LAPORAN PRAKTIKUM ILMU KESEHATAN TERNAK RUMINANSIA
LAPORAN
PRAKTIKUM
ILMU
KESEHATAN TERNAK RUMINANSIA
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan laporan hasil praktikum yang berjudul ilmu kesehatan ternak
ruminansia.
Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Drh. Edya
Moelia,.Si selaku dosen mata kuliah ilmu kesehatan ternak yang telah
membimbing dalam mengerjakan laporan hasil praktikum ini. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang juga sudah memberi
kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan hasil
praktikum ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari
dosen mata pelajaran guna menjadi acuan
dalam bekal pengalaman bagi penulis untuk lebih baik di masa yang akan
datang dan membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi laporan ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
·
Latar
belakang
·
Tujuan
dan Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
BAB II MATERI
DAN METODA
·
Waktu
dan Tempat
·
Materi
·
Metode
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
·
Pemeriksaan
Fisik pada Ternak
BAB IV
PENUTUP
·
Kesimpulan
·
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.Latar
Belakang
Kesehatan ternak adalah suatu aspek penilaian dalam
kualitas ternak yang perlu diperhatikan baik makro maupun mikro. Kualitas
kesehatan ternak sangat berpengaruh pada tumbuh kembangnya ternak baik dalam
hasil produksi dan pertumbuhan pada ternak. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan
cara mengamati warna mata, memeriksa suhu tubuh, frekuensi nafas, dan
konsistensi feses. Pemeriksaan kesehatan ternak secara fisiologis dapat
dilakukan dengan caranekropsi (pembedahan). Pemeriksaan nekropsi ini penting
dilakukan untuk mengetahui penyakit dalam yang diderita oleh ternak sehingga
kita bisa menyimpulkan penyakit yang sedang diderita oleh ternak.Penyakit yang
diderita oleh ternak kebanyakan disebabkan oleh parasit. Parasit merupakan
suatu mikroorganisme jasad renik yang bersifat merugikan.
2.Tujuan
dan Manfaat
Tujuan
dari praktikum Ilmu Kesehatan Ternak adalah mengetahui kesehatan ternak melalui
pengamatan tingkah laku, pemeriksaan fisik, pengamatan fisiologis ternak,
pengamatan organ dalam ternak dan parasit yang dapat mengganggu kesehatan ternak.
Manfaat dari praktikum Ilmu Kesehatan Ternak adalah mengetahui kondisi
kesehatan ternak dan penyakit yang diderita melalui pemeriksaan fisik dan
kondisi organ – organ yang berada di dalam tubuh ternak, selain itu mengetahui
jenis-jenis parasit yang ada dalam ternak.
TINJAUAN
PUSTAKA
Ciri-ciri
sapi yang baik dilihat dari sempurnanya bentuk tubuh, yang perlu diperhatikan
disini adalah organ terluar sapi, anak sapi dikatakan sempurna bila lengkap
semua anggota badan dan tumbuh secara normal, normalnya anggota badan setiap
ternak memiliki perisip simetris untuk anggota badan yang berpasangan seperti;
kedua kaki depan tumbuh secara simetris begitu juga dengan kaki belakang anak
sapi, telinga kiri dan kanan tumbuh secara simetris, begitu juga dengan mata
kedua lobang hidung dan lainnya yang berpasangan (Hasbullah, 2013).
Untuk anggota badan yang
tunggal dapat dikatakan normal bila tumbuh dengan semestinya, misalkan punuk
anak sapi ongole minimal tingginya sejajar dengan kepala, salah satu ciri anak
sapi jantan yang baik adalah memiliki ekor melampaui lutut, dan untuk sapi
jantan lepas sapih ujung bulu ekor mencapai mata kaki belakang. Hubungan
panjang ekor sangat erat dengan kesehatan ternak.Semakin panjang ekor sapi maka
semakin luas jangkauannya untuk mengusir serangga yang merugikan terhadap
perkembangan tubuh(Waahyu, 2012).
Kesehatan merupakan hal
yang penting dalam dunia ternak, karena berpengaruh terhadap produktivitas
hasil ternak. Faktor kesehatan sangat menentukan keberhasilan usaha peternakan.
