LAPORAN PENDAHULUAN ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) GADAR

 

A.    KONSEP DASAR

1.   DEFINISI

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati. STEMI, atau ST-Elevation Myocardial Infarction, adalah salah satu bentuk serangan jantung yang paling serius. Kondisi ini terjadi ketika salah satu pembuluh darah utama yang menyuplai darah ke otot jantung mengalami penyumbatan total secara tiba-tiba, biasanya akibat pembentukan bekuan darah di atas plak aterosklerotik yang pecah.

Akibatnya, aliran darah ke bagian tertentu dari otot jantung terhenti, yang bisa menyebabkan kerusakan permanen jika tidak segera ditangani. Secara klinis, STEMI ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada hasil elektrokardiogram (EKG), yang mencerminkan adanya kerusakan serius pada otot jantung. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dada yang berat, menetap, terasa seperti ditekan atau dihimpit, dan bisa menjalar ke lengan kiri, rahang, atau punggung. Gejala lain seperti sesak napas, keringat dingin, mual, atau bahkan kehilangan kesadaran juga bisa menyertai. Penanganan STEMI harus dilakukan secepat mungkin, karena semakin lama otot jantung tidak mendapat suplai darah, semakin luas kerusakan yang terjadi.

 Prinsip utama penanganannya adalah membuka kembali pembuluh darah yang tersumbat, yang bisa dilakukan dengan prosedur angioplasti dan pemasangan stent (intervensi koroner perkutan) atau pemberian obat penghancur bekuan darah (terapi fibrinolitik). Selain itu, pasien juga akan diberikan obat-obatan pendukung seperti aspirin, pengencer darah, nitrat, dan pengontrol denyut jantung. Secara keseluruhan, STEMI merupakan kondisi darurat medis yang membutuhkan penanganan cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa dan meminimalkan kerusakan jantung jangka panjang.

 

 


 

2.  FAKTOR RISIKO

Ada dua faktor risiko terjadinya infark miokard akut yaitu :

 

1.      Faktor yang tidak dapat diubah atau tidak dapat dimodifikasi lagi.

 

a.       Usia

Meningkatnya usia seseorang akan meningkatkan risiko terjadinya serangan infark miokard akut. Peningkatan umur berpengaruh pada peningkatan tekanan darah karena menurunnya fungsi organ tubuh, terutama jantung dan pembuluh darah sehingga memungkinkan terjadinya hipertensi.14,15

b.      Jenis Kelamin

Pada laki-laki tekanan darah tampaknya mulai naik antara usia 35 tahun dan wanita pada usia 50 tahun, biasanya pada wanita belum terjadi naik sampai setelah menopause. Namun setelah menopause risiko terjadinya serangan jantung pada wanita meningkat. Hal ini dikarenakan hormon seks testosteron, estrogen, dan progesteron dibuat dari kolesterol. Sehingga jika hormon seks berhenti dibuat maka akan terjadi penumpukan kolesterol.

c.       Genetik

Peranan faktor genetik terhadap timbulnya serangan infark miokard akut adalah genetik tekanan darah tinggi atau diabetes. Selain itu kesamaan gaya hidup keluarga juga menentukan. Misalnya makan makanan yang sama dan jika orang tua merokok anak biasanya juga merokok.

2.      Faktor yang dapat diubah atau dimodifikasi

 

d.      Hipertensi

 

Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi, hipertrofi kompensasi menyebabkan terjadinya dilatasi dan payah jantung. Bila poses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia. Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya angina atau infark miokard akut.

e.       Kolesterol Tinggi

Tingkat kolesterol digolongkan dua macam unsur yaitu LDL (Low-density lipoprotein) dan HDL (High-density lipoprotein). LDL adalah kolesterol jahat yang menempel di dinding pembuluh darah yang akan membentuk fibrous cap. Ateroma adalah penyebab utama penyakit jantung khususnya karena terbentuknya aliran darah dalam pembuluh darah.

