LAPORAN PENDAHULUAN STROKE/ CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE/ CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering
dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan
peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin,
2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda
klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun
(Smeltzer et al, 2002).
2. Klasifikasi
1. Stroke
dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu: (Muttaqin, 2008)
a. Stroke
Hemoragi,
Merupakan
perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan
intraserebra
Pecahnya
pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons
dan serebelum.
2) Perdarahan
subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry
atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri
dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b. Stroke
Non Hemoragi
Dapat
berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2.
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya,
yaitu:
a. TIA
(Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke
involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau
beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen
. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.
3.
Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis
Cerebral
Thrombosis
ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa
keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosi
Aterosklerosis
merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri
besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka
(Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi
klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut:
1) Lumen arteri
menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah
karena terjadi trombosis.
3) Merupakan
tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding
arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b.
Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis(
radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup
jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi.
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga
darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis
oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada
endocardium.
1. Haemorhagi
Perdarahan
intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid
atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.
2. Hipoksia
Umum
Beberapa
penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a.
Hipertensi yang parah
b.
Cardiac Pulmonary Arrest
c.
Cardiac output turun akibat aritmia
3. Hipoksia
Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme
arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi
arteri otak disertai sakit kepala migrain.
4.
Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah
(makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan
spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan
jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap
otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh
darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh
darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada
pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh
ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral
yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan
penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa
otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
Kematian
dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah
ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat
berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain
kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah
yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan
lagi.
Jumlah darah
yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka
resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan
lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60
cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
|
5.
Manifestasi klinis
Stoke
menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah
aliran darah kolateral. Stroke akan
meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan
pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan
lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau
kesulitan memahami ucapan)
7.
Disartria (bicara pelo atau
cadel)
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental
10. Vertigo, mual,
muntah, atau nyeri kepala.
6.
Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi è infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan
thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis è nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak è epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
Individu yang
menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon pernapasan atau
kardiovaskuler dapat meninggal.
7.
Pemeriksaan penunjang
1. Angiografi serebral
Menentukan
penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single
Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah
abnormal dari otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke
(sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian
ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI
(Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk
menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5.
EEG
Pemeriksaan
ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan
laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan
darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum,
kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada
strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah
lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
8.
Penatalaksanaan
medis
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak
pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan
histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri
karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan
pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
B. Konsep
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
1. Identitas
klien
Meliputi nama, umur
(kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan
utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat
penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga
yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
2. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan
Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
6. Resiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik.
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran.
8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
3. Rencana keperawatan
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
1.
|
Ketidakefektifan Perfusi jaringan
serebral b.d aliran darah ke otak terhambat.
|
Tupen : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
suplai aliran darah keotak lancar dengan kriteria hasil:
1.
mendemonstrasikan
status sirkulasi yang ditandai dengan
a.
Tekanan
systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan
b.
Tidak ada
ortostatikhipertensi
c.
Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15
mmHg)
2.
mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang ditandai dengan:
·
berkomunikasi
dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi memproses informasi membuat keputusan dengan benar
3.
menunjukkan
fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran mambaik, tidak
ada gerakan gerakan involunter
|
1.
Monitor tekanan perfusi serebral
2.
Catat respon pasien terhadap stimuli
3.
Monitor
tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap aktivitas
4.
Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
5.
Monitor intake dan output cairan
6.
Restrain pasien jika perlu
7.
Monitor suhu dan angka WBC
8.
Kolaborasi pemberian antibiotik
9.
Posisikan pasien pada posisi semifowler
10. Minimalkan
stimuli dari lingkungan
|
2
|
Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan
sirkulasi ke otak
|
Tupen : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan klien mampu untuk berkomunikasi lagi dengan kriteria hasil:
1.
dapat
menjawab pertanyaan yang diajukan perawat
2.
dapat
mengerti dan memahami pesan-pesan melalui gambar
3.
dapat
mengekspresikan perasaannya secara verbal maupun nonverbal
|
1. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
2. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi dengan klien
3. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
4. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi dengan klien
6
|
3
|
Defisit
perawatan diri; mandi,berpakaian, makan, toileting b.d kerusakan
neurovaskuler
|
Tupen : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, diharapkan
kebutuhan mandiri klien terpenuhi, dengan kriteria hasil:
1.
Klien
terbebas dari bau badan
2.
Menyatakan
kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
3.
Dapat
melakukan ADLS dengan bantuan
-
|
1.
Monitor
kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2.
Monitor
kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan makan.
3.
Sediakan
bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
4.
Dorong
klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang
dimiliki.
5.
Dorong
untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.
6.
Ajarkan
klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7.
Berikan
aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8.
