LAPORAN PENDAHULUAN SYOK KARDIOGENIK
LAPORAN
PENDAHULUAN
SYOK
KARDIOGENIK
A. DEFINISI
Syok kardiogenik didefinisikan
sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal
jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter
hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan
tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri
rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari
0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa
adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung
rendah dengan syok kerdiogenik.
Syok
kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas.
Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah
jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital
(jantung, otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel
kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI,
namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati
dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)
Syok
kardiogenik adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak
adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik
jantung, manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin,
nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland,
1998)
B. ETIOLOGI
1.
Gangguan kontraktilitas miokardium.
2.
Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang
memicu terjadinya kongesti paru dan/atau
hipoperfusi iskemik
3.
Infark miokard akut ( AMI)
4.
Komplikasi dari infark miokard
akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur septum,
atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien
dengan infark-infark yang lebih
kecil
5.
Valvular stenosis
6.
Myocarditis ( inflamasi
miokardium, peradangan otot jantung)
7.
Cardiomyopathy ( myocardiopathy,
gangguan otot jantung yang tidak diketahui
penyebabnya )
8.
Trauma jantung
9.
Temponade jantung akut
10.
Komplikasi bedah jantung
C.
MENIFESTASI KLINIS
1.
Nyeri dada yang berkelanjutan, dyspnea
(sesak/sulit bernafas), tampak pucat, danapprehensive
(anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
2.
Hipoperfusi jaringan
3.
Keadaan mental
tertekan/depresi
4.
Anggota gerak teraba dingin
5.
Keluaran (output) urin kurang dari 30
mL/jam (oliguria).
6.
takikardi (detak jantung yang
cepat,yakni > 100x/menit)
7.
Nadi teraba lemah dan cepat,
berkisar antara 90–110 kali/menit
8.
Hipotensi : tekanan darah sistol
kurang dari 80 mmHg
9.
Diaphoresis (diaforesis, diaphoretic,
berkeringat, mandi keringat, hidrosis, perspirasi)
10. Distensi
vena jugularis
11. Indeks
jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
12. Tekanan
pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
13. Suara
nafas dapat terdengar jelas dari edem paru akut
Menurut Mubin (2008),
diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan :
a. Keluhan
Pokok
1. Oliguri
(urin < 20 mL/jam).
2. Mungkin
ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
3. Nyeri
substernal seperti IMA.
b. Tanda
Penting
1.
Tensi turun < 80-90 mmHg
2.
Takipneu dan dalam
3.
Takikardi
4.
Nadi cepat
5.
Tanda-tanda bendungan paru: ronki
basah di kedua basal paru
6.
Bunyi jantung sangat lemah, bunyi
jantung III sering terdengar
7.
Sianosis
8.
Diaforesis (mandi keringat)
9.
Ekstremitas dingin
10.
Perubahan mental
c. Kriteria
Adanya disfungsi miokard disertai
:
1. Tekanan darah sistolis arteri < 80 mmHg.
1. Tekanan darah sistolis arteri < 80 mmHg.
2. Produksi
urin < 20 mL/jam.
3. Tekanan
vena sentral > 10 mmH2O
4. Ada
tanda-tanda: gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardi
D.
PATOFISIOLOGI
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat
sirkulasi patofisiologi gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan
penurunan curah jantung, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria
ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan
oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan
penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah
lingkaran setan.
Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah
rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya
konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin dan
lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.
E.
PENATALAKSANAAN
ü
Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :
1.
Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila
tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
2.
Berikan oksigen 8
– 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70 – 120
mmHg
3.
Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat
memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan pemberian morfin.
4.
Koreksi hipoksia, gangguan
elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
5.
Bila mungkin pasang CVP.
6.
Pemasangan kateter Swans Ganz untuk
meneliti hemodinamik.
ü
Medikamentosa :
1.
Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri
2.
ansietas, bila cemas
3.
Digitalis, bila takiaritmi dan
atrium fibrilasi
4.
