Definisi Nyeri
1. Definisi Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan
perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau
bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat
mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun
(Smeltzer, 2001).
Intensitas nyeri gambaran seberapa
parah nyeri ysng dirasakan individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat
subyektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama
dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan obyektif yang paling mungkin adalah menggunkan respon fisiologik
tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2006).
International Association for
Study of Pain (IASP) menyatakan nyeri adalah
merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan yang nyata,
berpotensi rusak, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
2.
Etiologi
Nyeri
tidak hanya dihasilkan oleh satu stimulus. Nyeri biasanya dihubungkan dengan
beberapa proses patologis spesifik. Kelainan yang mengakibatkan rasa nyeri
mencakup infeksi, inflamasi, trauma, kelainan degenerasi, keadaan toksik
metabolik atau neoplasma. Nyeri dapat juga muncul karena distorsi mekanis
ujung-ujung saraf misalnya karena meningkatnya tekanan di dinding organ. Nyeri
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu umur, lingkungan,
kelelahan, riwayat nyeri sebelumnya, dll. Sebagian rasa nyeri hebat disebabkan
oleh karena trauma, iskemia, atau inflamasi disertai kerusakan jaringan yang
menyebabkan terlepasnya zat kimia tertentu yang berperan dalam merangsang
ujung-ujung saraf perifer.
3.
Klasifikasi Nyeri
Berdasarkan
sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi:
a.Nyeri somatik
luar Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan membran
mukosa. Nyeri biasanya dirasakan seperti terbakar, jatam dan terlokalisasi
b.Nyeri somatik
dalam Nyeri tumpul (dullness)dan tidak terlokalisasi dengan baikakibat
rangsangan padaotot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat
c.Nyeri viseral
Nyeri karena perangsangan organ viseral atau membran yang menutupinya (pleura
parietalis, perikardium, peritoneum). Nyeri tipe ini dibagi lagi menjadi nyeri
viseral terlokalisasi, nyeri parietal terlokalisasi, nyeri alih viseral dan
nyeri alih parietal
Berdasarkan jenisnya nyeri juga
dapat diklasifikasikan menjadi:
a.Nyeri
nosiseptifKarena kerusakan jaringan baik somatik maupun viseral. Stimulasi
nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengakibatkan
pengeluaran mediator inflamasi dari jaringan, sel imun dan ujung saraf sensoris
dan simpatik.
b.Nyeri
neurogenikNyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer
pada sistem saraf perifer. Halini disebabkan oleh cedera pada jalur seratsaraf
perifer, infiltrasi sel kanker pada serabut saraf, dan terpotongnya saraf
perifer. Sensasi yang dirasakan adalah rasa panas dan seperti ditusuk-tusuk dan
kadang disertai hilangnya rasa atau adanya sara tidak enak pada perabaan. Nyeri
neurogenik dapat menyebakan terjadinya allodynia. Hal ini mungkin terjadi
secara mekanik atau peningkatansensitivitas dari noradrenalin yang kemudian
menghasilkan sympathetically maintained pain(SMP).SMP merupakan komponen pada
nyeri kronik. Nyeri tipe ini sering menunjukkan respon yang buruk pada
pemberian analgetik konvensional
c.Nyeri
psikogenik Nyeri ini berhubungan dengan adanya gangguan jiwa misalnya cemas dan
depresi. Nyeri akan hilang apabila keadaan kejiwaan pasien tenang.
Berdasarkan timbulnya nyeri dapat
diklasifikasikan menjadi:
a.Nyeri akut:Nyeri
yang timbul mendadak dan berlangsung sementara. Nyeri ini ditandai dengan
adanya aktivitas saraf otonom seperti : takikardi, hipertensi, hiperhidrosis,
pucat dan midriasisdan perubahan wajah : menyeringai atau menangis Bentuk nyeri
akut dapat berupa:
1)
Nyeri somatik luar : nyeri tajam
di kulit, subkutis dan mukosa
2)
Nyeri somatik dalam : nyeri
tumpul pada otot rangka, sendi dan jaringan ikat
3)
Nyeri viseral : nyeri akibat
disfungsi organ viseral.
b.Nyeri kronik
Nyeri berkepanjangan dapat berbulan-bulan tanpa tanda2 aktivitas otonom kecuali
serangan akut. Nyeri tersebut dapat berupa nyeri yang tetap bertahan sesudah
penyembuhan luka (penyakit/operasi)atau awalnya berupa nyeri aku tlalu menetap
sampai melebihi 3 bulan.
Nyeri ini disebabkan oleh :
1)
kanker akibat tekanan atau
rusaknya serabut saraf
2)
non kanker akibat trauma, proses
degenerasi dll.