f.        Obesitas

Obesitas meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25- 49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT) Overweight dengan IMT >25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes mellitus tipe II.

g.      Diabetes Mellitus

Penderita diabetes cenderung memiliki prevalensi, prematuritas, dan keparahan aterosklerosis koroner yang lebih tinggi. Diabetes melitus menginduksi hiperkolesterolemia dan secara bermakna meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis. Diabetes melitus juga berkaitan dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner; sintesis kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid; peningkatan kadar LDL-C; dan kadar HDL-C yang rendah. Aterosklerosis dapat menyebabkan emboli yang kemudian menyumbat dan terjadi iskemik pada jantung, sehingga perfusi ke otot jantung menurun. Pada penderita DM juga mengalami penurunan penggunaan insulin dan peningkatan glukogenesis, sehingga terjadi hiperosmolar sehingga aliran darah lambat, maka perfusi otot jantung menurun sehingga terjadi kegagalan jantung dalam kontraksi.

h.      Merokok

Merokok meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai risiko terkena infark miokard. Kandungan nikotin dalam rokok dapat menggangu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatnya frekuensi denyut jantung, tekanan darah, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Karbon monoksida menyebabkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung persediaan oksigen untuk jaringan diseluruh tubuh termasuk miokard. Hal ini juga menyebabkan mempercepat pembentukan aterosklerosis. Nikotin, CO dan bahan-bahan lain dalam rokok juga terbukti merusak endotel pembuluh darah dan mempermudah timbulnya penggumpalan darah.

i.        Psikososial

Faktor psikososial seperti peningkatan stress kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatis, anxietas dan depresi secara konsisten meningkatkan risiko terkena aterosklerosis.

 

3.      ETIOLOGI

STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.

§  Penyempitan arteri koroner nonsklerolik

§  Penyempitan aterorosklerotik

§  Trombus

§  Plak aterosklerotik

§  Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak

§  Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium

§  Penurunan darah koroner melalui yang menyempit

§  Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur

§  Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

 

4.      PATOFISIOLOGI

·         STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).

·         Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.

 

5.      MANIFESTASI KLINIS

a.       Keluhan utama klasik :

nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.

b.      Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.

c.       Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.

d.      Bisa atipik:

ü  Pada manula: bisa kolaps atau bingung.

ü  Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa tanpa disertai n yeri dada.

 

6.      KOMPLIKASI

Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:

1)      Disfungsi ventrikuler

Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.

Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.

2)      Gangguan hemodinamik

Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.

a.       Gagal jantung

b.      Syok kardiogenik

c.       Perluasan IM

d.      Emboli sitemik/pilmonal

e.       Perikardiatis

f.        Ruptur

g.      Ventrikrel

h.      Otot papilar

i.        Kelainan septal ventrikel

j.        Disfungsi katup

k.      Aneurisma ventrikel

l.        Sindroma infark pascamiokardias

 

 

7.      PENATALAKSANAAN

a.       Syok kardiogenetik

Penatalaksana syok kardiogenetik:

-          Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan norepinefrin.

-          Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.

-          Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.

-          Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan pada pasien

<75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.

-          Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi trombolisis.

-          Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.

b.      Infark Ventrikel Kanan

Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:

-          Pertahankan preload ventrikel kanan.

-          Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cai bran jam I selanjutnya 200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).

-          Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.

-          Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak repon dengan atropin.

-          Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading volume.

-          Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.

-          Pompa balon intra-aortik.

-          Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)

-          Penghambat ACE

-          Reporfusi

-          Obat trombolitik

-          Percutaneous coronari intervention (PCI) primer

-          Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit multivesel).

c.       Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel

Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya. Penatalaksana Takikardia vebtrikel:

-          Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.

-          Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.

-          Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen berikut:

i.            Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10 menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).

ii.            Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam.

iii.            Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.

iv.            Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi sebelumnya).

d.      Penatalaksana fibrilasi Ventrikel

-          Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J ( klas I)

-          Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized. (klas Iia)


 

B.  KONSEP ASKEP

 

1.      Pengkajian



 

1)      Identitas pasien

Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor MR dan alamat.

Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama, pendidikan, suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien.

2)      Tanda-tanda vital

Tanda tanda vital yang perlu dikaji meliputi :

·         GCS

·         TD

Text Box: MAP =  Tekanan Darah Sistolik + 2 (Tekanan Darah Diastolik)
3

·         RR

·         Nadi

·         Suhu

·         Saturasi O2

·         CRT

·         Keseimbangan cairan dan elektrolit :

Asidosis Respiratorik : PaCO2 > 50 mmHg, (pH < 7,35) Alkalosis Respiratorik: PaCO2 < 30 mmHg, (pH > 7,45)

3)      Alat bantu invasif

-     Pemberian magnesium sulfat

a.      Airway

-       Apakah terdapat suara napas tambahan seperti ronkhi, bunyi nafas krekrels (+),

-       Apakah terdapat jalan napas tidak paten (obstruksi edema/sputum)

b.      Breathing

Tanda yang biasa muncul saat pemeriksaan breathing

-       Pasien sesak nafas

-       Takinpnea

-       Nafas dangkal


-       RR >20 x/m,

-       Saturasi O2 <90%

-       Pernapasan cuping hidung (+)

-       Penggunaan otot aksesoris pernafasan (+)

-       Adanya sianosis

c.       Circulation

Circulation meliputi:

-     TD

-     N

-       CRT

-       Kulit pasien biasanya teraba panas.

d.      Disability

-       Apakah respon pasien baik (alert)

-        Tingkat kesadaran

-     GCS

-       Keadaan pupil (isokor)

-       Respon refleks terhadap cahaya baik.

e.       Exposure

-       tidak terdapat deformitas

-       tidak terdapat contusion

-       tidak terdapat Abrasi

-       tidak terdapat penetrasi

-       terdapat udeme pada ektremitas bawah dan abdomen

f.        riwayat SAMPLE

riwayat SAMPLE yang bisa didapatkan dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007) :

S : sign & symptomp :

A : Alergi : (adakah alergi pada pasien ,seperti obat-obatan herbal)

M : Medikasi/obat-obatan ; (obat-obatan yang diminum seperti

sedang menjalani pengobatan hipertensi, DM, atau penyalahgunaan obat)

P: Partient medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obat herbal)


L : last meal (obat atau makanan yang baru saja dikomsums, dikomsumsi beberpa jam sebelum kejadian)

E : Events : hal-hal yang bersangkutan dengan sebab kejadian

Vital sign : TD, SUHU, RR, NADI

 

Pengkajian lengkap ( Comprehensive Assessment )

1)      keluhan utama

Keluhan utama yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan, meliputi: dyspnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik, adanya gejala-gejala kongesti vaskular pulmonal adalah dyspnea, ortopnea, dyspnea nocturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut

2)      Riwayat kesehatan

a.       Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset 12 jam

b.      Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti:

·   Sesak

·   Udema

·   Nyeri dada

c.       Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya adakah anggota keluarganya yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Serta riwayat penyakit lainnya seperti:

·   Darah tinggi

·   Diabetes

·   Penyakit jantung

d.      Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami penyakit yang sama dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain seperti:

·         Riwayat asma

·         Diabetes

·         Stroke

·         Gastritis

·         Alergi

e.       Riwayat sosial


Riwayat social pada pasien stemi biasanya adalah berkurangnya aktivitas atau bahkan sampai berhenti beraktivitas untuk pengobatan. Sehingga terjadinya perubahan peran dalam keluarga. Perubahan peran yang terjadi menyebabkan perubahan financial yang terjadi pada keluarga dan juga tadinya sering berolahraga kini harus berbaring di Rumah Sakit

f.        Riwayat psikososial

Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah jantung dapat disertai insomnia atau kebingungan.

