Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
PENDAHULUAN
1.1. BBLR
1.1.1. Pengertian BBLR
Dahulu, bayi baru lahir yang berat badannya 2500 gram
atau kurang disebut bayi prematur. Ternyata morbiditas
dan mortalitas neonatus tidak hanya
bergantung pada berat badannya tetapi juga pada tingkat kematangan (maturitas) bayi tersebut. WHO pada tahun 1961 menyatakan bahwa semua
bayi baru lahir yang berat badannya
kurang atau sama dengan 2500 gram disebut low
birth weight intant (BBLR). Definisi WHO tersebut dapat disimpulkan secara
ringkas sebagai bayi berat badan lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang atau sama
dengan 2500 gram (Surasmi, 2003).
Menurut Protokol Asuhan Neonatal (2008), semua bayi
yang lahir dengan berat sama atau kurang dari 2.500 gram disebut bayi berat
lahir rendah (BBLR).
1.1.2. Klasifikasi BBLR
Berdasarkan umur kehamilan atau
masa gestasi :
a.
Preterm infant atau bayi prematur, yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan
tidak mencapai 37 minggu.
b.
Term infant atau bayi cukup bulan (mature/aterm), yaitu bayi yang lahir pada
umur kehamilan lebih daripada 37-42 minggu.
c.
Post term infant atau bayi lebih bulan (posterm/postmature), yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan
sesudah 42 minggu (Surasmi, 2003).
Berdasarkan pengelompokan tersebut diatas, BBLR dapat
dikelompokkan menjadi :
a.
Prematuritas
murni yaitu bayi dengan masalah kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan
sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan (berat badan terletak antara
persentil ke-10 sampai persentil ke-90 pada intrauterine
growth curve lubchenko).
b.
Dismaturitas
yaitu bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari berat
badan yang seharusnya untuk usia kehamilannya,yaitu berat badan di bawah persentil
10 pada kurva pembuluh intra uterin, biasa disebut dengan bayi kecil untuk masa
kehamilan (KMK/SGA). Lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk maasa kehamilan menunjukkan bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterin, keadaan ini berhubungan dengan gangguan sirkulasi dan
efisiensi plasenta (Surasmi, 2003).
Menurut Surasmi (2003) dan Protokol Asuhan Neonatal
(2008), BBLR dikelompokkan sebagai berikut :
a.
Bayi
berat badan lahir amat sangat rendah, yaitu bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 1000 gram.
b.
Bayi
berat badan lahir sangat rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 1500 gram.
c.
Bayi
berat badan lahir cukup rendah
adalah bayi yang lahir dengan berat badan 1501-2500 gram.
1.1.3. Penyebab BBLR
Pada 50% kasus berat lahir
rendah, penyebab yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi ada kaitan yang
bermakna dengan kondisi sosio-ekonomi yang buruk dan juga dengan kebiasaan
merokok. Menurut Farrer (2011), penyebab kelahiran prematur yang diketahui
mencakup :
a.
Induksi
dini persalinan, misalnya atas indikasi pre-eklamsia, hipertensi,
ketidakcocokan rhesus, diabetes,
kadar estriol yang rendah.
b.
Kehamilan kembar,
misalnya kembar dua.
c.
Polihidramnios (cairan
amnion yang berlebihan) sebagaimana terjadi pada
malformasi fetal.
d.
Infeksi.
Menurut Surasmi (2003), faktor yang menyebabkan gangguan pertumbuhan
intra-uterin meliputi :
a.
Faktor janin
Kelainan
kromosom, infeksi janin kronik, disotonomia
familial, retardasi, kehamilan
ganda, aplasia pankreas.
b.
Faktor plasenta
Berat plasenta kurang, plasenta berongga atau keduanya, luas permukaan berkurang, plasentitis vilus, infark tumor (korio angiona)
plasenta yang lepas, sindrom
transfusi bayi kembar.
c.
Faktor ibu
Toksemia, hipertensi, penyakit
ginjal, hipoksemi (penyakit jantung sionatik, penyakit paru) malnutrisi,
anemia sel sabit, ketergantungan (obat narkotik, alkohol, rokok).
1.1.4. Berbagai Masalah BBLR
Berdasarkan Protokol Asuhan Neonatal (2008), berbagai masalah yang ditemukan
pada BBLR yaitu :
a.
Ketidakstabilan
suhu tubuh
Bayi kurang bulan memiliki kesulitan untuk
mempertahankan suhu tubuh yang berakibat peningkatan hilangnya panas,
berkurangnya lemak subkutan, rasio luas permukaan tubuh terhadap berat badan
besar, produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai dan
ketidakmampuan untuk menggigil.
b.
Kesulitan bernafas
Terjadi karena defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke sindrom gawat
nafas (Respiratory distress syndrome/RDS),
risiko aspirasi akibat refleks menelan dan refleks batuk yang buruk, pengisapan
dan menelan yang tidak terkoordinasi, toraks yang lunak dan otot respirasi yang
lemah, pernafasan yang periodik dan apnea.
c.
Masalah gastrointestinal dan nutrisi
Menyebabkan refleks isap dan menelan yang buruk dan terutama sebelum 34
minggu, motilitas usus yang menurun,
pengosongan lambung lambat, absorbsi
vitamin yang larut dalam lemak berkurang, defisiensi enzim laktase pada jonjot
usus, menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein dan zat besi dalam tubuh,
meningkatnya resiko NEC.
d.
