LAPORAN PENDAHULUAN INFARK MIOKARD AKUT (IMA)


LAPORAN PENDAHULUAN
INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

A.    KONSEP DASAR MEDIS
1.      PENGERTIAN
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (Suyono, 2005)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan kebutuhan darah miokard. (Morton, 2012)
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial bervariasi dan bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Infark myocardium dapat berakibat nekrosis karena parut atau fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak. (Barbara, 2006)
Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Infark Miokard Akut (IMA) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang cukup.

2.      ETIOLOGI
Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu :
a.       Faktor penyebab :
1)      Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
a)      Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
b)      Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
c)      Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
2)      Curah jantung yang meningkat :
a)      Aktifitas yang berlebihan.
b)      Emosi.
c)      Makan terlalu banyak.
d)      Hypertiroidisme.
3)      Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a)      Kerusakan miocard.
b)      Hypertropimiocard.
c)      Hypertensi diastolic.
b.      Faktor predisposisi :
1)      Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a)      Usia lebih dari 40 tahun.
b)      Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause.
c)      Hereditas.
d)      Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2)      Faktor resiko yang dapat diubah :
a)      Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi lemak jenuh, aklori.
b)      Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.

3.      KLASIFIKASI
Menurut Sudoyo (2009), klasifikasi IMA yaitu sebagai berikut :
a.       Berdasarkan lapisan otot yang terkena Akut Miokard Infark dapat dibedakan:
1)      Akut Miokard Infark Transmural ® mengenai seluruh lapisan otot jantung (dinding ventrikel).
2)      Akut Miokard Infark Non Transmural / Subendokardial  Infark® infark otot jantung bagian dalam (mengenai sepertiga miokardium).
b.      Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :
1)      Akut Miokard Infark Anterior.
2)      Akut Miokard Infark Posterior.
3)      Akut Miokard Infark Inferior.

4.      MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik IMA menurut Nurarif (2013), yaitu :
a.       Lokasi substernal, rerosternal, dan prekordial.
b.      Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda berat, ditusuk, diperas, dan diplintir.
c.       Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri.
d.      Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
e.       Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas, cemas dan lemas.
f.        Dispnea.
Adapun tanda dan gejala infark miokard  (TRIAS) menurut Oman (2008) adalah :
a.       Nyeri :
1)       Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
2)       Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
3)       Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan menetap (> 30 menit)
4)       Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
5)       Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
6)       Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan  leher.
7)       Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
8)       Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).

Menurut Oman (2008), yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien secara PQRST meliputi :

1)      Provoking Incident : nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang setelah istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.

2)      Quality of Pain : seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri dapat seperti tertekan, diperas atau diremas.

3)      Region : Radiation, Relief : lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri diatas perikardium.penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke dada.Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.

4)      Severity (Scale) of Pain : klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4 atau 0-10 (visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai seberapa berat nyeri yang dirasakan.Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeri berkisar antara 3-4 (0-4) atau 7-9 (0-10).

5)      Time : biasanya gejala nyeri timbul mendadak.Lama timbulnya umumnya dikeluhkan > 15 mnt.Nyeri infark oleh miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri biasanya dirasakan semakin berat (progresif) dan berlangsung lama.

b.      Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk IMA, kadar titer enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.
1)      CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset infark, mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu 3-4 hari. Enzim ini juga banyak terdapat pada paru, otot skelet, otak, uterus, sel, pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard, tingkat abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular dan setelah latihan otot.
2)      SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjalDilepaskan oleh sel otot  miokard yang rusak atau mati. Meningkat dalam 8-36 jam dan turun kembali menjadi normal setelah 3-4 hari.
3)      LDH (Lactat Dehidrogenase)
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat meninggi bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi meningkat dalam waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik.
Sebagai indikator nekrosis miokard dapat juga dipakai troponin T, suatu kompleks protein yang terdapat pada filamen tipis otot jantung. Troponin T akan terdeteksi dalam darah beberapa jam sampai dengan 14 hari setelah nekrosis miokard.
c.       EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal  adanya  gelombang T tinggi dan simetris. Setelah  ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya  gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis. Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.
Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam.
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam sangat tinggi.
Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi. Berdasarkan gelombang Q patologis dan elevasi ST pada sedapan EKG, IMA dapat dibagi menjadi :
Lokasi Infark
Q-wave / Elevasi ST
A. Koroner

