasi dan penurunan fungsi kognitif. ​

c.       Anemia Hemolitik:

·      Ikterus: Kulit dan mata berwarna kuning akibat peningkatan bilirubin dari penghancuran sel darah merah.

·      Splenomegali: Pembesaran limpa akibat peningkatan kerja dalam menghancurkan sel darah merah yang rusak (Badireddy & Baradhi, 2023).

 

VII.            KOMPLIKASI

Anemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius yang memengaruhi sistem kardiovaskular, neurologis, dan organ-organ vital lainnya (Rawal dkk., 2016).

1.      Komplikasi Kardiovaskular

Anemia meningkatkan beban kerja jantung dengan memicu peningkatan curah jantung dan frekuensi denyut jantung sebagai respons kompensasi terhadap hipoksia jaringan. Kondisi ini dapat memperburuk penyakit jantung yang sudah ada, seperti gagal jantung dan penyakit arteri koroner. Anemia juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kejadian iskemik dan perdarahan pada pasien yang menjalani intervensi koroner perkutan.​

2.      Komplikasi Neurologis

Anemia, terutama anemia defisiensi besi, dapat menyebabkan hipoksia serebral yang meningkatkan risiko stroke iskemik. Mekanisme yang terlibat meliputi peningkatan adhesi endotel dan trombosis akibat hipoksia, serta peningkatan kadar eritropoietin yang dapat menyebabkan trombositosis reaktif. Studi menunjukkan bahwa pasien anemia memiliki risiko lebih tinggi mengalami stroke dan mortalitas pasca-stroke dibandingkan dengan pasien non-anemia.​

3.      Komplikasi pada Organ Vital Lain

Anemia dapat memperburuk kondisi organ vital lainnya, seperti ginjal dan paru-paru. Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis, anemia dapat mempercepat penurunan fungsi ginjal. Selain itu, anemia dapat meningkatkan risiko gagal napas dan kesulitan dalam weaning dari ventilator mekanik pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik.​

4.      Komplikasi Terkait Transfusi Darah

Transfusi darah, meskipun dapat meningkatkan kadar hemoglobin, juga memiliki risiko komplikasi, seperti:​

·      Cedera Paru Akut Terkait Transfusi (TRALI): Kondisi ini ditandai dengan edema paru non-kardiogenik yang terjadi dalam beberapa jam setelah transfusi.​

·      Gangguan Koagulasi: Transfusi masif dapat menyebabkan koagulopati dilusional akibat kekurangan faktor pembekuan dan trombosit.​

·      Gangguan Biokimia: Transfusi dapat menyebabkan hipokalsemia, hiperkalemia, dan hipomagnesemia.​

·      Hipotermia: Transfusi darah yang disimpan pada suhu rendah dapat menyebabkan penurunan suhu tubuh pasien.

 

VIII.            PEMERIKSAAN PENUNJANG

​Pemeriksaan penunjang anemia adalah serangkaian tes laboratorium yang digunakan untuk mendiagnosis anemia, menentukan jenisnya, dan mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya. Berikut adalah penjelasan mengenai beberapa pemeriksaan penunjang utama dalam evaluasi anemia (Rawal dkk., 2016):​

1.      Hitung Darah Lengkap (Complete Blood Count - CBC)

Definisi: Tes laboratorium yang mengukur berbagai komponen darah, termasuk jumlah sel darah merah (RBC), hemoglobin (Hb), hematokrit (Hct), dan indeks eritrosit seperti MCV, MCH, MCHC, serta RDW.​

Tujuan: Menilai keberadaan anemia dan membantu mengklasifikasikannya berdasarkan ukuran dan kadar hemoglobin sel darah merah.​

Nilai Normal:

·         Hemoglobin: Pria 13–17 g/dL; Wanita 11–15 g/dL

·         Hematokrit: Pria 40–50%; Wanita 35–45%

·         MCV: 80–100 fL

·         MCH: 27–33 pg

·         MCHC: 32–36 g/dL

·         RDW: 11.5–14.5%​

Nilai Abnormal:

·         MCV < 80 fL: Anemia mikrositik

·         MCV > 100 fL: Anemia makrositik

·         MCHC rendah: Anemia hipokromik

·         RDW tinggi: Variasi ukuran sel darah merah yang meningkat, sering terlihat pada anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik​

2.      Pemeriksaan Besi Serum dan Ferritin

Definisi: Tes yang mengukur kadar besi dalam darah dan cadangan besi dalam tubuh melalui pengukuran ferritin.​