Imaturitas hati
Mengakibatkan gangguan
konyugasi dan ekskresi bilirubin,
defisiensi vitamin K.
e.
Imaturitas ginjal
Menyebabkan
ketidakmampuan untuk mengeksresi beban cairan yang besar, akumulasi asam
anorganik dengan metabolik asidosis,
eliminasi obat dari ginjal dapat menghilang, ketidakseimbangan elektrolit,
misalnya hiponatremia atau hipernatremia, hiperkalemia atau glikosuria ginjal.
f.
Imaturitas imunologis
Risiko infeksi tinggi yang diakibatkan bayi kurang
bulan tidak mengalami transfer IgC
maternal melalui plasenta selama
trimester ketiga kehamilan, fagositosis terganggu,
penurunan berbagai faktor komplemen.
g.
Berbagai
masalah neurologis
Antara lain refleks isap
dan menelan yang imatur, penurunan motilitas usus, apnea dan bradikardia berulang,
perdarahan intraventrikel dan leukomalasia periventrikel, pengaturan perfusi serebral yang buruk, retinopati prematur (ROP), kejang, hipotonia.
h.
Berbagai
masalah kardiovaskuler
Duktus arteriorus paten (Patent ductus
arteriosus/PDA) merupakan hal yang umum ditemui pada bayi kurang bulan,
hipotensi atau hipertensi
i.
Berbagai
masalah hematologis
Anemia (awitan dini atau
lambat), hiperbilirubinemia, terutama
indirek, koagulasi intravaskuler
diseminata (Diseminata intravaskuler
coagulation/DIC), penyakit perdarahan
pada neonatus (Hemorrhagic disease of the
newborn/HDN)
j.
Berbagai masalah metabolisme
Hipokalsemia,
hipoglikemia atau hiperglikemia
1.1.5. Perawatan BBLR
Beberapa hal yang perlu
dilakukan dalam penanganan pada BBLR :
a.
Mempertahankan
suhu dengan ketat
BBLR mudah mengalami hipotermia,
oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat.
b.
Mencegah infeksi
dengan ketat
BBLR sangat rentan akan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan
infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi.
c.
Pengawasan nutrisi/ASI
Refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi
harus dilakukan dengan cermat.
d.
Penimbangan Ketat
e.
Perubahan
berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan
daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan
ketat (JNPKKR-POGI, 2000).
2.2.
Perawatan Metode Kanguru
2.2.1. Pengertian Perawatan Metode Kanguru
Menurut WHO (2003),
Perawatan Metode Kanguru (PMK) adalah perawatan untuk bayi prematur dengan
melakukan kontak langsung antara kulit bayi
dengan kulit ibu (skin to skin contact). Metode ini sangat
tepat dan mudah dilakukan guna mendukung kesehatan dan keselamatan bayi yang
lahir prematur maupun yang aterm.
Perawatan Metode Kanguru adalah perawatan untuk bayi
berat lahir rendah dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan
kulit ibu (skin to skin contact) (Depkes
RI, 2009). Istilah Perawatan Metode Kanguru (PMK) diambil dari pengamatan pada
Kanguru yang memiliki kantung pada perutnya, yang berfungsi untuk melindungi
bayinya tidak hanya melindungi bayi yang prematur tetapi merupakan suatu tempat
yang memberikan kenyamanan yang sangat esensial bagi pertumbuhan bayi.
Di dalam kantung ibu, bayi dapat
merasakan kehangatan, mendapat makanan
(susu), kenyamanan, stimulasi dan perlindungan.
Bayi dibawa kemana saja setiap saat tanpa interupsi (Desmawati, 2011).
Menurut Desmawati (2001) dan PERINASIA (2003), esensinya adalah :
a.
Ada
tiga komponen PMK, kontak kulit dengan
kulit, ASI eksklusif, support atau dukungan pada bayi hanya dari ibu (interaksi
hanya antara ibu dengan bayi).
b.
Kontak
kulit dengan kulit, kontak bagian depan bayi pada dada ibu. Untuk mendapatkan rasa nyaman dan hangat dipasang selimut
dan topi. Perawatan Metode Kanguru idealnya dimulai saat bayi lahir dan
berlangsung sepanjang pagi dan malam hari.
c.
ASI
eksklusif merupakan pemberian air susu sepanjang yang dibutuhkan bayi tanpa
pemberian makanan lain. Untuk bayi
prematur, pemberian nutrisi sesuai dengan indikasinya.
d.
Support
untuk berdua (support to the dyad),
pada saat dibutuhkan pengobatan, dukungan emosional, kesejahteraan fisik yang
diberikan untuk bayi dan ibu dilakukan tanpa memisahkan mereka.
e.
Metode
ini merupakan metode yang lembut (sederhana dan manusiawi),
namun efektif untuk menghindari berbagai stres yang dialami oleh bayi prematur
selama perawatan diruang perawatan intensif.
Perawatan Metode Kanguru dapat dilakukan dengan 2
cara. Pertama, secara terus menerus dalam 24 jam atau yang disebut juga dengan
secara kontinyu dan kedua secara intermiten atau dengan cara selang-seling.
