LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASMA
LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH
KEPERAWATAN
Asma
B. DEFINISI
Asma
merupakan gangguan inflamasi kronik pada saluran nafas yang melibatkan banyak
sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel mast, leukotrin dan lain-lain. inflasi
kronik ini berhubungan dengan hiper responsif jalan nafas yang menimbulkan
episode berulang dari mengi (wheezing),
sesak nafas, dada terasa berat dan batuk terutama pada malam dan pagi dini
hari, kejadian ini biasanya ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang bersifat
reversible baik spontan atau dengan pengobatan
Serangan asma atau asma
attack adalah episode peningkatan yang progresif (perburukan) dari
gejala-gejala batuk, sesak napas, wheezing,
rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut.
Serangan asma merupakan cerminan gagalnya tata laksana asma jangka panjang,
atau adanya pajanan dengan pencetus serangan asma (Munawarah, 2023)
Serangan
asma (asthma attack) adalah kondisi akut yang terjadi ketika saluran pernapasan
mengalami penyempitan, peradangan, dan produksi lendir berlebih, sehingga menyebabkan
kesulitan bernapas. Serangan ini sering kali ditandai dengan gejala seperti
sesak napas, mengi (bunyi napas berbunyi tinggi), batuk, dan rasa tertekan di
dada. Pada kasus yang lebih parah, serangan asma dapat menyebabkan kegagalan
pernapasan dan memerlukan penanganan medis segera.
Serangan
asma adalah kondisi akut di mana saluran napas mengalami penyempitan dan
peradangan yang signifikan, menyebabkan gejala seperti sesak napas, batuk,
mengi, dan rasa sesak di dada. Pada saat serangan, terjadi bronkospasme
(penyempitan otot-otot bronkus), peradangan, dan produksi lendir berlebih, yang
semuanya berkontribusi pada penyempitan saluran napas dan kesulitan bernapas
Berdasarkan
pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa asma adalah penyakit inflamasi (peradangan)
kronis pada saluran napas yang menyebabkan gangguan aliran udara intermiten dan
reversibel sehingga terjadi hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa wheezing (mengi), batuk,
sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari (Ayu Prihatin, 2023).
C. ETIOLOGI
Etiologi asma menurut (Agustian, 2023)
:
a. Kontraksi
otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan napas.
b. Pembengkakan
membrane bronkus
c. Bronkus
berisi mucus yang kental
Adapun faktor predisposisi pada asma
yaitu:
a) Genetik
Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat
adanya bakat alergi ini penderita sangat mudah terkena asma apabila dia
terpapar dengan faktor pencetus.
Adapun
faktor pencetus dari asma adalah :
a. Alergen
Merupakan suatu bahan penyebab
alergi. Dimana ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui
saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga, bakteri, dan
polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
yaitu makanan dan obat-obatan tertentu seperti penisilin, salisilat, beta
blocker, kodein, dan sebagainya.
3) Kontaktan, seperti perhiasan,
logam, jam tangan, dan aksesoris lainnya yang masuk melalui kontak dengan
kulit.
b. Infeksi
saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh
virus. Virus Influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering
menimbulkan asma bronkhial, diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa
serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan
c. Perubahan
cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi
asma, perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma.
d. Lingkungan
kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-15% klien asma. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi
lalu lintas, penyapu jalanan.
e. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan
serangan asma bila sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan asma
f.
Stress
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya
serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma harus segera diobati penderita asma yang mengalami stres
harus diberi nasehat untuk menyelesaikan masalahnya.
D. MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi
Klinis pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada
sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang
bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak
penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke
depan serta tampak otot otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada
beberapa tingkatan penderita asthma menurut GINA ( Global Initiative For Asthma
) yaitu :
a. Tingkat
I Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul
bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi
bronchiale di laboratorium.
b. Tingkat
II Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah
sembuh serangan.
c. Tingkat
III Tanpa keluhan. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan
mudah diserang kembali.
d. Tingkat
IV Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan
fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
e. Tingkat
V Status asthmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim
dipakai. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi
otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih,
takikardi.
Manifestasi
klinis yang sering muncul antara lain
a. Dispnea.
b. Bising
mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.
c. Batuk
produktif, sering pada malam hari.
d. Nafas
atau dada seperti tertekan.
e. Sianosis.
f.
Pada palpasi hiperresonansi.
g. Ronchi.
h. Anoreksia/gangguan
nafsu makan.
i.
Kelemahan.
j.
Diaphoresis/keringat dingin (Agustiawan, 2022).
