LAPORAN PENDAHULUAN STRICTURE URETRA


LAPORAN PENDAHULUAN STRICTURE URETRA

1.      DEFENISI
            Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan perut dan kontraksi.  (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468).
            Striktur uretra adalah kondisi dimana suatu bagian dari uretra menyempit. Berbeda dengan obstruksi pada uretra yang disebabkan oleh batu, striktur uretra merupakan adanya oklus dari dari meatus uretralis karena adanya jaringan yang fibrotik dengan hipertrofi. Jaringan fibrotik yan tumbuh dengan abnormal akan menutupi/ mempersempit meatus uretralis, sehingga aliran urine (urine flow) akan menurun.  (Prabowo & Pranata, 2014: 144)
            Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan panjangnya uretra. (C. Long , Barbara;1996 hal 338)

2.      ETIOLOGI
v  Kongenital
-          Striktur uretra dapat terjadi secara terpisah ataupun bersamaan dengan anomali saluran kemih yang lain.
v  Didapat.
-           Cedera uretral (akibat insersi peralatan bedah selama operasi transuretral, kateter indwelling, atau prosedur sitoskopi)
-           Cedera akibat peregangan
-          Cedera akibat kecelakaan
-          Uretritis gonorheal yang tidak ditangani
-           Spasmus otot
       -  Tekanan dai luar misalnya pertumbuhan tumor (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal                   1468  dan C. Long , Barbara;199)

v  Post operasi
-          Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi
v  Infeksi
-          Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non gonorrhoika telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya namun sekarang sudah jarang akibat pemakaian antibiotik, kebanyakan striktur ini terletak di pars membranasea, walaupun juga terdapat pada tempat lain; infeksi chlamidia sekarang merupakan penyebab utama tapi dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan individu yang terinfeksi atau menggunakan kondom.


3.      MANIFESTASI KLINIS
      1.      Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang
      2.      Gejala infeksi
      3.      Retensi urinarius
      4.      Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan pielonefritis (C.             Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)
      5.      Kesulitan dalam berkemih, harus mengejan, pancaran mengecil, pancaran     bercabang dan menetes sampai retensi urine. Pembengkakan dan getah / nanah di daerah perineum, skrotum dan terkadang timbul bercak darah di celana dalam. Bila terjadi infeksi sistemik penderita febris, warna urine bisa keruh.(Nursalam, 2008, Hal 86)
      6.      Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan    kemudian timbul sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti digambarkan pada hipertrofia prostat. Striktur akibat radang uretra sering agak luas       dan mungkin multiple. (Smeltzer.C,2002, hal 1468)
      7.      Perasaan tidak puas setelah berkemih.
      8.      Frekuensi (buang air kecil lebih sering dari normal).
      9.      Urgensi (tidak dapat menahan keinginan untuk berkemih).
      10.  Sakit atau nyeri saat buang air kecil kadang-kadang dijumpai.                         
4. KLASIFIKASI
            - Ringan: jika oklusi 1/3 diameter lumen uretra.
- Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra
- Berat: jika terdapat oklusin lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.
Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.  (Purnomo, 2011: 144)