Berdasarkan penyebabnya nyeri
dapat diklasifikasikan menjadi:
a)
Nyeri onkologik
b)
Nyeri non onkologik
Berdasakan derajat nyeri
dikelompokan menjadi:
a.Nyeri ringan adalah nyeri
hilang timbul, terutama saat beraktivitas sehari hari dan menjelang tidur.
b.Nyeri sedang nyeri terus
menerus, aktivitas terganggu yang hanya hilang bila penderita tidur.
c.Nyeri berat
adalah nyeri terus menerus sepanjang hari, penderita tidak dapat tidur dan
dering terjaga akibat nyeri.
4.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis nyeri harus ditangani
oleh asesmen nyeri yang tepat. Oleh karena itu, pemeriksaan riwayat dan
fisik secara lengkap penting untuk mengevaluasi penyakit yang mendasari dan
faktor yang berkontribusi secara menyeluruh. Ini termasuk mengidentifikasi
sumber nyeri bila memungkinkan. Sebuah karakterisasi dasar nyeri dapat
diperoleh dengan menilai karakteristik PQRST. Perhatian juga harus diberikan
kepada faktor mental yang mengubah ambang nyeri. Kecemasan, depresi, kelelahan,
marah, dan takut secara khusus diketahui dapat menurunkan ambang batas ini,
sedangkan sisanya, peningkatan suasana hati, simpati, pengalihan, dan pemahaman
menaikkan ambang nyeri
p : faktor pencetus
q : kualitas
r : lokasi
s : skala
t : waktu
Secara umum,
pasien mungkin berada dalam distress akut yang jelas (nyeri trauma) atau tampak
tidak memiliki rasa kesakitan yang terlihat jelas (kronis/persisten). Nyeri
dapat dideskripsikan sebagai tajam, membakar, seperti tersetrum, gatal,
menjalar, intensitas berfluktuasi, dan lokasi bervariasi. Seiring waktu,
stimuli nyeri yang sama dapat menyebabkan gejala yang berubah sepenuhnya
(contohnya tajam ke agak mati rasa, jelas ke tidak jelas). Gejala nonspesifik
termasuk kecemasan, depresi, lelah, insomnia, rasa marah, dan ketakutan. Nyeri
akut dapat menyebabkan hipertensi, takikardia, diaforesis, midriasis, dan
pucat, tapi tanda-tanda ini bukan diagnostik. Pada beberapa kasus akut dan pada
kebanyakan nyeri kronis/persisten, dapat tidak tampak tanda-tanda yang jelas.
Nyeri selalu objektif, dan tidak ada tes laboratorium yang dapat
mendiagnosanya. Karena itu, nyeri sebaiknya didiagnosa berdasarkan riwayat dan
penggambaran pasien.
Klinisi harus
mengevaluasi semua komponen dari pengalaman rasa sakit, misalnya perilaku
(sebagian dari reaksi terhadap rasa sakit dipelajari), kognitif (proses
berpikir mengubah pengalaman rasa sakit), sosial (ekspresi rasa sakit berbeda
sesuai dengan lingkungan sosial), dan budaya (latar belakang budaya dapat
mempengaruhi toleransi nyeri). Selain itu, memisahkan nyeri dengan
patofisiologi neuropatik dari nyeri yang disebabkan oleh patofisiologi
nosiseptif yang dikenal (misalnya nyeri post trauma) memungkinkan peningkatan
regimen pengobatan.
Nyeri
nosiseptif sering bersifat akut, lokal, dapat dijelaskan dengan baik, dan dapat
dilegakan dengan terapi analgesik konvensional (misalnya opioid, asetaminofen,
NSAID), sedangkan nyeri neuropatik sering bersifat kronis, tidak dikenal dengan
baik, dan tidak mudah diobati dengan analgesik konvensional. Asesmen pasien
yang tepat juga harus mencakup evaluasi manajemen nyeri, intensitas nyeri,
berkurangnya nyeri, dan efek samping obat-obatan (misalnya konstipasi atau
sedasi akibat opioid) harus dinilai dan dinilai ulang secara teratur. Waktu dan
keteraturan penilaian ini akan tergantung pada jenis rasa sakit dan obat yang
diberikan. Nyeri pasca operasi dan eksaserbasi akut dari nyeri kanker mungkin
perlu dikaji setiap jam, sedangkan nyeri nonmalignant kronis mungkin hanya
perlu penilaian harian. Kualitas hidup juga harus dinilai secara teratur pada
semua pasien.
4.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan farmakalogi adalah
pemberian obat-obatan untuk mengurangi nyeri. Obat-obatan yang diberikan dapat
digolongkan kedalam:
a.Analgesik opioid (narkotik)
Analgesik opioid terdiri dari turunan
opium, seperti morfin dan kodein. Opioid meredakan nyeri dan memberi rasa
euforia lebih besar dengan mengikat reseptor opiat dan mengaktivasi endogen
(muncul dari penyebab di dalam tubuh) penekan nyeri dalam susunan saraf pusat.