E. KLASIFIKASI
Menurut (hari Sujono, 2021) asma di bedakan
menjadi 2 jenis yaitu asma bronchial dan asma kardial :
a. Asma
bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif
terhadap rangsangan dari luar, seperti debu, bulu binatang, asap dan bahan
lainya yang menyebabkan alergi. Gejala kemunculnnya sangat mendadak sehingga
gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Apabila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa terjadi. Gangguan asma bronkial
bisa di sebabkan karena adanya radang yang mengakibatkan penyempitan saluran
pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran
pernapasan, pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan lendir yang berlebihan.
b. Asma
kardial
Asma yang di sebabkan karena adanya kelainan organ
jantung. Gejalanya biasanya terjadi pada malam hari saat sedang tidur, di
sertai dengan adanya sesak napas yang hebat biasa di sebut nocturnal paroxymul.
Menurut (GINA, 2018) pembagian derajat asma di bedakan menjadi 4 yaitu :
1. Intermiten
: gejala kurang dari 1 kali dalam 1 minggu dan serangan yang terjadi secara
singkat.
2. Persisten
ringan : gejala yang terjadi lebih dari 1 kali dalam seminggu tetapi kurang
dari 1 kali dalam sehari.
3. Persisten
sedang : gejala terjadi setiap hari.
4. Persisten
berat : gejala terjadi setiap hari dan serangan sering kali terjadi
Tipe-tipe
asthma lain yaitu
a. Asthma
Imunologi atau alergik atau ekstrinsik
Biasanya terjadi pada anak-anak, serangan dapat
dicetuskan oleh kontak dengan alergen pada penderita yang sensitif.
b. Asthma
non Imunologik Atau non Alergik Atau Intrinsik
Biasanya terjadi pada orang dewasa usia diatas 35
tahun atau sesudah usia 40 tahun. Serangan asthma dapat dicetuskan oleh
faktor-faktor non spesifik, misalnya flu biasa, latihan fisik atau emosi
ataupun serangan dapat timbul sesudah infeksi virus hidung atau pada
percabangan trakea bronchiale. Makin lama serangan makin hebat sehingga menjadi
bronchitis kronik dan kadang kadang emfisema.
c. Asthma
Campuran
Terdiri dari komponen asma intrinsik dan ekstrinsik.
Kebanyakan pasien asma intrinsik akan berlanjut menjadi bentuk asma campuran yang
serangannya diawali oleh infeksi virus atau bakteri atau alergen dapat pula
dicetuskan oleh faktor yang berbeda misalnya perubahan suhu dan kelembaban uap
yang mengiritasi asap, bau-bauan yang kuat, latihan fisik dan stress emotional
F. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi
dari asma yaitu adanya faktor pencetus seperti debu, asap rokok, bulu binatang,
hawa dingin terpapar pada penderita. Bendabenda tersebut setelah terpapar
ternyata tidak dikenali oleh sistem di tubuh penderita sehingga dianggap
sebagai benda asing (antigen). Anggapan itu kemudian memicu dikeluarkannya
antibody yang berperan sebagai respon reaksi hipersensitif seperti neutropil,
basophil, dan immunoglobulin E. masuknya antigen pada tubuh yang memicu reaksi
antigen akan menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang membentuk ikatan seperti
key and lock (gembok dan kunci).
Ikatan
antigen dan antibody akan merangsang peningkatan pengeluaran mediator kimiawi
seperti histamine, neutrophil chemotactic show acting, epinefrin, norepinefrin,
dan prostagandin. Peningkatan mediator kimia tersebut akan merangsang
peningkatan permiabilitas kapiler, pembengkakan pada mukosa saluran pernafasan
(terutama bronkus). Pembengkakan yang hampir merata pada semua bagian pada
semua bagian bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus (bronkokontrikis) dan
sesak nafas.
Penyempitan
bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar yang masuk saat inspirasi sehingga
menurunkan ogsigen yang dari darah. kondisi ini akan berakibat pada penurunan
oksigen jaringan sehingga penderita pucat dan lemah. Pembengkakan mukosa
bronkus juga akan meningkatkan sekres mucus dan meningkatkan pergerakan sillia
pada mukosa. Penderita jadi sering batuk dengan produksi mucus yang cukup
banyak (Patmawati, 2020).
G. PATHWAY
(terlampir)
H. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
a)
Pemeriksaan
laboratorium
1) Pemeriksaan
Sputum Pemeriksaan untuk melihat adanya:
·
Kristal-kristal charcot leyden yang
merupakan degranulasi dan kristal eosinopil.
·
Spiral curshman, yakni merupakan castcell
(sel cetakan) dari cabang bronkus.
·
Creole yang merupakan fragmen dari epitel
bronkus
·
Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada
sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat muscus plug.
2) Pemeriksaan
darah
·
Analisa Gas Darah pada umumnya normal akan
tetapi dapat terjadi hipoksemia, hipercapnia, atau sianosis.
·
Kadang pada darah terdapat peningkatan
SGOT dan LDH
·
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang
diatas 15.000/mm3 yang menandakan adanya infeksi.