Perawatan Metode Kanguru disarankan untuk dilakukan secara kontinyu, akan
tetapi rumah sakit yang tidak menyediakan fasilitas rawat gabung dapat
menggunakan Perawatan Metode Kanguru secara intermiten. Pelaksanaan Perawatan
Metode Kanguru secara intermiten juga memberikan manfaat sebagai pelengkap
perawatan konvensional atau inkubator (Deswita, Besral, Rustina, 2011).
2.2.2.
Manfaat Perawatan
Metode Kanguru
Untuk mempelajari manfaat dan penerapan PMK sebaiknya
diketahui tentang proses kehilangan panas pada bayi baru lahir. Pada intinya
ada 4 cara kehilangan panas pada bayi baru lahir yaitu:
a.
Evaporasi
merupakan proses kehilangan panas melalui proses penguapan dari kulit yang basah.
b.
Radiasi
meliputi kehilangan panas melalui pemancaran panas dari tubuh bayi ke
lingkungan sekitar yang lebih dingin. Hal ini terjadi misalnya bayi yang baru
lahir segera diletakkan di ruang ber-AC yang dingin maka suhu tubuh bayi akan
berkurang karena panasnya terpancar ke sekitarnya yang bersuhu lebih rendah.
c.
Konduksi
yaitu cara kehilangan panas melalui persinggungan dengan benda yang lebih
dingin misalnya ditimbang pada alat timbangan logam tanpa alas.
d.
Konveksi
yaitu kehilangan panas melalui aliran udara. Hal ini misalnya terjadi pada bayi
baru lahir diletakkan di dekat
jendela atau pintu yang terbuka maka
akan ada aliran udara luar (yang mungkin lebih dingin) yang akan berpengaruh
pada suhu bayi. Atau bisa juga
kehilangan panas secara konveksi apabila bayi dibiarkan telanjang. Udara
sekitar bayi lebih panas dari udara jauh dari bayi. Udara panas lebih ringan dan naik ke atas digantikan
oleh udara dingin sehingga terjadi juga aliran udara yang mengambil suhu bayi (hukum
Boyle).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Usman dkk (1996)
dalam PERINASIA menyatakan bahwa kemampuan mempertahankan suhu serta kenaikan
berat badan pada BBLR yang dilakukan PMK menunjukkan hasil yang lebih baik.
Oleh karena itu, PMK sangat berguna dalam pencegahan hipotermia pada perawatan
BBLR di rumah. Secara garis besar, manfaat PMK adalah sebagai berikut :
a.
Manfaat PMK bagi bayi
WHO (2002)
dari berbagai penelitian menyebutkan bahwa manfaat Perawatan Metode Kanguru
pada BBLR adalah :
·
Suhu tubuh bayi
lebih stabil daripada yang dirawat
di inkubator
·
Pola pernafasan
bayi menjadi lebih teratur (mengurangi kejadian apnea periodik)
·
Denyut jantung lebih stabil
·
Pengaturan
perilaku bayi lebih baik, misalnya frekuensi menangis bayi berkurang dan
sewaktu bangun bayi lebih waspada
·
Bayi
lebih sering minum ASI dan lama menetek lebih
panjang serta peningkatan produksi ASI
·
Pemakaian kalori
lebih kurang
·
Kenaikan berat
badan lebih baik
·
Waktu tidur bayi
lebih lama
·
Hubungan lekat
bayi-ibu lebih baik serta berkurangnya kejadian infeksi
·
Efisiensi anggaran
b.
Manfaat PMK bagi Ibu
Menurut Depkes RI (2008) dari beberapa penelitian
Anderson (1991), Tessier dkk. (1998), Conde-Agudelo, Diaz-Rosello&Belizan
(2003), Kirsten, Bergman & Hann (2001) dilaporkan bahwa PMK mempermudah pemberian ASI, ibu lebih
percaya diri dalam merawat bayi, hubungan
lekat bayi-ibu lebih baik, ibu sayang kepada bayinya, pengaruh psikologis
ketenangan bagi ibu dan keluarga (ibu lebih puas, kurang merasa stres). Pada
penelitian Suradi dan Yanuarso (2000), Mohrbacher & Stock (2003) melaporkan
adanya peningkatan produksi ASI, peningkatan lama menyusui dan kesuksesan dalam
menyusui. Hasil penelitian Cattaneo, Davanco, Bergman dkk. (1998) dalam
PERINASIA (2003), bila ibu perlu merujuk bayi ke fasilitas
kesehatan maupun antar rumah sakit tidak memerlukan alat khusus karena dapat
menggunakan cara PMK.
c.
Manfaat PMK bagi Ayah
1.
Ayah memainkan
peranan yang lebih besar dalam
perawatan bayinya.
2.
Meningkatkan
hubungan antara ayah-bayinya, terutama berperan penting di negara dengan tingkat kekerasan pada anak yang tinggi.
d.
Manfaat PMK bagi
petugas kesehatan
Bagi petugas kesehatan paling sedikit akan bermanfaat
dari segi efisiensi tenaga karena ibu lebih banyak merawat bayinya sendiri.