Anteroseptal

Anterior
Lateral
Anterior ekstrinsif
High lateral
Posterior
Inferior
Right ventrikel
V1 dan V2
V3 dan V4
V5 dan V6
I, a VL, V1 – V6
I, a VL, V5 dan V6
V7 – V9 (V1, V2*)
II, III, dan a VF
V2R – V4R
LAD
LAD
LCX
LAD / LCX
LCX
LCX, PL
PDA
RCA
* Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V1 – V2 sebagi mirror image dari perubahan sedapan V7 – V9
LAD        = Left Anterior Descending artery
LCX        = Left Circumflex
RCA        = Right Coronary Artery
PL            = PosteriorDescending Artery

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria us ia≥40 tahun, S TEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun. ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu.
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI.
Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah precordium anterior dirasakan seperti diremas-remas, berat, tertekan dan terhimpit. Nyeri  mulai dirasakan dari rahang, leher, lengan, punggung dan epigastrium. Lengan kiri lebih sering terasa nyeri daripada lengan kanan. Rasa sakit biasanya berlangsung lebih dari setengah jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas serta tidak hilang istirahat atau pemberian nitrat. Nyeri disertai dengan rasa mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar, gelisah, nyeri kepala berat dan sinkop. Sesak nafas mungkin bersamaan dengan nyeri dada sebagai tanda kemampuan atau fungsi vetrikel yang buruk pada keadaan iskemik akut. Nausea dan nyeri abdomen sering dijumpai pada infark yang mengenai dinding inferior.

5.      PATOFISIOLOGI
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas  tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark. (Price & Wilson, 2006)

6.      KOMPLIKASI
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus bradikardi, supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan konduksi), disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark ventrikel kanan, defek mekanik, rupture miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan thrombus mural. (Nurarif, 2013)


7.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer (2005), pemeriksaan penunjang IMA sebagai berikut :
a.       EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T Inverted, ST depresi, Q patologis
b.      Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST (Aspartat aminonittransferase), Troponin I, Troponin T.
c.       Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misal hipokalemi, hiperkalemi
d.      Sel darah putih
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi
e.       Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
f.        Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis
g.      GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
h.      Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
i.        Foto / Ro dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau  aneurisma ventrikuler.
j.        Ecokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
k.      Pemeriksaan pencitraan nuklir
1)      Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi atau luasnya IMA
2)      Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
l.        Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
m.    Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
n.      Digital subtraksion angiografi (PSA)
o.      Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
p.      Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

8.    PENATALAKSANAAN IMA
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut.Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan pada pasien dengan IMA:
1.    Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L /menit melalu binasal kanul.
2.    Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi dalam jam-jam pertama pasca serangan
3.    Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti memberikan kesempatan kepada sel-selnya untuk memulihkan diri
4.    Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberan obat-obatan dan nutrisi yang diperlukan. Pada awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan asupa nutrisi lewat mulut karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap oksigen sehingga bisa membebani jantung.
5.    Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan aspirin (antiplatelet)  untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang elergi terhadap aspirin dapat diganti dengan clopidogrel.
6.    Nitroglycerin dapat diberikan  untuk menurunkan beban kerja jantung dan memperbaiki aliran darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga dapat membedakan apakah ia Infark atau Angina, pada infark biasanya nyeri tidak hilang dengan pemberian nitrogliserin.
7.    Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat mendepresi aktivitas pernafasan, sehingga tdak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin
8.    Pada prinsipnya jika mendapatkan korban yang dicurigai mendapatkan serangan jantung, segera hubungi 118 untuk mendapatkan pertolongan segera. Karena terlambat 1-2 menit saa nyawa korban mungkin tidak terselamatkan lagi
Obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan AMI diantaranya:

Obat-obatan trombolitik

Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah pembuluh darah koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obat-obatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu paling efektive pemberiannya adalah 1 jam stelah timbul gejal pertama dan tidak boleh lebih dari 12 jam pasca serangan. Selain itu tidak boleh diberikan pada pasien diatas 75 tahun Contohnya adalah streptokinase
Beta Blocker
Obat-obatan ini menrunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung tambahan. Beta bloker juga bisa  digunakan untuk memperbaiki aritmia. Terdapat dua jenis yaitucardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan non-cardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol)
Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors
Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung. Misalnya captropil
Obat-obatan antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah pada arteri. Missal: heparin dan enoksaparin.
Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk membentuk bekuan yang tidak diinginkan.
Jika obat-obatan tidak mampu menangani/menghentikan serangan jantung, maka dapat dilakukan tindakan medis, yaitu antara lain
·      Angioplasti
Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arteri koroner yang tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasty kateter dengan balon pada ujungnya dimasukan melalui pembuluh darah menuju arteri koroner yang tersumbat. Kemudian balon dikembangkan untuk mendorong plaq melawan dinding arteri. Melebarnya bagian dalam arteri akan mengembalikan aliran darah.Pada angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent) dalam arteri yang tersumbat sehingga menjaganya tetap terbuka.  Beberapa stent biasanya dilapisi obat-obatan yang mencegah terjadinya bendungan ulang pada arteri.
·      CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)
Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari bagian tubuh lain kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati arteri koroner yang tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran darah yang menuju sel-sel otot jantung.  
Setelah pasien kembali  ke rumah maka penanganan tidak berhenti, terdapat beberapa hal  yang perlu diperhatikan:
-          Mematuhi manajemen terapi lanjutan dirumah baik berupa obat-obatan maupn mengikuti program rehabilitasi.
-          Melakukan upaya perubahan gaya hidup sehat yang bertujuan untuk menurunkan kemungkinan kekambuhan, misalnya antara lain: menghindari merokok, menurunkan BB, merubah dit, dan meningatkan aktivitas fisik





9.    PEMERIKSAAN FISIK IMA
Tampilan Umum
1.    Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan. Pasien juga tampak sesak. Demam derajat sedang (< 38 C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infarkb.      
2.    Denyut Nadi dan Tekanan Darah Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien, biasanya akan melambat dengan pemberian analgesic yang adekuat.Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark. Peningkatan TD moderat merupakan akibat dari pelepasan kotekolamin.Sedangkan jika terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat dari  aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.
3.    Pemeriksaan jantung, terdengar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-mur. Bunyi gesekan perikard jarang terdengar hingga hari ke dua atau ketiga atau lebih lama lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambatan dari sindrom Dressler.
4.    Pemeriksaan paru, Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru, maka hal itu merupakan komplikasi infark luas, biasanya anterior.

B.     KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.      PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
a.        Airways
1)      Sumbatan atau penumpukan secret
2)      Wheezing atau krekles.
3)      Kepatenan jalan nafas.
b.       Breathing
1)      Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2)      RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3)      Ronchi, krekles.
4)      Ekspansi dada tidak penuh.
5)      Penggunaan otot bantu nafas.
c.        Circulation
1)      Nadi lemah, tidak teratur.
2)      Capillary refill.
3)      Takikardi.
4)      TD meningkat/menurun.
5)      Edema.
6)      Gelisah.
7)      Akral dingin.
8)      Kulit pucat, sianosis.
9)      Output urine menurun.
d.       Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu  Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri. Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan dengan rangsang apapun.
e.        Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor/kelainan pada kulit, keadaan ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.