·
Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan
IgE pada waktu serangan dan menurun pada saat bebas serangan asma
b) Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien
asma dapat dilakukan berdasarkan manifestasi klinis yang terlihat, riwayat,
pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium. Adapun pemeriksaan penunjang yang
dilakukan adalah:
1) Tes
Fungsi Paru
Menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible,
cara tepat diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum atau sesudah pemberian
aerosol bronkodilator (inhaler atau nebulizer), peningkatan FEV1 atau FCV
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Dalam spirometry akan
mendeteksi:
·
Penurunan forced expiratory volume (FEV)
·
Penurunan paek expiratory flow rate (PEFR)
·
Kehilangan forced vital capacity (FVC)
·
Kehilangan inspiratory capacity (IC)
2) Pemeriksaan
Radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran
hiperinflamasi paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diagfragma yang menurun. Pada penderita dengan komplikasi
terdapat gambaran sebagai berikut:
· Bila
disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
· Bila
ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin bertambah
· Bila
terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase paru.
· Dapat
menimbulkan gambaran atelektasis paru
· Bila
terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru.
3) Pemeriksaan
Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat
bereaksi positif pada asma secara spesifik
4) Elektrokardiografi
(EKG)
·
Terjadi right axis deviation
·
Adanya hipertropo otot jantung Right
Bundle Branch Bock c
·
Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi,
SVES, VES, atau terjadi depresi segmen ST negative
5) Scanning
paru
Melalui inhilasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru
I. PENATALAKSANAAN
Adapun penatalaksanaan
yang dapat dilakukan untuk pasien asma yaitu:
a. Prinsip
umum dalam pengobatan asma:
·
Menghilangkan obstruksi jalan napas.
·
Menghindari faktor yang bisa menimbulkan
serangan asma.
·
Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai
penyakit asma dan pengobatannya.
b. Pengobatan
pada asma
1) Pengobatan
Farmakologi Seperti :
a) Agnosis
Beta : metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat
cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan
kedua adalah 10 menit.
b) Metilxantin
: aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
c) Kortikosteroid.
Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon yang baik. Dosis
4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama harus diawasi
dengan ketat.
d) Kromolin
dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat pencegah asma
khusunya untuk anak-anak.
e) Terapi
nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizer ditentukan dengan cara Berat
badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat yang dipakai yaitu Pulmicord ( budesonide 100
μg, 200 μg, 400 μg/ dosis), Fentolin (beclomethasone 50, 100, 200, 250, 400 μg
/ dosis), NaCl 2 ml, Bisolvon larutan (Putri & Sumarno, 2013).
f) Mast
cell inhibitor (lewat inhalasi)
Tindakan
yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
a) Oksigen
4-6 liter/menit.
b) Agonis
B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi
nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian
agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan
perlahan.
c) Aminofilin
bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.
d) Kortikosteroid
hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang
menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat
2) Pengobatan
Non Farmakologi
Penatalaksanaan pada pasien asma
menurut Putri & Sumarno (2013) dapat dilakukan dengan
1) Postural Drainage
Adalah teknik yang digunakan untuk
mengalirkan sputum/dahak yang berada didalam paru agar mengalir ke saluran
pernafasan yang besar sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan. Tindakan ini
dilakukan selama minimal 20 menit untuk satu bagian lobus paru dan dilakukan
pemeriksaan suara paru terlebih dahulu untuk menentukan posisi yang tepat.
Dilakukan sehari sebanyak 2 kali pada pagi hari dan sore hari.
2) Fisioterapi Dada
a. Clapping/Perkusi Dada
Dilakukan bersamaan dengan pemberian
postural drainage. Dengan memeriksa seluruh bagian dada yang memerlukan
drainage. Yang bertujuan untuk menggetarkan paru sehingga bila ada dahak yang
lengket pada dinding saluran nafas dapat terlepas dan mengalir ke saluran nafas
yang lebih besar. Dengan cara tangan diposisikan seperti membentuk cup/mangkuk,
ujung jari menyentuh ibu jari diperkusikan pada permukaan dada dengan gelombang
amplitudo dan frekuensi yang bervariasi menurut perubahan konsistensi dan
lokasi sputum. Sebaiknya jumlah tepukan mencapai 25 kali dalam 10 menit agar
lebih maksimal, selama 3-5 menit untuk tiap bagian dari paru-paru.
b. Vibrasi Dada/Menggetarkan Dada
Dilakukan setelah pemberian postural
drainage. Vibrasi dengan menggetarkan sangkar dada yang bertujuan untuk
meningkatkan dan mempercepat aliran sekret di dalam paru. Vibrasi dilakukan
pada saat pasien ekspirasi, dimana sebelumnya pasien diminta tarik nafas dalam
kemudian saat ekspirasi diberikan vibrasi sampai akhir ekspirasi dengan
frekuensi 4-5 kali gerakan. Tekanan bergetar yang dilakukan pada dada selama
ekshalasi. Teknik ini dapat meningkat turbulensi dan kecepatan ekshalasi udara,
sehingga secret dapat bergerak.