Tujuan: Menilai status besi tubuh untuk mendiagnosis anemia defisiensi besi atau kondisi kelebihan besi.​

Nilai Normal:

·         Besi serum: 60–170 µg/dL

·         Ferritin: Pria 20–500 ng/mL; Wanita 20–200 ng/mL​

Nilai Abnormal:

·         Besi serum dan ferritin rendah: Menunjukkan defisiensi besi

·         Ferritin tinggi dengan besi serum rendah: Dapat terjadi pada anemia penyakit kronis​

3.      Retikulosit

Definisi: Retikulosit adalah sel darah merah muda yang baru diproduksi oleh sumsum tulang.​

Tujuan: Menilai respons sumsum tulang terhadap anemia dengan mengukur jumlah retikulosit dalam darah.​

Nilai Normal: 0.5–2.5% dari total sel darah merah​

Nilai Abnormal:

·         Retikulosit tinggi: Menunjukkan peningkatan produksi sel darah merah, seperti pada anemia hemolitik atau setelah perdarahan akut

·         Retikulosit rendah: Menunjukkan produksi sel darah merah yang menurun, seperti pada anemia aplastik atau anemia defisiensi nutrisi​

4.      Pemeriksaan Vitamin B12 dan Folat

Definisi: Tes yang mengukur kadar vitamin B12 dan folat dalam darah.​

Tujuan: Mendiagnosis anemia megaloblastik yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 atau folat.​

Nilai Normal:

·         Vitamin B12: 200–900 pg/mL

·         Folat: 2.7–17.0 ng/mL​

Nilai Abnormal:

·         Kadar rendah vitamin B12 atau folat: Menunjukkan defisiensi yang dapat menyebabkan anemia megaloblastik​

5.      Elektroforesis Hemoglobin

Definisi: Tes yang memisahkan berbagai jenis hemoglobin dalam darah berdasarkan perbedaan muatan listriknya.​

Tujuan: Mendiagnosis hemoglobinopati seperti talasemia atau anemia sel sabit.​

Nilai Normal: Mayoritas hemoglobin adalah HbA (95–98%), dengan HbA2 dan HbF dalam jumlah kecil.​

Nilai Abnormal:

·         Peningkatan HbA2: Dapat menunjukkan talasemia minor

·         Peningkatan HbF: Dapat terjadi pada talasemia mayor atau anemia sel sabit​

6.      Pemeriksaan Tambahan

·         Apusan Darah Tepi: Evaluasi morfologi sel darah merah untuk mendeteksi bentuk abnormal seperti sferosit, schistosit, atau sel sabit.​

·         Tes Fungsi Ginjal dan Hati: Menilai fungsi organ yang dapat mempengaruhi produksi atau destruksi sel darah merah.​

·         Tes Coombs: Mendeteksi antibodi terhadap sel darah merah, digunakan dalam diagnosis anemia hemolitik autoimun.

IX.            PENATALAKSANAAN

1) Pentalaksanaan Keperawatan

a.       Monitoring tanda dan gejala anemia

Seperti pucat, lemah, takikardia, dan sesak napas untuk mendeteksi gangguan oksigenasi jaringan.

b.      Pemberian oksigen jika diperlukan

Untuk membantu suplai oksigen ke jaringan terutama jika kadar Hb sangat rendah.

c.       Peningkatan intake zat besi dan vitamin

Edukasi pasien untuk mengonsumsi makanan kaya zat besi (daging merah, hati, bayam) dan vitamin C yang membantu penyerapan zat besi.

d.      Menilai toleransi aktivitas

Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ringan dan dorong istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan.

e.       Kolaborasi dengan ahli gizi

Untuk pengaturan diet kaya zat besi dan nutrisi lain yang menunjang pembentukan sel darah merah.

f.        Pemberian dukungan emosional dan edukasi

Untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan dan manajemen mandiri di rumah.

2) Penatalaksanaan Medis

1.      Suplemen zat besi

Diberikan pada anemia defisiensi besi, biasanya dalam bentuk ferrous sulfate oral atau injeksi (jika malabsorpsi terjadi).

- Efek samping: konstipasi, mual, feses hitam.

2.      Vitamin B12 dan asam folat

Untuk anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 atau folat.

3.      Transfusi darah

Diberikan pada anemia berat (Hb <7 g/dL) dengan gejala, untuk segera meningkatkan kadar Hb dan oksigenasi jaringan.

