LAPORAN PENDAHULUAN CVA


LAPORAN PENDAHULUAN
CVA DI RUANG BOUGENVILE

LAPORAN PENDAHULUAN CVA

1.1  Pengertian
Stroke, atau cedera serebravaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak (Brunner & Suddarth, 2002). Menurut (Marilyn E.Doenges, 2000) stroke atau penyakit serebrovaskuler menunjukkan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh system pembuluh darah otak. Gangguan peredaran darah di otak (GPDO) atau dikenal dengan CVA (Cerebro Vaskular Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu (Harsono, 1996). Stroke istilah awamnya adalah perdarahan otak. Ini bisa terjadi bila aliran darah yang mengaliri bagian otak terputus, sehingga menyebabkan hilangnya fungsi bagian tubuh yang diatur oleh daerah otak yang terkena stroke (Prayogo utomo).

1.2  Klasifikasi
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya, stroke dapat diklasifikasikan menjadi:
1.    Stroke Hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yang disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.


2.    Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bagun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu:
1)    TIA (Transient Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologis sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2)    RIND (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologis setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.
3)    Stroke In Volution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
4)    Stroke Komplit
Gangguan neurologis yang timbul bersifat menetap atau permanen.

1.3  Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu dari empat kejadian (Brunner & Suddarth, 2002):
1.    Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jarigan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orangtua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
1)    Aterosklerosis
Merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
a.    Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah
b.    Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis
c.    Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (emboli)
d.    Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan
2)    Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
3)    Arteritis (radang pada arteri)
4)    Emboli
Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistm arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
a.    Katub-katub jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD)
b.    Myokard infark
c.    Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d.    Endokarditis oleh bakteri non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endokardium.
2.    Hemoragi serebral
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak memnyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, eodema dan mungkin herniasi otak.
3.    Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
1)    Hipertensi yang parah
2)    Cardiac pulmonary arrest
3)    Cardiac output turun akibat aritmia
4.    Hipoksia setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
1)    Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid
2)    Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain

Penyebab terjadinya stroke non hemoragik adalah:
1.    Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Selain dari endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan ataupun tanpa mengecilnya pembuluh darah.
2.    Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang menuju ke otak.
3.    Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke, seperti amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.
4.    Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.

Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane,dkk. 2000):
1.    Hipertensi merupakan faktor resiko utama
2.    Penyakit kardiovaskuler (embolisme serebral mungkin berasal dari jantung)


1.4  Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena ganguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak atherosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah/ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur ateriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan daraj ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia cerebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia  serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60cc maka resiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan luar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebral dengan volume antara 30-60cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75% tetapi volume darah 5cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 cit Muttaqin, 2008).


1.5  Pathway





 

1.6  Manifestasi Klinis
Manifestasi stroke menurut (Prayogo Utomo, 2005) adalah sebagai berikut:
1.    Stroke sementara
1)    Tiba-tiba sakit kepala
2)    Pusing, bingung
3)    Pandangan mata kabur (kehilangan ketajaman penglihatan pada satu atau dua mata)
4)    Kehilangan keseimbangan, lemah
5)    Rasa kebal/kesemutan pada satu sisi tubuh
2.    Stroke ringan
1)    Beberapa atau semua dari gejala stroke sementara
2)    Kelemahan/kelumpuhan tangan atau kaki
3)    Bicara tidak jelas
3.    Stroke berat
1)    Semua/beberapa dari segala stroke sementara dan stroke ringan
2)    Koma jangka pendek (kehilangan kesadaran)
3)    Kelemahan/kelumpuhan dari satu sisi tubuh
4)    Sukar menelan
5)    Kehilangan kontrol terhadap pengeluaran air seni dan kotoran
6)    Kehilangan daya ingat/konsentrasi perubahan perilaku, misalnya bicara tidak menentu, mudah marah, tingkah laku seperti anak kecil.

