LAPORAN PENDAHULUAN INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)


LAPORAN PENDAHULUAN
INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)

A.    KONSEP DASAR MEDIS
INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)
1.    PENGERTIAN
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan subdural. (Paula, 2009)
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak .Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. (Suharyanto, 2009)
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri. Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi. (Corwin, 2009)

2.    ETIOLOGI
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011) adalah :
a.    Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
b.    Fraktur depresi tulang tengkorak
c.     Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
d.    Cedera penetrasi peluru
e.    Jatuh
f.      Kecelakaan kendaraan bermotor
g.    Hipertensi
h.    Malformasi Arteri Venosa
i.      Aneurisma
j.      Distrasia darah
k.     Obat
l.      Merokok

3.    MANIFESTASI KLINIK
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :
a.    Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom.
b.    Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c.     Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
d.    Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
e.    Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
f.      Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan intra cranium.

4.    PATOFISIOLOGI
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009)



















5.     
5.    PATHWAYS
Nyeri
Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
Resiko infeksi
Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL
Kerusakan mobilitas fisik
Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Pecahnya pembuluh darah otak (perdarahan intracranial)
Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak,  , Hipertensi, Malformasi Arteri Venosa, Aneurisma, Distrasia darah, Obat, Merokok

Darah masuk ke dalam jaringan otak
Kerusakan neuromotorik
Peningkatan Tekanan Intracranial
Penekanan pada jaringan otak
Darah membentuk massa atau hematoma
Gangguan aliran darah  dan oksigen ke otak
Anoreksia
Fungsi otak menurun
Penatalaksanaan : Kraniotomi
Sel melepaskan mediator nyeri : prostaglandin, sitokinin
Impuls ke pusat nyeri di otak (thalamus)
Impuls ke pusat nyeri di otak (thalamus)
ADL dibantu
Somasensori korteks otak :  nyeri dipersepsikan
Kelemahan otot progresif
Port d’entri Mikroorganisme
Luka insisi pembedahan
Fungsi otak menurun
Refleks menelan menurun
Metabolisme anaerob
Vasodilatasi pembuluh darah
 




















(Corwin, 2009)

6.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut Sudoyo (2006) adalah sebagai berikut :
a.    Angiografi
b.    Ct scanning
c.     Lumbal pungsi
d.    MRI
e.    Thorax photo
f.      Laboratorium
g.    EKG

7.    PENATALAKSANAAN
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
a.    Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
b.    Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
c.     Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan penumpukan darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan otak menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk pendarahan pada kelenjar pituitary atau pada cerebellum. Pada beberapa kasus, kesembuhan yang baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom adalah sebagai berikut :
a.    Observasi dan tirah baring terlalu lama.
b.    Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara bedah.
c.     Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
d.    Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
e.    Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
f.      Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya yang menunjang.

B.    KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.   PENGKAJIAN
a.   Primary Survey (ABCDE)
1)  Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a)    Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway. Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal, bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, darah dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain. Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow Coma Scale) < 8, pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak mencapai 90%.
b)    Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
c)    Feel (raba)
2)    Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
a)    Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada yang adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest dan tiap pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus segera di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah atau udara ke dalam paru.
b)    Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada satu atau hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-takipneu mungkin menunjukkan kekurangan oksigen.
c)    Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat
3)    Circulation dengan kontrol perdarahan
a)    Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b)    Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan sistolik-tekanan diastolik)
c)    Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka timbullah hipotensi
d)    Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan balut tekan pada daerah tersebut
e)    Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
f)     Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari terjadinya koagulopati dan gangguan irama jantung.
4)    Disability
a)    GCS setelah resusitasi
b)    Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c)    Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
5)    Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling dengan harus menghindari terjadinya hipotermi (America College of Surgeons ; ATLS)
b.    Secondary Survey
1)    Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan, fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut, massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas leher.
2)    Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau pada saat diem, terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang berbicara)  
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapat pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-paru dan rongga pleura.
3)    Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara stimultan untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta, area pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik 
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
4)    Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas bersangkutan, antara lain :
a)    Cedera pembuluh darah.
b)    Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c)    Crush injury.
d)    Sindroma kompartemen.
e)    Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a)    Pusasi arteri tidak teraba.
b)    Pucat (pallor).
c)    Dingin (coolness).
d)    Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e)    Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”.
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala sedapat mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan insidensi ARDS.

2.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.    Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Tahanan pembuluh darah ;infark
b.    Nyeri kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)
c.     Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
d.    Kerusakan mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter
e.    Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik.
f.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi MO.