4.      Terapi eritropoietin

Umumnya untuk pasien dengan penyakit ginjal kronis atau anemia akibat kemoterapi.

5.      Manajemen penyakit dasar

Misalnya pemberian antibiotik pada infeksi, kemoterapi untuk anemia akibat kanker, atau manajemen perdarahan kronik (Cappellini dkk., 2020).

 

 

 

 

 

 

 

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

 

I.          PENGKAJIAN

a. Identitas pasien, meliputi :

Nama, Usia : yang sering terkena anemia yaitu orang dewasa. Jenis Kelamin : yang sering dominan terkena Anemia adalah perempuan. Agama, Status perkawinan, Pendidikan, Pekerjaan, Tanggal Masuk, No. RM, Diagnosa Medis.

b. Alasan masuk

Klien mengeluh pusing, lemah, gemetaran, pucat, akral dingin.

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Keletihan, kelemahan, pusing, gemetaran, kemampuan beraktivitas menurun, nyeri pada luka.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Pengkajian riwayat kesehatan dahulu yang mendukung dengan melakukan serangkaian pertanyaan, meliputi :

a) Apakah sebelumnya klien pernah mengalami anemia.

b) Apakah meminum obat tertentu dalam waktu jangka panjang.

c) Apakah pernah mengalami keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukemia, dan multiple myeloma.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Pengkajian riwayat keluarga yang mendukung dengan melakukan serangkaian pertanyaan, meliputi :

1) Apakah dalam keluarga ada yang mengalami anemia

2) Apakah dalam keluarga ada riwayat penyakit kronis atau menahun ( diabetes, darah tinggi, kanker dll )

3) Apakah dalam keluarga mengkonsumsi obat – obatan dalam waktu panjang.

e. Genogram

Merupakan riwayat keluarga yang terdapat tiga generasi atau individu yang berisi simbol- simbol khusus untuk menjelaskan hubungan penyakit dengan keluarga yang bertujuan mengkaji suatu riwayat penyakit yang diperoleh dari keluarga dan klien.

f. Pemeriksaan fisik

Kesadaran : composmentis GCS : 15 ( E : 4 V: 5 M: 6 )

TTV : TD : Biasanya menurun N : Biasanya meningkat RR : biasanya cepat S : biasanya meningkat

Pemeriksaan Fisik

a) Kepala

Bagaimana lesimetrisan, warna rambut, kebersihan kepala, rambut kering, mudah pupus, menitip, sakit kepala, pusing.

b) Mata

Sclera tidak iklerik, konjungtiva anemis, pupil isokor

c) Telinga

Kesimetrisan telinga, fungsi pendengaran, kebersihan pada telinga

d) Hidung

Kesimetrisan, fungsi penciuman, kebersihan, adanya perdarahan pada hidung atau tidak.

e) Mulut

Keadaan mukosa mulut, bibir pucat, stomatitis

f) Leher

Kesimetrisan, adanya pembesaran kelenjar tyroid/tidak, adanya pembesaran kelenjar getah bening.

g) Thorax

Paru –paru :

I : Pergerakan dinding dada, takipnea, orthopnea, dispnea ( kesulitan bernafas ), nafas pendek, cepat lelah ketika beraktivitas yang merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman oksigen.

P : taktil premitus simestris

P : sonor

A : bunyi nafas vesikuler, bunyi nafas tambahan lainnya.

Jantung

I : jantung berdebar – debar, Takhikardi dan bising jantung yang menggambarkan suatu beban pada jantung dan curah jantung mengalami peningkatan.

P : tidak teraba adanya massa

P : pekak

A : bunyi jantung murmur sistolik.

h) Abdomen

I :Kesimetrisan, diare, hematemesis, muntah.

A : suara bising usus

P : terdapat bunyi timpani.

P : terabanya pembesaran hepar/tidak, terdapat nyeri tekan tidak

i) Genetalia

Normal/abnormal

j) Integumen

Mukosa pucat, kering dan kulit keriput

k) Ekstremitas

Kelemahan dalam beraktivitas, terdapat pucat pada membrane mukosa dan dasar kuku, kuku mudah patah

l) Punggung

Kesimetrisan punggung warna kulit dan kebersihan punggung

II.       DIAGNOSA KEPERAWATAN

a.       (D.0005) Pola Napas Tidak Efektif

b.      (D.0009) Perfusi Perifer Tidak Efektif

c.       (D.0017) Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif

d.      (D.0056) Intoleransi Aktivitas

e.       (D.0136) Risiko Cedera

f.        (D.0019) Risiko Defisit Nutrisi 


III.        INTERVENSI KEPERAWATAN

NO

DX KEPERAWATAN

LUARAN (SLKI)

INTERVENSI (SIKI)

1.