1.7  Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cidera
1.    Hipoksia serebral
Diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobia serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2.    Aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah cerebral dan potensi meluasnya area cedera.
3.    Embolisme serebral
Dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katub jantung protestik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten menghentikan trombus lokal. Selain itu, distritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

1.8  Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer & Bare, 2020. Penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1.    Phase akut
1)    Pertahankan fungsi vital seperti jalan nafas, pernafasan, oksigenasi dan sirkulasi
2)    Reperfusi dengan trombolitik atau vasodilation nimotop. Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik/embolik.
3)    Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari fleksi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
4)    Mengurangi edema serebral dengan diuretik
5)    Pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.
2.    Post phase akut
1)    Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2)    Program fisiotherapi
3)    Penanganan masalah psikososial

1.9  Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut:
1.    Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2.    Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan adanya hermoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrskranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) seaktu hari-hari pertama.
3.    CT-Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang  pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.


4.    MRI
Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5.    USG Doppler
Untuk mengindentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6.    EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

1.10      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu:
1.    Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan O2 otak menurun
2.    Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular/otot-otot saraf
3.    Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
4.    Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor resiko lembab

1.11      Rencana Keperawatan
1.    Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan O2 otak menurun
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan perfusi jaringan cerebral adekuat.
Kriteria Hasil:
1)    Fungsi neurologis normal
2)    Tekanan intrakranial dalam batas normal
3)    Tidak terdapat nyeri kepala
4)    Tidak terdapat kegelisahan
5)    Mempertahankan tingkat kesadaran
Intervensi:
1)    Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya.
R/ mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan/resolusi kerusakan SPP.
2)    Pantau tanda-tanda vital
R/ variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan/ trauma serebral pada daerah vasmotor otak.
3)    Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya.
R/ reaksi pupil diatur oleh syaraf kranial okulomotor (III) dan berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik.
4)    Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi seperti fungsi bicara jika pasien sadar.
R/ perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari gangguan serebral.
5)    Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.
R/ menurunkan tekanan arteri dan peningkatan drainase dan perfusi serebral.
6)    Berikan oksigen sesuai indikasi
R/ menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral.
2.    Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular/otot-otot saraf
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan ADL terpenuhi.
Kriteria Hasil:
1)    Klien terbebas dari bau badan
2)    Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADL
3)    Dapat melakukan ADL dengan bantuan
Intervensi:
1)    Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri
2)    Monitor kebutuhan klien dengan alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
3)    Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care
4)    Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki
5)    Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
6)    Ajarkan klien/keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7)    Berikan aktivitas rutin sehari-hari sesuai kemampuan
3.    Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan mobilitas fisik kembali normal
Kriteria Hasil:
1)    Dapat meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang terkena
2)    Klien dapat menunjukkan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktifitas.
3)    Dapat mempertahankan integritas kulit
Intervensi:
1)    Kaji kemampuan secara fungsional melalui skala aktifitas
R/ mengidentifikasi kekuatan/ kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan.
2)    Ubah posisi minimal setiap 2 jam sekali
R/ menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan (dekubitus).
3)    Lakukan latihan gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
R/ meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
4)    Tinggikan tangan dan kepala
R/ perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari gangguan serebral.
5)    Alasi kursi duduk atau tempat tidur dengan busa atau balon air.
R/ meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah edema.
6)    Berikan tempat tidur dengan matras bulat
R/ mencegah atau menurunkan tekanan koksigeal/ kerusakan kulit
4.    Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor resiko lembab
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan integritas kulit dan membrane mukosa kulit membaik.
Kriteria Hasil:
1)    Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
2)    Tidak ada luka/lesi pada kulit
3)    Perfusi jaringan baik
4)    Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang.
5)    Mempu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Intervensi:
1)    Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2)    Hindari kerutan pada tempat idur
3)    Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4)    Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
5)    Monitor kulit akan adanya kemerahan
6)    Oleskan lotion atau baby oil pada daerah yang tertekan
7)    Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8)    Monitor status nutrisi pasien
9)    Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat



DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Marylan, Doengoes. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Prayogo Utomo. 2005. Apresiasi Penyakit Pengobatan Secara Tradisional dan Modern. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer C.Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta:EGC.


DOWNLOAD LAPORANPENDAHULUAN CVA

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK SEPSIS DI RUANG ICU