g.      Riwayat spiritual

Kebutuhan Spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia, apabila seseorang dalam keadaan sakit maka hubungan dengan tuhannya semakin dekat. Aspek spiritual dapat membantu membangkitkan semangat pasien dalam proses penyembuhan (Cherly dkk, 2008). Pada beberapa pasien dengan gangguan CHF mereka mengalami koping maladaptive . contoh dari koping tersebut adalah ketika pasien tersebut tidak bisa menerima penyakitnya dan menyalahkan Tuhan akan penyakit yang diderita sehingga tanpa sadar mereka menjauhi sang Pencipta. Dalam mengatasi masalah spiritual yang dialami pasien CHF khususnya untuk mengurangi tingkat depresi maka pendekatan religious dengan cara berzikir, berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing dan melakukan sholat meskipun dengan berbaring (Fitriani,2015).

2.      Pemeriksaan fisik

Kepala : Mesosephal, rambut hitam, tidak rontok dan bersih Mata : Cekung, konjungtiva pucat, sclera tidak ikterik

Hidung : Bersih, tidak ada discharge, tak ada nafas cuping hidung. Mulut : Bersih, mukosa bibir kering, sianosis.

Telinga : Simetris, bersih, tidak ada serumen. Leher : Distensi vena jugularis

Dada : Simetris, ada retraksi otot dada, pengembangan dada simetris. Jantung : Tekanan darah meningkat/menurun, aritmia, sianosis, nyeri dada

Paru- Paru : Dyspnea, orthopnea, takipnea, batuk, retraksi dinding dada, ronchi, wheezing


Abdomen : Asites, nyeri tekan, hepatomegali

 

Ektremitas : Normal, tidak sianosis/sianosis, kapilery refill time < 3 detik, tidak ada oedem, ekstremitas bawah mengalami kelemahan

Kulit : Kulit tampak sedikit kering, sawo matang dan, turgor kulit baik. Genetalia : Tidak terpasang kateter (riwayat BPH)

3.      Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus gagal jantung kongestive di antaranya sebagai berikut :

1.      Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.

2.      Uji stress : Merupakan        pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.

3.      Ekokardiografi

i.      Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan kelainan regional, model M paling sering diapakai dan ditanyakan bersama EKG)

ii.      Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)

iii.      Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan transesofageal terhadap jantung)

b.      Katerisasi jantung

c.       Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal

d.      Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal terapi diuretik

e.       Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut menjadi kronis.

f.        Analisa gas darah

g.      Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi

h.      Pemeriksaan tiroid


b.  Pengkajian berkelanjutan (on goin assasment)

 

Kontinuitas monitoring kondisi pasien seiap 1-2 jam pada saat krittis, selanjutnya sesuai dengan kondisi pasien, fokus pengkajian pada pasien dengan gagal jantung yaitu :

1)      Pernafasan : Auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan ada atau tidaknya krakles dan mengi, catat frekuensi dan kedalaman bernafas.

2)      Jantung : Auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung S3 dan S4, kemungkinan cara pemompaan sudah mulai gagal.

3)      Tingkat kesadaran : Kaji tingkat kesadaran, adakah penurunan kesadaran. · Perifer : Kaji adakah sianosis perifer.

4)      Kaji bagian tubuh pasien yang mengalami edema dependen dan hepar untuk mengetahui reflek hepatojugular (RHJ) dan distensi vena jugularis (DVJ.

 

 

2.      Diagnosa keperawatan

Diagnosa         keperawatan    merupakan       suatu    penilaian          klinis    mengenai respons klien terhadap masalah          kesehatan        atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus diare menurut PPNI (2017) sebagai berikut :

1        Nyeri akut (D.0077)

2        Penurunan curah jantung (D.0008)

3        Pola nafas tidak efektif (D.0005)

4        Defisit nutrisi (D.0019)

5        Intoleransi aktivitas (D.0056)

 


 

3.      Intervensi

No.

Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan kriteria Hasil

Intervensi

1

Nyeri akut (D.0077)

Tingkat Nyeri L.08066

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil :

a.       Keluhan nyeri menurun

b.      Meringis menurun

c.       Sikap protektif menurun

Manajemen Nyeri I. 08238

Observasi:

-       Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

-       Identifikasi skala nyeri

-       Identifikasi respon nyeri non verbal

-       Monitor            keberhasilan                         terap komplementer yang sudah diberikan Monitor                 efek    samping                 penggunaan analgetik

Teraupetik :

-       Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

-       control lingkungan yang memperbera rasa nyeri - fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi :

-       Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

-       Jelaskan strategi meredakan nyeri Anjurkan                    memonitor                    nyeri                    secara mandiri

-       Anjurkan       menggunakan                      analgetik secara tepat

-       Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri

 

Kolaborasi

-       Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

 

2.

Penurunan curah jantung
(D.0008)

Curah Jantung L. 02008

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan curah jantung meningkat dengan kriteria hasil :

a.       Tekanan darah membaik

b.      Dispnea menurun

c.       Pucat menurun

 

Perawatan Jantung (I.02075)

Observasi

-          Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi: dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, PND, peningkatan CVP).

-          Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi: peningkatan berat badan, hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)

-          Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu)

-          Monitor intake dan output cairan

-          Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama

-          Monitor saturasi oksigen

-          Monitor keluhan nyeri dada (mis: intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presipitasi yang mengurangi nyeri)

-          Monitor EKG 12 sadapan

-          Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)

-          Monitor nilai laboratorium jantung (mis: elektrolit, enzim jantung, BNP, NTpro-BNP)

-          Monitor fungsi alat pacu jantung

-          Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah aktivitas

-          Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian obat (mis: beta blocker, ACE Inhibitor, calcium channel blocker, digoksin)

Terapeutik

 

-          Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman

-          Berikan diet jantung yang sesuai (mis: batasi asupan kafein, natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak)

-          Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermitten, sesuai indikasi

-          Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat

-          Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu

-          Berikan dukungan emosional dan spiritual

-          Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%

Edukasi

-          Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi

-          Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap

-          Anjurkan berhenti merokok

-          Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian

-          Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian

Kolaborasi

-          Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu

-          Rujuk ke program rehabilitasi jantung

 

 

 

 

 

3.

Pola nafas tidak efektif (D.0005)

Pola napas L. 01004

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola napas membaik dengan kriteria hasil:

a.       Dispnea menurun

b.      Penggunaan otot bantu napas menurun

c.       Pemanjangan fase ekspirasi menurun

d.      Frekuensi napas membaik

e.       Kedalaman napas membaik

Manajemen Jalan Napas (I.01011)

Observasi

-          Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

-          Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)

-          Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

-          Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga trauma fraktur servikal)

-          Posisikan semi-fowler atau fowler

-          Berikan minum hangat

-          Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

-          Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

-          Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal

-          Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill

-          Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

 

-          Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi

-          Ajarkan Teknik batuk efektif

Kolaborasi

 

-          Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

 

 

 

 

4

Defisit nutrisi (D.0019)

Status Nutrisi L.03030

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan status nutrisi membaik dengan kriteria hasil:

a.       Porsi makan yang dihabiskan meningkat

b.      Berat badan membaik

c.       Indeks massa tubuh (IMT) membaik

Manajemen Nutrisi (I.03119)

Observasi

-          Identifikasi status nutrisi

-          Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

-          Identifikasi makanan yang disukai

-          Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien

-          Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik

-          Monitor asupan makanan

-          Monitor berat badan

-          Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

-          Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

-          Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida makanan)

-          Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

-          Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

-          Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

-          Berikan  suplemen makanan, jika perlu

-          Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

-          Ajarkan posisi duduk, jika mampu

-          Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

-          Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis: Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu

-          Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

5.