Menjaga kesehatan menjadi salah satu prioritas utama disamping pemberian pakan
dan tatalaksana pemeliharaan. Pemeriksaan kesehatan ternak secara cepat dan
akurat sangat diperlukan dalam upaya pengendalian maupun pemberantasan
penyakit.Kesehatan hewan meliputi cara pemeriksaan fisik, tingkah laku dan
fisiologi ternak (Akoso, 2010).
BAB
II
MATERI
DAN METODE
·
WAKTU
DAN TEMPAT
Praktikum
Ilmu Kesahatan Ternak dengan metoda inspeksi dan palpasi dilaksanakan pada
Sabtu, tanggal 8 Februari 2020 Pukul 18.00-21.00 WIB di Rumah Potong Hewan
(RPH) Dimoro di Jl Batanghari,Sukorejo , Kec. Sukorejo, Kota Blitar, Jawa Timur
·
MATERI
Pemeriksaan
fisik adalah suatu tindakan untuk mengetahui kondisi hewan baik dalam keadaan
sehat maupun sakit. Pemeriksaan hewan penting dilaksanakan terutama dalam
menentukan diagnosa suatu penyakit berdasarkan gejala klinis yang tampak.
Pemeriksaan fisik memeliki 4 metode pemeriksaan, diantaranya adalah
dilakukan dengan pengamatan visual (inspeksi), perabaan pada tubuh
(palpasi), pendengaran (auscultasi) dan pukulan (perkusi). Kemudian semua
informasi yang diperoleh harus dicatat pada catatan medis (ambulatory) untuk di
evaluasi oleh dokter hewan. Teknik-teknik ini digunakan untuk menfokuskan pada
indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman.Tetapi pada praktikum
kali ini kami hanya menggunakan 2 metoda yaitu metoda pengamatan visual
(inspeksi) dan perbaan pada tubuh (palpasi)
·
METODA
A. INSPEKSI (melihat/
memperhatikan)
Langkah pertama pada
pemeriksaan pasien adalah inspeksi , yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan
cara melihat, mengamati kondisi fisik hewan. Inspeksi yang dapat dilakukan
yaitu pengamatan kebersihan kulit dan bulu, status gizi, tempramen, keadaan
feces, pemeriksaan mukosa dan suhu tubuh.
Menurut Astiti (2010), perbedaan ciri visual antara
ternak sehat dengan ternak sakit antara lain :
NO
|
Kategori
|
Sehat
|
Sakit
|
1.
|
Pergerakan
|
Aktif dan lincah
|
Kurang aktif dan lincah
|
2.
|
Mata
|
Jernih
|
Pucat dan sayu
|
3.
|
Bulu
|
Halus dan bersih
|
Kasar, berdiri dan kusam
|
4.
|
Nafsu Makan
|
Normal
|
Berkurang
|
5.
|
Lendir lubang alami
|
Tidak ada
|
Ada
|
6.
|
Suara napas
|
Halus, teratur dan tidak tersengal- sengal.
|
Ngorok, tidak teratur dan tersengal sengal.
|
1
PEMERIKSAAN KULIT DAN BULU
Kebersihan kulit dan bulu
merupakan titik acuan dalam pemeriksaan kebersihan tubuh hewan. Karena
kulit dan bulu memiliki fungsi yang cukup penting pada tubuh hewan, diantaranya
:
a.
Organ pelindung dari virus
b.
Indikator penentu jika hewan mengalami sakit atau sehat
c.
Tempat penyimpanan zat tertentu
d.
Mencegah hilangnya cairan elektrolit
e.
Tempat pembuatan pigmen
Ternak
yang sehat keadaan bulunya normal yaitu tampak mengkilat, lemas dan tidak
rontok. Kelainan pada bulu dapat berupa kerontokan, bulu tampak suram, kering,
kasar dan berdiri. Bulu yang rontok kebanyakan berkaitan dengan
penyakit-penyakit seperti eksim, skabies, dermatitis, jamur, kutu, caplak dan
lainnya. Keadaan bulu atau rambut berkaitan dengan ternak yang diperiksa,
perawatan, dan system perkandangannya ( Nuggroho, 2008). Tanda tanda yang bias
dilihat jika ada kelainan pada kulit yaitu dengan melihat warna kulit anemis,
cyanotis, hyperemis dan icterus.
Contagious
Echtyma, orf atau Dakangan merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh virus
yang sangat menular pada ternak khususnya domba dan kambing. Gejala awal
penyakit ini ditandai dengan adanya bintik-bintik merah pada kulit bibir,
kemudian berubah menjadi lepuh, selanjutnya lepuh meluas dan melebar sehingga
akhirnya terbentuk keropeng ( Kartasudjana, 2001).
