LAPORAN PENDAHULUAN (DHF) DENGUE HEMORRHAGIC FEVER


LAPORAN PENDAHULUAN (DHF)
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

1.1. Definisi
Demam berdarah dengue/DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan menifestasi klinis demam, nyeri otot dan/ atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limpadenopati, trombositopenia dan hemoragic. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrome renjatan dengue ( dengan syok syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.(Sudoyo Aru,dkk 2009)
Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue :
DBD
Derajat
Keterangan
Laboratorium
DBD
I
Gejala diatas ditambah uji bendung positif
Trombositopenia (<100.000/ul)
Bukti ada kebocoran Plasma
DBD
II
Gejala diatas ditambah perdarahan spontan

DBD
III
Gejala diatas ditambah kegagalan sirkulasi  (kulit dingin dan lembab serta gelisah)

DBD
IV
Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur

Klasifikasi derajat DBD menurut WHO :
Derajat 1
Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif
Derajat 2
Derajat 1 disertai perdarahan spontan dikulit dan / atau perdarahan lain
Derajat 3
Ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun ( < 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisah
Derajat 4

Syok berat, nadi tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat diukur

1.2 Etiologi
        Sekurang-kurangnya ada empat tipe virus dengue yang berbeda (tipe 1-4) yang telah diisolasi dari penderita demam berdarah.Empat tipe virus dengue (serotype) di Indonesia, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotype yang paling banyak sebagai penyebab. Nimmannitya (1975) di Thailand melaporkan bahwa serotype DEN-2 yang dominan. Sedang di Indonesia terutama oleh DEN-3, walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan dominasi oleh virus DEN-2.  Di samping itu urutan infeksi serotype merupakan suatu faktor risiko karena lebih dari 20% urutan infeksi virus DEN-1 yang disusul DEN-2 mengakibatkan renjatan, sedangkan faktor risiko terjadinya renjatan untuk urusan virus DEN-3 yang diikuti oleh DEN-2 adalah 6% dan DEN-4 yang diikuti oleh DEN-2 adalah 2%.(Sudoyo Aru,dkk 2009)
1.3 Patofisiologi
             Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti demam, nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala, dengan / tanpa rash dan limfa denopati.Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan virus dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi komplek antigen antibodi (komplek virus anti bodi) yang tinggi.
      Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :
1.    Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator anafilatoksin C 3a dan C 5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (plasma – Leakage), dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu, renjatan yang tidak diatasi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir kematian.
2.  Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan akibat terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan.
3.  Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP).
1.4 Manifestasi Klinis
       1.    Demam.
  Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
       2.   Perdarahan.
              Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993 ; 296).
               Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat(Ngastiyah, 1995 ; 349).
         3.   Hepatomegali.
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita.
        4.   Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
1.5    Pemeriksaan Penunjang (Price dan Wilson,2006)
a.    Pemeriksaan Laboratorium
1.    Trombositopeni (100.000/mm3
2.     Hb dan PVC meningkat (20%)
3.    Leukopeni (mungkin normal atau lekositosis)
4.    Isolasi virus
5.    Serologi (Uji H ): respon antibody sekunder
6.    Pada renjatan yang berat, periksa : Hb,PCV berulang kali (setiap jam atau
4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan), faal hemostasis. Bun dan creatinin serum
b.    Pemeriksaan Radiologi
1.      Foto Dada, EKG
1.6    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1.    Tirah baring atau istirahat baring.
2.  Diet makan lunak.
3.  Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan    cairan yang paling sering digunakan.
5.   Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi       pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6.  Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik  sebaiknya dari golongan asetaminopen.
7.      Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
8.      Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
9.      Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-   tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
10.  Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20  30 ml/kg BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12  48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam.
Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga   mengancam terjadinya dehidrasi.
b.    Hematokrit yang cenderung mengikat.












KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.      Pengkajian
1.        Identitas Klien
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak dengan usia kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi pada saat  musim hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan.
2.        Keluhan utama
Panas atau demam.
3.    Riwayat Kesehatan.
a.  Riwayat penyakit sekarang.
     Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit
b.  Riwayat penyakit yang pernah diderita.
      Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan ulang DHF.
c.  Riwayat imunisasi.
      Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
d.   Riwayat gizi.
      Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
e.   Kondisi lingkungan.
     Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih ( seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar)
4. Aktifitas sehari-hari
1.      Nutrisi    : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
         2   Aktivitas  : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala,ulu hati,
pegal-   pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas sehari
hari.
3.      Istirahat, tidur :  Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.
4.      Eliminasi   :  Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.
5.      Personal hygiene :  Meningkatnya ketergantungan kebutuhan perawatan diri.
5.  Pemeriksaan Fisik
      Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien (inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan jalan mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien. Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan menggunakan stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahu bising usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
a.       Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :
Grade I   : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda      vital dan nadi lemah.
Grade II      : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
Grade III  : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.
Grade IV     : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
b.      Kepala dan leher.
1.      Wajah     : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan    fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
2.      Mulut      : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-kadang) sianosis.
3.      Hidung      : Epitaksis
4.      Tenggorokan : Hiperemia
5.      Leher      : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah servikal posterior.
c.       Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV
Palpasi            : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi            : Suara paru pekak.
Auskultasi       : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
d.      Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit   dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV).
e.       Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi   : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri     : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
f.        Ekstrimitas atas dan bawah.
Stadium I              : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II – III    : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
Stadium IV      : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari        tangan dan kaki.
6.      Pemeriksaan laboratorium.
         Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
         a.  Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
         b. Trambositopenia (≤100.000/ml).
         c.  Leukopenia.
         d.  Ig.D. dengue positif.
         e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,    hipokloremia,    dan hiponatremia.
         f.   Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
        g.  Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
        h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.
B.  Diagnosa Keperawatan
1.      Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi)
Ditandai oleh :
1.      Konvulsi.
2.       Kulit kemerahan.
3.       Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
4.       Kejang.
5.       Takikardi.
6.       Takipnea.
7.       Kulit terasa hangat.
2.      Risiko ketidak seimbangan cairan
Ditandai oleh:
1.      Penurunan turgor kulit.
2.       Penurunan turgor lidah.
3.       Pengeluaran haluaran urine.
4.       Penurunan pengisian vena.
5.       Membrane mukosa kering.
6.       Kulit kering.
7.      Peningkatan hematokrit
8.       Peningkatan suhu tubuh
3.      Risiko defisit Nutrisi
Ditandai oleh :
1.      Menghindari makan
2.      Menghindari makanan
C.  Intervensi
Nanda (2009) dan Doenges (2000), menyatakan bahwa rencana tindakan keperawatan yang dapat disusun untuk setiap diagnose adalah :
1.            Peningkatan suhu tubuh (hipertermi)
Tujuan
Rencana
Rasional
Ø  Mempertahankan suhu tubuh normal.


Ø  KH :
·         Suhu tubuh antara 36 – 370C.
·         Membrane mukosa basah.
·         Nyeri otot hilang.
a.       Ukur tanda-tanda vital (suhu).
b.      Berikan kompres hangat.
c.       Tingkatkan intake cairan.
a.       Suhu 38,90C-41,10C menunjukkan proses penyakit infeksi akut.
b.      Kompres hangat akan terjadi perpindahan panas konduksi.
c.       Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.

2.    Risiko ketidak seimbangan cairan
Tujuan
Rencana
Rasional
Ø  Kebutuhan nutrisi adekuat.
Ø  KH :
Berat badan stabil atau meningkat.
a.       Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
b.      Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tapi sering secara bertahap.
c.       Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama.
d.      Pertahankan kebersihan mulut klien.
e.       Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
a.       Mengganti kehilangan vitamin karena malnutrisi/anemia.
b.      Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan.
c.       Mengawasi penurunan berat badan.
d.      Mulut yang bersih meningkatkan selera makan dan pemasukan oral.
e.       Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.

3.    Risiko defisit Nutrisi
Tujuan
Rencana
Rasional
Ø  Kebutuhan nutrisi adekuat.
Ø  KH :
Berat badan stabil atau meningkat.
a.       Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
b.      Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tapi sering secara bertahap.
c.       Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama.
d.      Pertahankan kebersihan mulut klien.
e.       Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
a.       Mengganti kehilangan vitamin karena malnutrisi/anemia.
b.      Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan.
c.       Mengawasi penurunan berat badan.
d.      Mulut yang bersih meningkatkan selera makan dan pemasukan oral.
e.       Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.

D.    Implementasi
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. (Perry & Potter, 2005).
1.Tindakan Keperawatan Mandiri.
    Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan keperawatan mendiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang tenang, mengompres hangat saat klien demam.
2. Tindakan Keperawatan Kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertahan untuk mengatasi masalah klien.
E.     Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan. Evaluasi terjadi kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah perilaku klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan (Perry Potter, 2005).
Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
a.  Suhu tubuh pasien normal (360C - 370C), pasien bebas dari demam.
c. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan    makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
d.  Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.



DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo Aru,dkk 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,2,3, edisi keempat. Internal Publishing : Jakarta
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.


DOWNLOAD

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK SEPSIS DI RUANG ICU