LAPORAN PENDAHULUAN STRICTURE URETRA
LAPORAN PENDAHULUAN
STRICTURE URETRA
1.
DEFENISI
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan
perut dan kontraksi. (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468).
Striktur uretra adalah kondisi
dimana suatu bagian dari uretra menyempit. Berbeda dengan obstruksi pada uretra
yang disebabkan oleh batu, striktur uretra merupakan adanya oklus dari dari
meatus uretralis karena adanya jaringan yang fibrotik dengan hipertrofi.
Jaringan fibrotik yan tumbuh dengan abnormal akan menutupi/ mempersempit meatus
uretralis, sehingga aliran urine (urine flow) akan menurun. (Prabowo
& Pranata, 2014: 144)
Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama
karena perbedaan panjangnya uretra. (C. Long , Barbara;1996 hal 338)
2. ETIOLOGI
v Kongenital
-
Striktur uretra dapat terjadi secara terpisah ataupun
bersamaan dengan anomali saluran kemih yang lain.
v Didapat.
-
Cedera uretral
(akibat insersi peralatan bedah selama operasi transuretral, kateter
indwelling, atau prosedur sitoskopi)
-
Cedera akibat peregangan
-
Cedera akibat kecelakaan
-
Uretritis gonorheal yang tidak ditangani
-
Spasmus otot
-
Tekanan dai luar misalnya pertumbuhan
tumor (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468 dan C. Long , Barbara;199)
v Post operasi
-
Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan
striktur uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi
v Infeksi
-
Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan
striktur uretra, seperti infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan
uretritis gonorrhoika atau non gonorrhoika telah menginfeksi uretra beberapa
tahun sebelumnya namun sekarang sudah jarang akibat pemakaian antibiotik,
kebanyakan striktur ini terletak di pars membranasea, walaupun juga terdapat
pada tempat lain; infeksi chlamidia sekarang merupakan penyebab utama tapi
dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan individu yang terinfeksi atau
menggunakan kondom.
3.
MANIFESTASI
KLINIS
1.
Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang
2.
Gejala infeksi
3.
Retensi urinarius
4.
Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan pielonefritis (C.
Smeltzer, Suzanne;2002 hal
1468)
5.
Kesulitan dalam berkemih, harus mengejan, pancaran mengecil, pancaran bercabang dan menetes sampai retensi urine.
Pembengkakan dan getah / nanah di daerah perineum, skrotum dan terkadang timbul
bercak darah di celana dalam. Bila terjadi infeksi sistemik penderita febris,
warna urine bisa keruh.(Nursalam, 2008, Hal 86)
6. Gejala
dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan kemudian timbul sindrom lengkap obstruksi
leher kandung kemih seperti digambarkan
pada hipertrofia prostat. Striktur akibat radang uretra sering agak luas dan mungkin multiple. (Smeltzer.C,2002,
hal 1468)
7. Perasaan
tidak puas setelah berkemih.
8. Frekuensi
(buang air kecil lebih sering dari normal).
9. Urgensi
(tidak dapat menahan keinginan untuk berkemih).
10. Sakit atau nyeri saat buang air
kecil kadang-kadang dijumpai.
4. KLASIFIKASI
-
Ringan: jika oklusi 1/3 diameter lumen uretra.
- Sedang:
jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra
- Berat:
jika terdapat oklusin lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.
Pada penyempitan derajat berat
kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan
spongiofibrosis. (Purnomo, 2011: 144)
5
PATOFISIOLOGI
Residu urine yang sedikit mungkin akan menimbulkan
gangguan, namun jika banyak dan melebihi batas kapasitas vesika memungkinan
terjadinya refluks dan jika berlangsung kronis kemungkinan menimbulkan
hidronephrosis. Selain itu, stagnansi urine yang lama menimbulkan sedimentasi
sehingga kemungkinan akan terjadi urolithiasis. Hal yang paling kompleks dari
dampak striktur adalah terjadinya gagal ginjal. Hal ini dikarenakan refluks
pada ginjal akan memperberat kerja ginjal untuk melakukan fungsinya.