3) Batuk
Efektif.
Batuk efektif merupakan suatu metode
batuk dengan benar, dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah
lelah dan dapat mengeluarkan secret secara maksimal. Tujuannya yaitu membantu
membersihkan jalan nafas. Indikasi : Produksi sputum yang berlebih, Pasien
dengan batuk yang tidak efektif.
4) Menerapkan
posisi semi fowler
untuk memfasilitasi nafas dan ekspansi
paru. Posisi ini mengurangi kerja napas dan meningkatkan ekspansi paru.
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada
klien dengan asma adalah mengancam pada gangguan keseimbanga asam basa dan
gagal nafas, pneumonia, bronkhiolitis, chronic persistent bronchitis,
emphysema.
Status asma merupakan asma yang lama
dan hebat dan tidak berespon terhadap terapi rutin. Status asma dapat
menyebabkan gagal napas dengan hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis. Intubasi
endotrakea, ventilasi mekanis, dan terapi obat agresif dapat diperlukan untuk
mempertahankan jiwa. Selain gagal nafas akut, komplikasi lain terkait status
asma, antara lain dehidrasi, infeksi pernafasan, atelektasis, pneumotoraks, dan
kor pulmonale. (Scholastica, 2019)
(dikutip dari Meigita, 2020).
KONSEP
DASAR KEPERAWATAN
I.
Pengkajian Keperawatan
A. Pengkajian
1.
Identitas pasien
2.
Umur
3.
Jenis kelamin
4.
Agama
5.
Pendidikan
6.
Alamat/Tempat tinggal
B.
Pengkajian Primer
General
Impression
1.
Keluhan Utama
a. Keluhan
utama saat masuk rumah sakit, keluhan yang paling utama dikeluhkan oleh pasien
sehingga masuk rumah sakit. Keluhan utama
yang muncul pada klien dengan asma adalah dispnea atau sesak napas (sampai bisa
berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi atau wheezing (pada
beberapa kasus lebih banyak paroksimal
b.
Keluhan saat pengkajian, keluhan yang
dikeluhkan pasien saat dilakukan pengkajian
Primer
Assessment
1.
Airway
a.
Kaji dan pertahankan jalan nafas.
b.
Lakukan head tilt, chin lift jika perlu.
c.
Gunakan bantuan untuk memperbaiki jalan nafas
jika perlu.
d.
Pertimbangkan untuk dirujuk ke anesthetist
untuk dilakukan intubasi jika tidak mampu untuk menjaga jalan nafas atau pasien
dalam kondisi terancam kehidupannya atau pada asthma akut berat.
e.
Jika pasien menunjukkan gejala yang mengancam
kehidupan, yakinkan mendapat pertolongan medis secepatnya.
2.
Breathing
a.
Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse
oximeter, dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen > 95%.
b.
Berikan aliran oksigen tinggi melalui
non-breath mask.
c.
Pertimbangkan untuk menggunakan
bag-valve-mask-ventilation.
d.
Ambil darah untuk pemeriksaan arterial blood
gases untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2.
e.
Kaji respiratory rate.
f.
Jika pasien mampu, rekam peak expiratory flow
dan dokumentasikan.
g.
Periksa sistem pernafasan, cari tanda-tanda :-
Sianosis- Deviasi trachea- Kesimetrisan pergerakan dada- Retraksi dinding dada
h.
Auskultasi adanya :- Wheezing- Pengurangan
aliran darah masuk
3.
Circulation
a.
Kaji denyut jantung
b.
Catat tekanan darah
c.
Lakukan EKG
d.
Berikan akses IV dan pertimbangkan pemberian
magnesium sulfat 2 gram dalam 20 menit
e.
Kaji intake output
f.
Jika potassium rendah makan berikan potassium
4.
Disability
a.
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan
GCS/AVPU
b.
Penurunan tingkat kesadaran merupakan tanda
ekstrim pertama dan pasien membutuhkan pertolongan diruang intensive
C.
Pengkajian Sekunder
1.
Full of vital sign (TD, N, S, RR, SpO2)
2.
Riwayat Penyakit
a.
Riwayat Penyakit Sekarang
Lama
menderita asma, hal yang menimbulkan serangan, obat yang dipakai setiap hari
dan saat serangan.
b.
Riwayat Penyakit Dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor
prediposisi timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat
penyakit saluran nafas bagian bawah (rhinitis, utikaria, dan eskrim).
a.
Riwayat Kesehatan Keluarga
klien dengan asma sering kali ditemukan adanya
riwayat penyakit turunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak didapatkan
adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
c.
