LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR CRURIS
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR CRURIS
A. Pengertian
Fraktur
cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadi pada tulng tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stres yang lebih besar dari yang diabsorbsinya. (Brunner & Suddart,
2011).
B. Jenis-Jenis Fraktur
1. Fraktur
komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran.
2. Fraktur
tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
3. Fraktur
tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
4. Fraktur terbuka:
fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.
5. Greenstick: fraktur
dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya membengkak.
6. Transversal: fraktur
sepanjang garis tengah tulang
7. Kominutif: fraktur
dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
8. Depresi: fraktur
dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
9. Kompresi: Fraktur
dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
10. Patologik: fraktur
yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada daerah
perlekatannnya.
C. Etiologi
Penyebab
fraktur diantaranya:
1.
Trauma
Jika kekuatan
langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang terkena, hal
ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. jika
kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat
yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat
fraktur mungkin tidak ada. Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Trauma langsung. Benturan pada tulang
mengakibatkan ditempat tersebut.
b. Trauma tidak langsung. Titik tumpu
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
2. Fraktur Patologis
Adalah suatu
fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan tulang akibat
suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau osteoporosis.
3.
Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang juga
bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak mampu
mengabsorpsi energi atau kekuatan yang menimpanya.
4. Spontan . Terjadi tarikan otot yang
sangat kuat seperti olah raga.
5. Fraktur tibia dan fibula yang
terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi atau
gerakan memuntir yang keras.
6. Fraktur tibia dan fibula secara umum
akibat dari pemutaran pergelangan kaki yang kuat dan sering dikait dengan
gangguan kesejajaran.
(Apley, G.A. 2010 : 840)
D. Patofisiologi
Ketika tulang
patah, periosteum dan pembuluh darah di bagian korteks, sumsum tulang dan
jaringan lunak didekatnya (otot) cidera pembuluh darah ini merupakan keadaan
derajat yang memerlukan pembedahan segera sebab dapat menimbulkan syok
hipovolemik. Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan pembengkakan jaringan
sekitar daerah cidera yang apabila di tekan atau di gerakan dapat timbul rasa
nyeri yang hebat yang mengakibatkn syok neurogenik (Mansjoer Arief, 2012).
Sedangkan
kerusakan pada system persyarafan akan menimbulkan kehilangan sensasi yang
dapat berakibat paralysis yang menetap pada fraktur juga terjadi keterbatasan
gerak oleh karena fungsi pada daerah cidera. Sewaktu tulang patah pendarahan
biasanya terjadi di sekitar tempat patah, kedalam jaringan lemak tulang
tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.Reaksi perdarahan
biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel darah putih
dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat
tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa – sisa sel mati di mulai. Di tempat
patah terdapat fibrin hematoma fraktur dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
membentukan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang
baru umatur yg disebut callus.Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tuulang
baru mengalmi remodelling untuk membentuk tulang sejati (Mansjoer Arief, 2012).
E. Manisfestasi Klinis
Menurut Black,1993
manifestasi klinis dari fraktur cruris adalah:
1. Nyeri terus
menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi, hematoma,
dan edema
2. Deformitas
karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3. Terjadi
pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur
4. Krepitasi
akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
5. Pembengkakan
dan perubahan warna lokal pada kulit
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan
foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
2. Pemeriksaan
jumlah darah lengkap
3. Kreatinin :
trauma otot meningkatkan
beban kreatinin untuk klirens ginjal
G. Penatalaksanaan
1. Reduksi
fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang
patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.
2. Imobilisasi
fraktur. Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
3. Mempertahankan
dan mengembalikan fungsi
a. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan
b. Pemberian analgetik
untuk mengerangi nyeri
c. Status
neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau
d. Latihan
isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi disuse dan
meningkatkan peredaran darah
H. Komplikasi
1. Malunion : tulang
patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya.
2. Delayed
union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal.
3. Non union :
tulang yang tidak menyambung kembali
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian
primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian
sekunder
a.
Aktivitas/istirahat
1)
Kehilangan
fungsi pada bagian yangterkena
2)
Keterbatasan mobilitas
b.