5        PATOFISIOLOGI
Residu urine yang sedikit mungkin akan menimbulkan gangguan, namun jika banyak dan melebihi batas kapasitas vesika memungkinan terjadinya refluks dan jika berlangsung kronis kemungkinan menimbulkan hidronephrosis. Selain itu, stagnansi urine yang lama menimbulkan sedimentasi sehingga kemungkinan akan terjadi urolithiasis. Hal yang paling kompleks dari dampak striktur adalah terjadinya gagal ginjal. Hal ini dikarenakan refluks pada ginjal akan memperberat kerja ginjal untuk melakukan fungsinya.
Tubuh manusia memiliki banyak cara untuk mengatasi masalah, begitu pula dengan akumulasi urine yang semakin bertambah dengan adanya striktur. Urine yang bersifat asam/ basa akan berusaha mencari jalan baru sebgai saluran dengan meningkatkan iritabilitas pada mukosa jaringan sekitar dan terbentukla fistel.  (Prabowo & Pranata, 2014: 147-149)
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensi urine. Aliran urine yang terhambat tersumbat mencari jalan keluar di tempat lain (di sebelah proksimal striktura) dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periuretra yang kemudian pecah membentuk fistula uretrokutan. Pada keadaan tertentu dijumpai banyak sekali fistula sehingga disebut sebagai fistula seruling.  (Purnomo, 2011: 144)
            6. KOMPLIKASI
Komplikasi dari striktur uretra disebabkan oleh akumulasi urine/ residu urine yang berlebih dan kronis pada vesika urinaria. Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan striktur uretra:
  1. Infeksi (Sistitis, Prostatitis, dan Nefritis)
Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika dan atau non gonorrhoika telah mengifeksi uretra beberapa tahun sebelumnya namun sekarang sudah akibat pemaikaian anti biotik, kebanyakan striktur ini terletak di parsmembranasea, walaupun juga terdapat pada temapat lain; infeksi chlamidia sekarang merupakan penyebab utama tapi dapat dicegah dengan menghindrai ontak dengan indivdu yang terinfeksi atau menggunakan kondom.
  1. Abses dan Fistula Uretrokutaneus
Adanya sumbatan pada uretra , tekanan intravesika yang meninggi maka bisa timbul inhibisi urine keluar buli-buli dari strikture uretra. Urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine akan timbul abses (penumpukan nanah). Jika abses pecah timbul fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur.
  1. Hidronephrosis
Terjadi karena obstruksi sepanjang  saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih dapat mengakibatkan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan ureter.
  1. Gagal Ginjal.
Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satucara tubuh mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkenan infeksi. Adanya kuman-kuman yang berkembangbiak dibuli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.  (Prabowo & Pranata, 2014: 150)
             7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
       a.       Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.
      b.      Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli.
      c.       BUN/kreatin : meningkat
      d.      Uretrografi: adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk mengetahui panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto) uretrografi.
      e.       Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi
      f.       Uretroskopi : Untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra (Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)
Di buku lain,  disebutkan bahwa pemeriksaan diagnostik untuk stricture uretra yaitu :
      1.      Laboratoriun
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk pelengkap pelaksanaan pembedahan. Selain itu, beberapa dilakukan untuk mengetahui adanya tanda –tanda infeksi melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur urine.
      2.      Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urine. Volume urine yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urine normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan adanya obstruksi.
      3.      Radiologi
Diagnosis pasti dibuat dengan uretrografi sehingga dapat melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan sistouretrografi yaitu memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini, panjang striktur dapat diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi. ( Muttaqin.A, 2011 hal 234)
            8. PENATALAKSANAAN
      1. Filiform bougies untuk membuka jalan jika striktur menghambat pemasangan                kateter
       2. Medika mentosa
               Analgesik non narkotik untuk mengendalikan nyeri.
                  Medikasi antimikrobial untuk mencegah infeksi.
3.      Pembedahan
       Sistostomi suprapubis
      Businasi ( dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.
       Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatrik uretra dengan pisau otis/sachse. Otis dimasukkan secara blind ke dalam buli–buli jika striktur belum total. Jika lebih berat dengan pisau sachse secara visual.
      Uretritimi eksterna: tondakan operasi terbuka berupa pemotonganjaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra yang masih baik.
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan Doenges E. Marilynn, 2000 hal  672)

                  9. PENCEGAHAN
Elemen penting dalam pencegahan adalah menangani infeksi uretral dengan tepat. Pemakaian kateter uretral untuk drainase dalam waktu lama harus dihindari dan perawatan menyeluruh harus dilakukan pada setiap jenis alat uretral termasuk kateter.
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

      Pengkajian
      1.      Anamnesa
      1)      Identitas Klien
      a.       Nama
      b.      Alamat
      c.       Umur  
      d.      Jenis Kelamin
      e.       Berat Badan
      f.       Agama
      g.      Pekerjaan
      2)      Riwayat Kesehatan
      (1)   Keluhan Utama
Klien merasakan pancaran urine melemah, sering kencing, dan sedikit urine yang keluar.
      (2)   Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien striktur uretra keluhan-keluhan yang ada adalah nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memanjang dan akirnya menjadi retensio urine.
      (3)   Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita. Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat penyakit DM dan hipertensi.
      (4)   Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit striktur urethra Anggota keluarga yang menderita DM, asma, atau hipertensi.
      (5)   Riwayat Alergi
Kaji apakah klien dan keluarga memiliki riwayat alergi.
      (6)   Riwayat Penggunaan Obat
Kaji obat apa yang sudah dikonsumsi selama ini, obat apa yang sudah diminum sebelum MRS.
      2.      Pemeriksaan Fisik
      1)      B1 (breathing)
Kaji bentuk hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas.
2)      B2 (blood)
Adanya peningkatan TD (efek pembesaran ginjal) dan peningkatan suhu tubuh.
3)      B3 (brain)
Kaji fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi refleks.
4)      B4 (bladder)
Penurunan aliran urin, ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekwensi berkemih meningkat.
5)      B5 (bowel)
Kaji apakah ada nyeri tekan abdomen, apakah ada kram abdomen, apakah ada mual dan muntah, anoreksia, dan penurunan berat badan.
6)      B6  (bone)
Kaji derajat Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak, dan toleransi klien waktu bergerak. Kaji keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.

