LAPORAN PENDAHULUAN HIPOKSIA ISKEMIK ENSEFALOPATI


LAPORAN PENDAHULUAN
HIPOKSIA ISKEMIK ENSEFALOPATI

1.      Definisi Hipoksia Iskemik Ensefalopati
Hipoksia merupakan istilah yang menggambarkan turunnya konsentrasi oksigen dalam darah arteri, dan iskemik menggambarkan penurunan aliran darah ke sel atau organ yang menyebabkan insufisiensi fungsi pemeliharaan organ tersebut. Sedangkan ensefalopati sendiri adalah istilah klinis tanpa menyebutkan etiologi dimana bayi mengalami gangguan tingkat kesadaran pada waktu dilakukan pemeriksaan.
Hipoksia iskemik ensefalopati adalah suatu sindroma yang ditandai dengan adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena adanya cedera pada otak akut yang disebabkan karena asfiksia.Hipoksia iskemik ensefalopati merupakan penyebab penting kerusakan permanen sel-sel pada susunan saraf pusat (SSP), yang berdampak pada kematian atau kecacatan berupa palsi cerebral atau defisiensi mental.
Hipoksia iskemik ensefalopati adalah kerusakan neurologis non progresif (otak) disebabkan oleh asfiksia intrauterine atau pascanatal yang menyebabkan hipoksia dan atau iskemik serebral (Wong, 2003)

2.      Etiologi
Hipoksia pada fetus disebabkan oleh:
1.      Oksigenasi yang tidak adekuat dari darah maternal yang disebabkan hipoventilasi selama proses pembiusan, CHD, gagal nafas, keracunan CO2.
2.      Tekanan darah ibu yang rendah karena hipotensi akibat dari anestesi spinal atau tekanan uterus pada vena cava dan aorta.
3.      Relaksasi uterus kurang karena pemberian oksitosin berlebihan akan menyebabkan tetani.
4.      Plasenta terlepas dini.
5.      Penekanan pada tali pusat atau lilitan tali pusat.
6.      Vasokonstriksi pembuluh darah uterus karena kokain.
7.      Insufisiensi plasenta karena toksemia dan post date.
Setelah lahir, hipoksia dapat disebabkan oleh:
1.      Anemia berat karena perdarahan atau penyakit hemolitik.
2.      Renjatan akan menurunkan transport oksigen ke sel-sel penting disebabkan oleh infeksi berat, kehilangan darah bermakna dan perdarahan intrakranial atau adrenal.
3.      Defisit saturasi oksigen arterial karena kegagalan pernafasan bermakna dengan sebab defek serebral, narkosis atau cedera.
4.      Kegagalan oksigenasi karena CHD berat atau penyakit paru.

3.      Tanda dan Gejala
a.    Tampak pada 24 jam pertama setelah episode hipoksik
b.   Kejang
c.    Tonus otot abnormal (biasanya hipotonia)
d.   Gangguan menghisap dan menelan
e.    Episode apnea
f.     Stupor atau koma (Wong, 2003)

