Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau demam berdarah


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dengue haemoragic fever (DHF) atau demam berdarah adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Susillaningrum dkk, 2013).
Sekitar 2,5 milyar (2/5 penduduk dunia) mempunyai resiko untuk terkena infeksi virus Dengue. Lebih dari 100 negara tropis dan subtropis pernah mengalami letusan demam berdarah. Kurang dari 500.000 kasus setiap tahun di rawat di RS dan ribuan orang meninggal (Mekadiana, 2007).  
Sampai sekarang penyakit demam berdarah dengue masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Penyakit dengue hemorrhagic fever tercatat pertama kali di Asia pada tahun di 1954, sedangkan di Indonesia penyakit demam berdarah dengue pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya mencatat 58 kasus DHF dengan 24 kematian (CFR: 41,5%) dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia. ( Soegijanto, 2006)
Sebagian pasien DHF yang tidak tertangani dapat mengalami Dengue Syok Sindrom yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini dikarenakan pasien mengalami deficit volume cairan akibat meningkatnya permeabilitas kapiler pembuluh darah sehingga darah menuju keluar pembuluh. Sebagai akibatnya hampir 35% paien DHF yang terlambat ditangani di RS mengalami syok hipovolemik hingga meninggal.
Kebanyakan orang yang menderita demam berdarah dengue pulih dalam waktu dua minggu. Namun, untuk orang-orang tertentu dapat berlanjut selama beberapa minggu hingga berbulan-bulan. Kasus kematian akibat DHF (dengue hemorrhagic fever) sering terjadi pada anak-anak, hal ini disebabkan selain karena kondisi daya tahan anak-anak tidak sebagus orang dewasa, juga karena sistem imun anak-anak belum sempurna. Penyakit DHF (dengue hemorrhagic fever) jika tidak mendapatkan perawatan yang memadai dan gejala klinis yang semakin berat yang mengarahkan pada gangguan pembuluh darah dan gangguan hati dapat mengalami perdarahan hebat, syok dan dapat menyebabkan kematian. (Hanifah, 2011)
Asuhan keperawatan yang tepat diperlukan untuk membantu penyembuhan pasien DHF. Oleh karena itu penulis membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan DHF.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi DHF?
2.      Bagaimana anatomi fisiologi DHF?
3.      Apa saja etiologi DHF?
4.      Apa saja klasifikasi DHF?
5.      Apa saja manifestasi klinis DHF?
6.      Apa saja pemeriksaan penunjang DHF?
7.      Bagaimana cara mencegah DHF?
8.      Bagaimana penatalaksanaan DHF?
9.      Apa saja komplikasi DHF?
10.  Bagaimana pathofisiologi DHF?
11.  Bagaimana asuhan keperawatan DHF?
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi DHF
2.      Untuk mengetahui anatomi fisiologi DHF
3.      Untuk mengetahui etiologi DHF
4.      Untuk mengetahui klasifikasi DHF
5.      Untuk mengetahui manifestasi klinis DHF
6.      Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang DHF
7.      Untuk mengetahui pencegahan DHF
8.      Untuk mengetahui penatalaksanaan DHF
9.      Untuk mengetahui komplikasi DHF
10.  Untuk mengetahui patofisilogi DHF
11.  Untuk mengetahui asuhan keperawatan DHF
1.4  Manfaat
1.      Mahasiswa dapat mengetahui definisi DHF
2.      Mahasiswa dapat mengetahui anatomi fisiologi DHF
3.      Mahasiswa dapat mengetahui etiologi DHF
4.      Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi DHF
5.      Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis DHF
6.      Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang DHF
7.      Mahasiswa dapat mengetahui pencegahan DHF
8.      Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan DHF
9.      Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi DHF
10.  Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi DHF
11.  Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan DHF



BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Definisi
Dengue haemoragic fever (DHF) atau demam berdarah adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Susillaningrum dkk, 2013).
Dengue haemoragic fever (DHF) merupakan penyakit yang disebabkan oleh karena virus dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina. Penyakit ini lebih dikenal dengan istilah demam berdarah (DBD) (Hidayat, 2008).
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi virus yang menimbulkan demam akut disertai dengan manifestasi perdarahan yang bertendensi menimbulkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Sunyantaningkamto, 2009).
2.2  Anatomi Fisiologi
a.    Sel-sel darah ada 3 macam, yaitu:
1)        Eritrosit (Sel Darah Merah)
Eritrosit merupaka sel darah yang telah berdeferensiasi jauh dan mempunyai fungsi khusus untuk transport oksigen. Pada pria jumlah eritrosit 5-5,5 juta/mmk dan wanita 4,5-5 juta/mm3.
2)        Leukosit (Sel Darah Putih)
Sel darah putih yang mengandung inti, normalnya 5000-9000/mm3. lekosit ikut serta dalam pertahanan seluler dan hormonal (zat setengah cair) organisme asing dan melakukan fungsinya di dalam jaringan ikat, melakukan gerakan amuboid, membantu untuk menerobos dinding pembuluh darah ke dalam jaringan ikat.
3)      Trombosit (Sel Pembeku Darah)
Keping darah berwujud cakram. Protoplasmanya kecil yang dalam peredaran darah tidak berwarna, jumlahnya bervariasi antara 200.000-300.000/mm3 darah. Fungsi trombosit penting dalam pembekuan darah. Jika pembuluh darah terpotong, trombosit dengan cepat menggumpal melekat satu sama lain dan menjadi fibrin. Masa trombosit yang menggumpal dan fibrin adalah dasar untuk pembekuan.
b.    Struktur Sel:
1)      Membran Sel (Selaput Sel)
Membran sel merupakan struktur elastis yang sangat tipis, tebalnya hanya 7,5-10nm (nano meter). Hampir seluruhnya terdiri dari keping0keping halus gabungan protein lemak yang merupakan tempat lewatnya berbagai zat yang keluar masuk sel. Membran ini bertugas untuk mengatur hidup sel dan menerima segala bentuk rangsangan yang datang.
2)      Plasma (Sitoplasma)
Bahan-bahan yang terdapat dalam plasma adalah bahan anorganik (garam, mineral, air, oksigen, karbon dioksida dan amoniak), bahan organis (karbohidrat, lemak, protein, hormon, vitamin dan asam nukleat) dan peralatan sel yang disebut organes sel yang terdiri dari ribosom, retikulum endoplasma, mitokondria, sentrosom, alat golgi, lisosom dan nukleus.
2.3  Etiologi
Penyebab Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) dinamakan virus dengue tipe 1, tipe 2, tipe 3,tipe 4. Vektor dari DHF adalah Aedes aegypti, aedes albopictus, aedes aobae, aedes cooki, aedes hakanssoni, aedes polynesis, aedes pseudoscutellaris, aedes rotumae (Sumarmo, 2005).
Virus dengue termasuk Flavivirus secara serologi terdapat 4 tipe yaitu tipe1, tipe 2, tipe 3, tipe 4. Dikenal 3 macam arbovirus Chikungunyam Onyong-nyong dari genus Togavirus dan West Nile Fever dari genus Flavivirus, yang mengakibatkan gejala demam dan ruam yang mirip DB (Widagdo, 2011).
2.4  Klasifikasi
Menurut Suriadi (2010) derajat penyakit DHF diklasifikasikan menjadi 4 golongan, yaitu:
                a.            Derajat I : demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet positif, trombositopenia dan hemokonsentrasi.
               b.            Derajat II : sama dengan derajat I, ditambah gejala peerdarahan spontan.
                c.            Derajat III : ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 x/mnt) tekanan nadi sempit (< 120 mmHg).
               d.            Derajat IV : nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur.
Menurut  Widagdo (2012) terdapat tiga fase DHF sebagai berikut:
                a.            Fase demam tinggi
               b.            Fase kritis
                c.            Fase penyembuhan
