LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR
A.
Pengertian
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang
bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma (Mahartha
et.al, 2013). Sedangkan menurut Djamil (2012) fraktur adalah suatu diskontinuitas
susunan tulang yang disebabkan oleh trauma atau keadaan patologis.
Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan
tulang diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis, biasanya dialami
pada usia dewasa, dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga (Mansjoer, 2000).
B.
Anatomi Dan Fisiologi
1.
Struktur Tulang
Tulang
sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya
struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat
pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan
benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks.
Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak.
Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang
disebut Sistem Haversian. Tiap sistem
terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal
Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan
sempit antara lamellae disebut Lakunae
(didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti
lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan
di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui
Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan
membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir
dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari
tulang. Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut
Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah
merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang
memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning
yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan
Fat Embolism Syndrom (FES).

Tulang
terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast
merupakan sel pembentuk tulang yang
berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks.
Sedangkan osteoklast adalah sel
penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang
tua. Sel tulang ini diikat oleh
elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh
benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin)
yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah
metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya
terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang
keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit melalui
proses vaskularisasi tulang.
2.
Fungsi Tulang
a)
Memberi kekuatan pada kerangka
tubuh.
b)
Tempat melekatnya otot.
c)
Melindungi organ penting.
d)
Tempat pembuatan sel darah.
e)
Tempat penyimpanan garam
mineral.
C.
Etiologi
1.
Fraktur
Fisiologis
Suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari
kecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan trauma dapat disebabkan oleh:
a.
Trauma langsung
Yaitu
pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. yang paling lazim adalah karena
kecelakaan sepeda motor. Fraktur ini disebabkan karena kekuatan yang berlebihan
dan tiba-tiba, dapat berupa pemukulan, pemuntiran, penekukan maupun penarikan
antara tendon dan ligament sehingga bisa berakibat tulang terpisah. Trauma langsung menyebabkan patah tulang
pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring. Benturan pada lengan bawah,
ex: fraktur tulang ulna dan radius.
b.
Trauma tidak langsung
Yaitu pukulan langsung
berada jauh dari lokasi benturan, misalnya
jatuh. Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. Jatuh tertumpu pada tangan, ex:
fraktur klavikula.
c.
Trauma akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot
sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
2.
Fraktur
Patologis
Dalam hal ini
kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur ataupun akibat kelemahan tulang akibat kelainan tulang. Dapat terjadi pada berbagai keadaan berikut:
a.
Tumor tulang
Terbagi menjadi jinak dan ganas
b.
Infeksi seperti Osteomielitis
c.
Scurvy (penyakit gusi berdarah)
d.
Osteomalasia
e.
Rakhitis
f.
Osteoporosis
D.
Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan
gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan
lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang
segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis
ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah
yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.
E.
Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi dan dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a.
Berdasarkan sifat fraktur.
1).
Faktur Tertutup (Closed), bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga
fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur
tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
¥ Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan
lunak sekitarnya.
¥ Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
¥ Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
¥ Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
2).
Fraktur Terbuka
(Open/Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan kulit.

b.
Berdasarkan komplit atau
ketidakklomplitan fraktur.
1).
Fraktur Komplit, bila garis
patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang.
2).
Fraktrur Inkomplit, bila garis
patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a)
Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
b)
Green Stick Fraktur, mengenai satu
korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c.
Berdasarkan bentuk garis patah
dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
1).
Fraktur Transversal: fraktur yang
arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau
langsung.
2).
Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis
patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma
angulasijuga.
3).
Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis
patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
4).
Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi
karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5).
Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan
karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

d.
Berdasarkan jumlah garis patah.
1)
Fraktur Komunitif: fraktur
dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2)
Fraktur Segmental: fraktur
dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3)
Fraktur Multiple: fraktur
dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
e.
Berdasarkan pergeseran fragmen
tulang.
1).
Fraktur Undisplaced (tidak
bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan
periosteum nasih utuh.
2).
Fraktur Displaced (bergeser):
terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi
atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f.
Fraktur Kelelahan: fraktur
akibat tekanan yang berulang-ulang.
g.
Fraktur Patologis: fraktur yang
diakibatkan karena proses patologis tulang.
F.
Tanda dan Gejala
Menurut
Smeltzer (2002), manifestasi Klinis Fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi
deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembekakan lokal dan perubahan
warna.
1.
Nyeri terus menerus dan
bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi spasme otot yang
menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2.
Setelah terjadi fraktur,
bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah
(gerakan luar biasa) bukannya tetap menjadi seperti normalnya. Pergeseran
fragmen pada faktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3.
Pada fraktur panjang, terjadi
pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas
dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5 cm.
4.
Saat ekstremitas diperiksa
dengan tangan, teraba adanya fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus dapat
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
5.
Pembekakan dan perubahan warna
lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti
fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cedera.
G.
Komplikasi fraktur
1)
Komplikasi Awal
a)
Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b)
Kompartement Syndrom
Kompartement
Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang
terlalu kuat.
c)
Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism
Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
tachikardi, hypertensi, tachipnea, dan demam.
d)
Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopaedic, infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e)
Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f)
Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2)
Komplikasi Dalam Waktu Lama
a)
Delayed Union
Delayed
Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan supai darah ke tulang.
b)
Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan
karena aliran darah yang kurang.
c)
Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion
dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
H.
Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh
yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan
jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