2.
STATUS GIZI
Kondisi yang menunjukkan
status gizi hewan pada pemeriksaan fisik secara umum dapat dilihat secara
inspeksi. Yaitu dapat dilihat dari fisik hewan yang gemuk, kurus atau ideal.
Pemeriksaan dengan inspeksi dapat dilihat dibeberapa tempat dari tubuh hewan
yaitu inspeksi bagian costae, prosesus spinosus, scapula, dan pelvis serta pangkal
ekor. Hewan dengan kondisi gizi yang baik akan menunjukan tubuh yang diselimuti
oleh otot daging yang tebal, sedangkan hewan yang kurus akan menunjukan
beberapa kerangka / tulang yang menonjol seperti tulang rusuk costae, pinggul,
dan tulang punggung.
Penilaian keadaan status
gizi pada hewan disebut dengan Body Condition Scoring (BCS). Body Condition
Scores adalah angka yang dipergunakan untuk mengukur kegemukan sapi
(Nainggolan, 2013).
3. TEMPRAMEN
Tempramen merupakan sifat
dari hewan. Untuk mengetahui tempramen hewan perlu dilakukan pengamatan
perilaku yang di tunjukannnya. Tempramen hewan yang dapat dilihat oleh mata
adalah bagaimana hewan tersebut bergerak aktif, menyerang jika merasakan adanya
bahaya (Ada orang cepat beraksi). Sedangkan jika hewan terlihat lemah dan lesu,
hewan tersebut sedang dalam keadaan sakit.
Menurut Kepala Badan
Karantina Pertanian (2006), jika hewan menunjukan tanda- tanda / gejala klinis
seperti :
1. Hewan mencari tempat
yang dingin, suka menyendiri, mati mendadak;
2. Agresif dan nervous;
3. Menyerang apa saja
disekitarnya;
4. Memakan barang yang
tidak lazim (tanah, batu dan kayu/pika);
5. Refleks kornea
berkurang/hilang, pupil meluas dan kornea kering, tonus urat daging bertambah
(sikap siaga/kaku);
6. Mata keruh dan selalu
terbuka diikuti inkoordinasi dan konvulsi;
7. Kornea kering dan mata
terbuka dan kotor;
8. Paralise, semua
refleks hilang, konvulsi dan mati.
Maka dapat disimpulkan bahwa
hewan tersebut terserang penyakit rabies.
4. KEADAAN FESES
Feses adalah sisa – sisa dari metabolisme
pencernaan di dalam tubuh. Sisa sisa metabolisme pencernaan ini disimpan
sementara didalam usus besar. Untuk mengetahui keadaan feses yang normal dan abnormal ialah
dengan melihat tekstur dari feses
tersebut. Jika hewan menunjukan gejala seperti nafsu makan berkurang,
pertumbuhan lambat, bobot tubuh turun, sapi tampak pucat karena kekurangan
darah (anemia), kotorannya encer, diare, dari gejala tersebut menunjukan
bahwa hewan terserang penyakit cacing perut ( Yulianto dan Saparinto, 2010 ).
Cacing yang ada didalam
tubuh biasanya berada didalam saluran pencernaan, seperti : lambung, usus
halus, usus besar, dan saluran empedu hati. Apabila cacing – cacing tersebut
bertelur, maka telurnya akan tersimpan didalam saluran pencernaan dan bercampur
dengan feses.
Apabila feses
dikeluarkan oleh saluran pencernaan anus, maka telur cacing akan ikut keluar
bersama feses
yng dikeluarkan. Untuk pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui kebenaran akan
akan adanya telur cacing perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium hewan.
5. PEMERIKSAAN
MUKOSA
Pemeriksaan mukosa adalah
pemeriksaan yang dilakukan dengan melihat selaput lendir (mukosa) hewan.
Bagian tubuh hewan yang dapat di amati mukosanya antara lain : mulut , mata,
rectum, dan vagina. Mukosa hewan ternak yang sehat berwarna merah muda
dan memiliki permukaan yang licin, basah, trasparan dan mengkilat.
Namun ada beberapa mukosa
hewan yang tidak berwarna merah muda (abnormal). Hal itu disebabkan karena
adanya gangguan kesehatan pada hewan tersebut. Menurut Komarudin (2004), warna
mukosa yang tidak normal adalah :
1.