2.5  Manifestasi Klinis
Menurut wahidayat (2005) manifestasi klinis DHF adalah sebagai berikut:
a.       Demam tinggi 2-7 hari
b.      Perdarahan (ptekie, purpura, epiktasis, perdarahan gusi)
c.       Hepatomegali
d.      Tekanan darah menurun
e.       Pembesaran kelenjar limfa
f.       Gelisah
g.      Sianosis di sekitar mulut
h.      Muntah
i.        Melena
2.6  Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan laboratorium
1)        Hb dan PCV meningkat (>20%)
2)        Trombositopenia (Trombosit 100.000/mm3 atau kurang)
3)        Leukopenia (mungkin normal atau leukositosis)
4)        Ig D dengue positif
5)        Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan hipoproteinemia, hipokloremia, hiponatremia
6)        Urin dan pH darah mungkin meningkat
7)        Asidosis metabolik: pCO2 <35-40 mmHg, HCO3 rendah
8)        SGOT-SGPT mungkin meningkat
b.      Radiologi photo thorax
50% ditemukan efusi pleura, terjadi karena adanya rembesan plasma.
2.7  Pencegahan
Menurut prasetyono D.S (2013) pencegahan yang dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampe sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari, terutama didaerah yang ada penderita DHF-nya. Berikut beberapa cara paling efektif untuk mencegah penyakit DHF:
      a.            Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil kegiatan manusia.
      b.            Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) ditempat air kolam
      c.            Pengasapan (fogging) dengan menggunakan malathion dan fenthion
     d.            Memberikan bubuk abate (themophos) pada tempat tempat penampungan air, seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
2.8  Penatalaksanaan
Menurut WHO (2009) tatalaksana DHF yaitu:
1.      Tatalaksana DHF tanpa syok
Anak dirawat dirumah sakit
Berikan anak banyak minum oralit atau jus buah, air tajin, air sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah, diare. Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal, atau ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
                         a.            Berikan hanya larutan isotonik, seperti ringer laktat
                         b.            Kebutuhan cairan parentral:
-   BB < 15 kg: 7 ml/kgBB/jam
-   BB 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
-   BB > 40 kg: 3 ml/kgBB/jam
                         c.            Pantau tanda vital dan dieuresis setiap jam serta periksa laboratorium tiap 6 jam
                        d.            Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik , turunkan jumlah cairan secara bertahap, sampai keadaan stabil. Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tatalaksana syok terkompensasi.
2.      Tatalaksana DHF dengan syok
                         a.            Berikan O2 2-4 lpm secara nasal
                         b.            Berikan 20 ml/kgBB larutan kristaloid seperti ringer laktat/ asetat secepatnya
                         c.            Jika tidak terjadi perbaikan klinis ulangi pemberian kristaloid 20ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-20 ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan Hb menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi berikan tranfusi darah/komponen. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium. Dalam banyak kasus cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan terlalu banyak daripada pemberian yang sedikit.
3.      Tatalaksana komplikasi perdarahan
Jika terjadi perdarahan berat segera beri darah bila mungkin. Bila tidak beri koloid dan segera rujuk.
2.9  Komplikasi
Menurut Widagdo (2012) komplikasi DHF adalah sebagai berikut:
a.       Gagal ginjal
b.      Efusi pleura
c.       Hepatomegali
d.      Gagal jantung
2.10        Patofisilogi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic, renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.