Dengan demikian beban kerja petugas akan berkurang. Bahkan petugas justru dapat
melakukan tugas lain yang memerlukan perhatian petugas misalnya pemeriksaan
lain atau kegawatan pada bayi maupun memberikan dukungan kepada ibu dalam
menerapkan PMK (Depkes RI, 2008).
e.
Manfaat PMK bagi
institusi kesehatan, klinik, RS
Sedikitnya ada 3 manfaat bagi fasilitas pelayanan
dengan penerapan PMK yaitu lama perawatan lebih pendek sehingga cepat pulang
dari fasilitas kesehatan. Dengan demikian, tempat tersebut dapat digunakan bagi
klien lain yang memerlukan (turn over meningkat).
Manfaat lain yang dikemukakan adalah pengurangan penggunaan fasilitas (listrik,
inkubator, alat canggih lain) sehingga dapat membantu efisiensi anggaran.
Dengan naiknya turn over serta
efisiensi anggaran diharapkan adanya kemungkinan kenaikan penghasilan (revenue) (Depkes RI, 2008).
f.
Manfaat PMK bagi Negara
Karena penggunaan ASI meningkat, dan bila hal ini
dapat dilakukan dalam skala makro maka dapat menghemat devisa (import susu
formula). Demikian pula dengan peningkatan pemanfaatan ASI kemungkinan bayi
sakit lebih kecil dan ini tentunya
menghemat biaya perawatan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta
(PERINASIA, 2003).
2.2.3.
Pelaksanaan
Perawatan Metode Kanguru
2.2.3.1.
Persiapan
Sebelum ibu mampu melakukan PMK dilakukan latian untuk
adaptasi selama lebih kurang 3 hari. Saat melakukan latihan ibu diajarkan juga
personal hygiene yaitu dibiasakan mencuci tangan, kebersihan kulit bayi (tidak
dimandikan hanya dengan baby oil), kebersihan tubuh ibu dengan mandi sebelum
melakukan PMK. Serta diajarkan tanda-tanda bahaya seperti :
a.
Kesulitan
bernafas (dada tertarik ke dalam, merintih)
b.
Bernafas sangat
cepat atau sangat lambat
c.
Serangan henti
nafas (apnea) sering dan lama
d.
Bayi
terasa dingin, suhu bayi di bawah normal walaupun telah dilakukan penghangatan
e.
Sulit
minum, bayi tidak lagi terbangun
untuk minum, berhenti minum atau muntah
f.
Kejang
g.
Diare
h.
Sklera/kulit
menjadi kuning
2.2.2.2. Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan PMK perlu
diperhatikan 4 komponen PMK, yaitu :
a.
Posisi bayi
Letakkan bayi diantara payudara dengan posisi tegak,
dada bayi menempel ke dada ibu. Posisi bayi dijaga dengan kain panjang atau
pengikat lainnya. Kepala bayi dipalingkan ke sisi kanan atau kiri, dengan
posisi sedikit tengadah (ekstensi).
Ujung pengikat tepat berada dibawah kuping bayi.
Tungkai bayi haruslah dalam posisi “kodok”, tangan harus dalam posisi
fleksi. Ikatkan kain dengan kuat agar saat ibu
bangun dari duduk, bayi tidak tergelincir. Pastikan juga bahwa ikatan
yang kuat dari kain tersebut menutupi dada si bayi. Perut bayi jangan sampai
tertekan dan sebaiknya berada di sekitar epigastrium ibu. Dengan cara ini bayi
dapat melakukan pernafasan perut.
Berikut adalah cara memasukkan dan mengeluarkan bayi
dari baju Kanguru, misalnya saat akan disusui :
·
Pegang
bayi dengan satu tangan diletakkan di belakang leher sampai punggung bayi.
·
Topang
bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari lainnya agar kepala bayi
tidak tertekuk dan tak menutupi saluran nafas ketika bayi berada pada posisi tegak.
·
Tempatkan tangan
lainnya dibawah pantat bayi.
b.
Nutrisi dengan
pemberian ASI
Dengan melakukan PMK, proses menyusui menjadi lebih
berhasil dan sebagian besar bayi yang dipulangkan memperoleh ASI. Bayi pada
kehamilan kurang dari 30-32 minggu biasanya perlu diberi minum melalui pipa
nasogastrik, untuk ASI yang diperas (expressed
breast milk). Bayi dengan masa kehamilan 32-34 minggu dapat diberi minum
melalui gelas kecil. Sedangkan bayi-bayi dengan usia kehamilan sekitar 32
minggu atau lebih, sudah dapat mulai menyusu pada ibu.
c.
Dukungan (support)
Saat bayi telah lahir, ibu memerlukan dukungan dari berbagai pihak,
diantaranya berupa :
·
Dukungan emosional
Ibu memerlukan dukungan untuk melakukan PMK. Banyak
ibu-ibu muda yang mengalami keraguan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan
bayi pertamanya sehingga membutuhkan dukungan dari keluarga, teman serta
petugas kesehatan.
·
Dukungan fisik
Selama beberapa minggu pertama PMK, merawat bayi akan sangat menyita
waktu ibu. Istirahat dan tidur yang cukup sangat penting pada peranannya pada
PMK. Oleh karena itu, ibu memerlukan dukungan untuk membantu menyelesaikan
tugas-tugas rumah.