4.      Patofisiologi
Patofisiologi cedera otak karena cedera hipoksik-iskemik dapat disederhanakan menjadi dua fase patologis berupa cedera otak dalam beberapa minggu disebut fase kegagalan energi primer dan fase kegagalan energi sekunder, yaitu gangguan perkembangan saraf dalam beberapa bulan atau tahun, serta periode laten di antara dua fase tersebut.
Fase kegagalan energi primer ditandai dengan penurunan aliran darah otak yang menyebabkan penurunan transpor oksigen dan substrat lain ke jaringan otak. Kejadian ini menyebabkan metabolisme anaerob, peningkatan asam laktat, penurunan ATP, penurunan transpor transeluler, serta peningkatan kadar natrium, air, dan kalsium intrasel. Proses tersebut berakhir pada kematian sel dan nekrosis. Setelah fase kegagalan energi primer, metabolisme serebral kembali pulih karena reperfusi dan reoksigenasi, namun berlanjut ke fase kegagalan energi sekunder yang berakibat apoptosis sel dan hasil akhir yang lebih buruk. Saat onset dan resolusi fase kegagalan energi primer pada bayi dengan HIE tidak selalu diketahui pasti.
Fase laten yang berada di antara fase kegagalan energi primer dan fase kegagalan energi sekunder merupakan saat optimal untuk memulai terapi agar mengurangi cedera otak, karena terhindar dari fase kegagalan energi sekunder.
 Penyebab cedera hipoksik, yaitu asfiksia intrauterin atau postnatal. Asfiksia intrauterin terjadi jika pertukaran udara dan aliran darah plasenta terganggu. Gangguan tersebut disebabkan faktor janin, perfusi plasenta yang tidak adekuat, gangguan oksigenasi maternal, terputusnya sirkulasi umbilikal. Sedangkan asfiksia postnatal bisa disebabkan penyakit membran hialin, pneumonia, aspirasi mekonium, penyakit jantung kongenital. Hal ini menyebabkan depresi perinatal yang berlanjut pada berkurangnya pertukaran oksigen dan karbondioksida dan timbulnya asidosis laktat berat. Jika episode hipoksikiskemik ini cukup parah untuk merusak otak, maka akan terjadi kondisi hypoxic-ischemic encephalopathy dalam 12-36 jam.















Pathway
Asfiksia Intrauterin:
-       Faktor janin
-       Perfusi plasenta yang tidak adekuat
-       Gangguan oksigenasi maternal
-       Terputusnya sirkulasi umbilikal
Asfiksia postnatal:
-       Penyakit membran hialin
-       Pneumonia
-       Aspirasi meconium
-       Penyakit jantung kongenital
Depresi Perinatal
Berkurangnya pertukaran O2 dan CO2
Hipoksi Iskemik Ensefalopati
Fase kegagalan energi primer
aliran darah otak
transpor O2 dan substrat lain ke jaringan otak
Gangguan Perfusi Jaringan Serebri
metabolisme anaerob,
asam laktat,
ATP.
Intoleran Aktivitas
Fase Laten
Apoptosis jaringan
Kelemahan otot
transpor O2 ke seluruh tubuh
hipoksia
Pola nafas tidak efektif
 











































5.      Manifestasi klinis
Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga beberapa hari sebelum persalinan. Retardasi pertumbuhan intrauterin dengan peningkatan tahanan vaskular merupakan tanda awal hipoksia fetus.
Asidosis terjadi akibat komponen metabolik atau respiratorik. Terutama pada bayi menjelang aterm, tanda-tanda hipoksia janin merupakan dasar untuk memberikan oksigen konsentrasi tinggi pada ibu dan indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan untuk mencegah kematian janin atau kerusakan SSP
Pada saat persalinan, air ketuban yang berwarna kuning dan mengandung mekoneum dijumpai pada janin yang mengalami distres. Pada saat lahir, biasanya terjadi depresi pernafasan dan kegagalan pernafasan spontan. Setelah beberapa jam kemudian, bayi akan tampak hipotonia atau berubah menjadi hipertonia berat atau tonus tampak normal.
Derajat encephalopathy dibagi 3, secara keseluruhan resiko terjadi kematian atau kecacatan berat tergantung pada derajat ensefalopati hipoksik iskemik.
1.      Derajat 1 : 1,6%
2.      Derajat 2 : 24%
3.      Derajat 3 : 78%
4.      Ensefalopati >6 hari pada derajat 2 juga mempunyai resiko tinggi terjadi kecacatan neurologi berat.
Kelainan EEG digolongkan menjadi 3 yang masing-masing menunjukkan angka rata-rata kematian atau kecacatan berat :
1.      Kelainan berat (burst suppression, low voltage atau isoelektrik) : 95%
2.      Kelainan sedang (slow wave activity) : 64%
3.      Kelainan ringan atau tanpa kelainan : 3,3%