Sulfas atropin, bila frekuensi jantung
< 50x/menit
5.
Dopamin dan dobutamin (inotropik dan
kronotropik), bila perfusi jantung tidak adekuat
Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
6.
Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m:
bila ada dapat juga diberikan amrinon
IV.
7.
Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m
8.
Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk
kongesti paru dan oksigenasi jaringan.
Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel
F. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau
ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia
dan kerusakan pola.
2.
ECG; mengetahui adanya sinus
takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium,
ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
3.
Rontgen dada; Menunjukkan
pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.
4.
Scan Jantung; Tindakan penyuntikan
fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5.
Kateterisasi jantung;
Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
6.
Elektrolit; mungkin berubah karena
perpindahan cairan atau penurunan fungsi
ginjal, terapi diuretic.
7.
Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin
rendah terutama jika CHF memperburuk
PPOM.
8.
AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai
alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9.
Enzim jantung; meningkat bila terjadi
kerusakan jaringan-jaringan jantung,misalnya
infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).
G.
KOMPLIKASI
1.
Cardiopulmonary arrest
2.
Disritmi
3.
Gagal multisistem organ
5.
Tromboemboli
H. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
primer
ü
Airway :
penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan napas,
adanya benda asing. Pada klien
yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas
tambahan seperti snoring.
ü
Breathing :
frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara
napas, kaji adanya suara napas tambahan
seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
ü
Circulation :
dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi
status hemodinamik, warna kulit,
nadi.
ü
Disability : nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi
pupil.
2. Pengkajian
sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past
illness, last meal, dan environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala
hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih
spesifik seperti foto thoraks,dll.
I. DIAGNOSA
KEPERAWATAN / PRIORITAS MASALAH
1) Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai dengan
sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
2) Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder
akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri,cardiac out put menurun,
sianosis, edema (vena).
3) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan
trauma jaringan dan spasme reflek otot sekunder akibat gangguan viseral
jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea, gelisah, meringis.
4) Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen dan kebutuhan
(penurunan / terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan, kelemahan,
pucat.
J. ASUHAN
KEPERAWATAN
NO.
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
RENCANA KEPERAWATAN
|
||
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
||
1.
|
pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
pertukaran gas ditandai dengan sesak nafas, gangguan frekwensi pernafasan,
batuk-batuk
|
Setelah diberikan
askep selama 3x 24 jam diharapkan pola nafas efektif
kriteria hasil :
ü Klien
tidak sesak nafas
ü Frekwensi
pernafasan normal
ü Tidak
ada batuk-batuk
|
1. Evaluasi
frekwensi pernafasandan kedalaman. Catat upaya pernafasan, contoh adannya
dispnea, penggunaan obat bantu nafas, pelebaran nasal
2. Auskultasi
bunyi nafas. Catat area yang menurun atau tidak adannya bunyi nafas dan
adannya bunyi nafas tambahan, contoh krekels atau ronki
3. Kalaborasi
dengan beriakan tambahan oksigen dengan kanula atau masker sesuai indikasi
|
1. Respon
pasien berfariasi. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, takut,
demam, penurunan volume sikulasi (kehilangan darah atau cairan),
akumulasi secret, hipoksia atau distensi gaster. Penekanan pernapasan
(penurunan kecepatan) dapat terjadi dari pengunaan analgesik berlebihan.
Pengenalan disini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi
2. Auskultasi
bunyi napas ditujukan untuk mengetahui adanya bunyi napas tambahan
3. Meningkatkan
pengiriman oksigen ke paru-paru untuk kebutuhan sirkulasi, khususnya adanya
penurunan/ gangguan ventilasi
|
2.
|
Ketidakefektifan ferfusi jaringan perifer
berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat gangguan vaskuler
ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun, sianosis, edema (vena)
|
Setelah diberikan askep 3x24 jam diharapkan
perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil :
ü Klien
tidak nyeri
ü Cardiac
out put normal
ü Tidak
terdapat sianosis Tidak ada edema (vena)
|
1. Lihat pucat,
sianosis, belang, kulit dingin, atau lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
ü Dorong
latihan kaki aktif atau pasif, hindari latihan isometrik
2. Kalaborasi
ü Pantau
data laboratorium,contoh : GBA, BUN, creatinin, dan elektrolit
ü Beri
obat sesuai indikasi: heparin atau natrium warfarin (coumadin)
|
1. Vasokontriksi
sistemik diakibatkan karena penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh
penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
ü Menurunkan
statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko
tromboflebis.