·
Dukungan edukasi
Sangat penting memberikan informasi yang ibu butuhkan
agar ia dapat memahami seluruh proses PMK dan mengetahui manfaat PMK. Hal ini
membuat PMK menjadi lebih bermakna dan akan meningkatkan kemungkinan bahwa ibu
akan berhasil menjalankan PMK baik di rumah sakit ataupun saat di rumah.
Dukungan bisa diperoleh dari petugas kesehatan,
seluruh anggota keluarga, ibu dan masyarakat. Tanpa adanya dukungan, akan
sangat sulit bagi ibu untuk dapat melakukan PMK dengan berhasil.
d.
Pemulangan (discharge)
Pemulangan bayi dilakukan atas persetujuan dokter
berdasarkan laporan perawat. Bayi PMK dapat
dipulangkan dari rumah sakit setelah memenuhi kriteria dibawah ini :
·
Kesehatan
bayi secara keseluruhan dalam kondisi baik dan tidak ada henti nafas (apnea)
atau infeksi
·
Bayi minum dengan baik
·
Berat
bayi selalu bertambah (sekurang-kurangnya 15g/kg/hari) untuk sekurang-kurangnya
tiga hari berturut-turut
·
Ibu
mampu merawat bayi dan dapat datang
secara teratur untuk melakukan follow-up
Mereka akan tetap memerlukan dukungan meskipun tidak
sesering dan seintensif sebelumnya.
Jika tidak ada layanan tindak lanjut atau lokasi RS letaknya jauh, pemulangan
dapat ditunda. Sebelum dipulangkan, pastikan ibu sudah
mengerti tanda-tanda bahaya, monitoring tumbuh kembang dan
bagaimana cara merujuk ke RS jika ada bahaya.
e.
Monitoring
kondisi bayi
Hal-hal
yang harus dimonitor adalah :
· Tanda vital 3x/hari (setiap ganti shift)
· Berat badan bayi 1x/hari
· Panjang badan dan lingkar kepala 1x/minggu
· Predischarge score setiap hari
· Jejas pasca persalinan
· Skrining bayi baru lahir
· Tumbuh kembang bayi,
terutama panca inderanya
· Monitoring kondisi ibu
Hal-hal
yang perlu dimonitoring antara lain :
· Tanda-tanda vital
· Involusi interi
· Laktasi
· Perdarahan post partum
· Luka operasi
· Luka perineum
g.
Penanganan pencegahan
·
Untuk
mencegah BBLR mendapat penyakit, maka BBLR perlu mendapat imunisasi sesuai
jadwal yang dianjurkan
·
Tanya
dan cari tanda-tanda apapun yang mengindikasikan adanya penyakit, baik yang
dilaporkan atau tidak oleh ibu
·
Tangani
setiap penyakit berdasarkan standar operasional prosedur dan juklak lokal
·
Jika
pertambahan berat badan tidak mencukupi, tanya dan cari permasalahannya, penyebab dan solusi. Semua ini umumnya
berhubungan dengan pemberian minum dan penyakit
(Depkes RI, 2009).
PATOFISIOLOGI
Tergantung dari
berat ringannya masalah perinatal, seperti; masa gestasi (semakin muda dan
semakin rendah berat badan bayi makin tinggi angka kematiannya), komplikasi
yang menyertai (asfiksia/iskemia, sindrom gangguan pernafasan, perdarahan intra
ventrikuler, infeksi, gangguan metabolik, dll) (Merenstein, 2002).
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Radiologi
Foto thoraks/baby gram pada bayi baru lahir dengan usia
kehamilan kurang bulan, dapat dimulai pada umur 8 jam. Gambaran foto thoraks
pada bayi dengan penyakit membran hyalin karena kekurangan surfaktan berupa
terdapatnya retikulogranular pada parenkim dan bronkogram udara. Pada kondisi
berat hanya tampak gambaran white lung (Masjoer, dkk, 2000).
USG kepala terutama pada bayi dengan usia kehamilan 35 minggu
dimulai pada umur 2 hari untuk mengetahui adanya hidrosefalus atau perdarahan
intrakranial dengan memvisualisasi ventrikel dan struktur otak garis tengah
dengan fontanel anterior yang terbuka (Merenstein, 2002).
Laboratorium
Darah Rutin
1) Hematokrit (HCT)
a) Bayi usia 1 hari 48-69%
b) Bayi usia 2 hari 48-75%
c) Bayi usia 3 hari 44-72%.
2) Hemoglobin (Hb) untuk bayi usia 1-3
hari 14,5-22,5 g/dl.
3) Hb A > 95% dari total atau 0,95
fraksi Hb.
4) Hb F
a)Bayi usia 1 hari 63-92%
b) Bayi usia 5 hari 65-88%
c)Bayi usia 3 minggu 55-85%
d) Usia 6-9 minggu 31-75%.
5) Jumlah leukosit
a) Bayi baru lahir 9,0-30,0 x 103 sel/mm3 ( mL)
b) Bayi usia 1 hari/24 jam 9,4-43,0 x 103 sel/mm3 ( mL)
c) Usia 1 bulan 5,0-19,5 x 103 sel/mm3 ( mL).
Bilirubin
1) Total (serum)
a) Tali pusat < 2,0 mg/dl
b) 0-1 hari 8,0 mg/dl
c) 1-2 hari 12,0 mg/dl
d) 2-5 hari 16,0 mg/dl
e) Kemudian 2,0 mg/dl.
