LAPORAN PENDAHULUAN CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)/ GAGAL JANTUNG KONGESTIF


LAPORAN PENDAHULUAN
CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)/ GAGAL JANTUNG KONGESTIF

A.      Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).

B.       Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas: (Mansjoer dan Triyanti, 2007)
kelas 1     Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
kelas 2   Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 3     Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 4     Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring.


C.      Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF) dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1.     Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/ berat.
2.     Faktor interna (dari dalam jantung)
a.    Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b.    Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c.    Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d.    Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
D.      Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.







          PATHWAY

Laporan Pendahuluan Gagal Jantung Kongestif/ Congestive Heart Failure (CHF)

E.       Manifestasi klinik
1.   Peningkatan volume intravaskular.
2.  Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah jantung.
3.   Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
4.   Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan vena sistemik.
5.   Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
6.   Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin ginjal).
      Sumber: Niken Jayanthi (2010)
F.        Studi Diagnostik CHF
1.    Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia vera
2.     Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3.     Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa baik metabolik maupun respiratorik.
4.    Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
5.    Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
6.    Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7.    Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hepar    atau ginjal
8.     Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9.     Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertropi ventrikel
10.   Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang penurunan kemampuan kontraksi.
11.   Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12.   Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13.   EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia
Sumber: Wajan Juni Udjianti (2010)






G.     Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:
1.       Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi oksigen dengan pembatasan aktivitas.
2.      Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
3.      Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator.
Penatalaksanaan Medis
1.    Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
2.    Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
a.    Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.
b.    Digitalisasi
1).  dosis digitalis
a).  Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
b).  Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
c).  Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2).  Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3).  Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
      Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
a).    Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
b).    Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
Sumber: Mansjoer dan Triyanti (2007)
Terapi Lain:
1.   Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
2.   Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3.   Posisi setengah duduk.
4.   Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5.   Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
6.   Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
7.   Hentikan rokok dan alkohol
8.   Revaskularisasi koroner
9.   Transplantasi jantung
10. Kardoimioplasti

PROSES KEPERAWATAN

A.    Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Primer
1. Airways
a.  Sumbatan atau penumpukan sekret
b.  Wheezing atau krekles
2. Breathing
a.  Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b.  RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c.  Ronchi, krekles
d.  Ekspansi dada tidak penuh
e.  Penggunaan otot bantu nafas
3. Circulation
a.  Nadi lemah , tidak teratur
b.  Takikardi
c.  TD meningkat / menurun
d.  Edema
e.  Gelisah
f.   Akral dingin
g.  Kulit pucat, sianosis
h.  Output urine menurun
Pengkajian Sekunder
      Riwayat Keperawatan
1.   Keluhan
a. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b. Palpitasi atau berdebar-debar.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah.
d. Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
f.  Insomnia
g. Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h. Jumlah urine menurun
i.  Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
2.  Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
3.  Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
4.  Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
5.  Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
6.  Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
7.  Postur, kegelisahan, kecemasan
8.  Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan   faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.
Pemeriksaan Fisik
1.  Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
2. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)
3. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks
4. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang kronis
5. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6. Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.

B.   Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1.      Penurunan curah jantung b/d perubahan irama jantung, perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas, perubahan preload, perubahan afterload
2.      Pola nafas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya napas
3.      Resiko perfusi perifer tidak efektif
4.      Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, perubahan membran alveolus-kapiler
5.      Hipervolemia b/d gangguan mekanisme regulasi, gangguan aliran balik vena, kelebihan asupan cairan dan natrium
6.      Ansietas b/d krisis situasional, ancaman terhadap kematian, ancaman terhadap konsep diri
7.      Defisit pengetahuan tentang penyakit b/d  keterbatasan kongnitif, kurang terpapar informasi, gangguan fungsi kongnitif

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
1
Penurunan curah jantung
Ss Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan curah jantung meningkat dengan kriteria hasil :
·         Kekuatan nadi perifer meningkat
·         Ejection fraction (Ef) meningkat
·         Left verculer stroke work index (LVSWI) meningkat
·         Stroke volume index (SVI) meningkat
·         Palpitasi menurun
·         Bradikardia menurun
·         Takikardia menurun
·         Gambaran ekg aritmia menurun
·         Lelah menurun
·         Edema menurun
·         Distensi vena jugularis menurun
·         Dispnea menurun
·         Oliguria menurun
·         Sianosis menurun
-          Perawatan jantung
Observasi
1.      Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dispnea, kelelahan, edema)
2.      Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk)
3.      Monitor tekanan darah
4.      Monitor intake dan output cairan
5.      Monitor berat badan setiap hari, jika memungkinkam
6.      Monitor EKG 12 sedapan
7.      Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
8.      Monitor fungsi alat pacu jantung
9.      Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah aktivitas
10.  Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah minum obat
Terapeutik
11.  Posiskan pasien semi fowler
12.  Berikan diet jantung yang sesuai (misalnya batasi asupan kafein, natrium, kolestrol, dan makanan tinggi lemak)
13.  Fasilitasi pasien dan keluarga dalam modifikasi hidup sehat
14.  Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres
15.  Berikan dukungan emosional dan spritual
16.  Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
Edukasi
17.  Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
18.  Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
19.  Anjurkan berhenti merokok
Kolaborasi
20.  Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
21.  Rujuk ke program rehabilitasi jantung
2
Pola Nafas tidak efektif

Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam, diharapkan pola tidur dengan ekspetasi membaik dengan kriteria hasil :
·         Frekuensi napas membaik
·         Kedalaman napas membaik
·         Ektraksi dinding dada membaik
·         Dispnue menurun
·         Penggunaan otot bantu napas menurun
·         Pemanjangan fase ekspirasi menurun
·         Pernapasan cuping hidung menurun