Tubuh manusia memiliki banyak cara untuk mengatasi
masalah, begitu pula dengan akumulasi urine yang semakin bertambah dengan
adanya striktur. Urine yang bersifat asam/ basa akan berusaha mencari jalan
baru sebgai saluran dengan meningkatkan iritabilitas pada mukosa jaringan
sekitar dan terbentukla fistel. (Prabowo & Pranata, 2014: 147-149)
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada
uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan
sikatriks pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensi
urine. Aliran urine yang terhambat tersumbat mencari jalan keluar di tempat
lain (di sebelah proksimal striktura) dan akhirnya mengumpul di rongga
periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periuretra yang kemudian pecah
membentuk fistula uretrokutan. Pada keadaan tertentu dijumpai banyak sekali
fistula sehingga disebut sebagai fistula seruling. (Purnomo, 2011: 144)
6.
KOMPLIKASI
Komplikasi dari striktur uretra
disebabkan oleh akumulasi urine/ residu urine yang berlebih dan kronis pada
vesika urinaria. Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang mungkin terjadi
pada klien dengan striktur uretra:
- Infeksi
(Sistitis, Prostatitis, dan Nefritis)
Merupakan faktor yang paling sering
menimbulkan striktur uretra, seperti infeksi oleh kuman gonokokus yang
menyebabkan uretritis gonorrhoika dan atau non gonorrhoika telah mengifeksi
uretra beberapa tahun sebelumnya namun sekarang sudah akibat pemaikaian anti
biotik, kebanyakan striktur ini terletak di parsmembranasea, walaupun juga
terdapat pada temapat lain; infeksi chlamidia sekarang merupakan penyebab utama
tapi dapat dicegah dengan menghindrai ontak dengan indivdu yang terinfeksi atau
menggunakan kondom.
- Abses
dan Fistula Uretrokutaneus
Adanya sumbatan pada uretra ,
tekanan intravesika yang meninggi maka bisa timbul inhibisi urine keluar
buli-buli dari strikture uretra. Urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli
atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine akan timbul abses (penumpukan
nanah). Jika abses pecah timbul fistula di supra pubis atau uretra proksimal
dari striktur.
- Hidronephrosis
Terjadi karena obstruksi
sepanjang saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih dapat mengakibatkan
cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan ureter.
- Gagal
Ginjal.
Dalam keadaan normal, buli-buli
dalam keadaan steril. Salah satucara tubuh mempertahankan buli-buli dalam
keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang
air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka
buli-buli mudah terkenan infeksi. Adanya kuman-kuman yang berkembangbiak
dibuli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun
kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.
(Prabowo & Pranata, 2014: 150)
7. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
a.
Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh,
pH : 7 atau lebih besar, bakteria.
b. Kultur
urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli.
c.
BUN/kreatin : meningkat
d.
Uretrografi: adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk mengetahui
panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto) uretrografi.
e.
Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi
f.
Uretroskopi : Untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra (Basuki B. Purnomo; 2000
hal 126 dan Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)
Di buku lain, disebutkan bahwa pemeriksaan
diagnostik untuk stricture uretra yaitu :
1.
Laboratoriun
Pemeriksaan laboratorium dilakukan
untuk pelengkap pelaksanaan pembedahan. Selain itu, beberapa dilakukan untuk
mengetahui adanya tanda –tanda infeksi melalui pemeriksaan urinalisis dan
kultur urine.
2.
Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan
untuk menentukan kecepatan pancaran urine. Volume urine yang dikeluarkan pada
waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urine normal
pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan
pancaran kurang dari harga normal menandakan adanya obstruksi.
3. Radiologi
Diagnosis pasti dibuat dengan
uretrografi sehingga dapat melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan
uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan
sistouretrografi yaitu memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli
dan secara retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini, panjang striktur
dapat diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi. (
Muttaqin.A, 2011 hal 234)
8. PENATALAKSANAAN
1.
Filiform bougies untuk membuka jalan jika striktur menghambat pemasangan kateter
2. Medika mentosa
Analgesik non narkotik untuk mengendalikan nyeri.