2) Direk (terkonjugasi)
a) 0,0-0,2 mg/dl
Glukosa (8–12 jam post natal), disebut hipoglikemi bila
konsentrasi glukosa plasma < 50 mg/dl.
3) Serum
f) Tali pusat 45-96 mg/dl
g) Bayi baru lahir (usia 1 hari) 40-60
mg/dl
h) Bayi usia > 1 hari 50-90 mg/dl.
Analisa gas darah
1) Tekanan parsial CO2 (PCO2)
bayi baru lahir 27-40 mmHg
2) Tekanan parsial O2 (PO2)
a) Lahir 8-24 mmHg
b) 5-10 menit 33-75 mmHg
c) 30 menit 31-85 mmHg
d) > 1 jam 55-80 mmHg
e) 1 hari 54-95 mmHg
f) Kemudian (menurun sesuai usia) 83-108
mmHg.
3) Saturasi oksigen (SaO2)
a) Bayi baru lahir 85-90%
b) Kemudian 95-99%.
4) pH bayi prematur (48 jam) 7,35-7,50.
Elektrolit darah (k/p)
1) Natrium
a) Serum atau plasma
1.1) Bayi baru lahir 136-146 mEq/L
1.2) Bayi 139-146 mEq/L.
b) Urine 24 jam 40-220 mEq/L.
2) Kalium
a) Serum bayi baru lahir 3,0-6,0 mEq/L
b) Plasma (heparin) 3,4-4,5 mEq/L
c) Urine 24 jam 2,5-125 mEq/L
(bervariasi sesuai diit).
3) Klorida
a) Serum/plasma
1.1) Tali pusat 96-104 mEq/L
1.2) Bayi baru lahir 97-110 mEq/L.
Tes kocok/shake test
Sebaiknya dilakukan pada
bayi yang berusia < 1 jam dengan mengambil cairan amnion yang tertelan di
lambung dan bayi belum diberikan makanan. Cairan amnion 0,5 cc ditambah garam
faal 0,5 c, kemudian ditambah 1 cc alkohol 95% dicampur dalam tabung kemudian
dikocok 15 detik, setelah itu didiamkan 15 menit dengan tabung tetap berdiri.
Interpretasi hasil:
1). (+) :
Bila terdapat gelembung-gelembung yang membentuk cincin artinya surfaktan terdapat
dalam paru dengan jumlah cukup.
2). (-) :
Bila tidak ada gelembung atau gelembung sebanyak ½ permukaan artinya paru-paru
belum matang/tidak ada surfaktan.
3). Ragu :
Bila terdapat gelembung tapi tidak ada cincin.
Jika hasil menunjukkan ragu
maka tes harus diulang.
KOMPLIKASI
1. Sindroma aspirasi mekonium (kesulitan
bernafas).
2. Hipoglikemi simtomatik.
3. Asfiksis neonatorum
4. Penyakit membran hialin.
5. Hiperbilirubinemia.
6. Sepsis neonatorum.
PENATALAKSANAAN
Setelah bayi lahir
dilakukan:
Tindakan Umum
a. Membersihkan jalan nafas.
b. Mengusahakan nafas pertama dan
seterusnya.
c. Perawatan tali pusat dan mata.
Tindakan Khusus
Suhu tubuh dijaga pada 36,5-37,5 oC pengukuran
aksila (tambah 0,5 oC pada pengukuran rektal)), pada bayi baru lahir
dengan umur kehamilan 35 minggu perlu perhatian ketat, bayi dengan BBL 2000
gram dirawat dalam inkubator atau dengan boks kaca menggunakan lampu.
Awasi frekwensi pernafasan pada 24 jam pertama untuk mengetahui
sindroma aspirasi mekonium.
Setiap jam hitung frekwensi pernafasan, bila >
60x/mnt lakukan foto thoraks.
Berikan oksigen sesuai dengan masalah pernafasan yang
didapat.
Pantau sirkulasi dengan ketat (denyut jantung, perfusi darah,
tekanan darah).
Awasi keseimbangan cairan.
Pemberian cairan dan nutrisi bila tidak ada masalah
pernafasan dan keadaan umum baik
Tindakan pencegahan infeksi:
1) Cara kerja aseptik, cuci tangan
sebelum dan sesudah memegang bayi.
2) Mencegah terlalu banyak bayi dalam
satu ruangan.
3) Melarang petugas yang menderita
infeksi masuk ke tempat bayi dirawat.
4) Pemberian antibiotik
5) Membatasi tindakan seminimal mungkin.
Mencegah perdarahan berikan vitamin K 1 mg dalam sekali
pemberian.
Berikan dukungan psikologis dengan perawatan bayi lekat (Kangaroo
Mother Care) bagi BBLR yang memungkinkan (tidak terpasang infus maupun
mengalami masalah pernafasan), atau dengan sentuhan terapeutik dari pemberi
perawatan termasuk orang tua bayi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BBLR
1. Pengkajian
a. Anamnesa riwayat kehamilan
Usia kehamilan < 37
minggu, ANC, riwayat hamil resiko tinggi.
b. Anamnesa riwayat persalinan
Melahirkan BBLR/gemeli
sebelumnya, cara melahirkan, lama nifas, komplikasi nifas.
c. Anamnesa riwayat keluarga
Riwayat kelahiran dengan
BBLR/gemeli, ststua sosial-ekonomi.
d. Tanda-tanda vital.
e. Pengkajian fisik.