(D.0005) Pola Napas Tidak Efektif

 

Pola Napas (L.01004)

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan pola napas membaik dengan kriteria hasil:

1.      Dispnea Menurun

2.      Penggunaan otot bantu napas menurun

3.      Pemanjang fase ekspirasi menurun

4.      Otopnea menurun

5.      Penapasan pursed-lip menurun

6.      ernapasan cuping hidung menurun

7.      Frekuensi napas membaik

8.      Kedalaman napas membaik

9.      Ekskursi dada membaik

10.  Ventilasi semenit membaik

11.  Kapasitas vital membaik

12.  Diameter thoraks anterior-posterior membaik

13.  Tekanan ekspirasi membaik

Tekanan inspirasi membaik

Dukungan Ventilasi (I.01002)

Definisi

Memfasilitasi dalam mempertahankan pernapasan spontan untuk memaksimalkan pertukaran gas di paru-paru

 

Tindakan

Observasi

·      Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas

·      Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan

·      Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis. frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan otot bantu napas, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen)

Terapeutik

·      Pertahankan kepatenan jalan napas

·      Berikan posisi semi fowler atau fowler

·      Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin

·      Berikan oksigen sesuai kebutuhan (mis. nasal kanul, masker wajah, masker rebreathing atau non rebreathing)

·      Gunakan bag-valve, jika perlu

Edukasi

·      Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam

·      Ajarkan mengubah posisi secara mandiri

·      Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu

2.

Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009)

(L.02012) Perfusi Perifer

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan perfusi perifer meningkat dengan kriteria hasil:

1. Kekuatan nadi perifer meningkat

2. Penyembuhan luka meningkat

3. Sensasi meningkat

4. Warna kulit pucat menurun

5 Edema perifer menurun

6. Nyeri ekstremitas menurun

7. Paraestesia menurun

8. Kelemahan otot menurun

9. Kram otot menurun

10. Bruit femoralis menurun

11. Nekrosis menurun

12. Pengisian kapiler membaik

13. Akral membaik

14. Turgor kulit membaik

15. Tekanan darah sistolik membaik

16. Tekanan darah diastolik membaik

17. Tekanan arteri rata-rata membaik

18. Indeks ankle brachial membaik

Perawatan Sirkulasi (I.02079)

Definisi

Mengidentifikasi dan merawat area lokal dengan keterbatasan sirkulasi perifer.

 

Tindakan

Observasi

·      Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema, pengisapan kapiler, warna, suhu, ankle-brachial index)

·      Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis, diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)

·      Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstrimitas

Teraupetik

·      Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi

·      Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan berfungsi

·      Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cedera

·      Lakukan pencegahan infeksi

·      Lakukan perawatan kaki dan kuku

·      Lakukan hidrasi

Edukasi

·      Anjurkan berhenti merokok

·      Anjurkan berolahraga rutin

·      Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar

·      Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan penurunan kolesterol, jika perlu

·      Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur

·      Anjurkan menghindari penggunaan obat penyakit beta

·      Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis. melembabkan kulit kering pada kaki)

·      Anjurkan program rehabilitasi vaskuler

·      Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis. rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3)

·      Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis. rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya Rasa)

3.

Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017)

 

Perfusi Serebral (L.02014)

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan perfusi serebral meningkat dengan kriteria hasil:

1.      Tingkat kesadaran meningkat

2.      Kognitif meningkat

3.      Sakit kepala menurun

4.      Gelisah menurun

5.      Cemas menurun

6.      Agitasi menurun

7.      Demam menurun

8.      Tekanan arteri rata-rata membaik

9.      Tekanan intrakranial membaik

10.  Tekanan darah sistolik membaik

11.  Takanan darah diastolik membaik

12.  Refkeks saraf membaik

Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I.09325)

Definisi

Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan tekanan dalam rongga kranial

 

Tindakan

Observasi

·         Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. lesi, gangguan metabolisme, edema serebral)

·         Monitor tanda atau gejala peningkatan TIK (mis. tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun)

·         Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)