Medikasi
antimikrobial untuk mencegah infeksi.
3.
Pembedahan
Sistostomi suprapubis
Businasi
( dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.
Uretrotomi interna : memotong jaringan
sikatrik uretra dengan pisau otis/sachse. Otis dimasukkan secara blind ke dalam
buli–buli jika striktur belum total. Jika lebih berat dengan pisau sachse
secara visual.
Uretritimi
eksterna: tondakan operasi terbuka berupa pemotonganjaringan fibrosis, kemudian
dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra yang masih baik.
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan
Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)
9. PENCEGAHAN
Elemen penting dalam pencegahan adalah menangani
infeksi uretral dengan tepat. Pemakaian kateter uretral untuk drainase dalam
waktu lama harus dihindari dan perawatan menyeluruh harus dilakukan pada setiap
jenis alat uretral termasuk kateter.
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Anamnesa
1) Identitas
Klien
a.
Nama
b. Alamat
c.
Umur
d. Jenis
Kelamin
e.
Berat Badan
f.
Agama
g. Pekerjaan
2) Riwayat
Kesehatan
(1) Keluhan Utama
Klien merasakan pancaran urine
melemah, sering kencing, dan sedikit urine yang keluar.
(2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien striktur uretra
keluhan-keluhan yang ada adalah nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah,
rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu
miksi memanjang dan akirnya menjadi retensio urine.
(3) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan
dengan saluran perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang
berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita. Operasi yang pernah di jalani
kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat penyakit DM dan hipertensi.
(4) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah
satu anggota keluarga yang menderita penyakit striktur urethra Anggota keluarga
yang menderita DM, asma, atau hipertensi.
(5) Riwayat Alergi
Kaji apakah klien dan keluarga
memiliki riwayat alergi.
(6) Riwayat Penggunaan Obat
Kaji obat apa yang sudah dikonsumsi
selama ini, obat apa yang sudah diminum sebelum MRS.
2. Pemeriksaan
Fisik
1) B1 (breathing)
Kaji bentuk hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan
gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan
yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas.
2) B2
(blood)
Adanya peningkatan TD (efek
pembesaran ginjal) dan peningkatan suhu tubuh.
3) B3
(brain)
Kaji fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi
refleks.
4) B4
(bladder)
Penurunan
aliran urin, ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap,
dorongan dan frekwensi berkemih meningkat.
5) B5
(bowel)
Kaji apakah ada nyeri tekan abdomen,
apakah ada kram abdomen, apakah ada mual dan muntah, anoreksia, dan penurunan
berat badan.
6)
B6 (bone)
Kaji derajat Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai
anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu
bergerak, dan toleransi klien waktu
bergerak. Kaji keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan kulit meliputi :
tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.
3.2 Analisa
Data
Data
|
Etiologi
|
Masalah Keperawatan
|
DS: Pasien mengeluh dapat kencing tetapi kencingnya
sedikit dan pancarannya lemah.
DO: Terasa distensi pada kandung kemih saat
dipalpasi.
|
Penyempitan
lumen uretra
↓
Kekuatan
pancaran dan jumlah urine berkurang
↓
Haluaran
urine berkurang
↓
Retensi
urine
|
Retensi Urine
|
DS: Pasien mengeluh nyeri pada daerah
pinggang,suprapubik dan perineal saat berkemih.
DO: Wajah pasien tampak meringis saat berkemih
P : Obstruksi pada kandung kemih karena tumor
Q: seperti tertekan benda tumpul
R: Suprapubik,perineal dan apnggul
S: skala 6
T: nyeri hilang timbul
|
Obstruksi
saluran kemih yang bermuara ke vesikula urinaria
↓
Refluks
urine
↓
Hidroureter
↓
Hidronefrosis
↓
Iskemia
↓
Nyeri akut
|
Nyeri Akut
|
DS: klien mengatakan suhu badan meningkat.