1) Pengkajian umum
a) Berat badan lahir < 2500
gram, panjang badan £ 45 Cm, lingkar dada < 30
Cm, lingkar kepala < 33 Cm.
b)
Penampakan
fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi; kepala relatif
lebih besar dari badan.
2) Pernafasan
a) Pernafasan belum teratur dan sering
terjadi apnea.
b) Refleks batuk belum sempurna.
c) Tangisan lemah.
3) Kardiovaskuler
a) Pengisian kapiler (< 2 sampai 3
detik), perfusi perifer.
b) Bayi dapat tampak pucat/sianosis.
c) Dapat ditemui adanya bising jantung
atau murmur pada bayi dengan kelainan jantung/penyakit jantung bawaan.
4) Gastrointestinal
a) Refleks menghisap dan menelan belum
sempurna sehingga masih lemah.
b) Gambaran belum maturnya fungsi hepar
berupa ikterik dan fungsi pankreas berupa hipoglikemia.
c) Gambarkan jumlah, warna, konsistensi
dan bau dari adanya muntah.
5) Genitourinaria
a) Genetalia immatur.
6) Neurologis-Muskoloskeletal
a) Otot masih hipotonik sehingga tungkai
abduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan.
b) Lebih banyak tidur daripada bangun.
c) Refleks menghisap, menelan, dan batuk
belum sempurna (lemah).
d) Osifikasi tengkorak sedikit,
ubun-ubun dan sutura lebar.
7) Suhu
a) Pusat pengaturan suhu tubuh
(hipothalamus) belum matur dimanifestasikan dengan adanya hipotermi atau
hipertermi.
8) Kulit
a) Kulit tipis, transparan, banyak
lanugo, lemak sub kutan sedikit.
b) Tekstur dan turgor kulit; kering dan
pecah terkelupas, turgor kulit dalam rentang baik s/d jelek.
2.
Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul
1.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
imaturitas paru dan neuromuskular, penurunan energi dan keletihan
2.
Termoregulasi tidak efektif b.d kontrol suhu yang
imatur dan penurunan lemak tubuh subkutan
3.
Resiko infeksi b.d pertahanan imuniligis yang kurang
4.
Resiko gangguan integritas kulit b.d struktur kulit
imatur, imobilitas, penurunan status nutrisi, prosedur invasif
5.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d
ketidakmampuan mencerna puisi
6.
Nyeri b.d prosedur, diagnosa dan tindakan
3.
Intervensi
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan/Kriteria
|
Rencana Tindakan
|
1.
|
Pola nafas tidak
efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi
paru
|
Pola nafas yang efektif
Kriteria :
§ Kebutuhan oksigen
menurun
§ Nafas spontan, adekuat
§ Tidak sesak.
§ Tidak ada retraksi
|
§ Berikan posisi kepala sedikit ekstensi
§ Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
§ Observasi irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan
|
2.
|
Gangguan pertukaran gas b/d
kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan
|
Pertukaran gas adekuat
Kriteria :
§ Tidak sianosis.
§ Analisa gas darah normal
§ Saturasi oksigen normal.
|
§ Lakukan isap lendir kalau perlu
§ Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
§ Observasi warna kulit
§ Ukur saturasi oksigen
§ Observasi tanda-tanda perburukan pernafasan
§ Lapor dokter apabila terdapat tanda-tanda perburukan pernafasan
§ Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
§
Kolaborasi
dalam pemeriksaan surfaktan
|
3.
|
Resiko tinggi gangguan
keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
|
Hidrasi baik
Kriteria:
§ Turgor kulit elastik
§ Tidak ada edema
§ Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
§ Elektrolit darah dalam batas normal
|
§ Observasi turgor kulit.
§ Catat intake dan output
§ Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena dan
elektrolit
§ Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit darah
|
4.
|
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi,
kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat
|
Nutrisi adekuat
Kriteria :
§ Berat badan naik 10-30 gram / hari
§ Tidak ada edema
§ Protein dan albumin darah dalam batas normal
|
§ Berikan ASI/PASI dengan metode yang tepat
§ Observasi dan catat toleransi minum
§ Timbang berat badan setiap hari
§ Catat intake dan output
§ Kolaborasi dalam pemberian total parenteral
nutrition kalau perlu
|
5
|
Resiko tinggi hipotermi
atau hipertermi b/d imaturitas fungsi termoregulasi atau perubahan suhu
lingkungan
|
Suhu bayi stabil
§ Suhu 36,5 0C -37,2 0C
§ Akral hangat
|
§ Rawat bayi dengan suhu lingkungan sesuai
§ Hindarkan bayi kontak langsung dengan benda sebagai
sumber dingin/panas
§ Ukur suhu bayi setiap 3 jam atau kalau perlu
§
Ganti popok
bila basah
|
6.
