LAPORAN PENDAHULUAN INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)
LAPORAN
PENDAHULUAN
INTRACEREBRAL
HEMATOMA (ICH)
A.
KONSEP DASAR MEDIS
INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)
1. PENGERTIAN
Perdarahan intracerebral adalah
perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh
darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya
penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan
CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika
Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah,
Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan
neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi
hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang menentukan
prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan prognose
perdarahan subdural. (Paula, 2009)
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan
kedalam substansi otak .Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak
kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul.
(Suharyanto, 2009)
Intra secerebral hematom adalah
pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri. Hal ini dapat timbul pada cidera
kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka .intraserebral hematom
dapat timbul pada penderita stroke hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi.
(Corwin, 2009)
2. ETIOLOGI
Etiologi
dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011) adalah :
a.
Kecelakaan
yang menyebabkan trauma kepala
b.
Fraktur
depresi tulang tengkorak
c.
Gerak
akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
d.
Cedera
penetrasi peluru
e.
Jatuh
f.
Kecelakaan
kendaraan bermotor
g.
Hipertensi
h.
Malformasi
Arteri Venosa
i.
Aneurisma
j.
Distrasia
darah
k.
Obat
l.
Merokok
3.
MANIFESTASI KLINIK
Intracerebral hemorrhage mulai dengan
tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala
berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit
kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi
otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh,
kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu
bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing.
Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang
berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil.
Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi
di dalam hitungan detik sampai menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik
dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :
a.
Kesadaran
mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom.
b.
Pola
pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c.
Respon
pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
d.
Dapat
timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
e.
Perubahan
perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat
timbul segera atau secara lambat.
f.
Nyeri
kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan
intra cranium.
4.
PATOFISIOLOGI
Perdarahan intraserebral ini dapat
disebabkan oleh karena ruptur arteria serebri yang dapat dipermudah dengan
adanya hipertensi. Keluarnya darah dari pembuluh darah didalam otak berakibat
pada jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah
sangat mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri
disekitar perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan
lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan
berdinding tipis yang menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama
aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam
keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58
ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18
ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik
pada neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih
revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari
darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat
tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10
detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan
tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian.
Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan ischemi
didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat mengurangnya
aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini
sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam bahkan beberapa
hari. (Corwin, 2009)
5.
5.
PATHWAYS
Nyeri
|
Ketidakefektifan
perfusi jaringan cerebral
|
Resiko infeksi
|
Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL
|
Kerusakan mobilitas fisik
|
Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
|
Pecahnya pembuluh darah otak
(perdarahan intracranial)
|
Trauma kepala, Fraktur depresi tulang
tengkorak, , Hipertensi, Malformasi
Arteri Venosa, Aneurisma, Distrasia darah, Obat, Merokok
|
Darah masuk ke dalam jaringan otak
|
Kerusakan neuromotorik
|
Peningkatan Tekanan Intracranial
|
Penekanan pada jaringan otak
|
Darah membentuk massa atau hematoma
|
Gangguan aliran darah dan oksigen ke otak
|
Anoreksia
|
Fungsi otak menurun
|
Penatalaksanaan : Kraniotomi
|
Sel melepaskan mediator nyeri :
prostaglandin, sitokinin
|
Impuls ke pusat nyeri di otak
(thalamus)
|
Impuls ke pusat nyeri di otak
(thalamus)
|
ADL dibantu
|
Somasensori korteks otak : nyeri dipersepsikan
|
Kelemahan otot progresif
|
Port d’entri Mikroorganisme
|
Luka insisi pembedahan
|
Fungsi otak menurun
|
Refleks menelan menurun
|
Metabolisme anaerob
|
Vasodilatasi pembuluh darah
|
(Corwin,
2009)
6. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dari Intra
Cerebral Hematom menurut Sudoyo (2006) adalah sebagai berikut :
a. Angiografi
b. Ct scanning
c. Lumbal pungsi
d. MRI
e. Thorax photo
f. Laboratorium
g. EKG
7. PENATALAKSANAAN
Pendarahan intracerebral lebih mungkin
menjadi fatal dibandingkan stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar
dan catastrophic, khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang
kronis. Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal
dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan
beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak
sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral
berbeda dari stroke ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin),
obat-obatan trombolitik, dan obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak
diberikan karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan
antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan
pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
a. Vitamin K, biasanya diberikan
secara infuse.
b. Transfusi atau platelet.
Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet
(plasma segar yang dibekukan).
c. Pemberian infus pada produk
sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang membantu darah untuk
menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan
darah dan menghilangkan tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa
menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak
otak. Juga, pengangkatan penumpukan darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih
lanjut kerusakan otak menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun begitu,
operasi ini kemungkinan efektif untuk pendarahan pada kelenjar pituitary atau
pada cerebellum. Pada beberapa kasus, kesembuhan yang baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan
penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom adalah sebagai berikut :
a.
Observasi
dan tirah baring terlalu lama.
b.
Mungkin
diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara bedah.
c.
Mungkin
diperlukan ventilasi mekanis.
d.
Untuk
cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
e.
Metode-metode
untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian diuretik dan obat
anti inflamasi.
f.
Pemeriksaan
Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya yang
menunjang.
B.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a.
Primary Survey (ABCDE)
1) Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a)
Look (lihat) apakah
penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun. Agitasi memberi kesan
adanya hipoksia, dan penurunan kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia.
Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan
dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat
adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada,
merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway. Airway (jalan napas) yaitu
membersihkan jalan napas dengan memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal
kollar untuk immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal,
bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, darah dari fraktur
maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain. Lakukan intubasi (orotrakeal
tube) jika apnea, GCS (Glasgow Coma Scale) < 8, pertimbangan juga untuk GCS
9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak mencapai 90%.
b)
Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal.
Pernapasan yang berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang
tersumbat.
c)
Feel (raba)
2)
Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
a)
Look (lihat) naik turunnya
dada yang simetris dan pergerakan dinding dada yang adekuat. Asimetris
menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest dan tiap
pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing) sebaiknya
harus dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus segera
di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan
dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi,
perkusi untuk menentukan adanya darah atau udara ke dalam paru.
b)
Listen (dengar) adanya
pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau tidak terdengarnya suara
napas pada satu atau hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada.
Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-takipneu mungkin menunjukkan
kekurangan oksigen.
c)
Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita,
tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat
3)
Circulation dengan kontrol perdarahan
a)
Respon awal
tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk mempertahankan cardiac output
walaupun stroke volum menurun
b)
Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan
sistolik-tekanan diastolik)
c)
Jika aliran
darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka timbullah hipotensi
d)
Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan
balut tekan pada daerah tersebut
e)
Ingat, khusus
untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal MAE (Meatus Akustikus
Eksternus) dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan atau darah mengalir
keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
f)
Semua cairan
yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari terjadinya koagulopati dan
gangguan irama jantung.
4)
Disability
a)
GCS setelah
resusitasi
b)
Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c)
Nilai kuat
motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
5)
Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang
menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan selama
pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling
dengan harus menghindari terjadinya hipotermi (America College of Surgeons ;
ATLS)
b.
Secondary Survey
1)
Kepala dan
leher
Kepala. Inspeksi
(kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi rambut kulit kepala),
palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri
tekan, fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi
(bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut, massa), tiroid), palpasi
(kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas leher.
2)
Dada dan paru
Inspeksi. Dada
diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan kesimetrisan ekspansi serta
keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau pada
saat diem, terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama pernapasan.
Palpasi. Dilakukan
dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil
vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem
bronkopulmonal selama seseorang berbicara)
Perkusi. Perhatikan
adanya hipersonor atau ”dull” yang menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapat pada rongga
pleura.