Perubahan alam perasaan dan sikap serta perasaan sejahtera membuat individu
lebih nyaman meskipun nyeri tetap dirasakan (Kozier, et al., 2010). Opioid
adalah obat yang aman dan efektif. Obat-obatan ini bekerja dengan cara
meningkatkan sensitivitas dan durasi yang lebih lama dalam menurunkan nyeri
yang dialami seseorang (Closs, 1994 dalam Brigss, 2002).
b.Obat-obatan anti-inflamasi nonopioid/nonsteroid (non
steroid antiinflamation drugs/NSAID).
Non opioid mencakup asetaminofen dan
obat anti inflamasi non steroid (NSAID) seperti ibuprofen. NSAID memiliki efek
anti inflamasi, analgesik, dan antipiretik, sementara asetaminofen hanya
memiliki efek analgesik dan antipiretik. Obat-obatan ini meredakan nyeri dengan
bekerja pada ujung saraf tepi di tempat cedera dan menurunkan tingkat mediator
inflamasi serta mengganggu produksi prostaglandin di tempat cedera (Kozier, et
al., 2010). Non opioid dan NSAID memiliki peran yang berguna dalam
manajemennyeri, khususnya pada kondisi-kondisi gangguan muskuloskletetal.
Obat-obatan yang
biasanya digunakan diantaranya adalah ibuprofen, naproxen dan diclofenac
(Closs, 1994 dalam Brigss, 2002).
c.Analgesik penyerta
Analgesik penyerta adalah sebuah obat
yang bukan dibuat untuk penggunaan analgesik tetapi terbukti mengurangi nyeri
kronik dan kadang kala nyeri akut, selain kerja utamanya. Misalnya, sedatif
ringan atau penenang dapat membantu mengurangi ansietas, stres dan ketegangan
sehingga pasien dapat tidur dengan baik di malam hari. Antidepresan digunakan
untuk mengatasi gangguan depresi atau gangguan alam perasaan yang mendasari
tetapi dapat juga meningkatkan strategi nyeri yang lain. Antikonvulsan,
biasanya diresepkan untuk mengatasi kejang, dapat berguna dalam mengendalikan
neuropati yang menyakitkan (Kozier, et al., 2010).
2. Non farmakologi Blacks
dan Hawks (2009)
penatalaksanaan
nyeri secara non farmakologi dapat dilakukan dengan cara terapi fisik (meliputi
stimulasi kulit, pijatan, kompres hangat dan dingin, TENS, akupunktur dan
akupresur) serta kognitif dan biobehavioral terapi (meliputi latihan nafas
dalam, relaksasi progresif, rhytmic breathing, terapi musik, bimbingan
imaginasi, biofeedback, distraksi, sentuhan terapeutik, meditasi, hipnosis,
humor dan magnet).
Menurut Kozier, et al., (2010) menyatakan bahwa nyeri
dapat juga diatasi dengan beberapa cara diantaranya adalah:
a.Intervensi fisikIntervensi fisik bertujuan menyediakan kenyamanan, mengubah
respon fisiologis, dan mengurangi rasa takut yang berhubungan dengan imobilitas
akibat rasa nyeri atau keterbatasan aktivitas (Kozier, et al.,2010) .
Intervensi fisik mencakup stimulasi kutaneus, imobilisasi, stimulasi saraf
elektrik transkutan (TENS) dan akupunktur.
1).Stimulasi kutaneus
Stimulasi kutaneus atau counterstimulation merupakan
istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi tekhnik yang dipercaya dapat
mengaktivasi opioid endogeneous dan sistem analgesia monoamnie.Stimulasi
kutaneus efektif dengan cara menurunkan pembengkakan, menurunkan kekakuan dan
meningkatkan serabut saraf berdiameter besar untuk menghambat serabut saraf
berdiameter kecil sebagai penyampai atau reseptor nyeri dengan menggunakan
terapi dingin, terapi panas, tekanan, getaran atau pijatan (DeLaune &
Ladner, 2011). Stimulasi kutaneus dapat memberikan peredaan nyeri sementara
yang efektif. Stimulasi kutaneus mendistraksi klien dan memfokuskan perhatian
pada stimulus taktil, mengalihkan dari sensasi menyakitkan sehingga mengurangi
persepsi nyeri. Selain itu, stimulasi kutaneus juga dipercaya dapat
menghasilkan pelepasan endorfin yang menghambat transmisi stimulus nyeri serta
menstimulasi serabut
saraf sensorik A-beta berdiameter besar, sehingga menurunkan transmisi impuls
nyeri melalui serabut A-delta dan C yang lebih kecil (Kozier, et al., 2010).