2. Indikator
perfusi atau fungsi organ
ü Dosis
rendah heparin mungkin diberika secara profilaksis pada pasien resiko tinggi
dapat untuk menurunkan resiko trombofleblitis atau pembentukan trombusmural.
Coumadin obat pilihan untuk terapi anti koangulan jangka panjang/pasca pulang
|
3.
|
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan
trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibatgangguan
viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea, gelisah, meringis
|
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam,
diharapkan pasien merasa nyaman
Kriteria Hasil :
ü Tidak
ada nyeri
ü Tidak
ada dispnea
ü Klien
tidak gelisah
ü Klien
tidak meringis
|
1.
Pantau atau catat karekteristik
nyeri, catat laporan verbal, petunjuk non verbal dan repon hemodinamik (
contoh: meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mengcengkram dada, napas
cepat, TD/frekwensi jantung berubah)
Bantu melakukan
teknik relaksasi, misalnya napas dalam perlahan, perilaku diskraksi, visualisasi,
bimbingan imajinas
3. Kalaborasi
- Berikan
obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, misalnya morfin, meperidin (demerol)
|
1.Mengetahui tingkat
nyeri agar dapat mengetahui perencanaan selanjutnya
2.Membantu dalam
menurunan persepsi atau respon nyeri. Memberikan kontrol situasi,
meningkatkan perilaku positif.
3. meskipun morfin IV
adalah pilihan, suntikan narkotik lain dapat dipakai fase akut atau nyeri
dada beulang yang tidak hilang dengan nitrogliserin untuk menurunkan nyeri
hebat, memberikan sedasi,
dan mengurangi kerja miokard. Hindari
suntikan IM dapat menganggu indikator diagnostik dan tidak diabsorsi baik
oleh jaringan kurang perfusi
|
4.
|
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak
seimbangan suplay oksigen dengan kebutuhan (penurunan atau terbatasnya curah
jantung) ditandai dengan kelelahan, kelemahan, pucat
|
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam,
diharapkan pasien dapat melakukan aktifitas dengan mandiri
Kriteria Hasil ;
ü Klien
tidak mudah lelah
ü Klien
tidak lemas
ü Klien
tidak pucat
|
1. Periksa
tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat beta
2. Catat respon
kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat
3. Kaji
presipitator atau penyebab kelemahan, contoh pengobatan, nyeri, obat
4. Evaluasi
peningkatan intoleran aktivitas
5. Berikn
bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode aktivitas
dengan periode istirahat
6. Kalaborasi
- Impelementasikan program rehabilitasi
jantung atau aktivitas
|
1. Hipertensi
ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi),
perpindahan cairan, (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung
2. Penurunanatau
ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama
aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekwensi jantung dan
kebutuhan oksigen, juga meningkatkan kelelahan dan kelemahan
3. Kelemahan
adalah efek samping dari beberapah obat (beta bloker, Trakuiliser dan
sedatif). Nyeri dan program penuh stress juga memerlukan energi dan
menyebabkan kelemahan
4. Dapatmenunjukkan
meningkatan dekompensasi jantung dari pada kelebihan aktivitas
5. Pemenuhan
kebutuhan perawatan diri
pasien tanpa mempengaruhi stress miokard atau kebutuhan oksigen berlebihan
6. Peningkatan
bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung atau komsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila
disfusi jantung tidak dapat membaik kembali
|
Comments
Post a Comment