Riwayat Sosial Ekonomi
Lingkungan
tempat tinggal dan bekerja, jenis makanan yang berhubungan dengan alergen,
hewan peliharaan yang dipelihara dan tingkat stressor.
3.
Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
II. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1)
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)
2)
Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
3)
Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
4)
Risiko Defisit Nutrisi (D.0032)
5)
Intoleransi Aktivitas (D.0056)
6)
Risiko Jatuh (D.0143)
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
|
NO |
Diagnosa Kep |
Luaran (SLKI) |
Intervensi (SIKI) |
|
1. |
(D.0001) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Kategori
: Fisiologis Subkategori
: Respirasi Definisi Ketidakmampuan
membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan
napas tetap paten. Penyebab Fisiologis · Spasme jalan napas · Hiperseksresi jalan napas · Disfungsi neuromuskuler · Benda asing dalam jalan
napas · Adanya jalan napas buatan · Sekresi yang tertahan · Hiperplasia dinding jalan
napas · Proses infeksi · Respon alergi · Efek agen farmakologis (mis.
anastesi) Situasional · Merokok aktif · Merokok pasif · Terpajan polutan Gejala & Tanda Mayor: Subjektif (tidak
tersedia) Objektif · Batuk tidak efektif · Tidak mampu batuk · Sputum berlebih · Mengi, wheezing dan/atau
ronkhi kering · Mekonium di jalan napas
(pada neonatus) Gejala & Tanda Minor: Subjektif · Dispnea · Sulit bicara · Orthopnea Objektif · Gelisah · Sianosis · Bunyi napas menurun · Frekuensi napas berubah · Pola napas berubah |
Bersihan Jalan Napas (L.01001) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam, diharapkan bersihan jalan napas meningkat dengan kriteria hasil: 1.
Batuk efektif meningkat 2.
Produksi sputum menurun 3.
Mengi menurun 4.
Wheezing menurun 5.
Mekonium (pada neonatus) menurun 6.
Dipsnea menurun 7.
Ortopnea menurun 8.
Sulit bicara menurun 9.
Sianosis menurun 10.
Gelisah menurun 11.
Frekuensi napas membaik 12.
Pola napas membaik |
Manajemen Jalan Napas (I.01011) Definisi Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas Tindakan Observasi · Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha napas) · Monitor bunyi napas tambahan
(mis. gurgiling, mengi, wheezing, ronkhi kering) · Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma) Terapeutik · Pertahanan kepatenan jalan
napas dengan head-tift dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal) · Posisikan Semi-Fowler atau
Fowler · Berikan minuman hangat · Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu · Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik · Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan endotrakeal · Keluarkan sumbatan benda
padat dengan proses McGill · Berikan Oksigen, Jika perlu Edukasi · Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, Jika tidak komtraindikasi · Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, Jika perlu |
|
Terapi Oksigen (I.01026) Definisi Memberikan tambahan oksigen untuk mencegah dan mengatasi kondisi
kekurangan oksigen jaringan Tindakan Observasi · Monitor Kecepatan aliran
oksigen · Monitor posisi alat terapi
oksigen · Monitor aliran oksigen
secara periodik dan pastikan fraksi yang diberikan cukup · Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah), jika perlu · Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan · Monitor tanda-tanda
hipoventilasi · Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan atelektasis · Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen · Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan oksigen Terapiutik · Bersihkan sekret pada mulut,
hidung dan trakea, jika perlu · Perhatikan kepatenan jalan
napas · Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen · Berikan oksigen tambahan,
jika perlu · Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi · Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien Edukasi Anjurkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah Kolaborasi · Kolaborasi penentuan dosis
oksigen · Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan atau tidur |
|||
|
2. |
(D.0003) Gangguan Pertukaran Gas Kategori
: Fisiologis Subkategori
: Respirasi Definisi Kelebihan
atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada membran
alveolus - kapiler Penyebab Ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi Perubahan
membran alveolus-kapiler Gejala & Tanda Mayor: Subjektif Dispnea Objektif ·
PCO2 meningkat/menurun ·
PO2 menurun ·
Takikardia ·
pH arteri meningkat/menurun ·
Bunyi napas tambahan Gejala & Tanda Minor: Subjektif ·
Pusing ·
Penglihatan kabur Objektif ·
Sianosis ·
Diaforesis ·
Gelisah ·
Napas cuping hidung ·
Pola napas abnormal (cepat/ lambat, regular/
ireguler, dalam/ dangkal) ·
Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan) ·
Kesadaran menurun |
Pertukaran Gas Meningkat (L.01003) Setelah diberikan Asuhan keperawatan selama 3 x 24
jam, diharapkan pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil : 1.
Dispnea menurun 2.
Bunyi napas tambahan menurun 3.
Takikardi menurun 4.