Intoleransi aktifitas (D.0056)

Toleransi aktivitas L.05047

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil:

a.       Keluhan Lelah menurun

b.      Dispnea saat aktivitas menurun

c.       Dispnea setelah aktivitas menurun

d.      Frekuensi nadi membaik

 

Manajemen Energi (I.05178)

Observasi

-          Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan

-          Monitor kelelahan fisik dan emosional

-          Monitor pola dan jam tidur

-          Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas

Terapeutik

-          Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)

-          Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif

-          Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan

-          Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan

Edukasi

-          Anjurkan tirah baring

-          Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

-          Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang

-          Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi

-          Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

4.      Implementasi

Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan.

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).

5.      evaluasi

Evaluasi yang diharapkan dari intervensi yang disebutkan di atas mengacu pada kriteria hasil pada perencanaan tindakan keperawatan, yaitu: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam yaitu pola nafas efektif, ditandai dengan tidak sesak nafas, respiration rate dalam batas normal (16-20 kali per menit), respon batuk berkurang, irama napas teratur, tidak terdapat penggunaantambahan otot bantu pernapasan, tidak terdapat suara napas tambahan tanda-tanda vital dalam batas normal. Evalusi ditulis di dalam lembar evalusi dengan format SOAP.

S (subjektif) berisi tentang keluhan subyektif pasien setelah dilakukan tindakan pemberian oksigen, keluhan sesak napas ketika istirahat atau beraktifitas, O (Objektif) berisi hasil pengukuran (frekuensi pernapasan, irama pernapasan, kedalaman pernapasan, frekuensi nadi, kualitas nadi, irama nadi, tanda-tanda vital, dan hasil observasi tentang kondisi pasien meliputi (inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi). Inspeksi : batuk, kedalaman napas, penggunaan otot bantu pernapasan, warna kulit, membrane mukosa, kesadaran, pergerakan dinding dada, kepatenan jalan nafas, pernapasan cuping hidug, pernapasan bibir, sianosis. Auskultasi : bunyi paru, wheezing, ronchi, crackles. Palpasi: nyeri dada, edema, denyut nadi. Perkusi : sonor, hipersonor, pekak. Selain itu, juga ditulis kepatenan kanul nasal dan kecepatan aliran. A (analisis) membandingkan antara informasi 22 subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil. Sedangkan P (Planning) berisi rencana tindak


DAFTAR PUSTAKA

Funay, P. L. B., Wijaya, I. P., Ginanjar, E., & Shatri, H. (2021). Pengaruh penerapan program “CODE STEMI” terhadap door to balloon time dan major adverse cardiac events pasien ST elevation myocardial infarction. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(4), 201. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i4.451​ jurnal.ugm.ac.id

Ng, S., & Juzar, D. A. (2020). Challenges in STEMI management during COVID-19 pandemic. Indonesian Journal of Cardiology, 41(2), 92–97. https://doi.org/10.30701/ijc.1023​test-ojs.site.feihunk.com

Sujudi, M. M., Jati, S. P., & Agushybana, F. (2022). Analisis perilaku organisasi pada implementasi clinical pathway pasien dengan ST-elevasi miokard infark (STEMI) di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia, 10(2), 185–190. https://doi.org/10.14710/jmki.10.2.2022.185-190​ Undip E-Journal System

Suhestin, C. W., Mappahya, A. A., Nurhikmawati, N., Wisudawan, W., & Safitri, A. (2024). Faktor risiko kejadian infark miokard akut dengan elevasi segmen ST di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar tahun 2022. Jurnal Pendidikan Tambusai, 8(2), 17361–17370. https://doi.org/10.31004/jptam.v8i2.14830​

Taufik, A., & Khairul, D. (2025). Hubungan rendahnya kadar kalsium sebagai prediktor keparahan pasien STEMI yang di rawat di RSUD Bengkalis dan di hubungkan dengan skor Killip. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 10(2). https://doi.org/10.36418/syntax-literate.v10i2.55037​

Wijaya, I. P., & Ginanjar, E. (2021). Terapi fibrinolitik pada pasien ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI): Review artikel. Jurnal Farmasi Udayana, 10(1), 55–67. https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p07​


DOWNLOAD LP STEMI GADAR

 

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK SEPSIS DI RUANG ICU