Tekhnik
stimulasi kutaneus terdiri dari:
a).Pijat Secara naluri, manusia
merespon sakit dan nyeri dengan menggosok-gosok area tersebut. Terapi pijat
mengembangkan reaksi ini menjadi cara untuk menghilangkan rasa sakit dan
ketegangan (Pustaka Kesehatan Populer, 2009).
Pijat
dapat dilakukan secara sistematis dengan tekhnik manipulasi manual,seperti
menggosok, meremas, atau memutar jaringan lunak (misalnya, otot, ligamen
tendon, dan fascia).
Pijat meningkatkan jangkauan gerak pasien, mengurangi
ambang nyeri, melemaskan otot-otot,
dan meningkatkan sirkulasi dan drainase limfatik. Pijat juga memiliki efek
biokimia, yaitu meningkatkan kadardopamin dan limfosit serta memproduksi sel
pembunuh secara alami (Corbin, 2005; Calenda, 2006 dalam Gatlin &
Schulmeister, 2007).
Pijat adalah tindakan kenyamanan yang dapat membantu
relaksasi, menurunkan ketegangan otot dan dapat meringankan ansietas karena
kontak kontak fisik yang menyampaikan perhatian. Pijat juga dapat menurunkan
intensitas nyeri dengan meningkatkan sirkulasi superfisial ke area nyeri
(Kozier, et.al., 2010), serta menghilangkan stress (Pustaka Kesehatan Populer,
2009).
b).Aplikasi panas atau
dingin
Aplikasi panas dan dingin dapat dilakukan dengan mandi
air hangat, bantalan panas, kantung es, pijat es, kompres panas atau dingin dan
mandi rendam hangat
atau dingin. Aplikasi ini secara umum meredakan nyeri dan meningkatkan
penyembuhan jaringan yang luka (Kozier, et al., 2010). Aplikasi panas atau
dingin ke daerah yang menyakitkan bisa membantu mengurangi rasa sakit. Aplikasi
ini bekerja mengatasi nyeri dengan cara mengurangi kepekaan atau sensitivitas
terhadap rasa sakit (University of Missouri, 2001).
Aplikasi panas atau dingin disebut juga dengan terapi
panas atau terapidingin, adalah alat manajemen nyeri yang efektif, keduanya
mudah didapat dan mudah untuk dilakukan. Panas dan dingin, keduanya dapat
menghasilkan analgesia bagi nyeri. Terapi panas meningkatkan aliran darah,
meningkatkan metabolisme jaringan, nenurunkan vasomotor tone, dan meningkatkan
viskoelastisitas koneksi jaringan, menjadikannya efektif untuk mengatasi
kekakuan sendi dan nyeri. Penggunaan panas sebagai terapi membutuhkan
monitoring khusus, karena dapat menyebabkan terjadinya peningkatan inflamasi
dan pembengkakan atau edema (DeLaune & Ladner, 2011).
Gatlin dan Schulmeister (2007) menjelaskan bahwa
terapi panas bekerja dengan cara meningkatkan aliran darah ke kulit, melebarkan
pembuluh darah, meningkatkan oksigen dan pengiriman nutrisi ke jaringan lokal,
dan mengurangikekakuan sendi dengan cara meningkatkan elastisitas otot. Terapi
dingin memiliki banyak keuntungan diantaranya menghilangkan edema dengan cara
mengurangi aliran darah, meniadakan inflamasi, mengurangi demam, mengurangi
spasme otot, menaikkan ambang batas nyeri sebagai mekanisme penurunan kecepatan
konduksi saraf (DeLaune & Ladner, 2011).
c). Akupresur dan akupunktur
Akupresur adalah tekhnik
penyembuhan bangsa Cina kuno yang didasarkan pada prinsip pengobatan tradisonal
Asia. Cara kerjanya mirip akupunktur dan sering disebut akupunktur tanpa jarum
(Pustaka Kesehatan Populer, 2009).
Terapis menekankan jari pada titik-titik yang berhubungan dengan banyak titik
yang digunakan dalam akupunktur (Kozier, et al., 2010).
Rangsangan pada titik akupoin dipercaya akan membuka sumbatan di meridian dan
memperbaiki aliran energi, menghilangkan nyeri, dan penyakit (Pustaka Kesehatan
Populer, 2009).
Sementara itu, Akupunktur adalah
suatu tindakan penusukan jarum-jarum kecil ke titik akupoin (Pustaka Kesehatan
Populer, 2009). Akupunktur merupakan intervensi kompleks yang mungkin berbeda
untuk tiap-tiap pasien yang berbeda dengan keluhan utama yang sama, lama
perawatan dan titik-titik akupunktur yang digunakan dapat bervariasi antara
individu-individu selama pengobatan (NIH, 1997).