Auskultasi. Berguna untuk
mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya
sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-paru
dan rongga pleura.
3)
Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan
palpasi secara stimultan untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau
dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti struktur
anatomi jantung mulai area aorta, area pulmonal, area trikuspidalis, area
apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan
untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan tetapi dengan adanya foto
rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang dilakukan karena gambaran
jantung dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
4)
Ekstermitas
Beberapa
keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas bersangkutan, antara lain :
a)
Cedera pembuluh
darah.
b)
Fraktur di
sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c)
Crush injury.
d)
Sindroma
kompartemen.
e)
Dislokasi sendi
panggul.
Keadaan iskemik
ini akan ditandai dengan :
a)
Pusasi arteri
tidak teraba.
b)
Pucat (pallor).
c)
Dingin
(coolness).
d)
Hilangnya
fungsi sensorik dan motorik.
e)
Kadang-kadang
disertai hematoma, ”bruit dan thrill”.
Fiksasi fraktur
khususnya pada penderita dengan cedera kepala sedapat mungkin dilaksanakan
secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat meningkatkan resiko ARDS (Adult
Respiratory Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur
tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan insidensi ARDS.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan cerebral b.d Tahanan pembuluh darah ;infark
b.
Nyeri
kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)
c.
Resiko:
Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
d.
Kerusakan
mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter
e.
Gangguan
pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik.
f.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi MO.
3.
INTERVENSI
No
|
Diagnosa Kep
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Ketidakefektifan perfusi jaringan
cerebral b.d Tahanan pembuluh darah ;infark
|
Perfusi jaringan cerebral efektif
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan KH:
-
Vital
Sign normal.
-
Tidak
ada tanda-tanda peningkatan TIK (takikardi, Tekanan darah turun pelan2)
-
GCS
E4M5V6
|
1.
Monitor
Vital Sign.
2.
Monitor
tingkat kesadaran.
3.
Monitor
GCS.
4.
Tentukan
faktor penyebab penurunan perfusi cerebral.
5.
Pertahankan
posisi tirah baring atau head up to 30°.
6.
Pertahankan
lingkungan yang nyaman.
7.
Kolaborasi
dengan tim kesehatan. Pemberian terapi oksigen
|
1.
Identifikasi
hipertensi.
2.
Mengetahui
perkembangan
3.
Mengetahui
perkembangan
4.
Acuan
intervensi yang tepat.
5.
Meningkatakan
tekanan arteri dan sirkulasi atau perfusi cerebral.
6.
Membuat
klien lebih tenang.
|
2
|
Nyeri kepala akut b.d peningkatan
tekanan intracranial (TIK)
|
- Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri terkontrol atau berkurang dengan
kriteria hasil :
-
Ekspresi
wajah rileks
-
Skala
nyeri berkurang
-
Tanda-tanda
vital dalam batas normal
|
1.
Observasi
keadaan umum dan tanda-tanda vital
2.
Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif
3.
Observasi
reaksi abnormal dan ketidaknyamanan
4.
Control
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
5.
Pertahankan
tirah baring
6.
Ajarkan
tindakan non farmakologi dalam penanganan nyeri
7.
Kolaborasi
pemberian analgesic sesuai program
|
1.
Mengetahui
respon autonom tubuh
2.
Menentukan
penanganan nyeri secara tepat
3.
Mengetahui
tingkah laku ekspresi dalam merespon nyeri
4.
Meminimalkan
factor eksternal yang dapat mempengaruhi nyeri
5.
Meningkatkan
kualitas tidur dan istirahat
6.
Terapi
dalam penanganan nyeri tanpa obat
7.
Terapi
penanganan nyeri secara farmakologi
|
3
|
Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
|
Kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan KH:
-
Asupan
nutrisi adekuat.
-
BB
meningkat.
-
Porsi
makan yang disediakan habis.