Sirkulasi
1)
Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas)
2)
Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
3)
Tachikardi
4)
Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
5)
Capilary refil
melambat
6)
Pucat pada bagian yang terkena
7)
Masa hematoma pada sisi cedera
c.
Neurosensori
1)
Kesemutan
2)
Deformitas, krepitasi, pemendekan
3)
Kelemahan
d.
Kenyamanan
1)
Nyeri
tiba-tiba saat cidera
2)
Spasme/ kram
otot
e.
Keamanan
1)
Laserasi
kulit
2)
Perdarahan
3)
Perubahan
warna
4)
Pembengkakan
local
B. Diagnosa Keperawatan
Pre
Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan patah
tulang, spasme otot, edema dan kerusakan jaringan lunak.
2. Risiko tinggi terjadinya perubahan
neurovaskuler perifer berhubungan dengan menurunnya aliran darah akibat cidera
vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
3. Risiko tinggi terjadinya infeksi
berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit,
trauma jaringan, kerusakan pada jaringan lunak.
4. Kecemasan berhubungan dengan nyeri,
ketidakmampuan dan gangguan mobilisasi.
5. Regimen terapeutik tidak efektif
berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit, tanda dan gejala,
pengobatan dan pencegahannya.
Post
Operasi
- Nyeri
berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya luka operasi.
- Risiko
tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
- Gangguan
mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi fraktur, pemasangan
traksi, gips dan fiksasi.
- Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bertambahnya
metabolisme untuk penyembuhan tulang dan jaringan.
- Risiko
tinggi terjadinya komplikasi post operasi b.d. imobilisasi.
- Regimen
terapeutik in efektif berhubungan dengan kurang informasi mengenai
penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya.
C. Perencanaan
Pre
Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan patah
tulang, spasme otot, edema dan kerusakan jaringan lunak.
Tujuan:
Nyeri berkurang
sampai dengan hilang dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan: klien mengatakan
nyeri berkurang/hilang, ekspresi wajah santai, dapat menikmati waktu istirahat
dengan tepat, dan mampu melakukan teknik relaksasi dan aktivitas sesuai dengan
kondisinya.
Intervensi:
a. Kaji tingkat nyeri klien
R/
Mengetahui rentang respon klien tentang nyeri.
b. Tinggikan dan sokong ekstremitas
yang sakit.
R/
Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
c.
Pertahankan
bidai pada posisi yang sudah ditetapkan.
R/
Mengurangi kerusakan yang lebih parah pada daerah fraktur.
d. Mempertahankan tirah baring sampai
tindakan operasi.
R/
Mempertahankan kerusakan yang lebih parah pada daerah fraktur.
e. Dengarkan keluhan klien.
R/
Mengetahui tingkat nyeri klien.
f. Ajarkan teknik relaksasi untuk
mengurangi nyeri (latihan nafas dalam).
R/
Meningkatkan kemampuan koping dalam menangani nyeri.
g. Kolaborasikan dengan dokter mengenai
masalah nyeri.
R/
Intervensi tepat mengatasi nyeri.
2. Risiko tinggi terjadinya perubahan
neurovaskuler perifer berhubungan dengan menurunnya aliran darah akibat cidera
vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
Tujuan:
Perfusi jaringan
perifer memadai ditandai dengan terabanya nadi, kulit hangat/kering, sensasi dan sensori
normal, TTV dalam batas normal dalam waktu 2-3 hari.
Intervensi:
a. Observasi TTV tiap 3-4 jam.
R/
Ketidakefektifan volume sirkulasi mempengaruhi tanda-tanda vital.
c.
Lakukan
pengkajian neuromuskuler, perhatikan perubahan fungsi motorik/sensorik.
R/ Rasa
baal, kesemutan, peningkatan nyeri dapat terjadi bila sirkulasi pada saraf
tidak adekuat atau syaraf rusak.
d. Identifikasi tanda iskemia
ekstremitas tiba-tiba.
R/
Dislokasi fraktur dapat menyebabkan kerusakan arteri yang berdekatan.
e. Monitor hasil laboratorium melalui
kolaborasi dengan dokter (mppp, Hb, Ht).