DO: muncul keringat dingin, akral hangat, Suhu :
37,5°C.
|
Obstruksi
saluran kemih yang bermuara ke vesika urinaria
↓
Peningkatan
tekanan vesika urinaria
↓
Penebalan
dinding vesika urinaria
↓
Penurunan
kontraksi otot vesika urinaria
↓
Kesulitan
berkemih
↓
Retensi
urine
↓
Resiko
Infeksi
|
Resiko Infeksi
|
DS: Klien mengeluh sering kencing dengan jumlah
urine sedikit.
DO: intake dan output tidak seimbang
|
Obstruksi
saluran kemih yang bermuara ke vesika urinaria
↓
Peningkatan
tekanan vesika urinaria
↓
Penebalan
dinding vesika urinaria
↓
Penurunan
kontraksi otot vesika urinaria
↓
Kesulitan
berkemih
↓
Retensi
urine
↓
Sitostomi
↓
Gangguan
eliminasi urine
|
Gangguan
Eliminasi Urine
|
3.3 Diagnosa
Keperawatan
1.
Retensi urine b.d. obstruksi pada jalan urin
2.
Nyeri akut b.d. luka biologi (iskemia)
3.
Resiko infeksi b.d. ketidak adekuatan pertahanan primer
4.
Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik
3.4 Intervensi
Diagnosa : Retensi
urine b.d. obstruksi pada jalan urine.
|
||
NOC
|
NIC
|
|
Domain II : Physiologic Health
Class F : Elimination
Urinary Elimination (0503)
a. Pola
eliminasi (050301)
b. Bau urine
(050302)
c. Jumlah
urine (050303)
d. Warna
urine (050304)
e. Kejernihan
urine (050306)
f.
Intake cairan (050307)
g. Kesempurnaan
pengosongan bladder (050313)
h. Ada darah
dalam urine (050329)
i. Frekuensi
berkemih (050331)
j. Retensi
urine (050332)
k. Nyeri saat
berkemih (050309)
|
Domain 1 : physiological
Class B : Elimination Management
Urinary Retention Care (05620)
1.
Melakukan pengkajian yang berfokuske inkontinensia
urin (seperti output urin, pola pengosongan urine, fungsi kognitif, dan
masalah urinary preeksisten)
2.
Monitor penggunaan antikolinergik atau alpha agonist
3.
Monitor efek resep obat seperti calcium channel
blokers dan antikolinergik
4. Gunakan
sugesti seperti menyalakan air atau menyiram toilet
5.
Menstimulasi reflek kandung kemih dengan menggunakan
sesuatu yang dingin ke abdomen, gerakan dibagian dalam paha, atau menyalakan
air
6.
Gunakan crede maneuver jika dibutuhkan
7.
Gunakan kateter urin jika dibutuhkan
8.
Informasikan kepada klien/keluarga untuk mencatat
output urin
9.
Monitor intake dan output
10.
Berikan waktu yang cukup untuk pengosongan
11.
kandung kemiih (10menit)
|
Diagnosa : Nyeri akut
b.d luka biologi (iskemia).
|
|
NOC
|
NIC
|
Domain IV : Health Knowledge & Behavior
Class Q : Health Behavior
Pain Control (1605)
a. identifikasi
onset nyeri (160502)
b. Identifikasi
factor penyebab (160501)
c. Gunakan
tindakan preventif (160503)
d. Gunakan
analgesic jika dibutuhkan (160505)
e. Laporkan
perubahan gejala nyeri kepada petugas kesehatan (160513)
|
Domain 1 : physiological
Class E : Physical Comfort Promotion
Pain Management (1400)
1. Lakukan
pengkajian nyeri seperti lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
factor pencetus nyeri.
2. Kaji
pengetahuan pasien tentang nyeri
3. Tentukan
efek nyeri pada kualitas hidup klien seperti (hubungan, tidur,napsu makan,
aktifitas,mood)
4. Kontrol
factor lingkungan yg dapat mempengaruhi nyeri (suhu,keramaian,pencahayaan)
5. Berikan
farmakologis/nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (kolaborasi jika
farmakologis)
6. Ajarkan
teknik relaksasi, TENS, hypnosis, terapi music, distraksi, terapi bermain,
terapi aktifitas, masase, aplikasi dingin/hangat sebelum, setelah, dan
jikamemungkinkan saat nyeri berlangsung
|
Diagnosa :
Resiko
infeksi b.d. ketidak adekuatan pertahanan primer.
|
|
NOC
|
NIC
|
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperwatan infeksi pada
klien dapat terkontrol.