·         Monitor CVP (Central Verious Pressure), jika perlu

·         Monitor PAWP, jika perlu

·         Monitor PAP, jika perlu

·         Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia

·         Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)

·         Monitor gelombang ICP

·         Monitor status pernapasan

·         Monitor intake dan output cairan

·         Monitor cairan serebro-spinalis (mis. warna, konsistensi)

Terapeutik

·         Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang

·         Berikan posisi semi Fowler

·         Hindari manuver Valsava

·         Cegah terjadinya kejang

·         Hindari penggunaan PEEP

·         Hindari pemberian cairan IV hipotonik

·         Atur ventilator agar PaCO2 optimal

·         Pertahankan suhu tubuh normal

Kolaborasi

·         Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu

·         Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu

Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

4.

(D.0032) Risiko Defisit Nutrisi

 

Nafsu Makan (L.03024)

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, maka nafsu makan membaik dengan kriteria hasil :

1.   Keinginan makan Membaik

2.   Asupan makanan Membaik

3.   Asupan cairan Membaik

4.   Energi untuk makan Membaik

5.   Kemampuan merasakan makanan Membaik

6.   Kemampuan menikmati makanan Membaik

7.   Asupan nutrisi Membaik

8.   Stimulus untuk makan Membaik

Rasa lapar Membaik

Manajemen Nutrisi (I.03119)

Definisi

Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang

 

Tindakan

Observasi

·      Identifikasi status nutrisi

·      Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

·      Identifikasi makanan yang disukai

·      Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien

·      Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik

·      Monitor asupan makanan

·      Monitor berat badan

·      Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

·      Lakukan oral hygienis sebelum makan, jika perlu

·      Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)

·      Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

·      Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

·      Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

·      Berikan suplemen makanan, jika perlu

·      Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

·      Anjurkan posisi duduk, jika mampu

·      Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

·      Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri, antlemetik), jika perlu

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

5.

(D.0056) Intoleransi Aktivitas

Toleransi Aktivitas (L.05047)

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil:

1.      Frekuensi nadi meningkat

2.      Saturasi oksigen meningkat

3.      Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat

4.      Kecepatan berjalan meningkat

5.      Jarak berjalan meningkat

6.      Kekuatan tubuh bagian atas meningkat

7.      Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat

8.      Toleransi dalam menaiki tangga meningkat

9.      Keluhan lelah menurun

10.  Dispnea saat aktivitas menurun

11.  Dispnea setelah aktifitas menurun

12.  Perasaan lemah menurun

13.  Aritmia saat aktivitas menurun

14.  Aritmia setelah aktivitas menurun

15.  Sianosis menurun

16.  Warna kulit membaik

17.  Tekanan darah membaik

18.  Frekuensi napas membaik

19.  EKG iskemia membaik

Manajemen Energi (I.05178)

Definisi

Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan

 

Tindakan

Observasi

·      Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan

·      Monitor kelelahan fisik dan emosional

·      Monitor pola dan jam tidur

·      Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas

Terapeutik

·      Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)

·      Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif

·      Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan

·      Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan

Edukasi

·      Anjurkan tirah baring

·      Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

·      Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang

·      Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi

Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

6.

Risiko cedera

(D.0136 )

Tingkat Cedera (L.14136)

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan tingkat cedera menurun dengan kriteria hasil:

1. Toleransi aktivitas meningkat

2. Toleransi makanan meningkat

3. Kejadian cedera menurun

4. Luka/lecet menurun

5. Ketegangan otot menurun

6. Fraktur menurun

7. Perdarahan menurun

8. Ekspresi wajah kesakitan menurun

9. Agitasi menurun

10. Iritabilitas menurun

11. Gangguan mobilitas menurun

12. Gangguan kognitif menurun

13. Tekanan darah membaik

14. Frekuensi nadi membaik

15. Frekuensi napas membaik

16. Pola istirahat/tidur membaik

Pencegahan Cedera (I.14537)

Definisi

Mengidentifikasi dan menurunkan risiko pasien mengalami bahaya atau kerusakan fisik.