R/
Mengidentifikasi tanda-tanda kelainan darah.
f.
Lepaskan
perhiasan dari ekstremitas yang sakit.
R/ Dapat
membendung sirkulasi bila terjadi edema.
g. Kolaborasi dengan dokter untuk
menyiapkan klien intervensi pembedahan.
R/
Intervensi tepat dan cepat dapat mencegah kerusakan yang lebih parah.
3. Risiko tinggi terjadinya infeksi
berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit,
trauma jaringan, kerusakan pada jaringan lunak.
Tujuan:
Tidak terjadi
infeksi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan tanda-tanda vital dalam batas
normal dan pemeriksaan laboratorium normal.
Intervensi:
a. Kaji tanda-tanda vital tiap 3-4 jam.
R/ Infeksi
yang terjadi dapat meningkatkan suhu tubuh.
b. Monitor hasil laboratorium
(leukosit).
R/
Mengidentifikasi tanda-tanda infeksi.
c.
Rawat
luka secara steril.
R/
Mengurangi risiko terjadinya infeksi.
d. Beri diet tinggi kalori dan tinggi
protein.
R/ Makanan
yang bergizi akan membantu meningkatkan pertahanan tubuh.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian terapi.
R/ Mengidentifikasi
supaya infeksi tidak terjadi.
4. Kecemasan berhubungan dengan nyeri,
ketidakmampuan dan gangguan mobilisasi.
Tujuan:
Kecemasan tidak
terjadi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan klien tidak mengeluh nyeri, mampu
melakukan aktivitas sebagaimana mestinya, dan mengungkapkan perasaan lebih
santai, ekspresi wajah rileks.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kecemasan klien.
R/
Menentukan intervensi yang tepat.
b. Beri dan luangkan waktu bagi klien
untuk mengungkapkan perasaannya.
R/
Mengetahui tingkat kecemasan klien dan memenuhi kebutuhan untuk didengarkan.
c.
Ajarkan
dan bantu klien untuk melakukan teknik-teknik mengatasi kecemasan.
R/
Mengurangi kecemasan klien.
d. Kaji perilaku koping yang ada dan
anjurkan penggunaan perilaku yang telah berhasil digunakan untuk mengatasi
kecemasan yang lain.
R/ Klien
tampak lebih rileks dan tidak terlalu memikirkan hal-hal yang menimbulkan
kecemasan.
e. Berikan dukungan kepada klien untuk
berinteraksi dengan keluarga, orang tua terdekat.
R/ Orang
terdekat merupakan pemberi support sistem yang paling tepat.
f.
Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian terapi untuk mengurangi kecemasan klien.
R/ dapat
memulihkan klien ke tingkat awal.
5. Regimen terapeutik tidak efektif
berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit, tanda dan gejala,
pengobatan dan pencegahannya.
Tujuan:
Klien dapat
mengetahui tentang penyakit, penyebab, tanda gejala, pengobatan, pencegahan
serta tindakan operasi dalam waktu 2-3 hari.
Intervensi:
a.
Kaji
tingkat pengetahuan klien mengenai penyakitnya, penyebab, tanda gejala,
pengobatan, pencegahan dan prosedur operasi.
R/ Meningkatkan pengetahuan
klien mengenai penyakit yang sedang dialaminya.
b.
Jalin
hubungan saling percaya.
R/ Mempercepat proses
penerimaan diri.
c.
Jelaskan
tentang rencana operasi dan post operasi.
R/ Meningkatkan pengetahuan
klien.
d.
Beri
kesempatan pada klien untuk bertanya.
R/ Meningkatkan pengetahuan
dan kerjasama klien.
e.
Dorong
pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan di bawah
fraktur.
R/ Mencegah kekakuan sendi,
kontraktur, dan kelemahan otot, meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari.
f.
Anjurkan
penggunaan back pack.
R/ Untuk memanipulasi kruk
atau dapat mencegah kelelahan otot yang tidak perlu bila satu tangan digips.
g.
Kaji
ulang perawatan pen/luka yang tepat.
R/ Menurunkan risiko trauma
tulang/jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut melalui osteomielitis.