Cara kerja akupunktur mencakup
dua teori, yang pertama adalah teori gerbang yaitu adanya mekanisme refleks
pada jalur saraf yang dapat menutup rasa sakit, hal ini mengurangi rasa sakit
yang dialami seseorang. Yang kedua yaitu teori endorfin, endorfin mempunyai
efek pembunuh nyeri yang mirip obat, akupunktur menyebabkan endorfin dilepaskan
tubuh, berjalan ke otak dan di otak endorfin memblokir nyeri, jadi akupunktur
mampu menimbulkan relaksasi dan perasaan sehat (Pustaka Kesehatan Populer,
2009).
Berman, Lao, Langenberg, Lee,
Gilpin dan Hochberg (2004) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi
keefektifan akupunktur sebagai terapi tambahan yang
dapat digunakan untuk mengatasi nyeri pada sendi lutut (n = 570).
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan
intensitas nyeri yang signifikan pada responden sesudah menjalani terapi
akupunktur selama 26 minggu dengan perbedaan mean – 2,5 (p = 0.001).
d). Stimulasi
kolateral
Stimulasi kolateral dapat dicapai dengan
menstimulasi kulit diarea yang berlawanan dengan area yang sakit (misal;
menstimulasi lutut kiri jika nyeri berada di lutut kanan).Area kolateral dapat
digaruk karena gatal, dimasase karena kram, atau diberi kompres dingin atau
salep analgesik. Metode ini terutama berguna jika area yang menyakitkan tidak
dapat disentuh karena hipersensitif, tidak dapat diakses karena terpasang gips
atau perban, atau jika nyeri dirasakan di bagian tubuh yang telah tidak ada
atau nyeri bayangan (Kozier, etal.,2010).
2).Imobilisasi
Mengimobiliasi atau membatasi
pergerakan bagian tubuh yang menyakitkan misal pada artritis sendi, trauma
ekstremitas dapat membantu mengatasi episode nyeri akut. Bebat atau alat
penyangga harus menahan sendi pada posisi fungsiyang optimum dan harus
digerakkan secara teratur sesuai dengan protokol (Kozier, et al., 2010).
Malanga & Nadler (1999)
menjelaskan bahwa bed rest atau istirahat dalam pengobatan LBP masih
kontroversial. Walaupun mungkin ada beberapa efek yang menguntungkan melalui
modulasi nyeri dan penurunan tekanan intradiskal ketika pasien istirahat di
tempat tidur, bed rest ternyata juga memiliki banyak efek merugikan pada
tulang, jaringan ikat, otot dan kebugaran kardiovaskular.
Pendekatan proaktif menekankan lebih
baik memodifikasi aktivitas daripada istirahat di tempat tidur dan imobilisasi.
untuk gejala penyakit LBP istirahat di tempat tidur yang terbatas dalam
hubungannya dengan berdiri dan berjalan. Selain itu pasien harus dididik untuk
menghindari posisi yang meningkatkan tekananpada intradiskal , seperti duduk,
membungkuk dan mengangkat. dalam sebuah penelitian,2 hari istirahat di tempat
tidur dapat disarankan untuk pasien dengan LBP.
3).Stimulasi
saraf elektrik transkutan (TENS)
TENS adalah sebuah metode pemberian
stimulasi elektrik bervoltase rendah secara langsung ke area nyeri yang telah
teridentifikasi, ke titik akupresur, di sepanjang kolumna spinalis. Stimulasi
kutaneus dari unit TENS diperkirakan mengkativasi serabut saraf berdiameter
besar yang mengatur impuls nosiseptif di sistem saraf tepi dan sistem saraf
pusat sehingga menghasilkan penurunan nyeri (Kozier, et al., 2010).
Menurut Queensland Spinal Cord
Injuries Service atau QSCIS (2013) TENS tidak mengobati penyebab rasa sakit
tetapi bekerja pada persepsi atau sensasi rasa sakit. TENS bekerja melalui dua
cara yaitu memblokir sinyal nyeri impuls listrik sebelum mereka melakukan
perjalanan ke otak dan memicu pelepasan penghilang rasa sakit dari dalam tubuh
sendiri yaitu zat kimia yang disebut endorfin.
4).Intervensi
pikiran-perilaku (kognitif-perilaku)
Intervensi pikiran-perilaku atau CBI
(cognitive bebehavioral therapy) adalah suatu pendekatan yang efektif dalam manajemen
nyeri, merupakan kombinasi antara
metode farmakologi dan non farmakologi (Zwakhalen, et al., 2006 dalam DeLaune
& Ladner, 2011). CBI didesain untuk mengajarkan klien dan memodifikasi
sikap dan perilaku klien. Ada banyak pendekatan nonfarmakologi yang menjadi
bagian penting dari manajemen nyeri serta dapat digunakan bersamaaan dengan
pemakaian analgesik yang tepat.