Hyperemis (kemerahan)
Jika mukosa hewan
berwarna kemerahan, maka hewan tersebut memiliki sirkulasi darah yang cepat dan
banyak sehingga terjadi peradangan/ bengkak di daerah tersebut.
2.
Anemis ( kepucatan)
Jika mukosa hewan
berwarna pucat, maka hewan tersebut memiliki gangguan sirkulasi darah sehingga
mengakibatkan kekurangan darah, misalnya terjadi pendarahan kerena luka.
3.
Cyanotis (kebiruan)
Jika mukosa hewan
berwarna biru, maka hewan tersebut kelebihan CO dan CO2 , serta kekurangan
oksigen (O2) yang mengakibatkan keracunan.
4.
Icterus (kekuningan)
Jika mukosa hewan
berwarna kuning, maka hewan tersebut memiliki gangguan pada hati atau adanya
zat warna empedu yang ikut dalam aliran darah yang mengakibatkan terjadi
penyakit hati atau peradangan dan pembengkakan hati (hepatitis).
6. SUHU
TUBUH
Suhu tubuh bagian dalam
tubuh hewan dapat diukur dengan menggunakan thermometer atau menggunakan
bantuan punggung tangan pemeriksa. Pemeriksaan suhu tubuh hewan pada umumnya
dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Hewan yang sehat
memiliki suhu tubuh pada pagi hari yang lebih rendah dibandingkan dengan suhu
tubuh pada siang dan sore hari. Secara fisiologis, suhu tubuh akan meningkat
hingga 1.5ºC pada saat setelah makan, saat partus, terpapar suhu lingkungan
yang tinggi, dan ketika hewan banyak beraktifitas fisik maupun psikis.
(Mauladi,2009)
Tabel. Kisara Suhu tubuh Normal Pada Beberapa Hewan
Jenis
hewan
|
Temperature
(°C)
|
Sapi
|
37,8
– 38,8
|
Kambing
|
38,6
– 39,6
|
Domba
|
38,6
– 39,6
|
Kuda
|
37,3
– 38,3
|
Babi
|
38,7
– 39,7
|
Kelinci
|
39,0
- 40,0
|
Anjing
|
38,4
– 39,4
|
Kucing
|
38,1
– 39,1
|
|
|
B. PALPASI ( Perabaan )
Palpasi, yaitu menyentuh
atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua pada pemeriksaan fisik
dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh melalui inspeksi
sebelumnya. Metode pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara perabaan pada
bagian tubuh hewan ini akan dapat mengetahui keadaan bagian luar dari tubuh
hewan seperti jika ada benjolan pada tubuh hewan.
Selain itu pemeriksaan dengan cara palpasi dapat dilakukan untuk memeriksa
frekuensi nadi dan jantung pada hewan. Untuk mengetahui frekuensi nadi pada
hewan dapat dirasakan dengan palpasi ringan dengan menekan pembuluh darah
arteri. Pengukuran frekuensi nadi pada hewan dapat dilakukan diberapa tempat,
yaitu :
a.
Menekan arteri femoralis yang terletak dipaha bagan medial (dalam), terutama untuk
hewan berukuran kecil seperti kambing, kucing, anjing, pedet.
b.
Menekan arteri coccigealis median yang terletak dibagian ventral ekor, untuk
sapi.
c.
Menekan arteri fascialis, terletak dibagian wajah untuk hewan sapi dan kuda.
d. Menekan
arteri maksilaris yang terletak di maksila untuk hewan kuda.
Tabel. Kisaran Frekuensi Nadi pada beberapa hewan.
Jenis
Hewan
|
Frekuensi Nadi
(per menit)
|
Sapi
|
48
– 80
|
Kuda
|
28
– 40
|
Kambing
|
70
– 80
|
Babi
|
70
– 120
|
Anjing
|
70
– 120
|
Kucing
|
120
– 140
|
Domba
|
70
– 80
|
Kelinci
|
180
- 350
|
Sumber : ( Sujoni, 2012 ).
Sedangkan
untuk mengetahui frekuensi pernafasan pada hewan yaitu dengan cara meletakan
punggung tangan pemeriksa didepan hidungnya. Kemudian hitung jumlah hembusan
nafas dalam satu menit dengan menggunakan arloji.