Pengkajian Sekunder
a.       AMPLE
1)      Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu terjadinya penyakitnya.
2)      Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum sakit terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3)      Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
4)      Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien. 
5)      Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien dengan  kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.
b.      Pemeriksaan Fisik
1)      Aktifitas
Data Subyektif :
a)      Kelemahan.
b)      Kelelahan.
c)      Tidak dapat tidur.
d)      Pola hidup menetap.
e)      Jadwal olah raga tidak teratur.
Data Obyektif :
a)      Takikardi.
b)      Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2)      Sirkulasi
Data Subyektif : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Data Obyektif :
a)      Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.
b)      Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia).
c)      Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.
d)      Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung :
Ø  Friksi ; dicurigai Perikarditis.
Ø  Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.
Ø  Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
Ø  Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.
3)      Integritas ego
Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga.
Data Obyektif : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
4)      Eliminasi
Data Subyektif  atau Data Obyektif :  normal, bunyi usus menurun.
5)      Makanan atau cairan
Data Subyektif  : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar.
Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan.
6)      Hygiene
Data Subyektif  atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas perawatan.
7)      Neurosensori
Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat).
Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.
8)      Nyeri atau ketidaknyamanan
Data Subyektif :
a)      Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
b)      Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
c)      Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
d)      Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami. 
e)      Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus, hipertensi, lansia.
9)      Pernafasan:
Data Subyektif :
a)      Dispnea tanpa atau dengan kerja.
b)      Dispnea nocturnal.
c)      Batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
d)      Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Data Obyektif :
a)      Peningkatan frekuensi pernafasan.
b)      Nafas sesak / kuat.
c)      Pucat, sianosis.
d)      Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum.
10)  Interaksi social
Data Subyektif :
a)      Stress.
b)      Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS.
Data Obyektif :
a)      Kesulitan istirahat dengan tenang.
b)      Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut).
c)      Menarik diri.

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
a)      Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri).
b)      Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.
c)      Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan/penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
d)      Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium/retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
e)      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan  kebutuhan, adanya iskemik/nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum.
f)       Ansietas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis.

3.      INTERVENSI
a)      Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri).
SLKI
SIKI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam diharapkan tingkat nyeri berkurang dengan kriteria hasil :
-        Keluhan nyeri menurun (5)
-        Ekspresi meringis menurun (5)
-        Gelisah menurun (5)
-        Frekuensi nadi membaik (5)
MANAJEMEN NYERI
Observasi
-            Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
-            Identifikasi skala nyeri
-            Identifikasi respons nyeri non verbal
-            Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik
-            Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
-            Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
-            Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
-            Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
-            Jelaskan strategi meredakan nyeri
-            Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
-     ­­Kolaborasi pemberian analgetik,  jika perlu

b)      Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.
SLKI
SIKI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam diharapkan curah jantung meningkat dengan kriteria hasil :
-        Kekuatan nada perifer meningkat (5)
-        Gambaran EKG aritmia menurun (5)
-        Lelah menurun (5)
-        Pengisian kapiler membaik (5)
PERAWATAN JANTUNG
Observasi
-            Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
-            Identifikasi tanda sekunder penurunan curah jantung
-            Monitor tekanan darah
-            Monitor intake dan output cairan
-            Monitor saturasi oksigen
-            Monitor keluhan nyeri dada
Terapeutik
-            Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
-            Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres
-            Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
Edukasi
-            Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
-            Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
-            Anjurkan berhenti merokok
Kolaborasi
-     ­­Kolaborasi pemberian antiaritmia,  jika perlu
-     Rujuk ke program rehabilitasi jantung

c)      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan  kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum.
SLKI
SIKI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil :
-        Keluhan lelah menurun (5)
-        Dispnea saat aktivitas menurun (5)
-        Dispnea setelah aktivitas menurun (5)
-        Frekuensi nadi membaik (5)
MANAJEMEN ENERGI
Observasi
-            Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
-            Monitor kelelahan fisik dan emosional
-            Monitor lokasi ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
-            Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
-            Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
-            Fasilitasi duduk disisi tempat tidur 
Edukasi
-            Anjurkan tirah baring
-            Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
-     ­­Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.

DAFTAR PUSTAKA


PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI
Doenges, M.E., Marry, F..M and  Alice, C.G., 2000. Rencana  Asuhan  Keperawatan: Pedoman  Untuk  Perencanaan  Dan  Pendokumentasian  Perawatan  Pasien. Jakarta, Penerbit  Buku  Kedokteran  EGC.
Price, Sylvia A,. 2005. Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Edisi 6, Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. EGC: Jakarta.
Darliana. 2013. Manajemen Pasien ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI), diakses pada Januari 2020


DOWNLOAD FILE

Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

Naskah Drama Bahasa Jawa Tema Pergaulan Bebas - "Lika-liku Perjalanane Erna"