Post
Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan pemasangan
pen, sekrup, drain dan adanya luka operasi.
Tujuan:
Nyeri berkurang
sampai dengan hilang dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan: ekspresi wajah
tenang, klien mengungkapkan nyeri berkurang.
Intervensi:
a.
Observasi
TTV tiap 4 jam.
R/ Peningkatan tanda-tanda
vital menunjukkan adanya nyeri.
b.
Kaji
keluhan, lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri.
R/ Menentukan tindakan yang
tepat sesuai dengan kebutuhan pasien.
c.
Anjurkan
teknik relaksasi napas dalam.
R/ Napas dalam dapat
mengendorkan ketegangan, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
d.
Berikan
posisi yang nyaman pada tulang yang fraktur sesuai anatominya.
R/ Posisi anatomi memberikan
rasa nyaman dan melancarkan sirkulasi darah.
e.
Berikan
terapi analgetik sesuai dengan program medik.
R/ Analgesik akan menghambat
dan menekan rangsang nyeri ke otak.
2. Risiko tinggi terjadinya infeksi
berhubungan dengan adanya luka operasi.
Tujuan:
Tidak terjadi
infeksi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan kulit bersih,
pasien tidak mengalami infeksi tulang.
Intervensi:
a.
Observasi
tanda-tanda vital tiap 4 jam.
R/ Peningkatan TTV dapat
menunjukkan adanya infeksi.
b.
Rawat
luka operasi dengan baik dengan tehnik antiseptik.
R/ Mencegah dan menghambat
berkembangnya bakteri.
c.
Tutup
luka operasi dengan kasa steril.
R/ Kasa steril dapat menghambat
masuknya kuman ke dalam luka.
d.
Jaga
daerah luka tetap bersih dan kering.
R/ Luka yang kotor dan basah
menjadi media yang baik bagi perkembangbiakan bakteri.
e.
Berikan
terapi antibiotik sesuai dengan program medik.
R/ Antibiotik akan menghambat
hidup dan berkembangnya bakteri.
3. Gangguan mobilisasi fisik
berhubungan dengan nyeri dan terapi fraktur, pemasangan traksi, gips dan
fiksasi.
Tujuan:
Klien dapat
mobilisasi seperti biasanya dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan klien dapat
mobilisasi sendiri, dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan orang lain.
Intervensi:
a.
Observasi
TTV tiap 4 jam.
R/ Sebagai data dasar untuk
menentukan tindakan keperawatan.
b.
Kaji
tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas, mobilisasi secara mandiri.
R/ Menentukan tingkat
keperawatan sesuai kondisi pasien.
c.
Bantu
pasien dalam pemenuhan higiene, nutrisi, eliminasi yang tidak dapat dilakukan
sendiri.
R/ Kerjasama antara perawat
dengan pasien yang baik mengefektifkan pencapaian hasil dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
d.
Dekatkan
alat-alat dan bel yang dibutuhkan klien.
R/ Klien dapat segera memenuhi
kebutuhan yang dapat dilakukan.
e.
Libatkan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan pasien.
R/ Kerjasama antara perawat
dan keluarga akan membantu dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
f.
Anjurkan
dan bantu klien untuk mobilisasi fisik secara bertahap sesuai kemampuan pasien
dan sesuai program medik.
R/ Mobilisasi dini secara
bertahap membantu dalam proses penyembuhan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan
jaringan.
Tujuan:
Perubahan nutrisi
tidak terjadi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan penyembuhan tulang dan
jaringan dapat kembali secara bertahap sempurna seperti normalnya.
Intervensi:
a.
Kaji
abdomen, catat adanya bising usus, distensi abdomen dan keluhan mual.
R/ Distensi abdomen dan atoni
usus sering terjadi, mengakibatkan penurunan tak adanya bising usus untuk
mencerna makanan.
b.
Berikan
perawatan oral.
R/ Menurunkan rangsangan
muntah dan inflamasi/iritasi, mukosa membran kering.
c.
Bantu
pasien dalam pemilihan makanan/cairan yang memenuhi kebutuhan nutrisi tinggi
kalsium.