-     Manajemen jalan napas (I.01011)
Observasi
1.        Monitor pola napas seperti (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2.        Monitor bunyi napas (gargling, mengi, wheezing, ronchi)
3.        Monitor sputum seperti (jumlah, warna, bau)
Terapeutik
4.        Pertahankan kepatenan jalan napas
5.        Posisikan semi fowler
6.        Berikan minum air hangat
7.        Lalukan fisioterapi dada, jika perlu
8.        Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
9.        Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
10.     Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
11.     Anjurkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
12.     kolaborasi pemberian bronkodilator, ekpektoran, mukolitik jika perlu

3
di Resiko perfusi perifer tidak efektif
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam, diharapkan perfusi perifer dengan ekspetasi meningkat dengan kriteria hasil :
·         Denyut nadi perifer meningkat
·         Warna kulit pucat menurun
·         Edema perifer menurun
·         Pengisian kepiler membaik
·         Akral membaik
·         Turgor kulit membaik
·         Tekanan darah membaik
-          Pencegahan syok
Observasi 
1.      Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
2.      Monitor status oksigenasi (AGD)
3.      Monitor status tingkat kesadaran dan respon pupil
4.      Periksa riwayat allergi
Terapeutik
5.      Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
6.      Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
7.      Pasang jalur IV, jika perlu
8.      Pasang kateter urin untuk menilai produksi urine, jika perlu
9.      Lakukan skin test untuk mencegah reaksi allergi
Edukasi
10.   Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
11.   Jelaskan tanda dan gejala awal syok
12.   Anjurkan melapor jika menemukan/merasa tanda dan gejala syok
Kolaborasi
13.  Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
14.  Kolaborasi pemberian transfusi darah
15.   Kolaborasi pemberian antiinflamasi
4
Gangguan pertukaran gas
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam, diharapkan pertukaran gas dengan ekspetasi meningkat dengan kriteria hasil :
·         Tingkat kesadaran meningkat
·         Bunyi napas tambahan membaik
·         Dispnea membaik
·         PCO2 membaik
·         PO2 membaik
·         pH arteri membaik
·         sianosis membaik
·         Pola napas membaik

-          Pemantauan Respirasi
Observasi
1.      Monitor frekuensi, kedalaman, usaha napas
2.      Monitor kemampuan batuk efektif
3.      Monitor adanya produksi sputum
4.      Moniotor adanya sumbatan jalan napas
5.      Palpasi kesimetrisan ekspasi paru
6.      Auskultasi bunyi napas
7.      Monitor nilai AGD
8.      Monitor hasil x-ray
Terapeutik
9.      Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
10.  Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
11.  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
12.  Informasikan hasil pemantauan
5
hHiphHipervolemia
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam, diharapkan keseimbangan cairan  dengan ekspetasi meningkat dengan kriteria hasil :
·         Tingkat kesadaran meninglat
·         Isrtahat meningkat
·         Kram otot menurun
·         Kelemahan otot menurun
·         Frekuensi napas membaik
·         Irama pernapasan membaik
·         pH membaik
·         Kadar CO2 membaik
·         Kadar bikarbonat membaik
-          Manajemen hipervolemia
Observasi
1.      Periksa tanda dan gejala hipervolemia (misalnya edema, CVP meningkat, hepatojugularis)
2.      Identifikasi penyebab hipervolemia
3.      Monitor status hemodinamik (frekuensi jantung)
4.      Monitor intake dan output cairan
5.      Monitor tanda hemokonsentrasi
6.      Monitor tetesan infus
Terapeutik
7.      Batasi asupan cairan
8.      Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
Edukasi
9.      Anjurkan melapor jika luaran urine <0,5 ml/hr/kg dalam 6 jam
10.  Ajarkan cara mencatat asupan cairan dan haluaran urine
11.  Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
12.  Kolaborasi pemberian diuretik


6
A  Ansietas

Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam, diharapkan tingkat ansietas dengan ekspetasi menurun dengan kriteria hasil :
·         Verbalisasi kebingungan menurun
·         Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
·         Perilaku gelisah menurun
·         Perilaku tegang menurun
·         Konsemtrasi membaik
·         Pola tidur membaik
-          Reduksi ansietas
Observasi
1.      Identifikasi tingkat ansietas
2.      Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3.      Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik
4.      Ciptakan suasana terapeutik
5.      Temani pasien untuk mengurangi ansietas
6.      Pahami situasi dan kondisi pasien
7.      Dengarkan dengan penuh perhatian
8.      Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
Edukasi
9.      Anjurkan melalukan kegiatan sesuai kebutuhan
10.  Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
11.  Anjurkan mengungkapkan kemampuan dan persepsi
12.  Latih tehnik relaksasi
Kolaboasi
13.  Kolaborasi pemberian obat anti ansietas, jika perlu
7
Defisit pengetahuan
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam, diharapkan tingkat pengetahuan dengan ekspetasi meningkat dengan kriteria hasil :
·         Perilaku sesuai anjuran meningkat
·         Verbalisasi minat dalam belajar meningkat
·         Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai dengam topik meningkat
·         Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
·         Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun

-          Edukasi kesehatan
Observasi
1.      Identifikasi kemampuan dan kesiapan menerima informasi  
2.      Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi
Terapeutik
3.      Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
4.      Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
5.      Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
6.      Jelaskan faktor resiko yang dapat membahayakan kesehatan
7.      Ajarkan perlaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
8.      Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat  

DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2017).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.Cetakan 2. Jakarta Selatan
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.(2019).Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Edisi 1.Cetakan 2. Jakarta Selatan
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.(2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Edisi 1.Cetakan 2. Jakarta Selatan
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

DOWNLOAD

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK SEPSIS DI RUANG ICU