3.    INTERVENSI
No
Diagnosa Kep
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Tahanan pembuluh darah ;infark
Perfusi jaringan cerebral efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan KH:
-    Vital Sign normal.
-    Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (takikardi, Tekanan darah turun pelan2)
-    GCS E4M5V6
1.   Monitor Vital Sign.
2.   Monitor tingkat kesadaran.
3.   Monitor GCS.
4.   Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi cerebral.
5.   Pertahankan posisi tirah baring atau head up to 30°.
6.   Pertahankan lingkungan yang nyaman.
7.   Kolaborasi dengan tim kesehatan. Pemberian terapi oksigen
1.   Identifikasi hipertensi.
2.   Mengetahui perkembangan
3.   Mengetahui perkembangan
4.   Acuan intervensi yang tepat.
5.   Meningkatakan tekanan arteri dan sirkulasi atau perfusi cerebral.

6.   Membuat klien lebih tenang.

2
Nyeri kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)
-  Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri terkontrol atau berkurang dengan kriteria hasil :
-  Ekspresi wajah rileks
-  Skala nyeri berkurang
-  Tanda-tanda vital dalam batas normal

1.    Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
2.    Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
3.    Observasi reaksi abnormal dan ketidaknyamanan
4.    Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
5.    Pertahankan tirah baring
6.    Ajarkan tindakan non farmakologi dalam penanganan nyeri
7.    Kolaborasi pemberian analgesic sesuai program
1.   Mengetahui respon autonom tubuh

2.   Menentukan penanganan nyeri secara tepat
3.   Mengetahui tingkah laku ekspresi dalam merespon nyeri
4.   Meminimalkan factor eksternal yang dapat mempengaruhi nyeri
5.   Meningkatkan kualitas tidur dan istirahat
6.   Terapi dalam penanganan nyeri tanpa obat
7.   Terapi penanganan nyeri secara farmakologi
3
Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
Kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan KH:
-    Asupan nutrisi adekuat.
-    BB meningkat.
-    Porsi makan yang disediakan habis.
-    Konjungtiva tidak ananemis.
1.    Kaji kebiasaan makan-makanan yang disukai dan tidak disukai.
2.    Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.
3.    Berikan makanan sesuai diet RS.
4.    Pertahankan kebersihan oral.
5.    Kolaborasi dengan ahli gizi.
1.    Menentukan intervensi yang tepat.
2.    Mengurangi rasa bosan sehingga makanan habis.
3.    Agar kebutuhan nutrisi terpenuhi.
4.    Mulut bersih meningkatkan nafsu makan.
5.    Menentukan diet yang sesuai.
4
Kerusakan mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter
Mobilitas meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dengan KH:
-    Klien mampu melakukan aktifitas dbn.
-    Kekuatan otot meningkat.
-    Tidak terjadi kontraktur.
1.    Kaji tingkat mobilisasi fisik klien.
2.    Ubah posisi secara periodik.
3.    Lakukan ROM aktif/pasif.
4.    Dukung ekstremitas pada posisi fungsional.
5.    Kolaborasi dengan ahli fisio terapi.
1.    Menentukan intervensi.
2.    Meningkatkan kanyamanan, cegah dikobitas.
3.    Melancarkan sirkulasi.
4.    Mencegah kontaktur.
5.    Menentukan program yang tepat.

5
Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik.
Pemenuhan kebutuhan ADL terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dengan KH:
-    Mampu memenuhi kebutuhan secara mandiri.
-    Klien dapat beraktivitas secara bertahap.
-    Nadi normal.
1.    Kaji kemampuan ADL.

2.    Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan klien.
3.    Motivasi klien untuk melakukan aktivitasa secara bertahap.
4.    Dorong dan dukung aktivitas perawatan diri.
5.    Menganjurkan keluarga untuk membantu klien memenuhi kebutuhan klien.
1.    Mengetahui kemampuan ADL.
2.    Mempermudah pemenuhan ADL.
3.    Meningkatkan kemandirian klien.
4.    Meningkatkan kemandirian klien dan meningkatkan menyamanan.
5.    Pemenuhan kebutuhan klien dapat terpenuhi.
6
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi MO
    Mempertahankan nonmotermia, bebas tanda-tanda infeksi
o Mencapai penyembuhan luka (craniotomi) tepat pada waktunya.
1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptic.

2.  pertahankan teknik cuci tangan yang baik.
3.  catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.

4.  Pantau suhu tubuh secara teratur. Catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).

5.  Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah pengunjung yang mengalami infeksi saluran napas bagian atas.

6.  Berikan antibiotik sesuai indikasi.

7.  Ambil bahan pemeriksaan (spesimen) sesuai indikasi
1.   Cara pertama untuk menghidari infeksi nosokomial.
2.   Deteksi dini perkembangan infeksi
3.   memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya
4.   Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.
5.   Menurunkan pemajanan terhadap “pembawa kuman penyebab infeksi”.
6.   Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma (luka, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan risiko terjasdinya infeksi nasokomial).
7.   Kultur/sensivitas. Pewarnaan Gram dapat dilakukan untuk memastikan adanya infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab dan untuk menentukan obat pilihan yang sesuai.






Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

Naskah Drama Bahasa Jawa Tema Pergaulan Bebas - "Lika-liku Perjalanane Erna"