Laporan Pendahuluan DM tipe 2

Laporan Pendahuluan DM tipe 2
I. Definisi
Diabetes melitus (DM)Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit berbahayayang dikenal oleh masyarakatIndonesia dengan nama penyakit kencing manis. DM adalah penyakit gangguan metabolik yang terjad’i secara kronis atau menahun karena tubuh tidak mempunyai hormon insulin yang cukup akibatgangguanpada sekresi insulin, hormon insulin yang tidak bekerja sebagaimana mestinya atau keduanya (Kemenkes RI, 2014).Mufeed Jalil Ewadh (2014) menyebutkan bahwaDM adalah penyakit gangguan metabolik dengan ciri ditemukan konsentrasi glukosa yang tinggi di dalam darah (hiperglikemia).World Health Oragnizationatau WHO(2016) menyebutkan bahwa Penyakit ini ditandai dengan munculnya gejala khas yaitu poliphagia, polidipsia dan poliuria serta sebagian mengalami kehilangan berat badan.DM merupakan penyakit kronis yang sangat perlu diperhatikan dengan serius. DM yang tidak terkontrol dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti kerusakan mata, ginjal pembuluh darah, saraf dan jantung
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi menurut Perkeni (2015) adalah sebagai berikut :
a.Diabetesmelitus (DM) tipe 1DM yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di pankreas. kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan idiopatik
b.Diabetes melitus (DM) tipe 2Penyebab DM tipe 2 seperti yang diketahui adalah resistensi insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita DM tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut.
c.Diabetes melitus (DM ) tipe lainPenyebab DM tipe lain sangat bervariasi. DM tipe ini dapat disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi, kelainan imunologi dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.
d.Diabetes melitus Gestasional
II. Patofisiologi Diabetes Melitus (DM)
Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja secara optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya. Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu pertama karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari luar seperti zat kimia, virus dan bakteri. Penyebab yang kedua adalah penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas dan yang ketiga karena kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer (Fatimah, 2015).Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan
menstimulasi sel beta pankreas untuk mengsekresi insulin (Hanum, 2013). Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal sehingga berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab kadar glukosa darah tinggi. Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat banyak seperti contoh penyakit autoimun dan idiopatik (NIDDK, 2014). Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor dan post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk mempertahankan kadar glukosadarah agar tetap normal. Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi (Prabawati, 2012).Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut (Hanum, 2013).
Etiologi
Etiologi diabetes mellitus tipe 2 melibatkan faktor lingkungan, gaya hidup sedentari, dan faktor genetik.
Faktor Genetik
Faktor genetik diabetes mellitus tipe 2 kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Terdapat beberapa varian genetik yang diasosiasikan dengan terjadinya disfungsi sel-sel β pankreas dan resistensi insulin. Sekitar 10% varian timbulnya DM 2 berhubungan dengan faktor herediter ini.[6]
Sekitar 2-5% orang dengan diabetes mellitus tipe 2 memililki defek gen yang bersifat autosom dominan. Orang yang memiliki defek gen ini akan mengalami diabetes mellitus tipe 2 pada usia muda, dikenal sebagai maturity onset diabetes of the youth.
Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup
Faktor lingkungan dan gaya hidup sedentari merupakan salah satu penyebab semakin meningkatnya insidensi diabetes mellitus tipe 2. Gaya hidup dengan asupan karbohidrat yang tinggi serta aktivitas fisik yang inadekuat ketika digabungkan dengan faktor genetik akan menyebabkan terjadinya diabetes mellitus tipe 2.[6,9,10]
Faktor Risiko
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatnya risiko mendapatkan diabetes mellitus tipe 2
· Obesitas:  >80% orang-orang dengan obesitas adalah juga penderita diabetes mellitus tipe 2
· Orang asia termasuk golongan yang rentan terkena diabetes mellitus tipe 2
· Riwayat berat badan lahir rendah
· Riwayat diabetes mellitus tipe 2 pada keluarga
· Usia
· Gaya hidup sedentari
· Tanda klinis resistensi insulin, seperti pada acanthosis nigricans
· Penyakit kardiovaskular seperti hipertensi dan gagal jantung
· Dislipidemia
· Impaired glucose regulation
· Diabetes mellitus gestasional
· Metabolisme asam amino: konsentrasi asam amino puasa yang tinggi dalam darah meningkatkan risiko diabetes mellitus tipe 2 hingga empat kali[1,7,8]