Pathway DHF




BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
3.1  Pengkajian
1.      Aktivitas / istirahat
-   Gejala : kelemahan, pegal-pegal pada seluruh tubuh
-   Tanda : takikardia dan lemah
2.      Sirkulasi
-   Tanda : takikardia dan lemah, sianosis perifer, ekstremitas dingin, hipotensi, hiperemi pada tenggorokan, ptekie, uji tourniquet positif, epistaksis, ekimosis dan hematoma.
3.      Eliminasi
-   Gejala : Konstipasi
-   Tanda : Melena
4.      Makanan / cairan
-   Gejala : Anoreksia, mual, haus dan sakit saat menelan.
-   Tanda : Mukosa mulut kering, lidah kotor (kadang), perdarahan gusi, hematemesis.
5.      Nyeri / ketidaknnyamanan
-   Gejala : Nyeri ulu hati, nyeri pada otot dan sendi, sakit kepala.
-   Tanda : nyeri tekan pada epigastrik.
6.      Kemanan
-   Gejala : demam
-   Tanda : suhu tubuh tinggi, wajah kemerahan (flushing), menggigil.
3.2  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
a)      Hipertermia b.d proses penyakit
b)      Kekurangan volume cairan b.d peningkatan permeabelitas dinding plasma
c)      Nyeri akut b.d proses patologi penyakit
d)     Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah


Rencana Keperawatan
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI
RASIONALISASI
1.
Hipertermia
a.       Observasi suhu
b.      Berikan kompres air hangat
c.       Tingkatkan intake cairan
d.      Anjurkan menggunakan pakaian tipis
e.       Kolaborasi pemberian antipiretik
a.        Untuk mengetahui lebih dini perubahan suhu
b.       Untuk mengurangi panas
c.        Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi
d.       Untuk mengurangi panas
e.        Untuk menurunkan suhu tubuh
2.
Kekurangan volume cairan

a.       Observasi TTV.
b.      Catat intake dan output
c.       Timbang berat badan
d.      Tingkatkan intake cairan
e.       Kolaborasi dengan tim medis untuk
a)      Pemberian therapi cairan
b)      Pemeriksaan serum elektrolit
a.       Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takikardi.
b.      Menunjukan status volume sirkulasi, terjadinya perbaikan perpindahan cairan dan respon terapi
c.       Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi ginjal
d.      Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi
e.       Untuk mempercepat penyembuhan
3.
Nyeri akut
a.       Kaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
b.      Dorong ambulasi dini
c.       Ajarkan teknik relaksasi
d.      Kolaborasi dengan tim medis pemberian analgesik sesuai indikasi
a.       Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan
b.      Meningkatkan normalisasi fungsi organ seperti merangsang periltastik dan kelancaran flatus
c.       Mengalihkan perhatian dan mengurangi ketegangan
d.      Mengurangi/menghilangkan nyeri.
4.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a.       Observasi bising usus dan frekuensi peristaltik usus
b.      Berikan makanan sedikit tapi sering
c.       Jaga kebersihan mulut
d.       jelaskan pada pasien manfaat makanan bergizi
e.       Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai diet yang tepat
f.       Berikan obat antimetika sesuai instruksi
a.       Mengetahui peningkatan dan penurunan peristaltik usus dan menentukan malnutrisi
b.      Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode puasa
c.       Menjaga kebersihan mulut dapat memberikan kenyamanan klien untuk makan
d.       memberikan informasi makanan bergizi yang bermanfaat bagi kebutuhan nutrisi klien
e.       Pengobatan masalah dasar tidak terjadi tanpa perbaikan status nutrisi
f.       Mencegah klien muntah atau rasa mual setelah makan.

Evaluasi
1.      Hipertermia hilang
2.      Tidak terjadi kekurangan volume cairan
3.      Nyeri berkurang atau hilang
4.      Nutrisi seimbang dari kebutuhan tubuh



Daftar Pustaka
Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
Carpenito, Lynda Jual-Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyn. 2005. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta: EGC.
Elizabeth, Corwin. 2006. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
L. Wong, Donna. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
NANDA. 2012. Diagnosa Nanda: Definisi dan klasifikasi. Philadelphia: USA
Ngastiyah. 2005. Keperawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC
Pudiastuti, Ratna Dewi. 2011. Waspadai Penyakit Pada Anak. Jakarta: PT Indeks.
Suriadi, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV Agung Seto.
Wahidayat, Iskandar. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Info Media
Widagdo. 2011. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto.
Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam. Jakarta: Sagung Seto.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD CONTOH SURAT LAMARAN DAPUR MBG

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. M.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM (HIPERTERMIA)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK SEPSIS DI RUANG ICU