1)
Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk
hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna
melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan
fibroblast. Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan perdarahan berhenti sama
sekali.
2)
Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi
dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,
endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami
proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi
proses osteogenesis. Dalam beberapa
hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang
patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.
3)
Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki
potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang
tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini
dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang
imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endoteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang) menjadi lebih padat
sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur
menyatu.
4)
Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan
osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang
cukup kaku dan memungkinkan osteoclast
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang
baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum
tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5)
Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu
manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar
ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang
terus-menerus. Lamellae yang lebih
tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya.
I.
Penatalaksanaan Fraktur
Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad (1998), sebelum
menggambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitife. Prinsip
penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :
a.
Recognition: diagnose dan penilaian
fraktur
Prinsip
pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesa,
pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan:
lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan,
komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
b.
Reduction
Tujuannya untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan tulang. Dapat
dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup
terdiri dari penggunaan traksimoval
untuk menarik fraktur kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesegarisan
normal/dengan traksi mekanis.
Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi
tertutup gagal / tidak memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat frusasi
internal yang digunakan itu mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan
tulang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat.
Reduction interna fixation (ORIF) yaitu
dengan pembedahan terbuka dan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan
untuk memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi
bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
c.
Retention
Imobilisasi
fraktur tujuannnya mencegah fragmen dan mencegah pergerakan yang dapat
mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektremitas yang mengalami
fraktur) adalah dengan traksi.
Traksi merupakan
salah satu pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang
sebagai kekuatan dengan control dan tahanan beban keduanya untuk menyokong
tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan
dislokasi, mempertahankan ligament tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi
nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh.
Ada 2 pemasangan traksi adalah: skin traksi dan skeletal traksi.
d.
Rehabilitation : mengembalikan aktifitas
fungsional seoptimal mungkin.
J.
Pemeriksaan Diagnostik
a)
Pemeriksaan Radiologi