Gejala Diabetes Melitus (DM)
Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai gejala-gejala pada penderita. Gejala-gejala yang muncul pada penderita DM sangat bervariasi antara satu penderita dengan penderita lainnya bahkan, ada penderita DM yang tidak menunjukkan gejala yang khas penyakit DM sampai saat tertentu. Gejala-gejala DM tersebut telah dikategorikan menjadi gejala akut dan gejala kronis (Fitriyani, 2015).Gejala akut DM pada permulaan perkembangan yang muncul adalah banyak makan (poliphagia), banyak minum (polidipsia) dan banyak kencing (poliuria). Keadaan DM pada permulaan yang tidak segera diobati akan menimbulkan gejala akut yaitu banyak minum, banyak kencing dan mudah lelah.Gejala kronik DM adalah Kulit terasa panas, kebas, seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal pada kulit, kram, keleahan, mudah mengantuk, penglihatan memburuk (buram) yang ditandai dengan sering berganti lensa kacamata, gigi mudah goyah dan mudah lepas, keguguran pada ibu hamil dan ibu melahirkan dengan berat bayi yang lebih dari 4 kilogram.
Diagnosis Diabetes Melitus (DM)Diagnosis dini penyakit DM sangat menentukan perkembangan penyakit DM pada penderita. Seseorang yang menderita DM tetapi tidak terdiagnosis dengan cepat mempunyai resiko yang lebih besar menderita komplikasi dan kesehatan yang memburuk (WHO, 2016). Diagnosis DM dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksan glukosa darah yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan glukosa darah. Metode yang paling
12dianjurkanuntuk mengetahui kadar glukosa darah adalah metode enzimatik dengan bahan plasma atau serum darah vena (Perkeni, 2015).Alat diagnostik glukometer (rapid) dapat digunakan untuk melakukan pemantauan hasil pengobatan dan tidak dianjurkan untuk diagnosis. DMtidak dapat didiagnosis berdasarkan glukosa dalam urin (glukosuria). Keluhan dan gejala DM yang muncul pada seseorang dapat membantu dalam mendiagnosis DM. Seseorang dengan keluhan klasik DM (poliuria, polidipsia, poliphagia) dan keluhan lain seperti lemas, kesemutan, gatal, pandangan kabur dan disfungsi ereksi dapat dicurigai menderita DM (Perkeni, 2015). Kriteria diagnosis DM menurut Perkeni (2015) adalah sebagai berikut :
a.Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
b.Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 mg.
c.Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
d.Pemeriksaan HbA1c ≥6,5 % dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP). Catatan untuk diagnosis berdasarkan HbA1c, tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standar NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi.Kadar glukosa darah yang tidak memenuhi kriteria normal dan tidak juga memenuhi kriteria diagnosis DM dikategorikan sebagai kategori prediabetes. Kriteria prediabetes menurut Perkeni (2015) adalah glukosa Darah Puasa