PCO₂ membaik 5.
PO₂ membaik 6.
pH arteri membaik |
Pemantauan Respirasi (I.01014) Definisi Mengumpulkan
dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan napas dan keefektifan
pertukaran gas Tindakan Observasi · Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas · Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-Stokes, biot, ataksik) · Monitor kemampuan bantuk
efektif · Monitor adanya produksi
sputumMonitor adanya sumbatan jalan napas · Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru · Auskultasi bunyi napas · Monitor saturasi oksigen · Monitor nilai AGD · Monitor hasil x-ray toraks Teraupetik · Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien · Dokumentasikan hasil
pemantauan Edukasi · Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan · Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu |
|
3. |
(D.0005) Pola Napas Tidak Efektif Kategori
: Fisiologis Subkategori
: Respirasi Definisi Inspirasi
dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat. Penyebab · Depresi pusat pernapasan · Hambatan upaya napas (mis.
nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan) · Deformitas dinding dada · Deformitas tulang dada · Gangguan Neuromuskuler · Gangguan Neurologis (mis.
elektroensefalogram [EEG] positif, cedera kepala, gangguan kejang) · Imaturitas neurologis · Penurunan energi · Obesitas · Posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru · Sindrom hipoventilasi · Kerusakan inervasi diafragma
(kerusakan saraf C5 ke atas) · Cedera pada Medula spinalis · Efek agen farmakologis · Kecemasan Gejala & Tanda Mayor: Subjektif Dispnea Objektif · Penggunaan otot bantu
pernapasan · Fase ekspirasi memanjang · Pola napas abnormal (mis.
takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes) Gejala & Tanda Minor: Subjektif Ortopnea Objektif · Pernapasan pursed-lip · Pernapasan cuping hidung · Diameter thoraks
anterior-posterior meningkat · Ventilasi semenit menurun · Kapasitas vital menurun · Tekanan ekspirasi menurun · Tekanan inspirasi menurun · Ekskursi dada berubah |
Pola Napas (L.01004) Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan pola napas membaik
dengan kriteria hasil: 1. Dispnea
Menurun 2. Penggunaan
otot bantu napas menurun 3. Pemanjang
fase ekspirasi menurun 4. Otopnea
menurun 5. Penapasan
pursed-lip menurun 6. ernapasan
cuping hidung menurun 7. Frekuensi
napas membaik 8. Kedalaman
napas membaik 9. Ekskursi
dada membaik 10. Ventilasi
semenit membaik 11. Kapasitas
vital membaik 12. Diameter
thoraks anterior-posterior membaik 13. Tekanan
ekspirasi membaik 14. Tekanan
inspirasi membaik |
Dukungan Ventilasi (I.01002) Definisi Memfasilitasi dalam mempertahankan pernapasan spontan untuk
memaksimalkan pertukaran gas di paru-paru Tindakan Observasi · Identifikasi adanya
kelelahan otot bantu napas · Identifikasi efek perubahan
posisi terhadap status pernapasan · Monitor status respirasi dan
oksigenasi (mis. frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan otot bantu napas,
bunyi napas tambahan, saturasi oksigen) Terapeutik · Pertahankan kepatenan jalan
napas · Berikan posisi semi fowler
atau fowler · Fasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin · Berikan oksigen sesuai
kebutuhan (mis. nasal kanul, masker wajah, masker rebreathing atau non
rebreathing) · Gunakan bag-valve, jika
perlu Edukasi · Ajarkan melakukan teknik
relaksasi napas dalam · Ajarkan mengubah posisi
secara mandiri · Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi · Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu |
|
4. |
(D.0032) Risiko Defisit Nutrisi Kategori : Fisiologis Subkategori : Nutrisi dan Cairan Definisi Beresiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme Faktor Risiko · Ketidakmampuan menelan
makanan · Ketidakmampuan mencerna
makanan · Ketidakmampuan mengabsorpsi
nutrien · Peningkatan kebutuhan
metabolisme · Faktor ekonomi (mis.
finansial tidak mencukupi) · Faktor psikologis (mis.