Sebagian tanda dan gejala klinis HIE pada Bayi Aterm (Kriteria Sarnat)
Tanda klinis
Derajat 1
Derajat 2
Derajat 3
Tingkat kesadaran
Iritabel
Letargi
Strupor, koma
Tonus otot
Normal
Hipotonus
Fleksid
Postur
Normal
Fleksi
Decerebrate
Reflek Tendon / klonus
Hiperaktif
Hiperaktif
Tidak ada
Myoclonus
Tampak
Tampak
Tidak tampak
Refleks Moro
Kuat
Lemah
Tidak ada
Pupil
Midriasis
Miosis
Tidak beraturan, reflek cahaya lemah
Kejang
Tidak ada/jarang
Sering terjadi
Decerebrate
EEG
Normal
Voltage rendah yang berubah dengan kejang

Burst suppression to isoelectric
Durasi
<24 jam
24 jam – 14 hari
Beberapa hari hingga minggu
Hasil akhir
Baik
Bervariasi
Kematian, kecacatan berat

6.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan CT scan, MRI relatif tidak sensitif pada fase awal, dikatakan pemeriksaan tersebut bermanfaat untuk menegakkan diagnosis struktural pada fase lanjut dan pemeriksaan tersebut tidak rutin dilakukan.
1.      Kelainan USG: Dapat mendeteksi perdarahan. USG kurang baik untuk mendeteksi kerusakan kortikal. Lesi baru terlihat setelah 2-3 hari terjadi kelainan.
2.      CT Scan: Hipodensitas baru tampak setelah 10-14 hari terjadi kelainan. Resiko terjadi kematian atau kecacatan neurologi berat berkisar 82% pada bayi yang memperlihatkan hipodensitas berat atau perdarahan berat.
3.      Nuclear magnetic resonance: Dapat memperlihatkan struktur otak dan fungsinya dan sangat sensitif untuk memprediksi prognosis penyakit.
4.      Somatosensory evoked potential: terdapat hubungan erat antara hasil akhir dengan SEP. Bayi dengan hasil akhir normal juga mempunyai hasil SEP yang normal pada usia < 4 hari, sebaliknya bayi dengan SEP abnormal pada usia < 4 hari akan mempunyai kelainan pada pengamatan di usia selanjutnya.

7.      Penatalaksanaan Kasus
a.    Pencegahan adalah manajemen yng paling terbaik
b.    Pertahankan oksigenisasi (resusitasi) dan keseimbangan asam basa
c.    Jika perlu lakukan ventilasi mekanik
d.    Monitoring dan pertahankan suhu tubuh dalam kondisi yang normal
e.    Koreksi dan pertahnkan kalori, cairan dan kadar elektrolit serta glukosa (Dextrosa 10 % 60 cc/kg/hari)
f.     Jika terjadi kejang pada bayi, berikan fenobarbital 20 mg/kg IV setelah 5 menit, dosis bias ditiingkatkan 5 mg/kg setiap 5 menit hingga kejang bias diatasi, maksimum dosis 40 mg/kg

8.      Konsep Asuhan Keperawatan
I.       Fokus Pengkajian
a.    Anamnesa
1.      Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah saudara dan identitas orang tua.
2.      Keluhan Utama        
Pada klien yang sering tampak adalah sesak nafas


3.      Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi belakang kaki atau sungsang
4.      Kebutuhan dasar
a.       Pola Nutrisi
Pada neonatus membatasi intake oral, karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumonia
b.      Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama pencernaan belum sempurna
c.       Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
d.      Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas

b.    Pemeriksaan Fisik
1.      Keadaan umum
Pada umumnya pasien dalam keadaan lemah, sesak nafas, pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama.