Metode palapasi ini juga
sering digunakan dalam mendeteksi kebuntingan. Prosedurnya adalah palpasi
uterus melalui dinding rektum untuk meraba pembesaran yang terjadi selama
kebuntingan, fetus atau membran fetus. Teknik yang dapat digunakan pada tahap
awal kebuntingan ini adalah akurat, dan hasilnya dapat langsung
diketahui. Namun demikian dibutuhkan pengalaman dan training bagi petugas
yang melakukannya, sehingga dapat tepat dalam mendiagnosa. Teknik ini baru
dapat dilakukan pada usia kebuntingan di atas 30 hari (Lestari, 2006).
BAB III
HASIL DAN
PEMBAHASAN
HASIL
PEMERIKSAAN FISIK TERNAK RUMINANSIA
|
||||
NO.
|
|
I
(Sapi kaki patah)
|
|
|
1
|
Bulu dan
Kulit
|
|
|
|
|
Turgor Kulit
|
Normal
|
|
|
Bulu
|
Berdiri/
njegrik
|
|
|
|
Lesi / Jejas
|
Ada luka
(didekat mata)
|
|
|
|
2.
|
Pernafasan
|
|
|
|
|
Cara
bernafas
|
Ngos ngosan
|
|
|
Frekuensi
|
39 kali/menit
|
|
|
|
Cermin
Hidung
|
Basah
|
|
|
|
Eksudat
Hidung
|
Tidak ada
|
|
|
|
Batuk
|
Tidak ada
|
|
|
|
3.
|
Sirkulasi
|
|
|
|
|
Denyut
jantung
|
Normal
|
|
|
Frekuensi
Pulsus
|
22/menit
|
|
|
|
Pendarahan
|
Tidak ada
|
|
|
|
4
|
Pencernaan
|
|
|
|
|
Cara Mengambil Pakan
|
Menggunakan
lidah
|
|
|
Cara
Mengunyah dan Menelan
|
Normal
|
|
|
|
Tonus
Lambung
|
4 kali/ 5
menit
|
|
|
|
Peristaltic
Usus
|
Normal
|
|
|
|
Muntah
|
Tidak
|
|
|
|
Cara Buang
Kotoran
|
Normal
|
|
|
|
|
Frekuensi
Buang Feses
|
Sedikit
|
|
|
Konsistensi
Kotoran
|
Lembek
sedikir cair
|
|
|
|
5.
|
Urogenital
|
|
|
|
|
Cara urine
|
Normal
|
|
|
Warna urine
|
Bening
|
|
|
|
Kekeruhan
urine
|
Jernih
|
|
|
|
Syaraf dan
Gerak
|
|
|
|
|
|
Reaksi
Refleks
|
Refleks
|
|
|
Cara
Berjalan
|
Pincang
|
|
|
|
7.
|
Panca Indra
|
|
|
|
|
Mata
|
Jernih
|
|
|
Telinga
|
Normal
|
|
|
|
Hidung
|
Teleran
|
|
|
|
Suhu Tubuh
|
39,2 c
|
|
|
BAB IV
Pemeriksaan fisik adalah
suatu tindakan untuk mengetahui kondisi hewan baik dalam keadaan sehat maupun
sakit. Pemeriksaan hewan penting dilaksanakan terutama dalam menentukan
diagnosa suatu penyakit berdasarkan gejala klinis yang tampak. Pemeriksaan
fisik memeliki 4 metode pemeriksaan, diantaranya adalah dilakukan dengan pengamatan visual
(inspeksi), perabaan pada tubuh (palpasi), pendengaran (auscultasi) dan pukulan
(perkusi).
Dengan adanya hasil
pemeriksaan fisik tersebut, dokter hewan dapat mendiatnosa jika ada penyakit
pada hewan dan melakukan tindakan lanjutan untuk mencegah atau mengobati jika
ada gangguan atau penyakit pada tubuh hewan.
Untuk dapat melakukan
pemeriksaan fisik diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang cukup,
seperti saat pemeriksaan auskultasi yang
memerlukan latihan yang rutin sehingga
pada saat pemeriksaan tidak salah dalam mendiatnosa atau menyimpulkan suatu
penyakit .
Arief, P. A., H. Masturi dan T. D.