stress, keengganan untuk makan) |
Status Nutrisi (L.03030) Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan status nutrisi membaik
dengan kriteria hasil: 1. Porsi
makanan yang dihabiskan meningkat 2. Kekuatan
otot pengunyah meningkat 3. Kekuatan
otot menelan meningkat 4. Serum
Albumin meningkat 5. Verbalisasi
keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat 6. Pengetahuan
tentang pilihan makanan yang sehat meningkat 7. Pengetahuan
tentang pilihan minuman yang sehat meningkat 8. Pengetahuan
tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat 9. Penyiapan
dan penyimpanan makanan yang aman meningkat 10. Penyiapan
dan penyimpana minuman yang aman meningkat 11. Sikap
terhadap makanan/ minuman sesuai dengan tujuan kesehatan meningkat 12. Perasaan
cepat kenyang menurun 13. Nyeri
abdomen menurun 14. Sariawan
menurun 15. Rambut
rontok menurun 16. Diare
menurun 17. Berat
badan membaik 18. Indeks
masa tubuh (IMT) membaik 19. Frekuensi
makan membaik 20. Nafsu
makan membaik 21. Bising
usus membaik 22. Tebal lipatan kulit trisep
membaik |
Manajemen Nutrisi (I.03119) Definisi Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang Tindakan Observasi · Identifikasi status nutrisi · Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan · Identifikasi makanan yang
disukai · Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrien · Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastrik · Monitor asupan makanan · Monitor berat badan · Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium Terapeutik · Lakukan oral hygienis
sebelum makan, jika perlu · Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. piramida makanan) · Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai · Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi · Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein · Berikan suplemen makanan,
jika perlu · Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi Edukasi · Anjurkan posisi duduk, jika
mampu · Ajarkan diet yang
diprogramkan Kolaborasi ·
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
pereda nyeri, antlemetik), jika perlu ·
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu |
|
5. |
(D.0056) Intoleransi Aktivitas Kategori
: Fisiologis Subkategori
: Aktivitas dan Istirahat Definisi Ketidakcukupan
energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari Penyebab · Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen · Tirah baring · Kelemahan · Imobilitas · Gaya hidup monoton Gejala & Tanda Mayor: Subjektif Mengeluh
Lelah Objektif Frekuensi
jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat Gejala & Tanda Minor: Subjektif · Dispnea saat/setelah
aktivitas · Merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas · Merasa lemah Objektif · Tekanan darah berubah
>20% dari kondisi istirahat · Gambaran EKG menunjukan
aritmia saat/setelah aktivitas · Gambaran EKG menunjukan
iskemia · Sianosis |
Toleransi Aktivitas
(L.05047) Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan toleransi
aktivitas meningkat dengan kriteria hasil: 1.
Frekuensi nadi meningkat 2.
Saturasi oksigen meningkat 3.
Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
meningkat 4.
Kecepatan berjalan meningkat 5.
Jarak berjalan meningkat 6.
Kekuatan tubuh bagian atas meningkat 7.
Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat 8.
Toleransi dalam menaiki tangga meningkat 9.
Keluhan lelah menurun 10.
Dispnea saat aktivitas menurun 11.
Dispnea setelah aktifitas menurun 12.
Perasaan lemah menurun 13.
Aritmia saat aktivitas menurun 14.
Aritmia setelah aktivitas menurun 15.
Sianosis menurun 16.
Warna kulit membaik 17.
Tekanan darah membaik 18.
Frekuensi napas membaik EKG iskemia membaik |
Manajemen Energi (I.05178) Definisi Mengidentifikasi
dan mengelola penggunaan energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan proses pemulihan Tindakan Observasi · Identifikasi gangguan fungsi
tubuh yang mengakibatkan kelelahan · Monitor kelelahan fisik dan
emosional · Monitor pola dan jam tidur · Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas Terapeutik · Sediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan) · Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan atau aktif · Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan · Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan Edukasi · Anjurkan tirah baring · Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap · Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang · Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan Kolaborasi Kolaborasi
dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan |
|
6. |
(D.0143) Risiko Jatuh Kategori
: Lingkungan Subkategori
: Keamanan dan Proteksi Definisi Berisiko
mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan akibat terjatuh Faktor Risiko · Usia ≥65 tahun (pada dewasa)
atau ≤2 tahun (pada anak) · Riwayat jatuh · Anggota gerak bawah
prostesis (buatan) · Penggunaan alat bantu
berjalan · Penurunan tingkat kesadaran · Perubahan fungsi kognitif · Lingkungan tidak aman (mis.
licin, gelap, lingkungan asing) · Kondisi pasca operasi · Hipotensi ortostatik · Perubahan kadar glukosa
darah · Anemia · Kekuatan otot menurun · Gangguan pendengaran · Gangguan keseimbangan · Gangguan penglihatan (mis.
glaukoma, katarak, ablasio retina, neuritis optikus) · Neuropati · Efek agen farmakologis (mis.
sedasi, alkohol, anastesi umum) |
Tingkat Jatuh (L.14138) Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, maka tingkat jatuh menurun dengan
kriteria hasil : 1.
Jatuh dari tempat tidur menurun 2.
Jatuh saat berdiri menurun 3.
Jatuh saat duduk menurun 4.
Jatuh saat berjalan menurun 5.
Jatuh saat dipindahkan menurun 6.
Jatuh saat naik tangga menurun 7.