Tujuan dari intervensi ini adalah
menolong klien agar dapat mengontrol secara keseluruhan nyeri yang dirasakannya
(DeLaune & Ladner, 2011). Beberapa jenis CBI adalah:
a).Distraksi
Distraksi adalah suatu strategi
manajemen nyeri dimana perhatian pasien dialihkan dari rasa nyeri ke sesuatu
hal yang lain (DeLaune & Ladner, 2011). Distraksi diduga dapat menurunkan
nyeri, menurunkan persepsi nyeri dengan stimulasi sistem kontrol desendens,
yang mengakibatkan lebih sedikit stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak.
Keefektifan distraksi tergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri
(Smeltzer & Bare, 2002). Kozier, et al., (2010) membagi tipe distraksi
kedalam empat kelompok, yaitu:
i).Distraksi Visual
adalah tekhnik pengalihan nyeri yang dilakukan dengan cara menonton televisi,
membaca majalah/koran/buku cerita atau imajinasi terbimbing.
ii).Distraksi
Auditor adalah tekhnik pengalihan nyeri yang dilakukan dengan cara mendengarkan
musik atau dengan humor.
iii).Distraksi
taktil adalah tekhnik pengalihan nyeri yang dilakukan dengan cara melakukan
latihan pernapasan lambat dan berirama, pijat dan mengelus atau memegang
binatang peliharaan atau mainan.
iv).Distraksi intelektual
adalah pengalihan nyeri yang dilakukan dengan cara mengisi teka-teki silang,
bermain kartu atau melakukan hobi seperti mengoleksi prangko dan menulis sebuah
cerita.
b).Reframing
Reframing adalah suatu tekhnik yang
dapat diajarkan pada klien untuk memonitor pikiran negatif mereka dengan
menggantinya menjadi pikiran yang positif. Mengajarkan klien cara memaknai atau
memahami suatu rasa nyeri (DeLaune & Ladner, 2011).
Kenangan atau pikiran yang
menyakitkan dapat meningkatkan stres, dan rasa sakit menjadi lebih buruk.
Reframing, mengganti pikiran yang negatif menjadi pikiran yang positif dapat
mengurangi stres serta dapat menimbulkan rasa nyaman dan rileks (Marie, 2013).
c).Tekhnik
relaksasi
Tekhnik relaksasi adalah sebuah
metode yang digunakan untuk menurunkan cemas dan tekanan otot. Meliputi imagery
dan progresive muscle relaxation (DeLaune & Ladner, 2011). Astin, Shapiro,
Eisenberg, & Forys (2003) menagatakan bahwa relaksasimengajarkan pasien
bagaimana untuk fokus pada gambar yang menenangkan, menghilangkan ketegangan
dan melepaskan otot-otot, serta latihan napas dalam. Hasil review dari sembilan
percobaan acak ditemukan bahwa relaksasi efektif. dalam mengobati penyakit kronis serta
tiga studirelaksasi efektif dalam mengobati nyeri akut (Reed, Montgomery &
DuHamel,2001).
d)Biofeedback
Biofeedback adalah suatu proses
dimana individu belajar untuk memahami serta memberi pengaruh respon fisiologis
atas diri mereka terhadap nyeri (DeLaune & Ladner, 2011). Biofeedback
adalah penatalaksanaan yang memberikan informasi tentang bagaimana proses
fisiologis dalam tubuh dapat terpengaruh secara negatif olehrasa sakit kronis.
Biofeedback kemudian membantu pasien dalam belajarbagaimana meningkatkan
kontrol atas proses ini dan memperkuat kemampuan untuk mempertahankan kontrol
ketika terlibat dalam kegiatan sehari-hari. Ini hanya satu alat untuk
meningkatkan kontrol atas kehidupan dan nyeri (Mayo Clinic, 2006)
e).Latihan fisik
Latihan merupakan penatalaksanaan
penting terhadap nyeri kronik karena dapat menguatkan otot-otot yang lemah,
membantu mobilisasi sendi serta membantu koordinasi dan keseimbangan (DeLaune
& Ladner, 2011).
Latihan fisik mengajarkan pasien
bagaimana mekanika tubuh yang tepat, teknik mengangkat atau postur tubuh yang
tepat. Dalam program ini, pasien berpartisipasi dalam latihan rentang gerak
pada pagi hari untuk membantu mereka menjadi lebih lentur dan mempersiapkan
tubuh untuk menjalani hari. Latihan dirancang untuk membantu mengurangi rasa
nyeri (Mayo Clinic, 2006).
f).Nutrisi
Pengaturan diet dapat mengatasi
nyeri dengan cara menghambat proses biokimia pada proses inflamasi (DeLaune
& Ladner, 2011).