Asmaki. 2008. Budidaya Usaha Pengolahan Agribisnis Ternak Sapi. Bandung :
CV. Pustaka Grafika : 93 – 94. [14 Februari 2015].
Astiti, L. G. S.
2010. Petunjuk Praktis Manajemen
Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Pada Ternak Sapi. http://ntb.litbang.pertanian.go.id/ind/pu/
psds/Penyakit.pdf : 2-3. [18
Februari 2015].
Budaarsa, K., K. M. Budiasa, W. Suarna, A. W Puger, M . Suasta dan I . M . S . Miwada.
2012. Perbaikan Manajemen Pemeliharaan Dan Pelayanan Kesehatan Ternak Di
Desa Tianyar Barat . http://download.portalgaruda .org/article.php?article=13979 &val=943: 1. [18 Februari 2015].
Caturto, P. N. 2008. Agribisnis
Ternak Ruminansia. http://mirror.unpad.ac.id /bse/11_SMK
/kelas11_smk_agribisnis_teknik_ruminansia_caturto.pdf : 283. [19 Februari
2015].
Hasnudi., I. Sembiring.,
S. Umar. 2004. Pokok-Pokok Pemikiran Bidang Peternakan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/804/1/ternak-hasnudi.pdf : 14. [18 Februari 2015].
Kepala Badan Karantina
Pertanian. 2006. Petunjuk Teknis Persyaratan Dan Tindakan Karantina Hewanterhadap Lalulintas Pemasukan Hewan
Penular Rabies(Anjing, Kucing, Kera, Dan Hewan Sebangsanya). http://www.karantina.deptan.go.id/hukum/file/12.a.%20LAMPIRAN.%20INPUT.pdf : 10. [1 Februari 2015].
j
Komarudin. 2004. Kesehatan Hewan PSK Semester
4. Pelaihari : SMK SPP Negeri Pelaihari : 13 – 14 dan 26. [1 Februari
2015].
Komarudin. 2010. Klinik hewan Hewan Semester 1.
Pelaihari : SMK SPP Negeri Pelaihari : 23 - 24. [1 Februari 2015].
Mauladi, A. H. 2009. Suhu Tubuh, Frekuensi
Jantung Dan Nafas Induk Sapi Friesian Holstein Bunting Yang Divaksin Dengan
Vaksin Avian Influenza H5n1. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/24449/B09ahm.pdf;jsessionid=65D8314DF0142AEF09AE920C7E2A86A7?sequence=1 : 9 - 10. [28 Januari 2015].
Nainggolan, Y. D. A. 2013.
Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan Ongole (Po) Oleh
Peternak Di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Sumatera Utara.http://undana.ac.id/jsmallfib_top/JURNAL
/PETERNAKAN
/PETERNAKAN%202013/STUDI%20EKSPLORATIF%20
UPAYA%20KESEHATAN%20SAPI%20POTONG.pdf
: 3 - 4. [28 Januari 2015].
Nusdianto, T. 2011. Petunjuk Praktikum
Pemeriksaan Fisik. https://triakoso.files.wordp ress
.com/2009/10/petunjuk-praktikum-pemeriksaan-fisik-ipdv-1-2011.pdf :
6 – 7 . [28 Januari 2015].
Purnawan, Y., C. Saparinto. 2010. Pembesaran
Sapi Potong Secara Intensif. Jakarta : Penebar Swadaya. Hal 162. [18 Februari
2015].
Raylene, M. R., D.
Lyrawati. 2009. Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik Dasar.
https ://
lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/prinsip-dan-metode-pemeriksaan-fisik-dasar.pdf
: 47. [6 Februari 2015].
Ruhyat, K.
2001. Teknik Kesehatan Ternak.
httppsbtik.smkn1cms.netpertanianbudiday a_ter
nakgeneraltehnik_kesehatan_ternak.pdf :
28. [28 Januari 2015].
Subronto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta
: Gajah Mada University Press. Hal 23. [28 Januari 2015].
Sujoni. 2012. Pemeriksaan Umum Pada Hewan. Pelaihari : SMK SPP Negeri
Pelaihari: 7 dan 15. [1 Februari 2015].
Tita, D. L. 2006. Metode Deteksi Kebuntingan
Pada Ternak Sapi. http://pustaka.unpad.
ac.id/wp-content/uploads/2009/09/metode_deteksi_kebuntingan.pdf : 4. [28
Januari 2015].
DOWNLOAD
Comments
Post a Comment