Terganggu (GDPT), toleransi Glukosa Terganggu(TGT) dan hasil pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7 –6,4 % berdasarkan standar NGSPPerbedaan antara prediabetes dan diabetes adalah bagaimana tinggi kadar gula darah.Pradiabetes adalah ketika kadar gula darah (glukosa) lebih tinggi dari normaltetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes tipe 2. Pre-diabetes tidak harus menghasilkan diabetes jika perubahan gaya hidup yang dijalani adalah gaya hidup sehat (Nordisk, 2016).Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada seseorang yang mungkin menderita DM tetapi tidak menunjukkan gejala dan keluhan. Pemeriksaan penyaring dilakukan untuk mendiagnosis DM tipe 2 dan prediabetes. Pemeriksaan penyaring ini dilakukan pada kelompok dengan resiko menderita DM yang tinggi yaitu kelompok dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang besar, kelompok dengan faktor risiko DM tinggi dan kelompok usia >45 tahun (Perkeni, 2015).Komplikasi yang ditimbulkan oleh DM dibagi menjadi kategori komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut menunjukan perubahanrelatif glukosa darah yang akut dan diabetik ketoasidosis. DM yang terjadi begitu lama dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah dan menimbulkan komplikasi kronik. Retinopati, neuropati, nefropati, penyakit arteri koroner, infeksi, katarak dan glaukomaadalah beberapa contoh komplikasi kronik dari DM (Hanum, 2013).
Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2)DM tipe 2 adalah penyakit kronis dengan karakteristik terjadi peningkatan glukosa darah (hiperglikemia) dalam tubuh. Penyebab dari DM adalah gangguan pada sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. DM tipe 2 disebabkan oleh perpaduan antara gangguan aksiinsulin (resistensi insulin) dan defisiensi insulin yang terjadi secara relatif sebagai kompensasi sekresi insulin yang tidak adekuat (IDAI, 2015).
6. Komplikasi
7. Komplikasi akut diabetes mellitus
· Hiperglikemia
Hiperglikemia akibat saat glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel karena kurangnya insulin. Tanpa tersedianya KH untuk bahan bakar sel, hati mengubah simpanan glikogennya kembali ke glukosa ( glikogenolisis) dan meningkatkan biosintesis glukosa (gluconeogenesis). Sayangnya namun, respon ini memperberat situasi dengan meningkatnya kadar glukosa darah bahkan lebih tinggi
· Ketoasidosis
Asidosis metabolic berkembang dari pengaruh asam akibat keton asetaoasetat dan hidrokisibutirat beta.Konsisi ini disebut ketoasidosis diabetic.Asidosis berat mungkin menyebabkan klien diabetes kehulangan kesadaran disebut koma diabetic.Ketoasidosis diabetic selalu dinyatakan sebuah kegawatdaruratan medis dan memerlukan perhatian medis segera
· Hipoglikemia
Hipoglikemia (juga dikenal sebagai reaksi insulin atau reaksi hipoglikemi) adalah ciri umum dari DM tipe 1 dan juga dijumpai di dalam klien DM tipe 2 yang diobati insulin atau obat oral.Kurang hati – hati atau kesalahan sengaja dalam dosis insulin sering menyebabkan hipoglikemia. Perubahan lain dalam jadwal makan atau pemberian insulin dapat menyenankan hipoglikemia (Black, 2014, pp. 667-668).
1. Komplikasi kronis diabetes mellitus
· Komplikasi makrovaskular
Penyakit arteri coroner, penyakit sebrovaskular, dan penyakit pembuluh perifer kebin umum, cenderung terjadi pada usia lebih awal, dan lebih luas dan berat pada orang dengan DM. penyakit makrovaskular (penyakit pembuluh besar) mencerminkan aterosklerosis dengan penumpukan lemak pada lapisan dalam dinding pembuluh darah. Resiko berkembangnya komplikasi makrovaskular lebih tinggi pada DM tipe 1 daripada tipe 2 (Black, 2014, pp. 674-677).
1. Penyakit aeteri coroner
Pasien dengan DM 2 – 4 kali lebih mungkin dibangdingkan klien non DM untuk meninggal karena penyakit arteri coroner, dan factor resiko relative untuk penyakit jantung pembuluh darah.Banyak klien dengan DM, kejadian mikrovaskular atau proses seperti penyakit arteri coroner adalah atipikal atau diam, dan sering seperti gangguan pencernaan atau gangguan jantung tidak dapat di jelaskan, dyspnea pada aktivitas berat atau nyeri epigastric
1. Penyakit serebrovaskular