Kriteria Hasil:
1.
Level 1 Domain II: Physiologic Health
Level 2
Kelas H: Immune Response
Level 3
Outcome: Infection Severity
1) Klien
bebas dari tanda dan gejala infeksi (tumor, dolor, rubor, kolor)
2) Menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3) Jumlah
leukosit alam batas normal
2.
Level 1 Domain II: Physiologic Health
Level 2
Kelas H: Immune ResponseLevel 3 Outcome: Immune Status
1) Suhu tubuh
2) Fungsi
respirasi
3) Fungsi
gastrointestinal
4) Fungsi
genitourinaria
5) Integritas
kulit
6) Integritas
mukosa
|
Kontrol Infeksi (6540)
1. Pertahankan
teknik aseptif
2. Cuci
tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
3. Gunakan
baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
4. Gunakan
kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kemih
5. Tingkatkan
intake nutrisi
6. Dorong
klien untuk memenuhi intake cairan
7. Berikan
terapi antibiotik
Proteksi Terhadap Infeksi (6550)
1.
Monitor tanda dan gejala infeksi sitemikdan lokal
2.
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
3.
Monitoring adanya luka
4.
Batasi pengunjung bila perlu
5.
Anjurkan klien untuk istirahat
6.
Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda dan gejala
infeksi
7.
Laporkan kecurigaan infeksi
|
Diagnosa : Gangguan
eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik.
|
|
NOC
|
NIC
|
·
Eliminasi urine
·
Urinary
continuence
Kriteria
hasil :
·
Kandung kemih kosong secara penuh
·
Tidak ada residu urine ≥ 100-200 cc
·
Intake cairan dalam rentang normal
·
Bebas dari ISK
·
Tidak ada spasme bladder
·
Balance cairan seimbang
|
Urinary
Retention Care
1) Lakukan
penilaian berkemih yang komprehensif berfokus pada inkontinensia (misalnya,
output urin, pola berkemih, fungsi kognitif, dan masalah kencing praeksisten)
2) Memantau
penggunaan obat dengan sifat antikolinergik atau properti alpha agonis
3) Memonitor
efek dari obat-obatan yang diresepkan, seperti calcium channel blockers dan
antikolinergik
4) Gunakan
kekuatan sugesti dengan menjalankan air atau di toilet
5) Merangsang
refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin pada perut
6) Sediakan
waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 menit)
7) Gunakan
spirit wintergreen di pispot atau urinal
8) Anjurkan
klien / keluarga untuk memantau output urine
9) Memantau
asupan dan keluaran
10) Memantau
tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
|
DAFTAR
PUSTAKA
Baroroh Dewi
Baririet. 2011. Nursing Care Plan : Striktur Uretra. Malang :
Medical Surgical Department PSIK FIKES UMM.
Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta.
EGC. 2000
Gibson,
John. (2003).Fisiologi
dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2,Jakarta:EGC
. Hapsari, Chairunnisa P. 2010. Hubungan antara Pembesaran prostat Jinak
dengan Gambaran Endapan Urin di Kandung Kemih pada Pemeriksaan Ultrasonografi.
Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hapsari Tri
dkk.2009. Gambaran Pengetahuan Pasien Penderita Striktur Uretra Tentang
Pencegahan Kejadian Ulang Striktur Uretra di Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit
Dr Hasan Sadikin Bandung. Bandung : Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
Nanda, NOC, NIC.2015-2017.Asuhan Keperawatan
Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Pearce, Evelyn C. (2000). Anatomi
dan Fisiolog untuk Paramedis Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Purnomo
BB., Seto S. Striktur Urethra. Dalam: Dasar-Dasar Urologi. Edisi Kedua.
Pene Susanne, C Smelzer, Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart)
, Edisi VIII, Volume 2, Jakarta, EGC, 2002
PATHWAY

Comments
Post a Comment