(1)
Bayangan jaringan lunak.
(2)
Tipis tebalnya korteks sebagai
akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
(3)
Trobukulasi ada tidaknya rare
fraction.
(4)
Sela sendi serta bentuknya
arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane
x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
(1)
Tomografi
Menggambarkan tidak satu
struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada
kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu
struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
(2)
Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang
saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
(3)
Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan
ikat yang rusak karena ruda paksa.
(4)
Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b)
Pemeriksaan Laboratorium
(1)
Kalsium Serum dan Fosfor Serum
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
(2)
Alkalin Fosfat meningkat pada
kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
(3)
Enzim otot seperti Kreatinin
Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST),
Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c)
Pemeriksaan lain-lain
(1)
Pemeriksaan mikroorganisme
kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
(2)
Biopsi tulang dan otot: pada
intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila
terjadi infeksi.
(3)
Elektromyografi: terdapat kerusakan
konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
(4)
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat
yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
(5)
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini
didapatkan adanya infeksi pada tulang.
(6)
MRI: menggambarkan semua kerusakan
akibat fraktur.
K.
Asuhan Keperawatan
1)
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan
landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan
ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah
terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1.
Pengumpulan Data
1)
Anamnesa
a)
Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur,
alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b)
Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus
fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri
klien digunakan:
(1)
Provoking Incident: apakah ada
peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
(2)
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang
dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
(3)
Region : radiation, relief: apakah rasa sakit
bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
(4)
Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa
nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
(5)
Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan,
apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
c)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk
menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana
yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan
bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
d)
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan
kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut
akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit
paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
e)
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan
dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic.
f)
Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
g)
Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1)
Pola Persepsi dan Tata Laksana
Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakadekutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
(2)
Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi
komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan
terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
(3)
Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini
juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
(4)
Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain
itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
(5)
Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas
klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko
untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.
(6)
Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap.
(7)
Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image).
(8)
Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu
juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
(9)
Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan
gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
10)
Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakuatan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11)
Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
2)
Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit
tetapi lebih mendalam.
a)
Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
(1)
Keadaan umum: baik atau
buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(a)
Kesadaran penderita: apatis,
sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(b)
Kesakitan, keadaan penyakit:
akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
(c)
Tanda-tanda vital tidak normal
karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
(2)
Secara sistemik dari kepala
sampai kelamin
(a)
Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah
trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(b)
Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,
tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(c)
Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
(d)
Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(e)
Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan)
(f)
Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
(g)
Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(h)
Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(i)
Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.
(j)
Paru
(1)
Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau
tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(2)
Palpasi
Pergerakan sama atau simetris,
fermitus raba sama.
(3)
Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau
suara tambahan lainnya.
(4)
Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada
wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(k)
Jantung
(1)
Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(2)
Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3)
Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada
mur-mur.
(l)
Abdomen
(1)
Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2)
Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
(3)
Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(4)
Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
(m)
Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran
lymphe, tak ada kesulitan BAB.
b)
Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal
serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada
sistem muskuloskeletal adalah:
(1)
Look (inspeksi)
Perhatikan
apa yang dapat dilihat antara lain:
(a)
Cictriks (jaringan parut baik
yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
(b)
Fistulae.
(c)
Warna kemerahan atau kebiruan
(livide) atau hyperpigmentasi.
(d)
Benjolan, pembengkakan, atau
cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
(e)
Posisi dan bentuk dari
ekstrimitas (deformitas)
(f)
Posisi jalan (gait, waktu masuk
ke kamar periksa)
(2)
Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih
dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi).
Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,
baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah:
(a)
Perubahan suhu disekitar trauma
(hangat) dan kelembaban kulit.
(b)
Apabila ada pembengkakan,
apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
(c)
Nyeri tekan (tenderness),
krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu
relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat
pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada
benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau
permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
(3)
Move (pergerakan terutama
lingkup gerak)
Setelah
melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas
dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup
gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai
dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
2)
Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a.
Nyeri berhubungan dengan
fraktur tulang, spasme otot, edema, kerusakan jaringan lunak
b.
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan, imobilisasi
c.
Resiko kerusakan integritas
kulit/jaringan berhubungan dengan imobilisasi, penurunan sirkulasi, fraktur
terbuka
d.
Ansietas berhubungan dengan
prosedur tindakan pembedahan dan hasil akhir pembedahan
e.
Resiko infeksi berhubungan
dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan
Post Operasi
1.
Nyeri
berhubungan dengan diskontinuitas tulang
2.
Risiko cedera berhubungan
dengan gangguan integritas tulang.
3.
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler nyeri, terapi neftriktif
(imobilisasi).
4.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, skrup).
5.
Risiko infeksi berhubungan dengan
ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit trauma, jaringan lunak,
prosedur ibvasif/traksi tulang).
6.
Perubahan perfusi jaringan
perifer berhubungan dengan perdarahan.
7.
Gangguan pertukaran gas b/d
perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler
(interstisial, edema paru, kongesti).
8.
Kurang pengetahuan tentang
kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah
interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada.
3)
Rencana Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.
No
|
SDKI
|
Rencana Keperawatan
|
|
SLKI
|
SIKI
|
||
1
|
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam diharapkan nyeri
hilang/ berkurang dengan kriteria hasil:
a.
Keluhan nyeri menurun (5)
b.
Wajah terlihat meringis menurun (5)
c.
Frekuensi nadi membaik (5)
|
MANAJEMEN
NYERI
Observasi
-
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri.
-
Identifikasi skala nyeri
-
Identifikasi respons nyeri non verbal
-
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
Terapeutik
-
Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
-
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
-
Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
-
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
-
Jelaskan strategi meredakan nyeri
-
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
-
Kolaborasi
pemberian analgetik, jika perlu
|
b. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan
rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
No
|
SDKI
|
Rencana Keperawatan
|
|
SLKI
|
SIKI
|
||
.Gangguan mobilitas fisik
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam diharapkan mobilitas fisik
meningkat dengan
kriteria hasil:
a. Pergerakan
ekstremitas meningkat (5)
b. Kekuatan otot meningkat (5)
|
DUKUNGAN
MOBILISASI
Observasi
-
Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
-
Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
-
Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
-
Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
-
Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
-
Fasilitasi melakukan pergerakan
-
Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
-
Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
-
Anjurkan melakukan mobilisasi dini
-
Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
|
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa
Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta.
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia A,. 2005. Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Edisi 6, Volume 2. Jakarta:
EGC.
Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal – Bedah. EGC: Jakarta.
PPNI. 2018. Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1, Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran
Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1,
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP
PPNI.
Djamil, 2012. Distribusi Fraktur
Femur Yang Dirawat Di Rumah Sakit, (http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/742/598),
di akses pada Januari 2020.
Mahartha, et.al. 2013. Manajemen
Fraktur Pada Trauma Muskuloskeletal, (https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/4939/3729/),
di akses pada Januari 2020.
DOWNLOAD
Comments
Post a Comment