LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR


FRAKTUR

 

I.         DEFINISI

Fraktur adalah  terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Documentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing Suatu keadaan diskontinuitas jaringan struktural pada tulang (Price 1985). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan (Purnawan junadi 1982).

II.      ANATOMI DAN FISIOLOGI
A.    Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum  dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum  mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat  yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan  sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan  osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat  oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan  aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995).  
B.     Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang  selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993)  

III.  FUNGSI TULANG
1.      Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.
2.      Tempat mlekatnya otot.
3.      Melindungi organ penting.
4.      Tempat pembuatan sel darah.
5.      Tempat penyimpanan garam mineral.
(Ignatavicius, Donna D, 1993)



IV.   ETIOLOGI
1.       Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2.       Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3.       Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.

V.      PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya  (Black, J.M, et al, 1993)

VI.   TANDA KLASIK FRAKTUR :
1.      Nyeri
2.      Perubahan bentuk
3.      Bengkak
4.      Peningkatan temperatur lokal
5.      Pergerakan abnormal.
6.      Krepitasi
7.      Kehilangan fungsi



VII.      KLASIFIKASI FRAKTUR
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
A.    Berdasarkan sifat fraktur.
1).     Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2).     Fraktur Terbuka (Open/Compound),  bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
B.     Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1).     Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2).     Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a)       Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b)      Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c)       Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
C.     Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1).     Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2).     Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3).     Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
4).     Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5).     Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
D.    Berdasarkan jumlah garis patah.
1)       Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2)       Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3)       Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
E.     Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1).     Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2).     Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a)       Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah  sumbu dan overlapping).
b)      Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c)       Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
F.      Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
G.    Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
H.    Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a.       Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
b.       Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c.       Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
d.       Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.

VIII.   FISIOLOGI PENYEMBUHAN TULANG
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
A.    Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali. 
B.     Stadium Dua-Proliferasi Seluler      
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.  
C.     Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.    
D.    Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan  osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal. 
E.     Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya (Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993).

IX.   KOMPLIKASI FRAKTUR
A.    Komplikasi Awal
1.      Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2.      Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
3.       Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
4.      Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5.      Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6.      Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.


B.     Komplikasi Dalam Waktu Lama
1.      Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan suplai darah ke tulang.
2.      Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
3.      Malunion
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

X.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
A.    Pemeriksaan Radiologi
1.      X-Ray
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi  kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray: Bayangan jaringan lunak. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
2.      Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
3.      Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
4.      Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
5.      Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
B.     Pemeriksaan Laboratorium
1.      Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2.      Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3.      Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase  (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
C.     Pemeriksaan lain-lain
1.      Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2.      Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3.      Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4.      Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5.      Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6.      MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

XI.   PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif dan operatif. Kriteria untuk menentukan pengobatan dapat dilakukan secara konservatif atau operatif selamanya tidak absolut.
Sebagai pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut:
A.    Cara konservatif:
1.       Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang panjang.
2.       Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3.       Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
4.       Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
-          Pemasangan Gips.
-          Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban maksimal untuk skin traksi adalah 5 Kg.
B.     Cara operatif di lakukan apabila:
1.       Bila reposisi mengalami kegagalan.
2.       Pada orang tua dan lemah (imobilisasi à akibat yang lebih buruk).
3.       Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
4.       Fraktur patologik.
5.       Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
Pengobatan operatif:
-          Reposisi.
-          Fiksasi.
Atau yang lazim di sebut juga dengan tindakan ORIF (“Open Reduction Internal Fixation”)
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
-          Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
-          Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi  atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trokhanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
-          Mempertahankan  dan mengembalikan fungsi, segala upaya  diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
§  Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
§  Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
§  Memantau status neurologi.
§  Mengontrol kecemasan dan nyeri
§  Latihan isometrik dan setting otot
§  Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
§  Kembali keaktivitas secara bertahap.

XII.      MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.      Nyeri berhubungan dengan fraktur
2.      Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, tekanan dan disuse
3.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas.
4.      Resiko infeksi berhubungan dengan trauma
5.      Kerusakan mobilitas fisik

XIII.  Perencanaan

Diagnosa Keperawatan
NOC/Tujuan
NIC/Intervensi
Rasional
Nyeri akut b/d agent injury fisik (fraktur)

































Resiko Cidera

















Kurang perawatan diri b/d kerusakan muskuloskeletal






































Resiko infeksi




























Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan muskuloskeletal
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2 x 24 jam nyeri akut dapat diatasi dengan kriteria:
NOC :
-Tingkatkan nyeri, kontrol nyeri, tingkat kenyamanan
-Efek distruptive
Clien outcome :
-Skala nyeri  menurun
-Klien merasa nyaman
-Kecukupan istirahat dan tidur.
-kemampuan aktivitas














Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1 x 24 jam cidera dapat dihindari dengan kriteria:
NOC :
Status keselamatan Injuri fisik
Client outcome :
-      Bebas dari cidera
-      Pencegahan Cidera



Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 5 x 24 jam terjadi peningkatan self care dengan kriteria:
NOC :
Perawatan diri : ADL
Client outcome:
-      Pasien dapat melakukan aktivitas
-      Kebersihan diri pasien terpenuhi

























Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 4 x 24 jam infeksi dapat dicegah dengan kriteria
NOC :
-      Status imun
-      Kontrol infeksi
-      Kontrol resiko
Client outcome:
-      bebas tanda infeksi
-       Sel darah putih dalam batas normal













Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 5 x 24 jam mobilitas fisik dapat ditingkatkan dengan kriteria:
NOC :
-      Ambulasi :
-      Tingkat mobilisasi
-      Perawtan diri
Client outcome :
-Peningkatan aktivitas fisik

Pain manajemen
-    Kaji kondisi nyeri
-    Observasi respon non verbal ketidaknyamanan.
-    Gunakan kkomunikasi teraupetik
-    Evaluasi pengalaman nyeri pasien
-    Kontrol lingkungan.
-    Meminimalkan faktor pencetus nyeri
-    Ajarkan teknik non farmakologi
-    Tingkatkan istirahat/tidur
-    Pastikan pasien menerima analgetik
-    Monitor pemberian analgesik.
Manajemen medikasi
-    Tentukan obat yang ditentukan sesuai dengan order.
-    Monitor efeksivitas pengobatan
-    Monitor tanda-tanda toxisitas.
-    Jelaskan pada pasien kerja dan efek obat.
-    Ajarkan pasien memperhatikan aturan pengobatan.
Penkes proses penyakit
-    Kaji tingkat Pengetahuan pasien tentang Fraktur
-    Jelaskan patofisiologi fraktur
-    Jelaskan tanda, gejala dan diskusikan terapi yang diberikan.

Manajemen Lingkungan
-      Batasi pengunjung
-      Pertahankan kebersihan tempat tidur.
-      Atur posisi paien yang nyaman
Memberikan posisi yang nyaman unuk Klien:
-      Berikan posisi yang aman untuk pasien dengan meningkatkan obsevasi pasien, beri pengaman tempat tidur
-      Periksa sirkulasi periper dan status neurologi
-      Menilai ROM pasien
-      Menilai integritas kulit pasien.
-      Libatkan banyak orang dalam memidahkan pasien, atur posisi
Bantuan perawatan diri
-      Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
-      Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan
-      Beri bantuan sampai pasien mempunyai kemapuan untuk merawat diri
-      Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
-      Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya
-      Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
Kontrol infeksi
-      Batasi penginjung
-      Pertahankan kebersihan lingkungan
-      Ajarkan pasien teknik cuci tangan.
-      Cuci tangna sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
-      Gunakan teknik steril dalam perawtan luka.
-      Kelola antibiotik sesuai order
-      Pertahankankan intake nutrisi dan cairan.
-      Jelaskan tandan dan gejala infeksi

Pencegahan infeksi
-  Monitor tanda infeksi
-  Monitor hasil Lab.
- Jelaskan pada pasien cara pencegahan infeksi
Monitor vital sign
Terapi ambulasi
-      Konsultasi dengan terapi untuk perencanaan ambulasi
-      Latih pasien ROM sesuai kemampuan
-      Ajarkan pasien berpindah tempat
-      Monitor kemampuan ambulasi pasien

Pendidikan kesehatan
-      Jelaskan pada pasien pentingnya ambulasi dini
-      Jelaskan pada pasien tahap ambulasi

Manajemen nyeri yang diberikan diharapkan menekan stimulus/rangsangan terhadap nyeri sehingga nyeri pasien berkurang.












Memberikan pengobatan akan menekan stimulasi terhadap nyeri sehingga nyeri berkurang











Menurunkan ketegangan otot dan memfkuskan kembali perhatian pasien












Bantuan perawatan diri dapat membantu klien dalam beraktivitas dan melatih pasien untuk beraktivitas kembali.




































Meminimalkan invasi mikroorganisme penyebab infeksi


















Mencegah adanya infeksi lanjutan






Melatih latihan gerak ekstremitas pasien serta mencegah adanya kontraktur sendi dan atropi otot














DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Sylvia Price, 1985, Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit, Jakarta: EGC.

Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta, 1995.

Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.

Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medical Bedah, Edisi 8, EGC, Jakarta

Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999.

Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta, 1992.

Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B. Saunder Company, 1995.

Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI, Jakarta, 2000.

NANDA, 2005 – 2006, Nursing Diagnosis : Definitions and Classifications, Philedelphia, USA

Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 1997.



Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DIARE