Olendzki, Silverstein, Persuitte,
Ma, Baldwin dan Cave (2014) melakukan penelitian tentang penggunaan diet anti
inflamasi pada penatalaksanaan penyakit inflamasi saluran cerna bagian bawah (n
= 40), didapatkan bahwa 24 orang responden (60%) setelah mengikuti IBD-AID (The
Anti-Inflammatory Diet for Inflammatory Bowel Disease (IBD-AID) yaitu suatu
regimen nutrisi atau diet untuk penyakit inflamasi saluran cerna bagian bawah
selama 4 minggu atau lebih mendapatkan hasil bahwa semua (100%) responden mampu
menghentikan setidaknya satu obat IBD mereka sebelumnya, dan semua responden
memilikipengurangan gejala termasuk frekuensi buang air besar (BAB).
g)HerbalHerba telah lama digunakan untuk mengatasi nyeri (DeLaune & Ladner,
2011).
Herba adalah tanaman yang dinilai
bermanfaat karena sifat obat, rasa, dan aromanya (Kozier, et al., 2010) Menurut
Dinh, Phan, & Ruan (2011) menyatakan bahwa penghambatan enzim COX-2 oleh
senyawa sintetik adalah suatu pendekatan yang menjanjikan untuk mengurangi
peradangan dan nyeri. Obat herbal adalah sumber besar biomolekul di alam yang
belum ditemukan dan diketahui yang dapat memberikan jalur alternatif untuk
bantuan pengobatan terhadap penyakit.
h).Lingkungan
Lingkungan dapat mempengaruhi
persepsi sesorang terhadap nyeri. Memodifikasi lingkunngan dapat mengurangi nyeri
(DeLaune & Ladner, 2011).
3.Terapi invasif
Terapi invasif adalah suatu
tindakan atau terapi untuk menghilangkan nyeri yang sifatnya permanen, dan
hanya dilakukan sebagai upaya terakhir, secara umum tindakan ini dilakukan
untuk mengatasi nyeri yang tidak terkendali (Kozier, et al.,2010).
Menurut University Hospital and
Manhattan Campus(2011) terapi invasif terdiri atas:
a.Stimulasi saraf invasif
Stimulasi saraf invasif dapat
memberikan bantuan nyeri untuk beberapa pasien yang tidak menanggapi terapi
lain. Dalam teknik ini, elektroda ditanamkan dalam tubuh pasien untuk mengirim
arus listrik lembut ke saraf di tulang belakang atau otak. Stimulasi saraf
tulang belakang telah digunakan untuk nyeri punggung kronis dan / atau sakit
pada daerah kaki setelah operasi lumbal, nyeri akibatkerusakan saraf (kompleks
sindrom nyeri regional danpostherpetic neuralgia). Kekurangan dari terapi ini
adalah biaya yang tinggi dan risiko pengobatan invasif seperti infeksi.
b.Tindakan pembedahan (operasi)
Operasi untuk mengobati rasa
sakit bukanlah tindakan untuk mengobatai penyakit yang mendasar, hanya
dilakukan pada kasus di mana pendekatan atau penatalaksanaan yang lebih
konservatif telah gagal dilakukan. Tindakan ini membutuhkan
ahli bedah saraf yang terlatih dan ketersediaan unit perawatantindak lanjut.
Seorang ahli bedah dapat memotong saraf yang berada dekat
dengansumsum tulang belakang (rhizotomy) atau bundel saraf di sumsum tulang
belakang (cordotomy) untuk mengganggu jalur yang mengirimkan sinyal rasa sakit
ke otak.
Hasil terbaiknya adalah tindakan
operasi mampu mengurangi rasa sakit dan menghilangkan kebutuhan untuk sebagian
atau seluruh obat penghilang rasa nyeri. Namun, operasi membawa risiko,
dianataranya adalah menghentikan rasa sakit hanya sebentar, menciptakan rasa
sakit baru dari kerusakan saraf di lokasi operasi, membatasi kemampuan pasien
untuk merasakan tekanan dan temperatur di wilayah ini serta dapat menempatkan
pasien beresiko untuk mengalami
cedera.
5.
Patofisiologi
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi maupun rendah seperti perennggangan dan suhu
serta oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar K + ekstraseluler akan
menyebabkan depolarisasi nociceptor,
sedangkan protein pada beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan / inflamasi. Akibatnya, mediator
nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin yang akan merangasng nosiseptor
sehingga rangsangan berbahaya dan tidak
berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia).Selain itu lesi juga
mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka akan
terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K +ekstraseluler dan H + yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor.
Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi Perangsangan nosisepto.Bila
nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang
akan merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan migrain . Peransangan
nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri. (Silbernagl & Lang,2000).
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian nyeri yang terkini, lengkap dan akurat akan
memudahkan perawat di dalam menetapkan data dasar, dalam menegakkan diagnosa
keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan
memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang
diberikan (Prasetyo, 2010).