-
Konjungtiva
tidak ananemis.
|
1.
Kaji
kebiasaan makan-makanan yang disukai dan tidak disukai.
2.
Anjurkan
klien makan sedikit tapi sering.
3.
Berikan
makanan sesuai diet RS.
4.
Pertahankan
kebersihan oral.
5.
Kolaborasi
dengan ahli gizi.
|
1.
Menentukan
intervensi yang tepat.
2.
Mengurangi
rasa bosan sehingga makanan habis.
3.
Agar
kebutuhan nutrisi terpenuhi.
4.
Mulut
bersih meningkatkan nafsu makan.
5.
Menentukan
diet yang sesuai.
|
4
|
Kerusakan mobilitas fisik b.d
Kelemahan neutronsmiter
|
Mobilitas meningkat setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dengan KH:
-
Klien
mampu melakukan aktifitas dbn.
-
Kekuatan
otot meningkat.
-
Tidak
terjadi kontraktur.
|
1.
Kaji
tingkat mobilisasi fisik klien.
2.
Ubah
posisi secara periodik.
3.
Lakukan
ROM aktif/pasif.
4.
Dukung
ekstremitas pada posisi fungsional.
5.
Kolaborasi
dengan ahli fisio terapi.
|
1.
Menentukan
intervensi.
2.
Meningkatkan
kanyamanan, cegah dikobitas.
3.
Melancarkan
sirkulasi.
4.
Mencegah
kontaktur.
5.
Menentukan
program yang tepat.
|
5
|
Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d
kelemahan fisik.
|
Pemenuhan kebutuhan ADL terpenuhi
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dengan KH:
-
Mampu
memenuhi kebutuhan secara mandiri.
-
Klien
dapat beraktivitas secara bertahap.
-
Nadi
normal.
|
1.
Kaji
kemampuan ADL.
2.
Dekatkan
barang-barang yang dibutuhkan klien.
3.
Motivasi
klien untuk melakukan aktivitasa secara bertahap.
4.
Dorong
dan dukung aktivitas perawatan diri.
5.
Menganjurkan
keluarga untuk membantu klien memenuhi kebutuhan klien.
|
1.
Mengetahui
kemampuan ADL.
2.
Mempermudah
pemenuhan ADL.
3.
Meningkatkan
kemandirian klien.
4.
Meningkatkan
kemandirian klien dan meningkatkan menyamanan.
5.
Pemenuhan
kebutuhan klien dapat terpenuhi.
|
6
|
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi MO
|
Mempertahankan nonmotermia, bebas
tanda-tanda infeksi
o Mencapai penyembuhan luka (craniotomi) tepat pada waktunya.
|
1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptic.
2.
pertahankan teknik
cuci tangan yang baik.
3.
catat karakteristik
dari drainase dan adanya inflamasi.
4.
Pantau suhu tubuh
secara teratur. Catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan
fungsi mental (penurunan kesadaran).
5.
Batasi pengunjung yang
dapat menularkan infeksi atau cegah pengunjung yang mengalami infeksi saluran
napas bagian atas.
6.
Berikan antibiotik
sesuai indikasi.
7.
Ambil bahan
pemeriksaan (spesimen) sesuai indikasi
|
1.
Cara pertama untuk
menghidari infeksi nosokomial.
2.
Deteksi dini
perkembangan infeksi
3.
memungkinkan untuk melakukan
tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya
4.
Dapat mengindikasikan
perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan
segera.
5.
Menurunkan pemajanan
terhadap “pembawa kuman penyebab infeksi”.
6.
Terapi profilaktik
dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma (luka, kebocoran CSS atau
setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan risiko terjasdinya infeksi
nasokomial).
7.
Kultur/sensivitas.
Pewarnaan Gram dapat dilakukan untuk memastikan adanya infeksi dan
mengidentifikasi organisme penyebab dan untuk menentukan obat pilihan yang
sesuai.
|
Comments
Post a Comment