Penyakit serebrovaskular, termasuk infark aterotromboembolik dimanifestasikan dengan serangan iskemik transien dan cerebrovascular attack (stroke), lebih sering dan berat pada klien dengan DM. resiko relative lebih tinggi pada perempuan, tertinggi pada usia 50 atau 60 an, dan lebih tinggi pada klien dengan hipertensi. Klien yang dating dengan kadar stroke dan kadar glukosa darah tinggi memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan klien dengan normoglikemik
1. Hipertensi
Hipertensi adalah factor resiko mayor untuk stroke dan nefropati.Hipertensi yang diobati tidak adekuat memperbesar leju perkembangan nefropati
1. Penyakit pembuluh perifer
Pada penderita DM idensial dan prevalensi bunyi abnormal atau murmur, tidak ada denyut pedal (kaki), dan gangrene iskemik meninkat.Lebih dari separuh amputasi tungkai bawah nontraumatik berhubungan dengan perubahan diabeteik seperti neuropati sensoris dan motoric, penyakit pembuluh darah perifer, peningkatan resiko dan laju infeksi, penyembuhan buruk.Rangkaian kejadian ini yang mungkin mengarah kepada amputasi
1. Infeksi
Infeksi saluran kencing adalah tipe infeksi paling sering mempengaruhi klien DM, terutama perempuan.Salah satu factor mungkin di hambat leukosit PMN saat glukosa ada.Glukosaria berhubungan dengan hiperglikemia.Perkembangan kandung kemih neurogenic akibat pengosongan tidak lengkap dan retensi urine, mungkin juga berkontribusi terhadap resiko infeksi saluran kencing.Infeksi kaki diabetic adalah sering.Kejadian kaki diabetek secara langsung terkait tiga factor di atas dan hiperglikemia. Hamper 40% klien diabetic dengan infeksi kaki mungkin memerlukan amputasi, dan 5-10% akan meninggal meskipun amputasi di daerah yang terkena. Dengan edukasi yang tepat dan intervensidini, infeksi kaki biasanya hilang dengan cara – cara yang tepat waktu. Perawatan kaki efektif dapat menjadi pemutus awal rantai kejadian yang mengarah pada keadaan amputasi
· Komplikasi mikrovaskular
Mikroanginopati merujuk pada perubahan yang terjadi di retina, ginjal dan kapiler perifer pada DM. Uji komplikasi dan kontrol diabetes telah membuat hal ini jelas bahwa control glikemik ketat dan konsisten mungkin mencegah atau menghentikan perubahan mikrovaskular (Black, 2014, pp. 677-679). 
1. Retinopati diabetic
Retinopati diabetic adalah penyebab utama kebutaan diantara klien dengan DM; sekitar 80% memiliki beberapa bentuk retinopati 15 tahun setelah diagnosis.Penyebab pasti retinopati tidak dipahami baik tapi kemungkinan multi factor dan berhubungan dengan glikosilasis protein, iskemik dan mekanisme hemodinamik. Stress dari peningkatan kekentalan darah adalah sebuah mekanisme hemodinamik yang meningkatkan permeabilitas dan penurunan lastisitas kapiler
1. Nefropati
Nefropati diabetic adalah penyebab tunggal paling sering dari penyakit ginjal kronis tahap 5, dikenal sebagai penyakit ginjal tahap akhir.Sekitar 35-45 % klien dengan DM tipe 1 ditemukan memiliki nefropati 15-20 tahun setelah diagnosis.Sekitar 20% klien dengan DM tipe 2 ditemukan memiliki nefropati 5-10 tahun setelah diagnosis.Sebuah konsekuensi mikroanginopati, nefropati melibatkan kerusakan terhadap dan akhirnya kehilangan kapiler yang menyuplai glomelurus ginjal. Kerusakan ini mengarah gilirannya kepada perubahan dan gejala pathologic kompleks(glomerulosklerosis antar kapiler, nephrosis, gross albuminuria, dan hipertensi)
1. Neuropati
Neuropati adalah komplikasi kronis paling sering dari DM. hamper 60% klien DM mengalaminya. Oleh karena serabut saraf tidak memiliki suplai darah sendiri, saraf bergantung pada difusi zat gizi dan oksigen lintas membrane.Ketika akson dan denrit tidak mendapat zat gizi, akumulasi sorbitol di jaringan saraf, selanjutnya mengurangi fungsi sensoris dan motoris.Kedua masalah neurologis permanen maupun sementara mungkin berkembang padaklien dengan DM selama perjalanan penyakit. Klien dengan kadar glukosa darah tinggi sering mengalami nyeri saraf. Nyeri saraf berbeda dengan tipe nyeri lain seperti nyeri otot atau sendi keseleo. Nyeri saraf sering dirasakan seperti mati rasa, menusuk, kesemutan, atau sensasi terbakar yang membuat klien terjaga waktu malam atau berhenti melakukan pekerjaan tugas harian