3.2   Analisa Data
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
DS: Pasien mengeluh dapat kencing tetapi kencingnya sedikit dan pancarannya lemah.
DO: Terasa distensi pada kandung kemih saat dipalpasi.
Penyempitan lumen uretra
Kekuatan pancaran dan jumlah urine berkurang

Haluaran urine berkurang
Retensi urine
Retensi Urine
DS: Pasien mengeluh nyeri pada daerah pinggang,suprapubik dan perineal saat berkemih.
DO: Wajah pasien tampak meringis saat berkemih
P : Obstruksi pada kandung kemih karena tumor
Q: seperti tertekan benda tumpul
R: Suprapubik,perineal dan apnggul
S: skala 6
T: nyeri hilang timbul
Obstruksi saluran kemih yang bermuara ke vesikula urinaria
Refluks urine
Hidroureter
Hidronefrosis
Iskemia
Nyeri akut
Nyeri Akut
DS: klien mengatakan suhu badan meningkat.
DO: muncul keringat dingin, akral hangat, Suhu : 37,5°C.
Obstruksi saluran kemih yang bermuara ke vesika urinaria
Peningkatan tekanan vesika urinaria
Penebalan dinding vesika urinaria
Penurunan kontraksi otot vesika urinaria
Kesulitan berkemih
Retensi urine
Resiko Infeksi
Resiko Infeksi
DS: Klien mengeluh sering kencing dengan jumlah urine sedikit.
DO: intake dan output tidak seimbang
Obstruksi saluran kemih yang bermuara ke vesika urinaria
Peningkatan tekanan vesika urinaria
Penebalan dinding vesika urinaria
Penurunan kontraksi otot vesika urinaria
Kesulitan berkemih
Retensi urine
Sitostomi
Gangguan eliminasi urine
Gangguan Eliminasi Urine

3.3  Diagnosa Keperawatan
1.      Retensi urine b.d. obstruksi pada jalan urin
2.      Nyeri akut b.d. luka biologi (iskemia)
3.      Resiko infeksi b.d. ketidak adekuatan pertahanan primer
4.      Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik


      3.4  Intervensi
Diagnosa : Retensi urine b.d.  obstruksi pada jalan urine.
NOC
NIC

Domain II : Physiologic Health
Class F : Elimination
Urinary Elimination (0503)
a.       Pola eliminasi (050301)
b.      Bau urine (050302)
c.       Jumlah urine (050303)
d.      Warna urine (050304)
e.       Kejernihan urine (050306)
f.        Intake cairan (050307)
g.    Kesempurnaan pengosongan bladder (050313)
h.    Ada darah dalam urine (050329)
i.      Frekuensi berkemih (050331)
j.      Retensi urine (050332)
k.    Nyeri saat berkemih (050309)
Domain 1 : physiological
Class B : Elimination Management
Urinary Retention Care (05620)
1.    Melakukan pengkajian yang berfokuske inkontinensia urin (seperti output urin, pola pengosongan urine, fungsi kognitif, dan masalah urinary preeksisten)
2.    Monitor penggunaan antikolinergik atau alpha agonist
3.    Monitor efek resep obat seperti calcium channel blokers dan antikolinergik
4.    Gunakan sugesti seperti menyalakan air atau menyiram toilet
5.    Menstimulasi reflek kandung kemih dengan menggunakan sesuatu yang dingin ke abdomen, gerakan dibagian dalam paha, atau menyalakan air
6.    Gunakan crede maneuver jika dibutuhkan
7.    Gunakan kateter urin jika dibutuhkan
8.    Informasikan kepada klien/keluarga untuk mencatat output urin
9.    Monitor intake dan output
10.                        Berikan waktu yang cukup untuk pengosongan
11.                        kandung kemiih (10menit)