 

Tindakan

Observasi

·      Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera

·      Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera

·      Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stocking elastis pada ekstremitas bawah

Teraupetik

·      Sediakan pencahayaan yang memadai

·      Gunakan lampu tidur selama jam tidur

·      Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat (mis. penggunaan telepon, tempat tidur, penerangan ruangan, dan lokasi kamar mandi)

·      Gunakan alas lantai jika beriko mengalami cedera serius

·      Sediakan alas kaki antislip

·      Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi di tempat tidur, jika perlu

·      Pastikan bel panggilan atau telepon mudah dijangkau

·      Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau

·      Pertahankan posisi tempat tidur di posisi terendah saat digunakan

·      Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi terkunci

·      Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas pelayanan kesehatan

·      Pertimbangkan penggunaan alarm elektronik pribadi atau alarm sensor pada tempat tidur atau kursi

·      Diskusikan mengenal latihan dan terapi fisik yang diperlukan

·      Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai (mis. tongkat atau alat bantu jalan)

·      Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi pasien

·      Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan

Edukasi

·      Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga

·      Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa menit sebelum berdiri

           


IV.    IMPLEMENTASI

Implementasi keperawatan terdiri dari melakukan dan mendokumentasikan tindakan yaitu tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi (Siregar, 2020).

Tahap pelaksaan terdiri atas tindakan mandiri dan kolaborasi yang mencangkup kegiatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Agar kondisi klien cepat membaik diharapkan bekerja sama dengan keluarga klien dalam melakukan pelaksanaan agar tercapainya tujuan dan kriteria hasil yang sudah dibuat dalam intervensi (Nursalam, 2017).

V. EVALUASI

Dalam proses keperawatan evaluasi merupakan tahap kelima yang merupakan tahap yang tidak kalah penting dalam proses keperawatan karena kesimpulan yang didapatkan dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus dilanjutkan, diakhiri atau diubah (Siregar, 2020).

Evaluasi dilakukan terus menerus terhadap respon pasien pada Tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau promotif dilakukan setelah menyelesaikan tindakan. Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP (Subjective, Objective, Assesment, and Planning) sebagai pola fikirnya.

-          S: Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

-          O: Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

-          A: analisis , interpretasi dari data subyektif dan data objektif. Analsisis merupakan suatu masalah atau diagnosis yang masih terjadi, atau masalah atau diagnosis yang baru akibat adanya perubahan status kesehatan klien.

-          P: planning, yaitu perencanaan yang akan dilakukan, apakah dilanjutkan, ditambah atau dimodifikasi

-          I: implementasi, artinya pelaksanaan tindakan yang dilakukan sesuai instruksi yang ada dikomponen P

-          E: evaluasi, respon klien setelah dilakukan tindakan.

-          R: Reassesment, pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi. Apakah dari rencana tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi atau dihentikan.

-          Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi :

1)      Masalah teratasi, jika pasien menunjukan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

2)      Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukan sebagian dari kriteria hasil yang ditetapkan.

3)      Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukan perubahan dan kemajuan sama 18 sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

4)      Muncul masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan kondisi atau munculnya masalah baru


DAFTAR PUSTAKA

Badireddy, M., & Baradhi, K. M. (2023). Chronic Anemia -. StatPearls Publishing.

Cappellini, M. D., Musallam, K. M., & Taher, A. T. (2020). Iron deficiency anaemia revisited. Journal of Internal Medicine, 287(2), 153–170. https://doi.org/10.1111/joim.13004

Meliliyanti, M. (2020). Pemantauan Terapi Obat Pada Pasien Penyakit Anemia di Rumah Sakit X. Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal, 5(2), 1–3.

Moreno Chulilla, J. A., Romero Colás, M. S., & Gutiérrez Martín, M. (2019). Classification of anemia for gastroenterologists. World Journal of Gastroenterology : WJG, 15(37), 4627–4637. https://doi.org/10.3748/wjg.15.4627

Nidianti, E., Gilang, N., Aulia, I. A. N., Syadzila, S. K., Suciati, S. S., & Nila Dewi, U. (2019). Pemeriksaan Kadar Hemoglobin dengan Metode POCT (Point of Care Testing) sebagai Deteksi Dini Penyakit Anemia Bagi Masyarakat Desa Sumbersono, Mojokerto. Jurnal Surya Masyarakat, 2(1), 29–34.

Patrisia, I., Juhdeliena, & Kartika, L. (2020). Asuhan Keperawatan pada Kebutuhan Dasar Manusia. Yayasan Kita Menulis.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Rawal, G., Kumar, R., Yadav, S., & Singh, A. (2016). Anemia in Intensive Care: A Review of Current Concepts. The Journal of Critical Care Medicine, 2(3), 109–114. https://doi.org/10.1515/jccm-2016-0017

 DOWNLOAD FILE LP ASKEP ANEMIA

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK SEPSIS DI RUANG ICU