Penatalaksanaan
1. Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika merekomendasikan = 50-60 % kalori yang berasal dari karbohidrat 60-70 %, protein 12-20 %, lemak 20-30 %
2.  Latihan
Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah
3.  Pemantauan
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
4.  Pendidikan
F.      Pemeriksaan Diagnostik
1.  Gula darah meningkat
a. Glukosa plasma sewaktu > 200mg / dl (11,1 mmol/L) (random)
b. Glukosa plasma puasa > 140mg / dl (7,8 mmol/L) (nuchter)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat ( 2 jam post prandial)
2.  Tes toleransi glukosa

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS
A.    Pengkajian
      Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Pengumpulan data  yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengantisipasi kekuatan dan pertahanan pasien serta merumuskan diagnosa keperawatan.
Pada pasien diabetes melitus, pengkajian data dasar pasien meliputi :
1. Riwayat
Pasien mengalami DM dan hipertensi
2. Data dasar
a.       Aktivitas
Gejala        :     Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan.
                        Kram otot, tonus menurun
Tanda        :     Takikardia dan takipnea pada keadaan beraktivitas
                        Letargi/disorientasi, koma
                        Penurunan kekuatan otot
b.   Istirahat
Gejala        :     Gangguan tidur/istirahat
Tanda        :     Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat
c.       Sirkulasi
Gejala        :     Adanya riwayat hipertensi, MCI, kesemutan pada ekstremiitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda        :     Takikardia, hipertensi
                        Nadi yang menurun / tidak ada
                        Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
d.      Eliminasi
Gejala        :     Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia
Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen.
Diare.
Tanda        :     Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat)
Urine berkabut, bau busuk (infeksi)
Abdomen keras, adanya asites
Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
e.       Makanan/cairan
Gejala        :     Hilang nafsu makan, mual muntah
Tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/ karbohidrat.
Penurunan berat badan dar periode beberapa hari/minggu.
Haus.
Penggunaan diuretik (tiazid)
Tanda        :     Kulit kering/bersisik, turgor jelek
Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah).
Kekakuan/distensi abdomen, muntah
Bau halitosis, bau buah (nafas aseton)
f.       Pernapasan
Gejala        :     Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen/tergantung adanya infeksi/tidak.
Tanda        :     Lapar udara
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (infeksi)
Frekuensi pernapasan
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien diabetes melitus meliputi keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital dan head to toe.
4. Pemeriksaan diagnostik
a.       Glukosa darah meningkat 200-100 mg/dl atau lebih
b.      Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c.       Asam lemak bebas, kadar lipid dan kolesterol meningkat
d.      Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mmol /L
e.       Elektrolit
1)  Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun
2) Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.
3) Fosfor : lebih sering menurun
f.       Gemoglobin glukolisat
Kadarnya meningkat 2-4  kali lipat dari normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir dan karenanya sangat bermanfaat dan membedakan DKA dengan kontrol tidak dekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden (misalnya ISK baru).
g.      Gas darah arteri
Biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h.      Trombosit darah
Ht mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respons terhadap respons atau infeksi.
i.        Ureum/kreatinin
Mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan fungsi ginjal)
j.        Amilase darah
Mungkin meningkat yang mengindikjasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab DKA.
k.      Insulin darah
Mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resistensi insulin dpt berkembang sekunder terhadap pembentukan antibodi (autoantibodi).
l.        Urine
Gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
m.    Kultur dan sensitivitas
Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka (Doengoes, 1999).
B.     Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidak stabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemi
Monitor kadar glukosa darah sexuai indikasi
Monitor tanda dan gejala hiperglikemi
Monitor cairan input atau output
1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari hiperglikemia
Tujuan : Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ostostatik.
R : Hipovolemia dapat dimanifestasikan ikeh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk.
b. Pola nafas seperti adanya pernapasan kussmaul atau pernapasan yang berbau keton.
R : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorius terhadap keadaan ketoasidosis. Pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
c. Frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan alat bantu nafas dan adanya periode apnea dan munculnya sianosis.
R : Koreksi hiperglikemia akan menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan mendekati normal. Tetapi peningkatan kerja pernapasan ; pernapasan dangkal, pernapasan cepat dan munculnya sianosismungkin merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan dan/atau mungkin pasien itu kehilangan kemampuannya untuk melakukan kompensasi pada asidosis
d. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.
R : Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cermin dari dehidrasi.
e. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat diberikan.
R : Mempertahankan hidrasi/volime sirkulasi.
2.   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Tujuan : Berat badan atau penambahan ke arah rentang biasanya yang diinginkan dengan nilai laboratorium normal.
Intervensi :
a.   Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
R : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilitasnya)
b.  Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihasilkan pasien
R : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
c.  Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient) danb elektrolit dengan segera jika pasien dapat mentoleransinya melalui pemberian cairan oral. Dan selanjutnya terus mengupayakan pemberian makanan yang lebih padat sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
R : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik
3.   Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
      Tujuan : Untuk peningkatan tingkat energi.
Intervensi :
a. Diskusi dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
      R : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah
b. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/tanpa diganggu.
      R : Mencegah kelelahan yang berlebihan
c.   Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan TD sebelum/sesudah melakukan aktivitas.
R : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditolerandi secara fisiologis.
4.  Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi lekosit/perubahan sirkulasi.
Data :  -
Kriteria hasil : Infeksi tidak terjadi Intervensi 
     a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan. Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketuasidosis atau infeksi nasokomial.
b. Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua orang yang berhubungan dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri. Mencegah timbulnya infeksi nasokomial.
c. Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif. Kadar glukosa tinggi akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
d. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sugguh, massage daerah yang tertekan. Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan kencang. Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
e.Bantu pasien melakukan oral higiene. Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut.
f. Anjurkan untuk makan dan minum adekuat. Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
g.Kolaborasi tentang pemberian antibiotik yang sesuai penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.