Diagnosa : Nyeri akut b.d luka biologi (iskemia).
NOC
NIC
Domain IV : Health Knowledge & Behavior
Class Q : Health Behavior
Pain Control (1605)
a.       identifikasi onset nyeri (160502)
b.    Identifikasi factor penyebab (160501)
c.    Gunakan tindakan preventif (160503)
d.    Gunakan analgesic jika dibutuhkan (160505)
e.    Laporkan perubahan gejala nyeri kepada petugas kesehatan (160513)
Domain 1 : physiological
Class E : Physical Comfort Promotion
 Pain Management (1400)
1.      Lakukan pengkajian nyeri seperti lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, factor pencetus nyeri.
2.      Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri
3.      Tentukan efek nyeri pada kualitas hidup klien seperti (hubungan, tidur,napsu makan, aktifitas,mood)
4.      Kontrol factor lingkungan yg dapat mempengaruhi nyeri (suhu,keramaian,pencahayaan)
5.      Berikan farmakologis/nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (kolaborasi jika farmakologis)
6.      Ajarkan teknik relaksasi, TENS, hypnosis, terapi music, distraksi, terapi bermain, terapi aktifitas, masase, aplikasi dingin/hangat sebelum, setelah, dan jikamemungkinkan saat nyeri berlangsung


Diagnosa : Resiko infeksi b.d. ketidak adekuatan pertahanan primer.
NOC
NIC
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperwatan infeksi pada klien dapat terkontrol.

Kriteria Hasil:
1.      Level 1 Domain II: Physiologic Health
Level 2 Kelas H: Immune Response
Level 3 Outcome: Infection Severity
1)   Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi (tumor, dolor, rubor, kolor)
2)   Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3)   Jumlah leukosit alam batas normal
2.      Level 1 Domain II: Physiologic Health
Level 2 Kelas H: Immune ResponseLevel 3 Outcome: Immune Status
1)   Suhu tubuh
2)   Fungsi respirasi
3)   Fungsi gastrointestinal
4)   Fungsi genitourinaria
5)   Integritas kulit
6)   Integritas mukosa
Kontrol Infeksi (6540)
1.   Pertahankan teknik aseptif
2.   Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
3.   Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
4.   Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kemih
5.   Tingkatkan intake nutrisi
6.   Dorong klien untuk memenuhi intake cairan
7.   Berikan terapi antibiotik
Proteksi Terhadap Infeksi (6550)
1.    Monitor tanda dan gejala infeksi sitemikdan lokal
2.    Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
3.    Monitoring adanya luka
4.    Batasi pengunjung bila perlu
5.    Anjurkan klien untuk istirahat
6.    Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi
7.    Laporkan kecurigaan infeksi


Diagnosa :  Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik.
NOC
NIC
·         Eliminasi urine
·          Urinary continuence
Kriteria hasil :
·         Kandung kemih kosong secara penuh
·         Tidak ada residu urine ≥ 100-200 cc
·         Intake cairan dalam rentang normal
·         Bebas dari ISK
·         Tidak ada spasme bladder
·         Balance cairan seimbang
Urinary Retention Care
1)      Lakukan penilaian berkemih yang komprehensif berfokus pada inkontinensia (misalnya, output urin, pola berkemih, fungsi kognitif, dan masalah kencing praeksisten)
2)      Memantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik atau properti alpha agonis
3)      Memonitor efek dari obat-obatan yang diresepkan, seperti calcium channel blockers dan antikolinergik
4)      Gunakan kekuatan sugesti dengan menjalankan air atau di toilet
5)      Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin pada perut
6)      Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 menit)
7)      Gunakan spirit wintergreen di pispot atau urinal
8)      Anjurkan klien / keluarga untuk memantau output urine
9)      Memantau asupan dan keluaran
10)  Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi








DAFTAR PUSTAKA

                      Baroroh Dewi Baririet. 2011. Nursing Care Plan : Striktur Uretra. Malang :  Medical Surgical Department PSIK FIKES UMM.
                      Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta. EGC. 2000
            Gibson, John. (2003).Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2,Jakarta:EGC
.                     Hapsari, Chairunnisa P. 2010. Hubungan antara Pembesaran prostat Jinak dengan Gambaran Endapan Urin di Kandung Kemih pada Pemeriksaan Ultrasonografi. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
                      Hapsari Tri dkk.2009. Gambaran Pengetahuan Pasien Penderita Striktur Uretra Tentang Pencegahan Kejadian Ulang Striktur Uretra di Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin Bandung. Bandung : Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
Nanda, NOC, NIC.2015-2017.Asuhan Keperawatan
                      Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
                      Pearce, Evelyn C. (2000). Anatomi dan Fisiolog untuk Paramedis Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
            Purnomo BB., Seto S. Striktur Urethra. Dalam: Dasar-Dasar Urologi. Edisi Kedua. Pene Susanne, C Smelzer, Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII, Volume 2, Jakarta, EGC, 2002



PATHWAY


Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK SEPSIS DI RUANG ICU