R/ Kebiasaan diet sebelumnya
mungkin tidak memuaskan pada pemenuhan kebutuhan saat ini untuk regenerasi
jaringan dan penyembuhan.
d.
Kaji
adanya peningkatan haus dan berkemih atau perubahan mental dan ketajaman
visual.
R/ Mewaspadai terjadinya
hiperglikemia karena peningkatan pengeluaran glukagon dan penurunan pengeluaran
insulin.
e.
Menganjurkan
klien untuk banyak mengkonsumsi buah dan sayur-sayuran.
R/ Konsumsi buah dan
sayur-sayuran dapat meningkatkan proses penyembuhan tulang.
f.
Kolaborasi
dengan ahli diet.
R/ Untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi klien.
5. Risiko tinggi terjadinya komplikasi
post operasi b.d. imobilisasi.
Tujuan:
Tidak terjadi
komplikasi post operasi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan tidak ada perasaan
nyeri, sesak, mati rasa dll.
Intervensi:
a.
Kaji
keluhan pasien.
R/ Mengetahui masalah pasien.
b.
Observasi
TTV tiap 4 jam.
R/ Untuk mendeteksi adanya
tanda-tanda awal dari komplikasi.
c.
Anjurkan
dan ajarkan latihan aktif dan pasif.
R/ Meningkatkan pergerakan
sehingga dapat melancarkan aliran darah.
d.
Kolaborasi
dengan dokter.
R/ Mengetahui dan mendapatkan
penanganan yang tepat.
6. Regimen terapeutik in efektif
berhubungan dengan kurang informasi mengenai penyakit, tanda dan gejala,
pengobatan dan pencegahannya dan prosedur pembedahan.
Tujuan:
Regimen
terapeutik menjadi efektif dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan klien dapat
mengetahui penyakit, tanda dan gejala, pengobatan, pencegahan dan prosedur
operasi.
Intervensi:
a.
Kaji
tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakit, tanda gejala, pengobatan,
pencegahan dan prosedur operasi.
R/ Untuk mengukur sejauh mana
pengetahuan pasien tentang penyakit.
b.
Ajarkan
dan anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif secara teratur.
R/ Dengan latihan aktif dan
pasif diharapkan dapat mencegah terjadinya kontraktur pada tulang.
c.
Berikan
kesempatan pada pasien untuk bertanya.
R/ Hal kurang jelas dapat
diklarifikasi kembali.
d.
Anjurkan
pasien untuk menaati terapi dan kontrol tepat waktu.
R/ Mencegah keadaan yang dapat
memperburuk keadaan fraktur.
e.
Anjurkan
pasien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan yang fraktur.
R/ Mencegah stres pada tulang.
D. Discharge Planning
1. Anjurkan pasien untuk meneruskan
latihan aktif dan pasif yang telah diperoleh selama pasien dirawat di RS.
2. Anjurkan pasien menaati terapi
pengobatan dan kontrol tepat waktu.
3. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi
JKTP, tinggi kalsium, tinggi vitamin untuk penyembuhan tulang.
4. Minum 2-3 liter per hari bila tidak
ada kontraindikasi.
5. Lakukan latihan aktivitas secara
bertahap.
6. Kenali tanda-tanda komplikasi
seperti nyeri pada keadaan istirahat, denyut nadi hilang, lemah, pucat, parastesia,
jika tanda-tanda ini muncul cepat hubungi tenaga kesehatan.
7. Cegah adanya komplikasi dengan
mobilisasi secara bertahap dll.
DAFTAR
PUSTAKA
Andy
Santosa Augustinus, (2010). Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia.
Jakarta : Akademi Perawatan Sint Carolus.
Brunner
and Suddarth (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Donna.
D. Ignatavicius, Marylinn V.B. (1991). Medical Surgical Nursing. A
Nursing Proses Approach. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
John
Luckman, RN. M.A. Karen C. Sorensen, R.N. M.N (1997). Medical Surgical
Nursing: A Psychophysiological Approach. Philadelphia, N.B.: Saunders
Company.
Price,
Sylvia A. (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.
DOWNLOAD FILE
Comments
Post a Comment