2.      Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
3.      Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
4.      Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak
5.      Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
6.      Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping hidung.
7.      Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi pernafasan yang cepat
8.      Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
9.      Gejala dan tanda
a.       Aktifitas; pergerakan hyperaktif
b.      Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
c.       Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan termoregulasi
Test Diagnostik
1.      Pemeriksaan Fisik
2.      Pemeriksaan disesuaikan dengan stadium STARNAT, jadi ada pemeriksaan tingkat kesadaran, tonus otot, reflex-refleks (moro, tendo, mioklonus), pupil, denyut jantung.
3.      Pemeriksaan Laboratorium
a.       Serum elektrolit, seperti, sodium, potassium, klorida menurun indikasi kerusakan akut pada tubulus ginjal
b.      Serum kreatinin, kreatinin klirens, BUN untuk deteksi fungsi renal
c.       Prothrotombin time, partial thrombhoplastin time, kadar fibrinogen untuk evaluasi system koagulasi
d.      Gas darah untuk monitoring status asam basa, dan untuk menghindari hyperoksia/hypoxia
4.      Pemeriksaan Penunjang        
a.       MRI untuk mengetahui status mielinisasi, prognosis, follow up dan perkembangan defect yang ada di otak, biasanya memberikan gambaran:
o   Loss of cerebral gray and white matter differentiation
o   Cortical highlighting (particularly in the parasagittal perirolandic cortex)
o   Basal ganglia or thalamus injury
o   Parasagittal cerebral injury
o   Decreased signal in the posterior limb of the internal capsule (PLIC)
b.      Cranial USG dapat mengetahui apakah trejadi pendarahan intracerebral atau intraventricular.
c.       EEG untuk menentukan staging dari HIE

Diagnosa Keperawatan
a.    Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoksia bayi
b.    Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai darah, O2 dan nutrisi kejaringan perifer menurun
c.    Intoleransi aktifitas berhubungan dengan bayi kekurangan O2

Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoksia bayi
  Klien memperlihatkan pola nafas yang efektif, dengan criteria:
·      Frekuensi dan kedalaman
·      pernafasan dalam rentang normal
·      Bayi aktif
1.      Kaji frekwensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
2.      Catat upaya pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu pernafasan
3.      Auskulatasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti mengi, krekels,dll
4.      Tinggikan kepala bayi dan bantu mengubah posisi
5.      Berikan oksigen tambahan
1.      Kecepatan biasanya meningkat apabila terjadi peningkatan kerja nafas
2.      Penggunaan otot bantu pernafasan sebagai akibat dari penigkatan kerja nafas
3.      Bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan nafas obstruksi dan adanya bunyi nafas ronki dan mengi menandakan adanya kegagalan pernafasan
4.      Untuk memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
5.      Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
Gangguan perfusi jaringan perifer erhubungan dengan suplai darah, O2 dan nutrisi kejaringan perifer menurun

Klien memperlihatkan perfusi perifer yang adekuat dengan criteria:
-       Nadi perifer meningkat
-       Kulit dan kuku tidak pucat
-       CRT< 2 detik
1.      Kaji status mental klien secara teratur.
2.      Catat adanya penurunan kesadaran
3.      Selidiki takipnea, sianosis, pucat, kulit lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
4.      Berikan oksigen suplemen
1.      Mengetahui derajat hipoksia
2.      Penurunan kesadaran merupakan manifestasi penurunan suplai darah dan oksigen kejaringan perifer yang parah
3.      Suplai darah perifer diakibatkan oleh penurunan curah jantung yang dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit, penurunan nadi
4.      Dapat memperbaiki /mencegah memburuknya hipoksia pada otak

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan bayi kekurangan O2
Klien dapat menunjukkan toleransi aktifitas/penurunan kelemahan  dengan criteria:
-          Tanda-tanda vital dalam rentang normal
-          Peningkatan tonus otot bayi
-          Gerakan reflexs meningkat
1.      Kaji tanda-tanda vital, misalnya: TD, nadi, pernafasan.
2.      Kaji presipitator/ penyebab terjadinya kelemahan
3.      Berikan posisi yang nyaman bagi bayi
4.      Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi
1.      Dapat digunakan sebagai dasar/ petunjuk terjadinya intoleransi
2.      Biasanya kelemahan terjadi akibat ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan
3.      Untuk meningkatkan sirkulasi pada bayi
4.      Untuk meningkatkan suplai oksigen dan menurunkan kerja nafas.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC.
Kristiyanasari, W. 2011. Asuhan Keperawatan Neonatus Dan Anak. Muha Medika : Yogyakarta
Markum. AN. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. BCS. IKA Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Waloyo, J, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama.IDAI : Jakarta
Wong. Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. EGC. Jakarta.



DOWNLOAD

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DIARE