Jatuh saat di kamar mandi menurun Jatuh saat membungkuk
menurun |
Pencegahan Jatuh (I.14540) Definisi Mengidentifikasi dan menurunkan risiko terjatuh akibat perubahan
kondisi fisik atau psikologis Tindakan Observasi · Identifikasi faktor risiko
jatuh (mis. usia > 65 tahun, penurunan tingkat kesadaran, defisit
kognitif, hipotensi ortostatik, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan,
neuropati) · Identifikasi risiko jatuh
setidaknya sekali setiap shift atau sesuai dengan kebijakan institusi · Identifikasi faktor
lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh (mis. lantai licin, penerangan
kurang) · Hitung risiko jatuh dengan menggunakan
skala (mis. Fall Morse Scale, Humpty Dumpty Scale), jika perlu · Monitor kemampuan berpindah
dari tempat tidur ke kursi roda dan sebaliknya Terapeutik · Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga · Pastikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci · Pasang handrall tempat tidur · Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah · Tempatkan pasien berisiko
tinggi jatuh dekat dengan pantauan perawat dari nurse station · Gunakan alat bantu berjalan
(mis. kursi roda, walker) · Dekatkan bel pemanggil dalam
jangkauan pasien Edukasi · Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan untuk berpindah · Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin · Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga keseimbangan tubuh · Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk meningkatkan keseimbangan saat berdiri Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil perawat |
IV. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan terdiri dari melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yaitu tindakan keperawatan khusus yang diperlukan
untuk melaksanakan intervensi (Siregar, 2020).
Tahap pelaksaan terdiri atas tindakan mandiri dan
kolaborasi yang mencangkup kegiatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan, dan memfasilitasi koping. Agar kondisi klien cepat membaik
diharapkan bekerja sama dengan keluarga klien dalam melakukan pelaksanaan agar
tercapainya tujuan dan kriteria hasil yang sudah dibuat dalam intervensi
(Nursalam, 2017).
V. EVALUASI
Dalam proses keperawatan evaluasi merupakan tahap
kelima yang merupakan tahap yang tidak kalah penting dalam proses keperawatan
karena kesimpulan yang didapatkan dari evaluasi menentukan apakah intervensi
keperawatan harus dilanjutkan, diakhiri atau diubah (Siregar, 2020).
Evaluasi dilakukan terus menerus terhadap respon
pasien pada Tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau
promotif dilakukan setelah menyelesaikan tindakan. Evaluasi dapat dilakukan
menggunakan SOAP (Subjective, Objective, Assesment, and Planning) sebagai pola
fikirnya.
-
S: Respon subjektif pasien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
-
O: Respon objektif pasien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
-
A: analisis , interpretasi dari data
subyektif dan data objektif. Analsisis merupakan suatu masalah atau diagnosis
yang masih terjadi, atau masalah atau diagnosis yang baru akibat adanya
perubahan status kesehatan klien.
-
P: planning, yaitu perencanaan yang akan
dilakukan, apakah dilanjutkan, ditambah atau dimodifikasi
-
I: implementasi, artinya pelaksanaan
tindakan yang dilakukan sesuai instruksi yang ada dikomponen P
-
E: evaluasi, respon klien setelah
dilakukan tindakan.
-
R: Reassesment, pengkajian ulang yang
dilakukan terhadap perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi. Apakah dari
rencana tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi atau dihentikan.
-
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap
evaluasi meliputi :
1) Masalah
teratasi, jika pasien menunjukan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
2) Masalah
teratasi sebagian, jika pasien menunjukan sebagian dari kriteria hasil yang ditetapkan.
3) Masalah
belum teratasi, jika pasien tidak menunjukan perubahan dan kemajuan sama 18
sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
4) Muncul
masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan kondisi atau munculnya
masalah baru
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, A. (2023). Karya Ilmiah Asuhan Keperawatan
Anak Pada Pasien Asma Bronkial Dengan Inovasi Leaflet Batuk Efektif Di Rumah
Sakit Umum Handayani Tahun 2023.
Agustiawan, F. (2022). Pengaruh Pemberian Posisi Semi
Fowler Terhadap Perubahan Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) Pada Pasien Asma Di
UPT Puskesmas Gondang Kabupaten Mojokerto.
Ayu Prihatin, A. (2023). Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Asma: Ansietas Dengan Intervensi Relaksasi Otot Progresif.
Hari Sujono, A. (2021). Analisa Udara Pernapasan
Menggunakan Deret Sensor Untuk Klasifikasi Asma. 1(1), 3.
Munawarah, S. (2023). Asuhan Keperawatan Pada An. N
Dengan Asma Attack Di Ruang Baitunnisa I Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang.
Patmawati, M. (2020). Penerapan Pernafasan Respiratory
Muscle Stretching (Rms) Untuk Meningkatkan Status Respirasi Pada Keluarga
Dengan Asma.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi).
Jakarta: PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II.
Jakarta: PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II.
Jakarta: PPNI.
Comments
Post a Comment