Pertimbangkan
usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
|
4
|
Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan
neurovaskuler
|
Tupen : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan klien
dapat melakukan pergerakan fisik dengan kriteria hasil :
1.
Klien
meningkat dalam aktivitas fisik
2.
Mengerti
tujuan dari peningkatan mobilitas
3.
Memverbalisasikan
perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
4.
Memperagakan
penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
|
1.
Monitoring
vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
2.
Konsultasikan
dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
3.
Bantu klien
untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
4.
Ajarkan
pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
5.
Kaji
kemampuan pasien dalam mobilisasi
6.
Latih
pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
7.
Dampingi
dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
8.
Berikan alat
Bantu jika klien memerlukan.
9.
Ajarkan
pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
|
5
|
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
penurunan kesadaran
|
Tupen : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pola
nafas pasien efektif dengan kriteria hasil :
1.
Menujukkan
jalan nafas paten ( tidak merasa tercekik, irama nafas normal, frekuensi
nafas normal,tidak ada suara nafas tambahan
2.
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips).
3.
Menunjukkan
jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal
4.
Tanda Tanda
vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan
|
1.
Buka jalan
nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2.
Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3.
Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4.
Pasang mayo
bila perlu
5.
Lakukan
fisioterapi dada jika perlu
6.
Keluarkan
sekret dengan batuk atau suction
7.
Auskultasi
suara nafas, catat adanya suara tambahan
8.
Lakukan
suction pada mayo
9.
Berikan
bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara
11. Kassa basah NaCl Lembab
12. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
13. Monitor respirasi dan status O2
Oxygen
Therapy
1.
Bersihkan
mulut, hidung dan secret trakea
2.
Pertahankan
jalan nafas yang paten
3.
Atur
peralatan oksigenasi
4.
Monitor
aliran oksigen
5.
Pertahankan
posisi pasien
6.
Onservasi
adanya tanda tanda hipoventilasi
7.
Monitor
adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
|
6
|
Resiko kerusakan integritas kulit b.d
immobilisasi fisik
|
Tupen : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien
mampu mengetahui dan mengontrol resiko dengan kriteria hasil :
1.
Integritas
kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,
hidrasi, pigmentasi)
2.
Tidak ada
luka/lesi pada kulit
3.
Perfusi
jaringan baik
4.
Menunjukkan
pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera
berulang
5.
Mampu melindungi
kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
|
1.
Anjurkan
pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2.
Hindari
kerutan padaa tempat tidur
3.
Jaga
kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4.
Mobilisasi
pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
5.
Monitor
kulit akan adanya kemerahan
6.
Oleskan
lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
7.
Monitor
aktivitas dan mobilisasi pasien
8.
Monitor
status nutrisi pasien
9.
Memandikan
pasien dengan sabun dan air hangat
|
7
|
Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan
tingkat kesadaran
|
Tupen : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak
terjadi aspirasi pada pasien dengan kriteria hasil :
1.
Klien
dapat bernafas dengan mudah, tidak irama, frekuensi pernafasan normal
2.
Pasien mampu
menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan mampumelakukan oral hygien
3.
Jalan nafas
paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara nafas
abnormal
|
1.
Aspiration
precaution
2.
Monitor
tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan
3.
Monitor
status paru
4.
Pelihara
jalan nafas
5.
Lakukan
suction jika diperlukan
6.
Cek
nasogastrik sebelum makan
7.
Hindari
makan kalau residu masih banyak
8.
Potong
makanan kecil kecil
9.
Haluskan
obat sebelumpemberian
10. Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan
|
8
|
Resiko Injury berhubungan dengan penurunan
tingkat kesadaran
|
Tupen : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak
terjadi trauma pada pasien dengan kriteria hasil:
1.
Klien
terbebas dari cedera
2.
Klien
mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera
3.
Klien
mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku personal
4.
Mampumemodifikasi
gaya hidup untukmencegah injury
5.
Menggunakan
fasilitas kesehatan yang ada
6.
Mampu
mengenali perubahan status kesehatan
|
1.
Sediakan
lingkungan yang aman untuk pasien
2.
Identifikasi
kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
3.
Menghindarkan
lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
4.
Memasang
side rail tempat tidur
5.
Menyediakan
tempat tidur yang nyaman dan bersih
6.
Menempatkan
saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
7.
Membatasi
pengunjung
8.
Memberikan
penerangan yang cukup
9.
Menganjurkan
keluarga untuk menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
|
\
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito,
L.J. 2003. Rencana Asuhan &
Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi.
Jakarta: EGC
Johnson,
M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification
(NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A
dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey,
C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification
(NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin,
Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta:
Salemba Medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih
bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.
Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan
Keperawatan Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo
DOWNLOAD
Comments
Post a Comment