No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Implementasi
Evaluasi
1.

























        Resiko ketidak stabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemi
Monitor kadar glukosa darah sexuai indikasi
Monitor tanda dan gejala hiperglikemi
Monitor cairan input atau output




1 Memantau kadar glukosa darah, seperti yang ditunjukkan
·         Pantau tanda-tanda dan gejala hiperglikemia : poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, kelesuan, malaise, mengaburkan visi, atau sakit kepala
·         Memantau keton urin, seperti yang ditunjukkan
·         Memantau abg, elektrolit, dan tingkat betahydroxybutyrate, sebagai tersedia
·         Memantau tekanan darah dan denyut nadi ortostatik, seperti yang ditunjukkan
·         Mengelola insulin, seperti yang ditentukan
·         Mendorong asupan cairan oral

Tgl. 27 Januari  2020
Jam : 20.20
1 Monitor kadarglukosa darah sexuai indikasi
    Monitor tanda dan gejala hiperglikemi
     Monitor cairan input atau output 
1   



S : Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan dan nyeri masih dirasakan

O : Pasien tampak lemah

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi







2.
Kekurangan volume cairan tubuh b/d diuresis osmotic
DS : Pasien mengatakan pasien sering BAK
DO : Pasien tampak lemah

Pola Eliminasi
Frekuensi : 6-8x/mnt
Warna : Kuning
Bau : Khas
TTV
TD : 110/80mmHg
N : 88x/mnt
R : 20x/mnt
S : 37,5°C
Hidrasi adekuat
KH :
-TTV Stabil
-Haluaran urine tepat
1. Pantau TTV
   R : Hipovolemia dapat dimanifestasi oleh hipotensi
2. Pantau masukan dan keluaran urine
    R : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
   R : Obat yang menurunkan kadar gula dapat mengurangi poliuria
Tgl 27 januari 2020
Jam : 13.00
1. Memantau TTV
   TD : 110/80 mmHg
   N : 88x/mnt
   R : 20x/mnt
   S : 37,5°C
2. Memantau masukan dan keluaran urine
   Cairan masuk : 1000-1500ml/hari
    BAK : 6-8x/hari
3. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
   - obat metformin 3x1 tab
S : Pasien mengatakan masih sering BAK

O : Pasien tampak lemah

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi




Amin Huda Nurarif, S. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action.
Bararah, T. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia: CV Pentasada Media Eduksi.
Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Nugroho, D. T. (2011). Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
PPNI. (2017). Standar Diagnosisi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Prokja SDKI DPP PPNI.
Wilkinson, J. M. (2013). Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK SEPSIS DI RUANG ICU