Artikel - Membudayakan Karakter Etos Kerja Islami
Membudayakan Karakter
Etos Kerja Islami
Etos berarti watak atau
karakter seorang individu atau kelompok manusia yang berupa kehendak atau
kemauan yang disertai dengan semangat yang tinggi guna mewujudkan sesuatu
keinginan atau cita-cita, dan kerja
dalam pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik
dalam hal materi maupun non-materi, intelektual atau fisik maupun hal-hal yang
berkaitan dengan masalah keduniawian atau keakhiratan.
Sebagai agama yang
bertujuan mengantarkan hidup manusia kepada kesejahteraan dunia dan akhirat,
lahir dan bathin, Islam telah membentangkan dan merentangkan pola hidup yang
ideal dan praktis. Pola hidup Islami tersebut dengan jelas dalam Alqur’an dan
terurai dengan sempurna dalam sunnah Rasulullah SAW. Islam tidak membatasi
suatu pekerjaan secara khusus kepada seseorang, kecuali demi pertimbangan
kemaslahatan masyarakat. Islam tidak akan menutup peluang kerja bagi seseorang,
kecuali bila pekerjaan itu akan merusak dirinya atau masyarakat secara fisik
atau pun mental.
Budaya kerja islami
bertumpu pada akhlak karimah, umat islam akan menjadikan akhlak sebagai energy
batin yang terus menyala dan mendorong setiap langkah kehidupannya dalam
koridor jalan yang lurus. Semangat dirinya adalah minallah, fi sabililah,
ilallah (dari Allah, di jalan Allah, dan untuk Allah). Ciri-ciri
orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap dan
tingkah laku yang dilandaskan pada satu keyakinan yang mendalam bahwa bekerja
itu ibadah dan berprestasi itu indah. Ada semacam panggilan dari hatinya untuk terus menerus memperbaiki diri,
mencari prestasi dan tampil sebagai bagian dari umat yang terbaik. Adapun
karakter etos kerja muslim tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Menghargai
Waktu
Salah satu esensi dan
hakikat dari etos kerja islami adalah menghayati, memahami dan merasakan betapa
berharganya waktu. Dan waktu
adalah aset ilahiyah yang sangat berharga, mengabaikannya akan diperbudak
kelemahan namun jika memanfaatkannya dengan baik maka berada di atas jalan
keberuntungan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘ashr). Berdasar
pada firman Allah di atas, seorang muslim bagaikan kecanduan waktu. Dia tidak
ingin ada waktu yang hilang dan terbuang tanpa makna. Jiwanya merintih bila ada
satu detik berlalu tanpa makna. Baginya, waktu adalah rahmat yang tidak
terhitung. Pengertian terhadap makna waktu merupakan rasa tanggung jawab yang
sangat besar atas kemuliaan hidupnya.
2.
Memiliki
Niat Yang Ikhlas
Salah satu kompetensi
moral yang dimiliki seorang yang berbudaya kerja islami itu adalah nilai
keikhlasan. Sehingga ia memandang tugasnya sebagai pengabdian, sebuah
keterpanggilan untuk menunaikan tugas-tugas sebagai salah satu bentuk amanah
yang seharusnya ia lakukan. Motovasi unggul yang ada hanyalah pamrih pada hati
nuraninya sendiri, kalaupun ada imbalan itu bukanlah tujuan utama melainkan
sekedar akibat sampingan dari pengabdiannya tersebut. Sikap
ikhlas bukan hanya output dari cara dirinya melayani, melainkan juga input yang
membentuk kepribadiannya didasarkan pada sikap yang bersih. Bahkan, cara
dirinya mencari rezeki, makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuhnya adalah
bersih. Tidak mungkin di dalam tubuh orang yang ikhlas terdapat makanan dan
minuman yang haram. Dengan demikian,ikhlas
merupakan energy batin yang akan membentengi diri dari segala yang kotor.
Itulah sebabnya Allah swt berfirman,”wa rujza fahjur” dan tinggalkanlah segala
bentuk yang kotor.” (Al Muddatstsir: 5)
3.
Memiliki
Sifat Jujur
Shadiq (orang yang jujur)
berasal dari kata shidq (kejujuran).
Kata shiddiq adalah bentuk penekanan dari shadiq dan berarti orang yang
didominasi kejujuran. Dengan demikian, di dalam jiwa seorang yang jujur itu
terdapat komponen nilai ruhani yang berpihak kepada kebenaran dan sikap moral yang
terpuji. Prilaku yang jujur adalah
prilaku yang diikuti oleh sikap tanggung jawab atas apa yang diperbuatnya
(integritas). Kejujuran dan integritas dapat mendorong sikap untuk siap
menghadapi resiko dan bertanggung jawab.
4.
Memiliki
Sikap Percaya Diri
Pribadi muslim yang
percaya diri tampil bagaikan lampu yang benderang, memancarkan raut wajah yang
cerah dan berkharisma. Orang yang berada di sekitarnya merasa tercerahkan,
optimis, tentram, dan mutma’innah. Percaya diri melahirkan
kekuatan, keberanian, dan tegas dalam bersikap. Orang yang percaya diri,
tangkas mengambil keputusan tanpa tanpak arogan atau defensive dan mereka
tangguh mempertahankan pendiriannya. Kita menyaksikan sebuah sejarah perjuangan
yang sangat monumental ketika Thariq Bin Ziyad membakar seluruh armadanya untuk
kemudian hanya menyodorkan dua pilihan. Mundur, kapal telah hangus terbakar dan
hanya hamparan samudra yang akan menerkam para pengecut. Maju berarti
kemenangan telah ditangan dan kematian dalam sebuah perjuangan suci merupakan kerinduan
para syuhada.
5.
Memiliki
Sikap Bertanggung Jawab
Takwa merupakan bentuk
rasa bertanggung jawab yang dilaksanakan dengan penuh rasa cinta dengan
menunjukan amal prestatif di bawah semangat pengharapan ridha Allah, sehingga
sadarlah bahwa dengan bertaqwa berarti ada semacam nyala api di dalam hati yang
mendorong pembuktian atau menunaikan amanah sebagai rasa tanggung jawab yang
mendalam atas kewajiban-kewajiban sebagai hamba Allah. Tanggung
jawab mengandung makna menanggung dan memberi jawaban, dengan demikian
pengertian taqwa yang kita tafsirkan sebagai tindakan bertanggung jawab dapat
didefinisikan sebagai sikap dan tindakan seorang di dalam menerima sesuatu
sebagai amanah; dengan penuh rasa cinta, ia ingin melakukannya dalam bentuk
pilihan-pilihan yang melahirkan amal prestatif.
DOWNLOAD FILE
Comments
Post a Comment