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam
proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam
menangani masalah-masalah klien sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan
yang tepat. Pada anamnesis, keluhan utama yang paling sering ditemukan adalah
nyeri. Pengkajian dengan pendekatan PQRST dapat membantu perawat dalam
menentukan rencana intervensi yang sesuai (Muttaqin, 2011).
|
variabel |
Deskripsi dan
pertanyaan |
|
|
Pengkajian untuk
mengindentifikasi faktor yang menjadi predisposisi nyeri. − Bagaimana
peristiwa sehingga terjadi nyeri? − Faktor apa
saja yang bisa menurunkan nyeri? |
|
|
Kualitas (Q:
Quality of Pain) |
Pengkajian untuk
menilai bagaimana rasa nyeri dirasakan secara subyektif. Karena sebagian
besar deskripsi sifat dari nyeri sulit ditafsirkan. − Seperti apa
rasa nyeri yang dirasakan pasien? − Bagaimana
sifat nyeri yang digambarkan pasien? |
|
|
Lokasi (R:
Region) |
Pengkajian untuk
mengindentifikasi letak nyeri secara tepat, adanya radiasi dan penyebabnya. − Dimana (dan
tunjukan dengan satu jari) rasa nyeri paling hebat mulai dirasakan? − Apakah rasa
nyeri menyebar pada area sekitar nyeri? |
|
|
Keparahan (S:
Scale of Pain) |
Pengkajian untuk
menentukan seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien. Pengkajian ini
dapat dilakukan berdasarkan skal nyeri dan pasien menerangkan seberapa jauh
rasa sakit memengaruhi kemampuan fungsinya. Berat ringannya suatu keluhan
nyeri bersifat subyektif. − Seberapa berat
keluhan yang dirasakan. − Dengan
menggunakan rentang 0-9. Keterangan: 0 = Tidak ada
nyeri 1-2-3 = Nyeri
ringan 4-5 = Nyeri
sedang 6-7 = Nyeri
hebat 8-9 = Nyeri
sangat 10
= Nyeri paling hebat |
|
|
Waktu (T:
Time) |
Pengkajian untuk
mendeteksi berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari. − Kapan nyeri
muncul? − Tanyakan
apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga? − Tanyakan
apakah gejala-gejala timbul secara terus-menerus atau hilang timbul. − Tanyakan kapan
terakhir kali pasien merasa nyaman atau merasa sangat sehat |
b. Analisa Data
Penegakan
diagnosa keperawatan yang akurat akan dapat dilaksanakan apabila data dan
analisa pengkajian yang dilakukan dengan cermat dan akurat. Dari pengkajian
tersebut dapat dibuat analisa data untuk merumuskan masalah keperawatan
(Prasetyo, 2010).
Menurut North
America Nursing Diagnosis Association (NANDA) NIC NOC, nyeri adalah
pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyeenangkan dan meningkat akibat
adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah
seperti kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan
sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan
durasinya kurang dari enam bulan.
Batasan
Karakteristik
Subyektif:
1. Mengungkapkan
secara verbal atau melaporkan dengan isyarat.
Obyektif:
1. Gerakan menghindari nyeri
2. Posisi menghindari nyeri
3. Perubahan autonomik dari tonus otot (dapat dalam rentang tidak
berenergi sampai kaku)
4. Respon-respon autonomik (misalnya, diaforesis, tekanan darah,
pernapasan, perubahan nadi, dilatasi pupil)
5. Perubahan nafsu makan
6. Perilaku distraksi (misalnya, mondar-mandir, mencari orang, aktivitas
berulang)
7. Perilaku ekspresif (misalnya, kegelisahan, merintih, menangis,
kewaspadaan, peka terhadap rangsang, dan menarik napas dalam)
8. Wajah topeng (nyeri)
9. Perilaku menjaga atau melindungi
10. Bukti yang dapat diamati (nyeri)
11. Berfokus pada diri sendiri
12. Gangguan tidur
(mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur, dan menyeringai)
Faktor yang
Berhubungan:
Agens-agens yang
menyebabkan cedera (misalnya, biologis, kimia, fisik, dan psikologis).
c. Rumusan
Masalah
Menurut Prasetyo
(2010), rumusan masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan
nyeri yaitu:
1. Ansietas berhubungan dengan nyeri kronik
2. Nyeri
berhubungan dengan:
a) Cedera
fisik / trauma
b)
Penurunan suplai darah ke jaringan
c) Proses
melahirkan
3. Nyeri kronik
berhubungan dengan:
a)Kontrol
nyeri yang tidak adekuat
b)Jaringan
parut
c)Kanker
maligna
4. Gangguan
mobilisasi fisik berhubungan dengan:
a)Nyeri
muskuloskeletal
b)Nyeri
insisi
5. Gangguan pola
tidur berhungan dengan nyeri yang dirasakan
Comments
Post a Comment