|
Resiko tinggi terjadi
gangguan perfusi jaringan b/d imaturitas fungsi kardiovaskuler
|
Perfusi
jaringan baik
§ Tekanan darah normal
§ Pengisian kembali kapiler <2 detik
§ Akral hangat dan tidak sianosis
§ Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
§
Kesadaran
composmentis
|
§ Ukur tekanan darah kalau perlu
§ Observasi warna dan suhu kulit
§ Observasi pengisian kembali kapiler
§ Observasi adanya edema perifer
§ Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
§ Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan
|
7.
|
Resiko tinggi injuri
susunan saraf pusat b/d hipoksia
|
Tidak ada injuri
Kriteria :
§ Kesadaran composmentis
§ Gerakan aktif dan terkoordinasi
§ Tidak ada kejang ataupun twitching
§ Tidak ada tangisan melengking
§
Hasil USG
kepala dalam batas normal
|
§ Cegah terjadinya hipoksia
§ Ukur saturasi oksigen
§ Observasi kesadaran dan aktifitas bayi
§ Observasi tangisan bayi
§ Observasi adanya kejang
§ Lapor dokter apabila ditemukan kelainan pada saat
observasi
§ Ukur lingkar kepala kalau perlu
§ Kolaborasi dalam pemeriksaan USG kepala
|
8.
|
Resiko tinggi infeksi b/d
imaturitas fungsi imunologik
|
Bayi tidak terinfeksi
Kriteria :
§ Suhu 36,5 0C -37,2 0C
§ Darah rutin normal
|
§ Hindari bayi dari orang-orang yang terinfeksi kalau
perlu rawat dalam inkubator
§ Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi
§ Lakukan tehnik aseptik dan antiseptik bila melakukan
prosedur invasif
|
9.
|
Resiko tinggi gangguan
integritas kulit b/d imaturitas struktur kulit
|
Integritas
kulit baik
Kriteria
:
§ Tidak ada rash
§ Tidak ada iritasi
§ Tidak plebitis
|
Lakukan perawatan tali pusat
§ Observasi tanda-tanda vital
§ Kolaborasi pemeriksaan darah rutin
§ Kolaborasi pemberian antibiotika
|
10.
|
Gangguan persepsi-sensori :
penglihatan, pendengaran, penciuman, taktil b/d stimulus yang kurang atau
berlebihan dari lingkungan perawatan intensif
|
Persepsi dan sensori baik
Kriteria
:
§ Bayi berespon terhadap stimulus
|
§ Kaji kulit bayi dari tanda-tanda kemerahan, iritasi,
rash, lesi dan lecet pada daerah yang tertekan
§ Gunakan plester non alergi dan seminimal mungkin
§ Ubah posisi bayi dan pemasangan elektrode atau
sensor
§ Membelai bayi sebelum malakukan tindakan
§
Mengajak bayi
berbicara atau merangsang pendengaran bayi dengan memutarkan lagu-lagu yang
lembut
§ Memberikan rangsang cahaya pada mata
§ Kurangi suara monitor jika memungkinkan
§ Lakukan stimulas untuk refleks menghisap dan menelan
dengan memasang dot
|
11.
|
Koping keluarga
tidak efektif b/d kondisi
kritis pada bayinya, perawatan yang lama dan takut untuk merawat bayinya
setelah pulang dari RS
|
Koping keluarga efektif
Kriteria :
§ Ortu kooperatif dg perawatan bayinya.
§ Pengetahuan ortu bertambah
§ Orang tua dapat merawat bayi di rumah
|
§ Memberikan kesempatan pada ortu berkonsultasi dengan
dokter
§ Rujuk ke ahli psikologi jika perlu
§ Berikan penkes cara perawatan bayi BBLR di rumah
termasuk pijat bayi, metode kanguru, cara memandikan
§
Lakukan home
visit jika bayi pulang dari RS untuk menilai kemampuan orang tua merawat
bayinya
|
DAFTAR PUSTAKA
Betz,
C.L., Sowden, L.A. 2000. Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. EGC. Jakarta
Carpenito,
L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta
Kliegman, R. 2000. Nelson:
Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. EGC. Jakarta
Merenstein,
G.B. et all. 2002. Buku Pegangan Pediatri. Edisi 17. Widya Medika.
Jakarta
NANDA.
2015. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification. Philadelphia
Wong, L. D. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. EGC. Jakarta
Deswita, Besral, Yeni Rustina. (2011). Pengaruh Perawatan Metode Kanguru terhadap
Respons Fisiologis Bayi
Prematur. Jurnak Kesehatan Masyarakat Nasional. Volume 5,
Nomor 5, April 2011.
Desmawati. (2011). Intervensi
Keperawatan Maternitas Pada
Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta: Trans Info Media.
Depkes, RI. (2009). Pedoman Pelayanan Kesehatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Dengan
Perawatan Metode Kangguru di Rumah Sakit dan Jejaringnya. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes, RI. (2009). Pedoman Pelaksanaan Program
Rumah Sakit Sayang
Ibu dan Bayi. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes, RI. (2008). Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Dengan Metode Kanguru.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Diniawati, Evita. (2010). Gambaran Pelaksanaan Perawatan Metode Kanguru di Rumah Pada Ibu Yang
Memiliki Bayi Berat Lahir Rendah di Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Garut Tahun
2010. Depo
DOWNLOAD FILE DOKUMENNYA DISINI
DOWNLOAD FILE DOKUMENNYA DISINI
Comments
Post a Comment